Anda di halaman 1dari 3

NAMA : TAMIRA AUGA ABADI

NIM : 3101420069

PRODI : PENDIDIKAN SEJARAH 2020 B

KONSEP DASAR PENDIDIKAN SEJARAH

1. Masalah-masalah historigrafis dalam pembelajaran sejarah

Seperti apa kata sejarawan, kuntowijoyo, dalam bukunya pengantar ilmu sejarah,
bahwa subjektivitas dalam historiografis sejarah tidak dapat terelakan. Bisa jadi, masing-masing
sejarawan mengatakan sesuatu yang berbeda. Tentu saja mereka telah melakukan riset dan
penelitian yang mendalam. Namun perbedaan bisa saja terjadi, hal ini dikarenakan perbedaan
latar belakang dari sejarawan dan pengambilan sudut pandang yang berbeda. Namun, bukan
berarti hal ini tidak ilmiah yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Justru, hal ini bisa
memperkaya perspektif kita dan melihat sejarah atau kebenaran dari berbagai perspektif.
Sehingga kita bisa melihat konteks peristiwa sejarah secara keseluruhan.

Hal ini pun terjadi dalam pembelajaran sejarah, bagaimanapun pembelajaran


sejarah harus disesukan dengan kurikulum yang telah dibuatkan oleh pemerintah. Tampaknya,
pemerintah membuat kebijakan atau membuat rancangan kurikulum tak terlepas dari landasan
politik. Dalam hal ini, pemerintah menyisipkan rasa nasionalisme, patriotisme dan militerisme
melalui pembelajaran sejarah yang diajarkan kepada peserta didik. Diharapkan melalui
pembelajaran sejarah ini, siswa bisa memiliki rasa nasioanalisme, patriotisme, dan militrisme
tersebut.

Ini bermula dari persandingan antara nasionalisme dan kolonilaisme pada zaman
penjajahan. Pembelajaran sejarah pada zaman penjajahan, awalnya neerlandosentris atau
kebelanda-belandaan. Hal ini tidak tercermin dalam semangat kemerdekaan. Maka dibuatlah
narasi nasionalisme untuk membangkitkan semangat sehingga terciptalah semangat kemerdekaan
untuk terciptanya negara Indonesia. Yang seterusnya, menjadi kurikulum dalam pembelajaran
sejarah. Buku paket yang beredar pun disekolah pun berlandaskan politik. Buku –buku paket
sejarah mengambil sumber dari buku sejarah nasional Indonesia yang terdiri hingga enam jilid.
Tentu saja ini bisa menjadi problematika. Diamana siswa tak mengenal perspektif lain hanya
mengenal perspektif nasionalisme itu sendiri.

Padahal, akan lebih baik jika kita bisa melihat perspektif lain juga. Seperti
perspektif kolonialisme tadi. Kita sering mendengar bahwa culuurstelsel atau tanam paksa
merupakan kejahatan yang kejam yang dilakukan oleh belanda. Namun cultuurstelsel memiliki
dampak positif, salah satunya masyarakat Indonesia bisa mengenal dan menanam tanaman
ekspor serta pembangunan sarana dan prasarana antara lain sarana irigasi yang
bermanfaat bagi penduduk. Dan hal semacam ini yakni jasa-jasa belanda kepada Indonesia
conohnya mendirikan sekolah-sekolah di hindia belanda.

Jadi, permasalahan historiografi adalah sisi subjektivitas yang digunakan untuk


pembelajaran sejarah. Jadi mempersempit perspektif siswa. Mereka tidak mengetahui perspektif
lain selain perspektif nasional. Namun, bukan berarti pembelajaran sejarah salah total dan tidak
mengajarkan kebenaran. Justru melalui pembelajaran sejarah siswa diharapkan bisa menanamkan
rasa cinta dan tanah air.

2. Masalah ideologis dalam pembelajaran sejarah

Pembelajaran sejarah itu berdasarkan kurikulum yang tak lepas dari landasan
politik, landasan politik berisi kebijakan kebijakan pemerintah yaitu ideologisasi. Ideoogisasi itu
adalah nasionalisme dan militerisme. Jadi, apakah nasionalisme dan militerisme itu menjadi
masalah dalam pembelajaran sejarah? Untuk mengetahui jawabannya kita perlu menelaah lebih
jauh mengenai apa kaitannya nasionalisme dan militarisme dari pembelajaran sejarah.

Ya, tak dapat dipungkiri buku paket di sekolah itu terlalu Indonesiasentris. Lalu
apakah hal ini menjadi masalah? Tentu saja, karena siswa hanya belajar satu perspektif saja tidak
belajar konteks peristiwa dan perspektif secara keseluruhan. Mengapa hal ini penting? Hal ini
sangat penting dilakukan agar terciptanya rasa nasionalisme tadi. Tentu saja, hal ini tidak
terlepas dari ideologisasi dalam pembelajaran sejarah.
Menurut artikel yang saya baca berjudul ideologisasi dan historiografi dalam buku
teks SMA oleh agus mulyana. Bahwasannya, buku teks yang ada si SMA itu terlalu
mengiterpretasikan tentang kejayaan Indonesia. Seperti bercerita seolah-olah kerajaan-kerajaan
di Indonesia pada zaman dulu berkuasa hingga se-asia tenggara. Tentu hal ini menanamkan rasa
bangga dan cinta tanah air pada siswa-siswa tersebut. Padahal saat itu Indonesia belum ada sama
sekali dan tidak pernah seorang pun terlintas akan persatuan negara Indonesia pada zaman itu.
Karena faktanya Indonesia baru ada setelah proklamasi yaitu tahun 1945. Tentu saja siswa harus
diajarkan berfikir kritis mengenai hal ini. Namun nyatanya tidak pernah tertulis di buku paket
yang ada disekolah.

Jadi, Ideologisasi dalam pembelajaran sejarah dampak positifnya yaitu dapat


meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan serta nasionalisme. Namun di sisi lain hal itu dapat
mempersempit perspektif siswa dan siswa tidak dapat bereksplorasi akan sejarah yang kaya akan
perspektif. Tapi, tentu saja hal ini tak selamanya berdampak buruk. Ideologisasi memiliki tujuan
yang baik, agar tidak terjadi perpecahan antar saudara. Yakni bangsa Indonesia. Diharapkan
melalui pembelajaran sejarah kita bisa menjaga kesatuan dan persatuan dengan adanya sikap
nasionalisme.

Anda mungkin juga menyukai