Askep Defisit
Askep Defisit
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan di dalam kebudayaan masyarakat banyak membawa perubahan
yang tidak kecil di dalam segi kehidupan manusia. Perubahan situasi individu baik yang
positif maupun negatif dapat mempengaruhi keseimbangan fisik, mental dan sosial.
Individu yang sehat jiwa ini meliputi menyadari kemampuan dirinya secara penuh.
Mampu menghadapi problem maupun situasi yang berat dan mampu berada dengan orang
lain (Keliat,dkk.2007).
Data statistik yang dikemukakan oleh (WHO) (2012) menyebutkan bahwa sekitar
450 juta orang di dunia mengalami masalah gangguan kesehatan jiwa. Sepertiga
diantaranya terjadi di Negara berkembang. Data yang ditemukan oleh peneliti di Harvard
University dan University College London, mengatakan penyakit kejiwaan pada tahun
2016 meliputi 32% dari semua jenis kecacatan di seluruh dunia. Angka tersebut meningkat
dari tahun sebelumnya (VOA Indonesia, 2016).
Menurut WHO (2016), terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang
terkena bipolar, 21 juta orang terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia. Jumlah
penderita gangguan jiwa di Indonesia saat ini adalah 236 juta orang, dengan kategori
gangguan jiwa ringan 6% dari populasi dan 0,17% menderita gangguan jiwa berat, 14,3%
diantaranya mengalami pasung. Tercatat sebanyak 6% penduduk berusia 15-24 tahun
mengalami gangguan jiwa, dari 34 provinsi di Indonesia, Sumatera Barat merupakan peringkat
ke 9 dengan jumlah gangguan jiwa sebanyak 50.608 jiwa dan prevalensi masalah skizofrenia
pada urutan ke-2 sebanyak 1,9 permil. Peningkatan gangguan jiwa yang terjadi saat ini akan
menimbulkan masalah baru yang disebabkan ketidakmampuan dan gejala-gejala yang
ditimbulkan oleh penderita (Riskesdas 2013).
Dalam pasien dengan gangguan jiwa kurangnya keperawatan diri akibat adanya
perubahan proses pikir sehingga dalam kemampuan melakukan aktifitas perawatan diri menurun.
Pemeliharaan hygiene perorangan diperlukan untuk kenyamanan individu, keamanan, dan
kesehatan. Seperti pada orang sehat dapat memenuhi kebutuhan personal hygienenya
sendiri. Cara perawatan diri menjadi rumit dikarenakan kondisi fisik atau keadaan
emosional klien. Selain itu,beragam faktor pribadi dan sosial budaya mempengaruhi
praktik hygiene klien.
1
Karena perawatan hygiene seringkali memerlukan kontak yang dekat dengan
klien maka perawat menggunakan ketrampilan komunikasi untuk meningkatkan hubungan
terapeutik dan belajar tentang kebutuhan emosional klien. Oleh karena itu penulis
membahas makalah ini untuk mempelajari tentang defisit perawatan diri dan mengkaji
pasien dengan gangguan perawatan diri.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Defisit Perawatan diri ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan Defisit Perawatan Diri.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Definisi Defisit Perawatan Diri.
b. Untuk mengetahui Etiologi Defisit Perawatan Diri.
c. Untuk mengetahui Tanda dan Gejala Defisit Perawatan Diri.
d. Untuk mengetahui Jenis Defisit Perawatan Diri.
e. Untuk mengetahui Rentang Respon Defisit Perawatan Diri.
f. Untuk mengetahui Proses Terjadiya Masalah Defisit Perawatan Diri.
g. Untuk mengetahui Pohon Masalah Defisit Perawatan Diri.
h. Untuk mengetahui Mekanisme Koping Defisit Perawatan Diri.
i. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Defisit Perawatan Diri.
j. Untuk mengetahui Akibat Defisit Perawatan Diri.
k. Untuk mengetahui Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul.
l. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada Klien Defisit Perawatan Diri.
m. Untuk mengetahui Evaluasi dari Defisit Perawatan Diri.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Defisit perawatan diri adalah kurangnya perawatan diri pada pasien dengan
gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk
melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri terlihat dari
ketidakmampuan merawat kebersihan diri antaranya mandi, makan minum secara mandiri,
berhias secara mandiri, toileting (BAK/BAB) (Damaiyanti, 2012).
Defisit perawatan diri adalah kemampuan dasar yang dimiliki manusia dalam
melengkapi kebutuhannya dalam kelangsungan hidupnya sesuai kondisi kesehatannya.
(Damaiyanti dan Iskandar, 2012).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan melakukan aktifitas
perawatan diri (mandi, berhias, makan serta toileting) kegiatan itu harus bisa dilakukan
secara mandiri ( Herman, 2011).
B. Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000), penyebab kurang perawatan diri adalah
kelelahan fisik dan penurunan kesadaran. Menurut Depkes (2000), penyebab kurang
perawatan diri adalah:
1. Factor predisposisi
a) Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif
terganggu.
b) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
c) Kemampuan
realitas turun Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d) Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi
lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor presivitasi
3
Faktor presivitasi defisit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan
kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga
menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene
adalah:
a) Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya
dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan
dirinya.
b) Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan
terjadi perubahan pola personal hygiene.
c) Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi,
shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
d) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat
meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus
menjaga kebersihan kakinya.
e) Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
f) Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri
seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
g) Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu
bantuan untuk melakukannya.
4
c) Kuku panjang dan kotor.
d) Gigi kotor disertai mulut bau.
e) Penampilan tidak rapi.
2. Psikologis
a) Malas, tidak ada inisiatif.
b) Menarik diri, isolasi diri.
c) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
3. Social
a) Interaksi kurang.
b) Kegiatan kurang.
c) Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
d) Cara makan tidak teratur.
e) BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.
D. Jenis – Jenis
Menurut (Damaiyanti, 2012) jenis perawatan diri terdiri dari :
1. Defisit perawatan diri : mandi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan mandi/beraktivitas
perawatan diri sendiri.
2. Defisit perawatan diri : berpakaian
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas berpakaian dan
berhias untuk diri sendiri.
3. Defisit perawatan diri : makan
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas sendiri.
4. Defisit perawatan diri : eliminasi
Hambatn kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas eliminasi sendiri.
E. Rentang Respon
Adaptif maladaptif
5
1. Pola perawatan diri seimbang: saat pasien mendapatkan stressor dan mampu untuk
berperilaku adaptif maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang, klien masih
melakukan perawatan diri.
2. Kadang melakukan perawatan diri kadang tidak: saat pasien mendapatan stressor
kadang-kadang pasien tidak menperhatikan perawatan dirinya.
3. Tidak melakukan perawatan diri: klien mengatakan dia tidak perduli dan tidak bisa
melakukan perawatan saat stress (Ade, 2011).
6
mengontrol emosi sehingga berperilaku maladaptif seperti tidak mau merawat diri : mandi,
berpakaian/berhias, makan, toileting. Kondisi ini menunjukkan gejala defisit perawatan
diri (Townsend 2005).
Hypotalamus adalah bagian dari diensefalon yaitu bagian dalam dari serebrum
yang menghubungkan otak tengah dengan hemisfer serebrum. Fungsi utamanya adalah
sebagai respon tingkah laku terhadap emosi dan juga mengatur mood dan motivasi.
Kerusakan hipotalamus membuat seseorang kehilangan mood dan motivasi sehingga
kurang aktivitas dan dan malas melakukan sesuatu. Kondisi seperti ini sering kita temui
pada klien dengan defisit perawatan diri , dimana klien butuh lebih banyak motivasi dan
dukungan untuk dapat merawat dirinya (Suliswati, 2002; Stuart & Laraia, 2005).
Ganguan defisit perawatan diri juga dapat terjadi karena ketidakseimbangan dari
beberapa neurotransmitter. misalnya : Dopamine fungsinya mencakup regulasi gerak dan
koordinasi, emosi, kemampuan pemecahan masalah secara volunter (Boyd &
Nihart,1998 ; Suliswati, 2002). Transmisi dopamin berimplikasi pada penyebab gangguan
emosi tertentu. Pada klien skizoprenia dopamin dapat mempengaruhi fungsi kognitif (alam
pikir), afektif (alam perasaan) dan psikomotor (perilaku) kondisi ini pada klien dengan
defisit perawatan diri memiliki perilaku yang menyimpang seperti tidak berkeinginan
untuk melakukan perawatan diri (Hawari, 2001).
Serotonin berperan sebagai pengontrol nafsu makan, tidur, alam perasaan,
halusinasi, persepsi nyeri, muntah. Serotonin dapat mempengaruhi fungsi kognitif (alam
pikir), afektif (alam perasaan) dan psikomotor (perilaku) (Hawari, 2001). Jika terjadi
penurunan serotonin akan mengakibatkan kecenderungan perilaku yang kearah maladaptif.
Pada klien dengan defisit perawatan diri perilaku yang maladaptif dapat terlihat dengan
tidak adanya aktifitas dalam melakukan perawatan diri seperti : mandi, berganti pakaian,
makan dan toileting (Wilkinson,2007).
Norepinephrin berfungsi untuk kesiagaan, pusat perhatian dan orientasi; proses
pembelajaran dan memori. Jika terjadi penurunan kadar norepinephrine akan dapat
mengakibatkan kelemahan sehingga perilaku yang ditampilkan klien cendrung negatif
seperti tidak mau mandi, tidak mau makan maupun tidak mau berhias dan toileting (Boyd
& Nihart, 1998; Suliswati, 2002).
7
G. Pohon Masalah
H. Mekanisme Koping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongan di bagi menjadi 2 menurut
Damaiyanti 2012 yaitu:
1. Mekanisme koping adaptif Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi
pertumbuhan belajar dan mencapai tujuan. Kategori ini adalah klien bisa memenuhi
kebutuhan perawatan diri secara mandiri.
2. Mekanisme koping maladaptif Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi,
memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan.
Kategorinya adalah tidak mau merawat diri.
I. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. Obat anti psikosis : Penotizin.
b. Obat anti depresi : Amitripilin.
c. Obat antu ansietas : Diasepam, bromozepam, clobozam.
d. Obat anti insomia : phnebarbital.
2. Terapi
a. Terapi Keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien
dengan memberikan perhatian :
1) Jangan memancing emosi klien.
2) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga.
3) Berikan kesempatan klien mengemukakan pendapat.
8
4) Dengarkan, bantu, dan anjurkan pasien untuk mengemukakan masalah yang
dialaminya.
b. Terapi Aktivitas Kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan sosial, atau aktivitas
lainnya, dengan berdiskusi serta bermain untuk mengembalikan keadaan klien
karena maslah sebagian orang merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang
lain. Ada 5 sesi yang harus dilakukan :
1) Manfaat perawatan diri.
2) Menjaga kebersihan diri.
3) Tata cara makan dan minum.
4) Tata cara eliminasi.
5) Tata cara berhias.
c. Terapi Musik
Dengan musik klien bisa terhibur, rileks, dan bermain untuk mengembalikan
kesadaran pasien.
Penatalaksanaan manurut herman (Ade, 2011) adalah sebagai berikut.
1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri.
2. Membimbing dan menolong klien merawat diri.
3. Ciptakan lingkungan yang mendukung.
J. Akibat
Akibat dari Defisit Perawatan Diri Menurut Damiyanti, 2012 sebagai berikut.
a. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak tidak terpeliharanya
kebersihan perorangandengan baik, gangguan 12 fisik yang seering terjadi adalah:
gangguan integritas kulit, gangguan membrane mukosa mulut, infeksi pada mata dan
telinga dan gangguan fisik pada kuku.
b. Dampak psikososial Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygine adalah
gangguan kebutuhan aman nyaman , kebutuhan cinta mencintai, kebutuhan harga diri,
aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.
3. Isolasi sosial
9
BAB III
TINJAUAN KASUS
Tn.J 34 tahun, klien datang diantar kan oleh keluarganya pada tanggal 20
maret 2017dengan keluhan pasien pendiam, terlihat depresi, sulit
berpakaian, tidak mau mandi selama 3 hari, badan bau. Selain itu, keluarga
klien juga mengatakan klien selalu berdiam diri di kamar dan kurang
bersosialisasi baik dengan orang yang berada di rumahnya dan tetangga
sekitarnya.menurut Keluarga klien mengatakan klien pernah mengalami
gangguan jiwa saat klien kelas 3 SMA, klien dimasukan ke RSJ saanin
padang karena klien selalu berdiam diri dan tidak bersosialisasi, baik
dengan keluarganya dan orang disekitarnya.dari pengkajian didapat kan
klien tidak minum obat secara teratur sehingga pengobatan kurang berhasil.
Keluarga klien tidak ada yang mengalami gangguan jiwa. Riwayat penyakit
sekarang pasien mengeluuh sulit merawat dirinya, sulit berpakaian, dan
merasa depresi. pasien mengatakan sulit untuk berfikir dan bertingkah
seperti orang yang depresi. tidak mau mandi selama 3 hari, badan bau dan
tampak kotor . Dari hasil pemeriksaan tanda vital didapatkan TD = 120/80
mmHg,N = 70 x/mnt,S = 37, 2 °C danRR = 18 x/mnt.Berat badan 80 kg,
tinggi badan 170 cm.
10
PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
I. IDENTITAS PASIEN
a) Identitas pasien
Nama : Tn. J
Umur : 34th
Status Perkawinan : Sudah kawin
Agama : Islam
Alamat : Jln. Thamrin Rawang painan
DX. Medis : Defisit Perawatan Diri
Tanggal pengkajian : 23 maret 2017
No .MR : 029329
b) Identitas penanggung jawab
Nama klien : Ny. R
Umur : 30 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Thamrin rawang painan
Hubungan dengan klien : Istri
II. ALASAN MASUK
Keluarga klien mengatakan pasien pendiam, terlihat depresi, sulit berpakaian, tidak
mau mandi selama 3 hari, badan bau.
III FAKTOR PREDISPOSISI
a) faktor predisposisi
a) Riwayat penyakit sekarang
pasien mengeluuh sulit merawat dirinya, sulit berpakaian, dan merasa depresi.
pasien mengatakan sulit untuk berfikir dan bertingkah seperti orang yang
depresi. tidak mau mandi selama 3 hari, badan bau dan tampak kotor.
b) Riwayat penyakit dahulu
Keluarga klien mengatakan klien pernah mengalami gangguan jiwa saat klien
kelas 3 SMA
11
c) Riwayat penyakit keluarga
Keluarga klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa.
IV. FISIK
a) Survei umum
Tanda - tanda vital :
TD = 120/80 mmHg,
N = 70 x/mnt,
S = 37, 2 °C dan
RR = 18 x/mnt.
Berat badan 80 kg, tinggi badan 170 cm
b) Pemeriksaan Fisik
1. Kepala, leher
Kepala : rambut pasien kusam, acak-acakan dan kusut, berwarna hitam, pada
saat dipalpasi tidak terdapat benjolan dan nyeri tekan pada kepala.
Leher : tidak terdapat pembesaran vena jugularis, tidak terdapat nyeri tekan.
2. Mata
Bentuk mata simetris, penglihatan baik, tidak memakai alat bantu penglihatan.
3. Telinga
Bentuk simetris, pendengaran baik dibuktikan Tn. J dapat menjawab pertanyaan
perawat, telinga kotor
4. Hidung
Hidung Tn. J simetris, fungsi penciuman baik, tidak terdapat polip.
5. Mulut
Bibir Tn. J simetris, gigi Tn. J kotor, mukosa bibir kering, kotor dan mulut bau.
6. Integumen
Warna kulit sawo matang, kulit tampak kering dan terlihat kotor, turgor kulit
kering
7. Dada
Dada : Simetris, tidak ada kelainan bentuk, tidak ada sesak nafas
Abdomen : Tidak ada nyeri tekan pada Abdomen, tidak asietas, tidak ada
luka memar.
Ekstremitas:
12
- Ektremitas atas : Tangan kanan terpasang infus,
- Ekstremitas bawah : kedua kaki nyeri, kaki terasa nyeri untuk
berjalan, terdapat luka di kaki kiri pasien.
Genetalia : Bersih tidak ada kelainan dibuktikan tidak terpasang kateter
V. PSIKOSOSIAL
1. genogram
Keterangan :
: laki-laki : garis pernikahan
: pasien x : meninggal
13
3. Pola Persepsi dan Kognitif
Pendengeran dan penglihatan pasien tidak mengalami gangguan, pasien masih bisa
mendengar dan melihat dengan jelas, pasien kurang mampu berkomunikasi dengan
lancar.
4. Pola persepsi dan konsep diri
Klien tidak mengalami gangguan persepsi sensori ilusi dan halusinasi, baik itu
halusinasi pendengaran, penglihatan, perabaan, pengecapan, dan penghidu.
5. Pola Peran dan Hubungan
Pasien berperan sebagai ayah dan tulang punggung keluarga.
6. Pola reproduksi dan seksual
Selama pernikahan dengan istrinya pasien dikaruniai 1 orang anak. Selama di RS
pasien tidak pernah melakukan hubungan seksual lagi.
7. Pola Kooping Terhadap Strees
Dalam menghadapi masalah, pasien selalu menyembunyikannya
8. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Pasien tinggal dalam lingkungan muslim. Sebelum sakit ia bisa melakuka shalat,
setelah sakit, klien tidak bisa shalat
14
klien, tingkat konsentrasi klien baik, ditandai dengan ketika wawancara, klien
terfokus kepada perawat. Selain itu klien tidak memiliki keinginan untuk
berinteraksi kecuali perawat yang memulai.
f) Alam perasaan
Klien mengatakan merasa sedih karena rindu dengan keluarga, klien juga
mengatakan merasa sedih dan marah karena gagal menikah.
g) Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien bingung. klien mengalami gangguan orientasi tempat,
terbukti dengan klien mengatakan bahwa dirinya berada di rumah sakit. Orientasi
waktu klien baik di buktikan dengan klien mengetahui hari dan tanggal.
h) Memori
Klien mengalami gangguan daya ingat jangka panjang, namun klien mengalami
gangguan mengingat jangka pendek dan saat ini. Dibuktikan dengan klien masih
ingat ketika dibawa ke rumah sakit dan nama perawat yang setiap hari merawatnya.
i) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien mampu untuk berkonsentrasi penuh, klien mampu berhitung sederhana
dibuktikan dengan klien dapat menyebutkan perhitungan dari 1-10 dan sebaliknya
dari 10-1.
j) Kemampuan penilaian
Klien tidak ada masalah pada kemampuan penilaian, terbukti dengan pada saat
diberi pilihan mau makan setelah mandi atau mandi setelah makan, klien memilih
makan setelah mandi.
k) Daya tilik diri
Klien mengatakan ia tidak tahu sedang sakit apa, ia bertanya-tanya mengapa saya
diberi obat yang efek sampingnya membuat saya mengantuk dan lemah.
VII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
1. Makan
Klien mengatakan setiap kali makan mencuci tangan dan makan sendiri tanpa
bantuan orang lain . Klien mengatakan sering menghabiskan porsi makanan yang
disediakan
2. BAB/BAK
15
Klien mengatakan BAB & BAK di kamar mandi dan klien menyiramnya
3. Mandi
Klien mengatakan dalam sehari mandi 2 kali dengan menggunakan alat mandi yang
benar, namun klien jarang sikat gigi, sehingga giginya tampak kotor dan klien tidak
mencuci rambut dan sabunan.
7. Pemeliharaan kesehatan
Klien mengatakan apabila sakit klien berobat ke puskesmas. Bila menurut klien
sakitnya biasa saja, klien tidak pergi ke dokter (seperti masuk angin, dll). Dan saat
ini klien mengatakan rutin minum obat dan obat yang diminum sesuai dengan yang
diberikan oleh perawat.
16
Masalah keperawatan : Isolasi sosial
17
tidak mau ganti baju
DO
Apatis, ekspresi sedih, selalu
menyendiri, komunikasi kurang
3. DS : Isolasi Sosial
Klien mengatakan bingung
dalam memulai
pembicaraankarena menurut
klien tidak ada bahan
pembicaraan untuk berinteraksi
DO :
Klien lebih banyak berdiam diri
dan sering menghabiskan
waktunya ditempat tidur.
Kontak mata kurang
Klien sering menyendiri
Afek tumpul (hanya mampu
tertawa saat ada simuluus
perawat tertawa
18
XIV. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN
Rencana tindakan
DX. Kep. Rasional
Tujuan Kriteria evaluasi Tindakan kep
19
menjaga kebersihan melakukan
kebersihan diri. diri kebersihan
4. Latih cara diri secara
menjaga mandiri
kebersihan
diri: mandi
dan ganti
pakaian,
sikat gigi,
cuci
rambut,
potong
kuku
5. Masukan
pada jadwal
kegiatan
untuk
latihan
mandi, sikat
gigi (2x
sehari), cuci
rambut (2x
perminggu),
potong
kuku (1x
perminggu).
20
cara dan alat terhadap
untuk tindakan klien
berdandan 2. Memberitahu
3. Latih cara klien
berdandan bagaimana
setelah cara
kebersihan berdandan dan
diri: sisiran, alat yang
rias muka digunakannya
untuk 3. Agar klien
perempuan; bisa berdandan
sisiran, secara mandiri
cukuran 4. Agar klien
untuk pria. terbiasa
4. Masukan dengan
pada jadwal kegiatan yang
kegiatan telah diajarkan
untuk
kebersihan
diri dan
berdandan.
SP I :
IMPLEMENTASI EVALUASI
DATA : S : Saat ditanya, klien mengatakan
- Klien mengatakan malas untuk mandi dan akan menjaga kebersihan dirinya.
berdandan, merasa lebih nyaman dengan
kondisi seperti ini ( tidak mau mandi). O :
- Bila diminta mandi klien marah-marah, - Penampilan klien terlihat lebih rapi
klien tampak rambut acak-acakan dan - Klien menjawab pertanyaan
banyak kutu, kuku panjang dan hitam, kulit perawat tentang cara menjaga
kotor, tampak malas untuk menyisir rambut kebersihan.
21
dan ganti pakaian harus disuruh petugas
A : Defisit perawatan diri belum
DIAGNOSA : teratasi
SP II:
IMPLEMENTASI EVALUASI
DATA : S : klien mengatakan mau mandi
- Mengatakan tidak mau mandi, tidak mau dan sikat gigi
sikat gigi, tidak menyisir rambut, tidak mau
ganti baju, tidak mau memotong kuku. O :
- Rambut klien terlihat panjang dan tampak - Klien tampak lebih bersih
acak-acakan, kuku klien panjang dan kotor. - Rambut klien terlihat rapi, dan
tidak kotor
DIAGNOSA :
A : Gangguan berdandan pada diri
Defisit perawatan diri klien (-)
THERAPHY : P :
22
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien - Menganjurkan klien untuk
2. Menjelaskan cara berdandan memasukkan dalam jadwal
3. Membantu klien mempraktekkan cara harian
berdandan - Berikan reinforcement atas
4. Menganjurkan klien memasukkan dalam usaha yang klien lakukan
jadwal kegiatan harian
RTL :
1. Ajarkan klien bagaiman cara
memenuhi kebutuhan makan minum
yang baik
23
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
1. Pengkajian yang dilakukan tanggal 23 maret 2017 klien dengan diagnosa
keperawatan defisit perawatan diri, diperoleh data subjektif klien
mengatakan malas mandi dan keramas jika rambutnya bau, jarang
menyisir rambut
Data obyektifnya penampilan klien tidak terawat, rambut klien terlihat kotor dan
tercium bau
kurang enak,
3. Diagnosa keperawatan yang penulis temukan pada klien adalah : defisit
perawatan diri.
4. Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa pada klien
dengan defisit perawatan diri adalah membina hubungan saling percaya,
klien mampu menjelaskan pentingnya perawatan diri, klien dapat melaksanakan
cara makan, mandi, berhias, toileting dengan benar, mandiri dan memasukan dalam
kegiatan harian klien.
5. Implementasi pada klien dengan defisit perawatan diri yaitu
mendiskusikan pentingnya perawatan diri, mengajarkan klien makan,
mandi, berhias, toileting dengan benar dan mandiri, mengajarkan klien untuk
memasukan ke jadwal kegiatan harian.
6. Evaluasi pada klien dengan defisit perawatan diri adalah masalah teratasi
sebagian, ini dikarenakan klien masih belum mampu untuk melakukan
perawatan diri secara mandiri dan teratur.
B. SARAN
1. Bagi pasien
Hendaknya klien sering berlatih untuk meningkatkan perawatan diridan
melakukan perawatan diri secara mandiri dan teratur.
2. Bagi keluarga
24
Hendaknya sering mengunjungi klien di rumah sakit, sehingga
keluarga dapat mengetahui perkembangan kondisi klien dan dapat membantu
perawat dalam pemberian asuhan keperawatan bagi klien.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta :
Momedia
25