Anda di halaman 1dari 22

Asesmen Kemampuan Siswa dalam Memecahkan Masalah

Makalah
Untuk memenuhi tugas Strategi Pemecahan Masalah Matematika
Yang dibina oleh Yuniawatika, S.Pd, M.Pd.

Oleh:

1. Alviana Juni Susanti (180151602338)


2. Nilna Umi Latifah (180151602100)
3. Pradana Regar Saputra (180151602228)
4. Wika Putri Puspasari (180151602160)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
KEPENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DAN PRASEKOLAH
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
Februari 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asesmen
Kemampuan Siswa dalam Memecahkan Masalah”, sebagai tugas Mata Kuliah
Strategi Pemecahan Masalah Matematika. Kami mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Ibu Yuniawatika, S.Pd., M.Pd., selaku dosen pembimbing mata kuliah Strategi
Pemecahan Masalah Matematika, yang senantiasa memberikan bimbingan
kontekstual dalam pembuatan makalah ini.
2. Semua pihak yang ikut berpartisipasi dalam proses pembuatan makalah ini.
Kami mengakui kurang sempurnanya konsep makalah ini. Oleh karena itu,
kami mohon saran dan kritik dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, aamiin.

Blitar, 16 Februari 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...............................................................................................1

B. Rumusan Masalah..........................................................................................2

C. Tujuan.............................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Asesmen.......................................................................................3

B. Tujuan dan Prinsip Asesmen..........................................................................4

C. Tingkatan Asesmen dan Level Berpikir.........................................................6

D. Pengertian Asesmen Otentik..........................................................................8

E. Cara Asesmen Dalam Memecahkan Masalah................................................10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.....................................................................................................17

DAFTAR RUJUKAN

ii
i
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
semakin pesat, bahkan produk-produk di bidang teknologi informasi telah dapat
menembus ruang dan waktu. Agar dapat mengikuti perkembangan tersebut maka
dalam bidang pendidikanpun terjadi pergeseran, khususnya pembelajaran
keterampilan berpikir dan penyelesaian masalah seharusnya mendapat penekanan
yang lebih besar. Dalam pembelajaran, khususnya pembelajaran matematika
tidaklah cukup hanya diberikan sejumlah besar pengetahuan kepada para siswa,
akan tetapi para siswa perlu memiliki keterampilan untuk membuat pilihan-
pilihan dan menyelesaikan berbagai masalah dengan menggunakan penalaran yang logis.
Masalah penalaran pemecahan masalah dan masalah afektif yakni masalah sikap dan
kepercayaan siswa terhadap matematika perlu ditingkatkan. Untuk meningkatkan
penalaran tersebut diperlukan pengembangan instrumen penilaian agar hasil yang
diperoleh maksimal. Asesmen merupakan bagian yang sangat penting dan tidak
bisa dipisahkan dari kegiatan pembelajaran. Tujuan utama dari asesmen adalah
untuk meningkatkan kualitas belajar siswa, bukan sekedar untuk penentuan skor
(grading). Oleh karena itu asesmen dimaksudkan sebagai suatu strategi dalam
pemecahan masalah pembelajaran melalui berbagai cara pengumpulan dan
penganalisisan informasi untuk pengambilan keputusan (tindakan) berkaitan
dengan semua aspek pembelajaran (Cole & Chan, 1994). Proses dari asesmen
biasanya memerlukan tingkat pemikiran analitis lebih tinggi daripada pengukuran
kemampuan.
Setiap guru yang mengelola pembelajaran Matematika perlu memahami
maksud dari memecahkan masalah matematika. Selain itu setiap guru juga harus
melatih keterampilannya dalam membantu siswa belajar memecahkan masalah
matematika. Serta setiap guru harus dapat menilai bagaimana sikap dan
kepercayaan siswa terhadap Matematika setelah maupun sesudah melaksanakan atau
mengerjakan persoalan pemecahan masalah Matematika. Selain dibutuhkan
keterampilan guru dalam pengolahan instrument penilaian juga dibutuhkan
keterampilan siswa dalam memecahkan masalah. Keterampilan menyelesaikan

i
masalah tersebut akan dicapai siswa jika dalam pembelajaran, guru
mengkondisikan siswa untuk dapat mengkontruksi pengetahuannya dan
memfasilitasi siswa untuk melakukan aktivitas belajar yang melibatkan
pemecahan masalah. Selain itu dengan adanya penilaian pemecahan masalah
Matematika ini akan menentukan kemampuan peserta didik terhadap
memecahkan masalah Matematika itu sendiri. Dengan hasil penilaian pemecahan
masalah ini akan memberikan sikap dan kepercayaan yang positif kepada peserta
didik dan ini berlaku sebaliknya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian asesmen kemampuan siswa dalam memecahkan masalah
matematika?
2. Apa saja tujuan dan prinsip asesmen?
3. Apa saja tingkatan asesmen dan level berpikir?
4. Apa pengertian asesmen otentik?
5. Bagaimana cara asesmen dalam memecahkan masalah matematika?

C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian asesmen kemampuan siswa dalam memecahkan
masalah matematika.
2. Menjelaskan tujuan dan prinsip asesmen.
3. Menjelaskan tingkatan asesmen dan level berpikir.
4. Menjelaskan pengertian asesmen otentik.
5. Menjelaskan cara asesmen dalam memecahkan masalah matematika.

2
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pengertian Asesmen
Assesmen dalam bahasa Indonesia berarti penilaian. Assesmen atau
penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan
informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar, baik dengan
menggunakan instrument tes atau non tes. Dalam Permendikbud Nomor 66/2013
tentang Standar Penilaian Pendidikan dinyatakan bahwa ruang lingkup penilaian
hasil belajar siswa mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan
yang dilakukan secara berimbang sehingga dapat digunakan untuk menentukan
posisi relatif setiap siswa terhadap standar yang telah ditetapkan. Penilaian dari
aspek pengetahuan dapat dilakukan dengan cara pemberian serangkaian tes yang
ada kaitannya aspek intelektual, pengetahuan dan keterampilan berfikir. Penilaian
ketrampilan meliputi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan
motorik seperti tulisan tangan, mengetik, dan mengoperasikan mesin. Penilaian
sikap meliputi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi,
seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Penilaian sikap dapat
diukur melalui penilaian diri, jurnal ataupun observasi.
Asesmen atau penilaian dalam suatu pembelajaran bukanlah sekedar
pengumpulan skor untuk mencari siapa yang tertinggi atau yang terendah, tetapi
menjadi suatu bagian yang terpenting karena di dalam assesmen terdapat
penskoran, pengukuran dan evaluasi. Asesmen atau penilaian merupakan suatu
strategi dalam pemecahan masalah pembelajaran melalui pengumpulan dan
penganalisisan informasi untuk pengambilan keputusan berkaitan dengan semua
aspek pembelajaran. Keputusan tersebut mengenai kemampuan siswa atau
kualitas pembelajaran. Asesmen pembelajaran biasanya memerlukan serangkaian
upaya untuk menjawab pertanyaan yang spesifik. Misalnya, seorang guru ingin
mengungkap permasalahan matematika apa yang dihadapi oleh seorang siswa,
dan bagaimana cara membantu siswa tersebut agar kemampuannya dapat
berkembang secara optimal. Tentu saja guru itu harus mengumpulkan banyak
informasi mengenai siswa tersebut seotentik mungkin melalui proses asesmen.

3
Informasi seperti ini sangat membantu guru mengidentifikasi
permasalahan yang dihadapi siswa sebelum ia memutuskan tindakan yang akan
dilakukan untuk membantu siswa tersebut. Di lain pihak, asesmen dipandang
sebagai kegiatan yang biasa dilakukan terpisah dari pembelajaran dan umumnya
dilakukan melalui tes pencapaian (achievement test). Tes seperti ini biasanya
dilakukan di akhir kegiatan pembelajaran untuk mengukur hasil belajar siswa.
Banyak argumen yang menyatakan bahwa tes pencapaian sampai sekarang ini
masih relevan untuk mengukur hasil dari proses belajar dan menentukan siswa
dalam kegiatan remediasi sebagai upaya penuntasan belajar.

B. Tujuan dan Prinsip Asesmen


1. Tujuan Asesemen
Tujuan utama dari asesmen menurut Clarke (1996) untuk memodelkan
pembelajaran yang efektif, memotitor perkembangan kemampuan siswa, dan
menginformasikan tindakan yang diperlukan dalam pembelajaran. Keberhasilan
proses pembelajaran tidak terlepas dari peran asesmen. Melalui asesmen guru agar
terpandu menentukan metode atau pendekatan yang harus dilakukan agar
pembelajaran efektif dan memiliki nilai tambah bagi siswa. Proses untuk
mendapatkan pembelajaran efektif akan ditemukan melalui pengamatan dan
refleksi dari kegiatan yang dilakukan. Semua informasi yang diperoleh dari
berbagai sumber dan melalui berbagai teknik asesmen dijadikan acuan untuk
menentukan jenis dan bentuk tindakan pembelajaran.
2. Prinsip-prinsip Asesmen
Berdasarkan pengalaman Belanda pada saat awal menerapkan pendekatan
pembelajaran matematika realistik atau lebih dikenal dengan Realistic
Mathematics Education (RME), muncul masalah yang sulit dipecahkan terutama
berkaitan dengan proses asesmen hasil belajar siswa. Karena dalam pendekatan
RME penggunaan konteks memegang peranan penting, maka dalam proses
asesmennya aspek tersebut tidak mungkin terlewatkan. Hal ini tampaknya sangat
sederhana, akan tetapi jika kita lihat volume kerja yang harus dilakukan maka
kesederhanaan tersebut berubah jadi sesuatu yang berat. Untuk itu diperlukan

4
suatu strategi agar guru tidak kehabisan stok permasalahan kontekstual yang
sesuai.
Apabila kumpulan permasalahan kontekstual telah tersedia, masalah
selanjutnya muncul adalah bagaimana cara mendesain suatu masalah yang dapat
digunakan secara fair dan berimbang untuk semua siswa. Selain itu bagaimana
pula caranya memberikan penilaian (grading) kepada siswa sebagai hasil belajar
mereka. Dengan demikian, secara umum terdapat tiga permasalahan utama
menyangkut asesmen hasil pembelajaran yaitu: (1) bagaimana memperoleh situasi
kontekstual orisinil sebagai bahan utama untuk melaksanakan asesmen? (2)
bagaimana cara mendesain alat asesmen yang mampu merefleksikan hasil belajar
siswa? dan (3) Bagaimana mengases hasil pekerjaan siswa?
Menurut Gardner (1992) asesmen didefinisikan sebagai suatu strategi
dalam proses pemecahan masalah pembelajaran melalui berbagai cara
pengumpulan dan penganalisisan informasi untuk pengambilan keputusan
berkaitan dengan semua aspek pembelajaran. Menurut de Lange (1997) terdapat
lima prinsip utama yang melandasi asesmen dalam pembelajaran matematika,
kelima prinsip tersebut adalah sebagai berikut.
a) Prinsip pertama adalah bahwa asesmen harus ditujukan untuk meningkatkan
kualitas belajar dan pengajaran. Walaupun ide ini bukan hal yang baru, akan tetapi
maknanya sering disalah artikan dalam proses belajar mengajar. Asesmen
seringkali dipandang sebagai produk akhir dari suatu proses pembelajaran yang
tujuan utamanya untuk memberikan penilaian bagi masing-masing siswa. Makna
yang sebenarnya dari asesmen tidak hanya menyangkut penyedian informasi
tentang hasil belajar dalam bentuk nilai, akan tetapi yang terpenting adalah adanya
balikan tentang proses belajar yang telah terjadi.
b) Prinsip kedua adalah metode asesmen harus dirancang sedemikian rupa
sehingga memungkinkan siswa mampu mendemonstrasikan apa yang mereka
ketahui bukan mengungkap apa yang tidak diketahui. Berdasarkan pengalaman
asesmen sering diartiakan sebagai upaya untuk mengungkap aspek-aspek yang
belum diketahui siswa. Walaupun hal ini tidak sepenuhnya salah, akan tetapi
pendekatan yang digunakan lebih bersifat negatif, karena tidak memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan kemampuan yang sudah mereka

5
miliki. Jika pendekatan negatif yang cenderung digunakan, maka akibatnya siswa
akan kehilangan rasa percaya diri.
c) Prinsip ketiga adalah bahwa asesmen harus bersifat operasional untuk
mencapai tujuan-tujuan pembelajaran matematika. Dengan demikian alat asesmen
yang digunakan mestinya tidak hanya mencakup tingkatan tertentu saja,
melainkan harus mencakup ketiga tingkatan asesmen, yaitu: rendah, menengah
dan tinggi. Karena kemampuan berpikir tingkat tinggi lebih sulit untuk diases,
maka seperangkat alat asesmen harus mencakup berbagai variasi yang bisa secara
efektif mengungkap kemampuan yang dimiliki siswa.
d) Prinsip keempat bahwa kualitas alat asesmen tidak ditentukan oleh mudahnya
pemberian skor secara objektif. Berdasarkan pengalaman pemberian skor secara
objektif bagi setiap siswa menjadi faktor yang sangat dominan manakala
dilakukan asesmen terhadap kualitas suatu tes. Akibat dari penerapan pandangan
ini adalah bahwa suatu alat asesmen hanya terdiri atas sejumlah soal dengan
tingkatan rendah yang memudahkan dalam melakukan penskoran. Walaupun
untuk menyusun alat asesmen dengan tingkatan tinggi lebih sulit, pengalaman
menunjukkan bahwa tugas-tugas matematika yang ada didalamnya memiliki
banyak keunggulan. Salah satu keunggulannya siswa memiliki kebebasan untuk
mengekspresikan ide-ide matematikanya sehingga jawaban yang diberikan
mereka biasanya sangat bervariasi. Selain itu guru dimungkinkan untuk melihat
secara mendalam proses berpikir yang digunakan siswa dalam menyelesaikan
masalah yang diberikan.
e) Prinsip kelima adalah bahwa alat asesmen hendaknya bersifat praktis. Dengan
demikian konstruksi tes dapat disusun dengan format yang berbeda-beda sesuai
dengan kebutuhan serta pencapaian tujuan yang ingin diungkap.

C. Tingkatan Asesmen dan Level Berpikir


Jika kita perhatikan tujuan diberikannya matematika di sekolah, maka
akan muncul berbagai tingkatan berbeda dari alat asesmen yang dikembangkan.
Berdasrkan kategorisasi dari de Lange (1994), terdapat tiga tingkatan berbeda
yakni tingkat rendah, tingkat menengah dan tingkat tinggi didasarkan kepada
tujuan yang ingin dicapai. Karena asesmen bertujuan untuk merefleksikan hasil

6
belajar, maka kategori ini dapat digunakan baik untuk tujuan-tujuan yang
berkenaan dengan pendidikan matematika secara umum maupun untuk
kepentingan asesmen.
1. Asesmen Tingkat Rendah
Tingkat ini mencakup pengetahuan tentang objek, definisi, keterampilan
teknik serta algoritma standar. Beberapa contoh sederhana misalnya berkenaan
dengan: penjumlahan pecahan, penyelesaian persamaan linear dengan satu
varibel, pengukuran sudut dengan busur derajat, dan menghitung rata-rata dari
sejumlah data yang diberikan. Asesmen tingkat rendah ini tidak hanya
menyangkut keterampilan dasar seperti yang dicontohkan tadi. Akan tetapi
asesmen tingkatan ini dapat juga untuk Level III paling sulit didesain dan juga
paling sulit mengevaluasi respon siswa. Pertanyaan Level III ini menuntut berupa
masalah kehidupan sehari-hari yang dikonstruksi secara sederhana yakni di
dalamnya tidak termuat suatu tantangan bagi siswa. Menurut katagorisasi dari de
Lange sebagian besar instrumen asesmen yang digunakan dalam matematika
sekolah tradisional pada umumnya termasuk tingkat rendah. Sepintas mungkin
kita berpikir bahwa soal yang dibuat untuk tingkatan yang paling rendah ini
penyelesaiannya lebih mudah dibandingkan dengan dua tingkatan lain. Hal itu
tidak sepenuhnya benar, karena pada tingkatan tersebut bisa saja diberikan suatu
alat asesmen yang sangat sulit diselesaikan oleh siswa.
2. Asesmen Tingkat Menengah
Tingkat ini ditandai dengan adanya tuntutan bagi siswa untuk mampu
menghubungkan dua atau lebih konsep maupun prosedur. Soal-soal pada tingkat
ini misalnya dapat memuat hal-hal berikut: keterkaitan antar konsep, integrasi
antar berbagai konsep, dan pemecahan masalah. Selain itu masalah pada tingkatan
ini seringkali memuat suatu tuntutan untuk menggunakan berbagai strategi
berbeda dalam penyelesaian soal yang diberikan.
3. Asesmen Tingkat Tinggi
Soal pada tingkat ini memuat suatu tuntutan yang cukup kompleks seperti
berpikir matematik dan penalaran, kemampuan komunikasi, sikap kritis, kreatif,
kemampuan interpretasi, refleksi, generalisasi dan matematisasi. Komponen

7
utama dari tingkat ini adalah kemampuan siswa untuk mengkonstruksi sendiri
tuntutan tugas yang diinginkan dalam soal.

D. Asesmen Otentik
1. Pengertian Asesmen Otentik
Asesmen otentik adalah asesmen yang dilakukan menggunakan beragam
sumber, pada saat atau setelah kegiatan pembelajaran berlangsung, dan menjadi
bagian tak terpisahkan dari pembelajaran. Asesmen otentik biasanya mengcek
pengetahuan dan keterampilan siswa pada saat itu (aktual), keterampilan, dan
disposisi yang diharapkan dari kegiatan pembelajaran. Beragam bentuk yang
menunjukkan bukti dari kegiatan belajar dikoleksi dalam kurun waktu tertentu dan
dalam konteks yang beragam pula. Walaupun konteks dalam asesmen berada di
luar kelas dan hanya mengecek aspek-aspek tertentu dan sesaat, tugas yang
diberikan menggunakan integrasi dan aplikasi dari pengetahuan dan keterampilan
yang mereka miliki. Bukti dari sampelsampel yang dikumpulkan harus
menunjukkna informasi yang cukup menggambarkan tingkah laku dan tingkat
berpikir siswa. Dengan demikian melalui informasi ini guru dapat menentukan
bantuan atau arahan yang diberikan kepada siswa dan tindakan lanjutan apa yang
perlu dilakukan dalam pembelajaran.
2. Teknik-teknik dalam Asesmen Otentik
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk melengkapi informasi mengenai
kemampuan, disposisi, kesenangan, dan ketertarikan siswa dalam belajar
matematika. Beberapa cara seperti berikut ini bisa dilakukan secara kombinasi.
a) Observasi: Pengamatan langsung mengenai tingkah laku siswa dalam kegiatan
pembelajaran sangat penting dalam melengkapi data asesmen. Walaupun secara
alami kita sering melakukannya, namun mengobservasi melalui perencanaan yang
matang dapat membantu meningkatkan keterampilan mengobservasi. Misalnya,
akan sangat bermanfaat apabila merencanakan apa yang akan diobservasi pada
kegiatan pembelajaran besok. Dari kegiatan observasi semacam ini guru dapat
memperoleh gambaran mengenai sikap dan disposisi terhadap matematika. Pada
saatnya nanti informasi seperti ini diperlukan untuk mendorong siswa bekerja atas
kelebihan-kelebihan yang dimilikinya dan mencoba dan juga menyadari akan

8
kelemahannya. Catatan guru mengenai hasil observasi berguna bukan saja sebagai
anecdotal records untuk keperluan asesmen dan perencanaan pembelajaran,
namun diperlukan dalam menentukan tindakan yang harus dilakukan segera ketika
guru mempresentasikan konsep baru.
b) Bertanya: Observasi adalah berkomplemen dengan bertanya. Mengajukan
pertanyaan-pertanyaan ketika mengobservasi pembelajaran akan memperlengkap
informasi yang diperlukan mengenai siswa. Jika seorang siswa mengahadapi suatu
kesulitan padahal ia diketahui oleh guru temasuk siswa yang percaya diri dan
memiliki kemampuan dalam matematika, maka guru dapat mengetahui
permasalahan yang dihadapi siswa itu menggunakan pertanyaan. Pertanyaan
langsung seperti “Apa yang tidak kamu pahami?”, tampaknya tidak akan banyak
membantu, namun serentetan pertanyaan yang sifatnya menggiring siswa untuk
mengemukakan argumentasi dan permasalahan akan lebih membantu dalam
melokalisasi jenis kesulitan yang dialaminya.
c) Wawancara: Wawancara adalah kombinasi dari bertanya dan observasi,
biasanya dilakukan dengan seorang siswa di suatu tempat yang tenang. Cara ini
merupakan cara yang handal untuk mempelajari bagaimana seorang siswa berpikir
atau memberikan perhatian khusus. Faktor kunci dalam melakukan wawancara
adalah melaporkan sesuatu yang diketahui guru mengenai siswa, menerima respon
siswa tanpa menghakiminya, dan mendorong siswa untuk bicara dan
berargumentasi.
d) Tugas: Dalam pembelajaran matematika memberikan tugas dan latihan
seringkali dilakukan. Informasi tingkat pemahaman siswa tentang matematika
dapat dilihat dari tugas yang diselesaikannya. Oleh karena itu untuk tugas tertentu
dapat dirancang gradasi tugas mulai tugas sederhana sampai tugas yang kompleks.
e) Asesmen diri: Tidak mustahil siswa merupakan eveluator terbaik untuk
pekerjaan dan perasaannya sendiri. Bila siswa belajar mengakses sendiri
pekerjaannya ia akan merasa bertanggung jawab atas kegiatan belajar yang
dilakukannya. Bisa dimulai misalnya dengan mengcek apakah pekerjaannya benar
atau salah, menganalisis strategi yang dilakukan siswa lain, dan melihat cara mana
yang paling sesuai dengan pemikirannya.

9
f) Sampel pekerjaan siswa: Yang termasuk pekerjaan siswa diantaranya tugas
tertulis, proyek, atau produk yang dibuat siswa yang dapat dikumpulkan dan
dievaluasi. Yang penting yang dapat dilihat dari pekerjaan siswa ini adalah apa
dan sejauh mana siswa mempelajari matematika.
g) Jurnal: Kemampuan komunikasi matematik secara lisan maupun tertulis
merupakan kompetensi penting dalam matematika. Cara sederhana untuk memulai
melatih siswa terampil berkomunikasi adalah menyuruh siswa untuk menulis apa
yang mereka pahami dan apa yang mereka tidak pahami mengenai matematika,
bagaimana perasaan mereka mengenai kegiatan yang telah dilaksanakan, apa yang
telah dipelajari hari ini di kelas, atau apa yang mereka sukai dari matematika.
h) Tes: Melalui tes kita dapat memperoleh informasi dan petunjuk mengenai
pembelajaran yang telah dan yang harus dilakukan selanjutnya, daripada sekedar
menentukan skor. Sayangnya tes kurang memberi kesempatan kepada siswa untuk
berpikir mengapa suatu prosedur dapat diterapkan dan bagaimana mereka
memecahkan masalah, jika hasil tes lebih dipentingkan daripada bagaimana
mengerjakannya.
i) Portofolio: Portofolio merupakan kumpulan pekerjaan yang telah dilakukan
oleh siswa. Di dalamnya bisa termasuk tugas, proyek, jurnal, hasil tes, laporan,
catatan guru, dan sebagainya. Portofolio merupakan sumber informasi yang
lengkap bagi guru mengenai prestasi yang telah dicapai siswa. Selain itu
portofolio memiliki nilai tambah untuk siswa dalam mengases diri. Oleh karena
itu sangat penting siswa menuliskan tanggal dalam setiap entri portofolio. Hal ini
dimaksudkan agar mereka dapan melihat perkembangan yang terjadi terhadap
dirinya dalam kurun waktu tertentu. Hal penting lainnya adalah dokumen yang
terkumpul dalam portofolio dapat membantu siswa melihat dan menjelaskan
kembali tugas yang pernah dikerjakannya dan membuat refleksi dari pekerjaannya
itu.

E. Cara Asesmen dalam Memecahkan Masalah Matematika


1. Definisi Problem Solving
Kemampuan menyelesaikan masalah atau problem solving merupakan
tujuan umum pengajaran matematika, mengandung pengertian bahwa matematika

10
dapat membantu dalam memecahkan persoalan, baik dalam pelajaran lain maupun
dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karenanya kemampuan pemecahan masalah ini
menjadi tujuan umum pembelajaran matematika. Penggunaan metode pemecahan
masalah atau problem solving dalam pembelajaran menuntut siswa untuk aktif,
kreatif dan mampu berfikir logis, kritis serta mampu berfikir tingkat tinggi dalam
menyampaikan gagasannya untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapinya.
Sehingga metode pemecahan masalah atau problem solving ini mampu membuat
siswa untuk lebih aktif dan kreatif saat pembelajaran berlangsung.
Polya (1985) mengartikan pemecahan masalah atau problem solving
sebagai suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu
tujuan. Polya mengajukan empat langkah fase penyelesaian masalah atau problem
solving yaitu:
a) Memahami masalah,
b) Merencanakan penyelesaian,
c) Menyelesaikan masalah dan,
d) Melakukan pengecekan kembali semua langkah yang telah dikerjakan.
Sedangkan menurut Carles dan Lester (1982), penyelesaian masalah
matematika atau problem solving adalah sebagai berikut :
Suatu masalah dimana:
a) Orang yang mengerjakan tugas menginginkan untuk mendapatkan solusi,
b) Orang yang tidak memiliki kesiapan prosedur menginginkan mendapat solusi,
c) Orang yang melakukan suatu usaha untuk memperoleh solusi,
d) Berbagai macam cara yang mungkin untuk penyelesaian masalah yang tepat.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa suatu penyelesain masalah atau
problem solving terjadi karena adanya keinginan, hambatan, usaha/kerja keras.
Sehingga guru dituntut untuk memberikan suatu penyelesaian masalah yang
dimulai dari penyelesaian masalah yang sederhana, kemudian dilanjutkan dengan
penyelesaian masalah yang rumit.
Penyelesaian masalah matematika itu sendiri tidak terlepas dari masalah
itu sendiri. Masalah dalam hal ini adalah suatu situasi atau kondisi (dapat berupa
issu atau pertanyaan atau soal) yang disadari dan memerlukan suatu tindakan
penyelesaian untuk mengatasi situasi tersebut. Masalah dalam matematika

11
seringkali dinyatakan dalam soal, tetapi tidak berarti semua soal cerita merupakan
masalah. Berikut ini adalah definisi jenis soal, yaitu:
a) Soal closed, yaitu soal yang mempunyai satu jawaban benar dan satu cara untuk
mendapatkan jawaban tersebut.
b) Soal Open Middle, yaitu soal yang mempunyai satu jawaban benar tetapi punya
banyak cara untuk mendapatkan jawaban tersebut.
c) Soal Open Ended, yaitu soal yang mempunyai beberapa jawaban benar dan
banyak cara untuk mendapatkan jawaban tersebut.
2. Cara Menilai Problem Solving Sesuai Indikatornya
Pada soal pemecahan masalah atau problem solving, siswa harus aktif
untuk menambahkan informasi yang lebih dan membuat keputusan yang tepat.
Soal pemecahan masalah atau problem solving ini lebih menekankan pada
penggunaan konsep matematika berdasarkan kehidupan sehari – hari atau di luar
kelas. Penilaian soal yang berisi pemecahan masalah akan lebih rumit atau
kompleks, karena penyelesaian masalah atau problem solving terdiri dari
pemahaman, kemampuan, dan penalaran. Soal yang digunakan untuk penilaian
penyelesaian masalah atau problem solving juga lebih kompleks seperti tugas
proyek yang pengaplikasian membutuhkan beberapa materi pelajaran.
Tujuan utama pemberian soal pemecahan masalah adalah memberikan
siswa kesempatan untuk memilih dan menggunakan strategi-strategi untuk
memecahkan masalah. Perbedaan antara soal pemecahan masalah atau problem
solving dengan soal lainnya adalah:
a) Tidak rutin,
b) Sesuai dengan permasalahan sehari - hari,
c) Menggunakan konsep dan keahlian pada level yang tinggi,
d) Mengacu pada konsep,
e) Fokus pada kemampuan siswa untuk mengembangkan dan menggunakan
strategi-strategi penyelesaian masalah.
Menurut standar National Council Teacher of Mathematics (NCTM),
penyelesaian masalah atau problem solving merupakan inti dari ketrampilan
matematika. Agar mencapai keberhasilan, siswa tidak hanya mempunyai suatu
pemahaman yang jelas dari konsep-konsep matematika, tetapi mereka juga harus

12
menjadi ahli dalam menyelesaikan permasalahan matematis, dan yang paling
penting harus dapat memberikan alasan secara matematis. Sebelum melakukan
penilaian, serang guru harus menganalisa jawaban siswa. Pertanyaan yang sering
muncul pada saat menganalisa jawaban siswa adalah sebagai berikut:
a) Kesalahan apa yang siswa yang dilakukan dalam mengerjakan tugas?
b) Mengapa kesalahan itu terjadi?
c) Bagaimana cara guru mengembangkan penilaian?
Penilaian dalam penyelesaian masalah atau problem solving dilihat dari
proses yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan masalah tersebut dan produk
yang dihasilkan siswa. Sehingga penilaian yang dilakukan tidak hanya
berorientasi pada hasil. Ada 3 hal yang perlu diperhatikan dari penilaian soal
problem solving, yaitu:
a) Fluency
Fluency terkait dengan berapa banyak solusi yang dapat dihasilkan oleh
siswa. Satu respon siswa atau kelompok yang benar dihargai 1 poin, sehingga
nilai yang diperoleh siswa adalah total dari seluruh solusi yang dihasilkan oleh
siswa.
b) Flexibilty
Flexibily terkait dengan berapa banyak ide-ide matematis berbeda yang
ditemukan oleh siswa. Solusi yang benar yang dihasilkan siswa terbagi dalam
beberapa kategori. Jika dua buah solusi atau pendekatan mempunyai ide
matematika yang sama, maka dianggap sebagai satu kategori. Banyaknya ketagori
yang muncul disebut respon positif.
c) Originality
Originality terkait dengan derajat keoriginalitas atau keaslian ide siswa.
Jika siswa atau kelompok memunculkan ide yang unik, tingkat keorsinilannya
tinggi. Guru harus memberikan skor yang tinggi untuk kemampuan berfikir
matematik tingkat tinggi.
Sebagai ringkasnya, kita dapat menggunakan teknik penilaian yang
dikemukakan oleh Hancock (1995), yakni sebagai berikut:
Jawaban diberi nilai 4, jika:
 Jawaban lengkap dan benar untuk pertanyaan yang diberikan.

13
 Ilustrasi ketrampilan pemecahan masalah, penalaran dan komunikasinya
sempurna.
 Pekerjaan ditunjukkan dan dijelaskan dengan tepat.
 Memuat sedikit kesalahan.
Jawaban diberi nilai 3, jika:
 Jawaban benar untuk masalah yang diberikan.
 Ilustrasi ketrampilan pemecahan masalah, penalaran dan komunikasi baik.
 Pekerjaan ditunjukkan dan dijelaskan.
 Memuat beberapa kesalahan dalam penalaran.
Jawaban diberi nilai 2, jika:
 Beberapa jawaban tidak lengkap.
 Ilustrasi ketrampilan pemecahan masalah, penalaran dan komunikasinya
cukup.
 Kekurangan dalam berfikir tingkat tinggi terlihat jelas.
 Muncul beberapa keterbatasan dalam pemahaman konsep matematika.
 Banyak kesalahan dalam penalaran.
Jawaban diberi nilai 1, jika:
 Muncul masalah dalam meniru ide matematika tetapi tidak dapat
dikembangkan.
 Ketrampilan pemecahan masalah, penalaran dan komunikasi kurang 
Banyak salah perhitungan.
 Terdapat sedikit pemahamann yang diilustrasikan.
 Siswa kurang mencoba beberapa hal.
Jawaban diberi nilai 0, jika:
 Keseluruhan jawaban tidak ada atau tidak nampak.
 Tidak muncul ketrampilan pemecahan masalah, penalaran dan
komunikasi.
 Sama sekali pemahaman matematikanya tidak muncul.
 Terlihat jelas mencoba-coba atau menebak.
 Tidak menjawab semua kemungkinan yang diberikan.

14
SOAL LATIHAN

1. Dari sekumpulan bilangan 1 sampai 20. Mita mengambil 3 bilangan

1
berurutan. Jumlah tiga bilangan tersebut dari hasil kali ketiganya.
5
Bilangan mana sajakah yang diambil oleh Mita?

15
PENYELESAIAN
1. Yang diketahui :
a. Bilangan yang tersedia 1 sampai 20.
1
b. Jumlah 3 bilangan adalah hasil kali ketiga bilangan.
5
c. Ketiga bilangan tersebut berurutan.
Yang ditanya :
Ketiga bilangan yang diambil oleh Mita.
Penyelesaian:
a. Penyelesaian pertama ( bilangan 8, 9, 10).
Jumlah ketiganya = 8+9+10 = 27
Hasil Kali = 8x9x10 = 720
27 3
Perbandingan = = (tidak memenuhi).
720 80
b. Penyelesaian kedua (bilangan 11,12,13)
Jumlah ketiganya = 11+12+13= 36
Hasil Kali = 11x12x13= 1.716
36 3
Perbandingan = = (tidak memenuhi).
1.716 143
Dari kedua percobaan penyelesaian menunjukkan bahwa semakin
besar bilangan yang dipilih, maka akan semakin besar selisihnya. Oleh
karena itu, menggunakan percobaan yang bilangannya lebih kecil.
c. Penyelesaian ketiga (bilangan 3, 4, 5).
Jumlah ketiganya = 3+4+5 = 12
Hasil Kali = 3x4x5 = 60
12 1
Perbandingan= =
60 5
Jadi, dapat disimpulkan bahwa bilangan yang diambil berurutan
tersebut adalah bilangan 3,4 dan 5.

16
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Assesmen atau penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan
dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar,
baik dengan menggunakan instrument tes atau non tes. Asesmen atau penilaian
merupakan suatu strategi dalam pemecahan masalah pembelajaran melalui
pengumpulan dan penganalisisan informasi untuk pengambilan keputusan
berkaitan dengan semua aspek pembelajaran. Keputusan tersebut mengenai
kemampuan siswa atau kualitas pembelajaran.
Tujuan utama dari asesmen menurut Clarke (1996) untuk memodelkan
pembelajaran yang efektif, memotitor perkembangan kemampuan siswa, dan
menginformasikan tindakan yang diperlukan dalam pembelajaran. Menurut de
Lange (1997) terdapat lima prinsip utama yang melandasi asesmen dalam
pembelajaran matematika, yaitu: a) Asesmen harus ditujukan untuk meningkatkan
kualitas belajar dan pengajaran, b) Metode asesmen harus dirancang sedemikian
rupa sehingga memungkinkan siswa mampu mendemonstrasikan apa yang mereka
ketahui bukan mengungkap apa yang tidak diketahui, c) Asesmen harus bersifat
operasional untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran matematika, d) Kualitas
alat asesmen tidak ditentukan oleh mudahnya pemberian skor secara objektif, e)
Alat asesmen hendaknya bersifat praktis. Berdasarkan kategorisasi dari de Lange
(1994), terdapat tiga tingkatan berbeda yakni tingkat rendah, tingkat menengah
dan tingkat tinggi didasarkan kepada tujuan yang ingin dicapai.
Asesmen otentik adalah asesmen yang dilakukan menggunakan beragam
sumber, pada saat atau setelah kegiatan pembelajaran berlangsung, dan menjadi
bagian tak terpisahkan dari pembelajaran. Kemampuan menyelesaikan masalah
atau problem solving merupakan tujuan umum pengajaran matematika,
mengandung pengertian bahwa matematika dapat membantu dalam memecahkan
persoalan, baik dalam pelajaran lain maupun dalam kehidupan sehari-hari.

17
DAFTAR RUJUKAN
Sesanti, Nyamik Rahayu. dan Ferdiani, Rosita Dwi. (2017). Assesment
Pembelajaran Matematika. Malang: Yayasan Edelweis.

18

Anda mungkin juga menyukai