I. PENDAHULUAN
sumber pangan yang paling tua bagi masyarakat di berbagai daerah. Sagu diduga
berasal dari Maluku dan Irian; karena itu sagu mempunyai arti khusus sebagai
pangan tradisional bagi penduduk setempat. Hingga saat ini belum ada data pasti
yang mengungkapkan kapan awal mula sagu ini dikenal. Diduga, budidaya sagu
di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat sama kunonya dengan pemanfaatan
Maluku dan Irian Jaya. Teknologi eksploitasi, budidaya dan pengolahan sagu
yang paling maju saat ini adalah di Malaysia (Kindangen dan Malia 2006, h.45).
pemerintah. Karena sagu merupakan potensi yang sangat besar untuk pemenuhan
kebutuhan pokok masyarakat sebagai sumber energy. Sagu dapat diolah dengan
memberi nilai tambah. Setelah diolah menjadi roti biskuit, mie dan nasi, serta
banyak lagi yang lainnya yang dapat diolah dari bahan tepung sagu (Samad 2007,
h.15).
rumbia yang muda banyak ditemukan di area rawa ini dapat menjadi sumber
2
salah satu potensi yang dimiliki daerah ini, sedangkan potensi lain juga masih
2014).
terutama pada daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS), Banyak masyarakat
(sendiri) juga bisa dibuat kue tradisonal yang dibuat pada hari-hari besar Islam
sebanyak 5-10 batang, 1 batang terdapat 100 kg tepung sagu, dan bila 5-10 batang
maka diperoleh tepung sagu sebanyak 500-1000 kg, dan harga per kg sagu sebesar
di wilayah tersebut. Ada yang secara modern dan ada yang secara konvensional.
beberapa hal, diantaranya adanya proses lebih lanjut dari suatu produk yang
Barat Kabupaten Simeulue menunjukkan bahwa pengolahan sagu basah dan sagu
pendapatan dari sagu kering belum secara maksimal diusahakan sehingga secara
3
ekonomi belum diketahui berapa perbandingan (margin usaha) dari sagu basah
Hal tersebut sesuai dengan hasil observasi awal yang telah peneliti lakukan
pendapatan sagu kering oleh para pengusaha sagu yang ada di Kecamatan
Rp.4.000.000 per tujuh hari. Sedangkan pendapatan pada usaha sagu kering
Simeulue”.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis
Ada dua manfaat yang dapat diberikan dalam penelitian ini, yaitu sebagai
berikut.
1. Penulis
Dapat menjadi wahana bagi peneliti dalam penerapan dan pengembangan ilmu
2. Lingkungan Akademik
Diharapkan Hasil Penelitian ini dapat berguna sebagai sumber referensi dan
Fakultas Ekonomi.
tentang Analisis Perbandingan Pendapatan Usaha Sagu Basah dan Sagu Kering
2. Sebagai sumber referensi bagi peneliti lain, yang akan melakukan penelitian
Pengolahan Usaha Sagu, Pendapatan Sagu Basah dan Sagu Kering, Penelitian
Bagian Ketiga Metode Penelitian yang terdiri dari populasi dan sampel,
sumber dan jenis data, teknik pengumpulan data, dan model analisis data.
2.1 Biaya
ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau kemungkinan
akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu.”. Dari definisi ini, ada empat unsur
diukur dengan satuan uang, untuk memperoleh barang atau jasa yang diharapkan
ekonomis tersebut bisa merupakan biaya historis dan biaya masa yang akan
datang. Sedangkan dalam arti sempit biaya dapat diartikan sebagai pengorbanan
sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva atau secara tidak langsung untuk
Keterangan :
2.1.2 Pendapatan
kewajiban dan penyerahan atau produksi barang, pemberian jasa, dan aktivitas
pencarian laba lainnya yang merupakan operasi yang utama atau besar yang
setiap saat dan dapat juga terjadi pada waktu tertentu secara berkala (Johan 2011,
h.61).
harta atau menurunkan kewajiban perusahaa, tetapi tidak semua yang menambah
Pendapatan juga meliputi semua sumber ekonomi yang diterima perusahaan, dari
transaksi penjualan barang atau jasa kepada pihak lain seperti pertukaran aktiva
adalah hasil berupa uang atau material lainnya, yang dicapai dari penggunaan
selama satu periode dari pengiriman atau produksi barang, penyediaan jasa atau
8
aktivitas lain yang merupakan operasi utama atau sentral entitas yang sedang
terkenal dengan sebutan berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees), bunga,
deviden, royalti dan sewa. Definisi tersebut memberi pengertian yang berbeda
maupun yang berasal dari luar operasi normal. Sedangkan revenue merupakan
penghasilan dari penjualan produk, barang dagangan, jasa dan perolehan dari
antara penerimaan dengan total biaya untuk satu kali proses produksi, dihitung
dengan rumus :
Pendapatan : TR = P.Q
Keterangan :
2.1.4 Keuntungan
Keterangan :
biaya total, dapat digunakan rumus Revenue Cost Ratio (R/C). Rumus ini
menunjukkan nilai total, yang menunjukkan nilai penerimaan yang diperoleh dari
setiap rupiah yang dikeluarkan. Adapun R/C ratio dapat dirumuskan sebagai
TR
R/C =
TC
Keterangan :
R/C = 1 = Usaha produksi antara dilaksanakan atau tidak tergantung dari pemilik
usaha
10
tentang luas areal dan produktivitas per pohon dari daerah-daerah produsen sagu
aci sagu 18,5 % sehingga dapat diperoleh hasil per hektar per tahun adalah 7
sampai 11 ton sagu kering. Secara teoritis, dari satu batang pohon sagu dapat
dihasilkan 100 sampai 600 kg aci sagu kering. Rendemen total untuk pengolahan
yang ideal adalah 15 %. Sementara itu, harga sagu basah saat ini mulai meningkat
yaitu berkisar antara Rp.3.000 sampai Rp.4.000 per kg. Dengan demikian,
peluang bisnis sagu di Indonesia masih terbuka lebar. Walaupun masih banyak
peluang yang cukup besar untuk dikembangkan, dilihat dari segi geografis,
kendala terbesar terletak pada budaya bertani petani sagu dan sistem pemilikan
lahan yang dikuasai penduduk lokal sementara kegiatan industri dikuasai oleh
pembinaan komoditas sagu pada salah satu dinas teknis. Ini akan menuntun
operasional dalam pengembangan baik dari sisi peningkatan produksi agar bahan
maka bisa berperan sebagai bagian dari pendekatan permintaan. Teknologi yang
prosedur kerjanya lebih mudah dan murah. Kapasitas olah perlu disesuaikan
ekonomis.
membangun pola kemitraan yang adil antara petani produsen sagu, pelaku industri
berbahan baku sagu dan pelaku pasar yang dapat memenuhi permintaan pasar
lokal maupun ekspor. Pada tahap awal, pembentukan kerjasama ini perlu
h.39).
Pada dasarnya, tepung sagu dibuat dari empulur batang sagu. Tahapan
Ditinjau dari cara dan alat yang digunakan, pembuatan tepung sagu yang
Pada umumnya cara ini banyak dijumpai di Maluku, Papua, Sulawesi dan
oleh penduduk setempat, dan digunakan sebagai bahan makanan pokok sehari-
rupa sehingga empulur cukup hancur dan pati mudah dipisahkan dari serat-serat
empulur. Empulur yang telah ditokok akan berwarna kecoklatan bila disimpan di
udara terbuka dalam waktu lebih dari sehari. Oleh karena itu, empulur yang
ditokok dalam satu hari harus diatur sedemikian rupa agar pemisahan tepung
dapat diselesaikan pada hari yang sama. Penokokan dapat dilanjutkan pada hari
berikutnya sampai seluruh batang habis ditokok. Dengan cara tradisional ini,
penokokan satu pohon sagu dapat diselesaikan dalam waktu 1 – 3 minggu (Johan
2011, h.47).
13
daerah, air yang digunakan berasal dari rawa-rawa yang ada di lokasi tersebut. Di
Maluku, tempat pelarutan tepung sagu disebut sahani, yang terbuat dari pelepah
sagu dan pada ujungnya diberi sabut kelapa sebagai penyaring (Shinta 2005,
h.42).
batang sagu yang telah diambil empulurnya. Tepung sagu ini kemudian
Tepung yang diperoleh dari cara tradisional ini masih basah, dan biasanya
dikemas dalam anyaman daun sagu yang disebut tumang; di Luwu Sulawesi
Selatan disebut balabba dan di Kendari disebut basung. Sagu yang sudah dikemas
ini kemudian disimpan dalam jangka waktu tertentu sebagai persediaan pangan
Karena sagu yang sudah dikemas ini masih basah, maka penyimpanan
hanya dapat dilakukan selama beberapa hari. Biasanya, cendawan atau mikroba
lainnya akan tumbuh, dan mengakibatkan tepung sagu berbau asam setelah
dengan cara tradisional. Perbedaannya hanyalah pada penggunaan alat atau mesin
pada sebagian proses pembuatan sagu dengan cara semi-mekanis ini. Misalnya,
pelarutan tepung sagu digunakan alat berupa bak atau tangki yang dilengkapi
dengan pengaduk mekanik; dan pada proses pemisahan tepung sagu digunakan
Luwu Sulawesi Selatan, dan daerah Riau, khususnya di daerah Selat Panjang.
sagu yang telah ditebang, dengan ukuran 0,5-1 meter. Potongan-potongan ini
ditampung dalam bak kayu yang dilengkapi dengan pengaduk yang berputar
secara mekanis. Pengadukan biasanya dilakukan dalam dua tahap, dengan tujuan
terdiri dari serat-serat, tepung dan air dialirkan ke saringan silinder berputar yang
terdiri dari beberapa tingkat. Hasil penyaringan berupa bubur ditampung dalam
bak-bak kayu untuk proses pengendapan tepung. Endapan tepung ini kemudian
dicuci kembali dalam bak atau tangki yang dilengkapi pengaduk, dan diendapkan
lebih lanjut. Tepung sagu basah yang diperoleh kemudian dijemur dan digiling
sama dengan cara semi-mekanis. Akan tetapi, pembuatan tepung sagu dengan cara
mekanis ini dilakukan melalui suatu sistem yang kontinyu, dan biasanya dalam
tepung sagu yang dihasilkan dari pabrik-pabrik pengolahan ini adalah berupa
tepung kering, sehingga memiliki daya simpan yang lebih lama (Pangloli dan
Tepung sagu merupakan salah satu sumber kalori; dan juga mengandung
beberapa komponen lain, seperti mineral fosfor. Jumlah kalori dan kandungan
kimia dari setiap 100 gram tepung sagu. Komponen yang paling dominan dalam
tepung sagu adalah pati. Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan
untuk persediaan bahan makanan. Pati ini berupa butiran atau granula yang
berwarna putih mengkilat, tidak berbau, dan tidak mempunyai rasa. Granula pati
mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam sesuai dengan sumbernya.
Pati sagu berbentuk elips lonjong, dan berukuran relatif lebih besar dari pati
merupakan pangan utama sejak zaman dahulu. Demikian pula, pemanfaatan sagu
Malaysia. Beberapa jenis produk makanan tradisional dari sagu, antara lain adalah
16
Tepung sagu juga dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan
makanan yang lebih moderen. Jenis-jenis makanan yang terbuat dari tepung-
tepungan pada umumnya berbahan baku tepung terigu, tapioka atau tepung beras
atau bahan-bahan lain yang sejenis. Jenis-jenis makanan seperti itu sudah dikenal
secara luas oleh masyarakat, bersifat lebih komersial dan diproduksi dengan alat
semi-mekanis atau mekanis. Beberapa contohnya adalah roti, biskuit, mie, sohun,
Seperti halnya dengan jenis karbohidrat lainnya, tepung sagu juga dapat
tambahan dalam berbagai jenis industri, seperti industri pangan, industri makanan
ternak, industri kertas, industri perekat, industri kosmetika, industri kimia, dan
langsung digunakan tanpa harus dimodifikasi terlebih dahulu. Akan tetapi dalam
beberapa hal, tepung sagu perlu dimodifikasi terlebih dahulu sebelum dapat
diaplikasikan. Modifikasi ini dapat dilakukan secara fisik maupun kimia, dan
asam-asam organik, protein sel tunggal, dan senyawa kimia lainnya. Produk-
produk ini kemudian dimanfaatkan untuk bahan baku maupun pendukung dalam
Muhammad Iqbal (2011, h.57) dengan judul “Analisis Usaha Mie Instan dari Pati
Sagu”. Berdasarkan uji penerimaan yang telah dilakukan dan ditunjukkan oleh
data uji Cohran Q test bahwa dari 36 panelis hanya satu panelis yang tidak terima
tidak terima dengan sampel mi instan pati sagu yang telah dimasak dan dibumbui.
diketahui bahwa suatu usaha dapat dikatakan menguntungkan dan layak untuk
diusahakan apabila nilai R/C rasio lebih besar dari satu (R/C > 1), dan didapatkan
nilai R/C pada analisis usaha mie instan pati sagu sebesar Rp. 1,77 dan diketahui
BEP volume produksi sebesar 135.44 per unit output minimum yang harus dicapai
sedangkan BEP harga produksi Rp.1.128.64 dimana dengan kondisi ini pelaku
pemanfaatan dari tepung sagu. Dalam penelitian ini tepung sagu ditinjau dari
aspek analisis pendapatan usaha sagu basah dan usaha sagu kering. Sedangkan
subyek penelitian ini adalah Usaha Sagu yang ada di Kecamatan Simeulue Barat
Kabupaten Simeulue.
18
2.4 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah bahwa pendapatan usaha sagu kering
lebih besar dan terdistribusi merta dibandingkan pendapatan usaha sagu basah di
Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah para pengusaha Usaha
Sagu Basah dan Sagu Kering di Gampong Malasin, Gampong Sinar Bahagia,
(dilakukan dengan cara sengaja). Hal ini dengan Alasan bahwa pemilihan dan
penghasil utama) pada usaha pengolahan sagu dari total 16 Gampong yang ada di
yang diperlukan dalam penelitian ini yakni terkait dengan Analisis Perbandingan
Pendapatan Usaha Sagu Basah dan Sagu Kering di Kecamatan Simeulue Barat
informasi yang diperoleh dapat menjadi lebih jelas dan terukur sesuai kebutuhan
dan juga dokumen-dokumen resmi, karya ilmiah, jurnal – jurnal penelitian ilmiah,
artikel ilmiah, surat kabar, majalah maupun sumber tertulis lain yang ada
lapangan.
atas pertanyaan itu. Informan adalah orang yang memberikan informasi dengan
pengertian ini maka informan dapat dikatakan sama dengan responden apabila
responden yang akan diwawancarai secara sengaja. Responden dari kata asal
penelitian ini adalah para pihak yang memahami atau berkompetensi di Usaha
Sagu Basah dan Sagu Kering di kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue.
22
menggunakan bahan-bahan yang telah tersedia pada lembaga tertentu baik berupa
Hasil data yang telah diperoleh, selanjutnya diolah dan dianalisis lebih
mendalam dalam bentuk tabel dan uraian. Dengan tujuan Untuk mengetahui
berikut :
Keterangan :
Kabupaten Simeulue, Provinsi Aceh. Sibigo merupakan nama dari Ibu Kota
Kecamatan ini, dengan luas wilayah adalah 510,18 Km2. Sedangkan untuk
mukim yang terdapat di Kecamatan ini adalah 3 Mukim, dan terdiri dari 14
Gampong.
sangat dekat, hal tersebut sesuai dengan batas-batas wilayah Kecamatan ini
tahun 2014 adalah sebanayak 11.161 jiwa. Dari jumlah tersebut, penduduknya
jiwa, sedangkan jumlah penduduk yang paling sedikit berada di Gampong Lhok
25
Bikhao yakni sebanyak 354 jiwa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel. 2
berikut ini.
Tabel. 2
Jumlah Penduduk dan Rata-Rata Pertumbuhan Pertahun di
Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue Tahun 2013– 2014.
Rata-Rata
Jumlah Jumlah Rata-Rata
No Nama Gampong Penduduk
Penduduk KK Per Km2
Per KK
1. Lhok Makmur 853 175 36 5
2. Sanggiran 741 163 133 5
3. Ujung Harapan 636 131 105 5
4. Amabaan 1.069 105 28 5
5. Lhok Bikhao 354 75 96 5
6. Miteum 631 128 9 5
7. Babul Makmur 566 121 80 5
8. Malasin 1.029 258 68 4
9. Batu Ragi 460 115 131 4
10. Lamamek 769 183 147 4
11. Sigulai 1.332 306 13 4
12. Sinar Bahagia 527 113 93 4
13. Sembilan 1.037 206 15 4
14. Layabaung 1.157 251 13 4
Jumlah 11.161 2.435 25 5
Sumber : Data BPS Untuk Kecamatan Simeulue Barat, Tahun 2014.
rata jumlah penduduk pada setiap Km2 adalah sebanyak 25. Sedangkan untuk
rata-rata penduduk pada setiap KK adalah sebanyak 5 jiwa. Jumlah tersebut dapat
berubah apabila dalam setiap tahunnya terjadi pertumbuhan yang signifikan dalam
Kabupaten Simeulue.
Karakteristik responden pada usaha sagu basah dan sagu kering yang
umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin, dan jumlah tanggungan dalam keluarga.
26
bahwa responden pada usaha sagu basah berjumlah 14 orang. Umur responden
tinggi yaitu S1, SMA, SMP dan SD. Responden secara keseluruhan berjenis
adalah sebanyak 2 orang. Secara lebih jelas dapat dilihat pada uraian Tabel 3
berikut ini.
Tabel. 3
Karakteristik Responden Pada Usaha Sagu Basah
Kecamatan Simeulue BaratKabupaten Simeulue, Tahun 2015.
Tingkat Jumlah Usaha SAgu
Nama Petani Jenis
No Umur Pendidikan Tanggungan Basa/ Sagu
Sampel Kelamin
(Tahun) Kering
1. Wadi Nasri 45 SMA Laki-laki 1 Sagu Basah
2. Parlaungan 56 SMA Laki-laki 2 Sagu Basah
3. M. Ludin 39 S1 Laki-laki 3 Sagu Basah
4. Sawal 35 SMA Laki-laki 4 Sagu Basah
5. Sabarudin 50 SD Laki-laki 3 Sagu Basah
6. Kafri Amin 22 SD Laki-laki 0 Sagu Basah
7. Isman 30 SD Laki-laki 2 Sagu Basah
8. YAnir 32 SD Laki-laki 3 Sagu Basah
9. Erfan 37 SMA Laki-laki 2 Sagu Basah
10. Tamrin 42 SMA Laki-laki 3 Sagu Basah
11. Ilis 39 SMA Laki-laki 3 Sagu Basah
12. Kardi 25 DIII Laki-laki 1 Sagu Basah
13. Ilal 27 S1 Laki-laki 0 Sagu Basah
14. Dedi 24 S1 Laki-laki 0 Sagu Basah
Sumber : Data Primer, Tahun 2014.
27
dari jumlah tersebut umur responden antara 30 sampai dengan 55 tahun dengan
antara SMP sampai dengan S1, pendidikan yang paling tinggi S1 sebanyak 2
orang, SMA sebanyak 3 orang, dan SMP sebanyak 3 orang. Seluruh responden
secara rinci.
Tabel. 4
Karakteristik Responden Pada Usaha Sagu Kering
Kecamatan Simeulue BaratKabupaten Simeulue, Tahun 2015.
Tingkat Jumlah Usaha SAgu
Nama Petani
No Umur Pendidikan Jenis Kelamin Tanggungan Basa/ Sagu
Sampel
(Tahun) Kering
1. Kharim 55 SMP Laki-laki 4 Sagu Kering
responden yang mengusahakan sagu kering memiliki usia yang lebih dewasa,
Hasil data yang telah diperoleh dari lapangan diolah dan ditabulasikan
menurut kebutuhan analisis. Kegiatan analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk
kegiatan penelitian. Analisis ini diperoleh mencakup beberapa hal penting untuk
Analisis biaya, Penerimaan dan Keuntungan. Untuk lebih jelasnya terkait analisis
1. Biaya Usaha
menjalankan aktifitas usaha, khususnya pada usaha sagu basah maupun sagu
kering. Untuk mengetahui biaya yang diperlukan dalam usaha ini maka ada dua
jenis biaya yang harus diketahui, diantaranya biaya tetap dan biaya variabel.
Dengan diketahui biaya tersebut, maka akan diketahui seluruh total biaya yang
dibutuhkan. Setiap biaya yang dikeluarkan oleh responden sangat bergantung dari
jenis usaha sagunya dan banyak produksi yang dihasilkan dalam usaha tersebut.
Dan pengeluaran biaya ini dapat di tekan apabila dalam pelaksanaannya mampu
menggunakan anggaran yang ada dengan sefektif dan seefisien mungkin. Tabel 5
berikut menjelaskan secara rinci tekait dengan kebutuhan biaya dalam usaha sagu
basah.
29
Tabel. 5
Penggunaan Biaya Produksi Pada Usaha Sagu Basah
di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue, Tahun 2015.
Jumlah Biaya Total Biaya Total Biaya
Nama Biaya Variabel
No Produksi Tetap (Rp) Produksi
Responden (Rp)
(Kg) (Rp) () Per Kg (Rp)
(a) (b) © (d) (e) (f) (g)
1 Wadi Hasri 11.000 2.180.000,- 34.556.000,- 36.736.000,- 3.340,-
2 Parlaungan 12.000 2.275.000,- 36.575.000,- 38.850.000,- 3.238,-
3 M. Ludin 10.000 2.170.000,- 34.376.000,- 36.546.000,- 3.655,-
4 Sahwan 9.000 2.035.000,- 33.456.000,- 35.850.000,- 3.983,-
5 Sabarudin 11.000 2.085.000,- 35.576.000,- 37.661.000,- 3.424,-
6 Kafri Amin 10.000 2.085.000,- 36.227.000,- 38.312.000,- 3.831,-
7 Isman 10.000 2.050.000,- 34.124.000,- 36.174.000,- 3.617,-
8 Yunir 9.000 2.180.000,- 35.576.000,- 37.756.000,- 4.195,-
9 Erfan 10.000 2.085.000,- 33.576.000,- 35.661.000,- 3.566,-
10 Tamurin 11.000 2.050.000,- 35.586.000,- 37.636.000,- 3.421,-
11 Ilis 11.000 2.085.000,- 35.560.000,- 37.645.000,- 3.422,-
12 Kurdi 10.000 2.180.000,- 36.535.000,- 38.715.000,- 3.872,-
13 Ilal 11.000 2.005.000,- 35.576.000,- 37.661.000,- 3.424,-
14 Dedi 10.000 1.625.000,- 31.765.000,- 33.390.000,- 3.339,-
Total 144.000 29.190.000,- 498.064.000,- 527.254.000,- 50.327,-
Rata -rata 10.286 2.085.000,- 35.576.000,- 37.661.000,- 3.595,-
Sumber : Data Primer, 2015.
sedangkan untuk rata-rata biaya tetap dalam usaha sagu basah adalah Rp.2.085.000.
untuk kebutuhan total biaya variabel dalam usaha sagu basah adalah sebesar
besaran biaya tersebut diperoleh dari hasil penambahan antara biaya tetap dan biaya
Jadi apabila total biaya dibagi dengan total produksi, maka rata-rata biaya
Hasil perhitungan dari analisis usaha untuk sagu kering sama halnya
dengan perhitungan biaya pada usaha sagu basah. Hanya saja pada sagu kering
untuk biayanya sedikit lebih besar bila dibandingkan dengan biaya usaha pada
sagu basah.
total biaya tetap pada usaha sagu kering adalah Rp.22.016.000, dengan rata-rata per
Rp.41.750.000. Jadi dengan demikian secara keseluruhan total biaya usaha sagu
sebanyak Rp.44.502.000.
Sedangkan hasil pembagian antara total biaya dengan total produksi usaha
sagu kering secara keseluruhan adalah sebesar Rp.43.369, dan rata-rata setiap
responden adalah sebesar Rp.5.421. Berikut ini adalah hasil pembagian secara
rinci antara total biaya dengan total produksi yang dijelaskan pada Tabel 6 berikut
ini.
Tabel. 6
Penggunaan Biaya Produksi Pada Usaha Sagu Kering
di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue, Tahun 2015.
Jumlah Biaya Total Biaya
Nama Biaya Tetap Total Biaya
No Produksi Variabel Produksi
Responden (Rp) (Rp)
(kg) (Rp) Per Kg (Rp)
1 Kharim 7.600 2.854.000,- 40.830.000,- 43.684.000,- 5.745,-
2 Sawal 7.800 2.662.000,- 42.660.000,- 45.322.000,- 5.811,-
3 Basridin 7.900 2.756.000,- 41.770.000,- 44.526.000,- 5.636,-
4 Kausar Amin 7.500 2.658.000,- 40.640.000,- 43.298.000,- 5.773,-
5 Udin 7.900 3.355.000,- 42.830.000,- 46.185.000,- 5.846,-
6 Kariah 7.600 2.454.000,- 42.740.000,- 45.194.000,- 5.947,-
7 Roslan 7.700 2.697.000,- 40.560.000,- 43.257.000,- 3.618,-
8 Lukman 7.600 2.580.000,- 42.970.000,- 45.550.000,- 4.993,-
Total 61.600 22.016.000,- 334.000.000,- 356.016.000,- 43.369,-
Rata -rata 7.700 2.752.000,- 41.750.000,- 44.502.000,- 5.421,-
Sumber : Data Primer, 2015.
31
2. Penerimaan Usaha
ditentukan oleh besarnya produksi dan harga jual dari produk itu sendiri.
144.000 kg, dan rata-rata setiap responden sebanyak 10.286 kg. Untuk harga
setiap kilo gramnya adalah sebesar Rp.4.000. Hasil perkalian antara jumlah
usaha sagu basah dapat dilihat pada uraian Tabel. 7 berikut ini.
Tabel. 7
Penerimaan Pada Usaha Sagu Basah
di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue, Tahun 2015.
Produksi Harga Jual/kg Penerimaan
No Nama Responden
(kg) (Rp) (Rp)
1 Wadi Hasri 11.000 4.500,- 49.500.000,-
2 Parlaungan 12.000 3.500,- 42.000.000,-
3 M.Ludin 10.000 4.000,- 40.000.000,-
4 Sahwan 9.000 4.500,- 40.500.000,-
5 Sabarudin 11.000 3.500,- 38.500.000,-
6 Kafriamin 10.000 4.000,- 40.000.000,-
7 Isman 10.000 4.000,- 40.000.000,-
8 Yunir 9.000 4.500,- 40.500.000,-
9 Erfan 10.000 4.000,- 40.000.000,-
10 Tamurin 11.000 4.000,- 44.000.000,-
11 Ilis 11.000 4.000,- 44.000.000,-
12 Kurdi 10.000 4.000,- 40.000.000,-
13 Ilal 11.000 4.000,- 44.000.000,-
14 Dedi 10.000 3.500,- 35.000.000,-
Total 144.000 56.000,- 578.000.000,-
Rata -rata 10.286 4.000,- 41.285.714,-
Sumber : Data Primer, 2015
32
tergantung dari hasil produksi yang diperoleh dari kegiatan usaha sagu basah
tersebut. Salah satunya usaha yang telah berjalan ini menghasilkan rata-rata
Penerimaan untuk usaha sagu kering secara produksi jauh lebih sedikit
dibandingkan dengan usaha sagu basah. Namun, untuk selisih harga jual sagu
kering lebih mahal dan lebih besar dibanding sagu basah. Tabel. 8 berikut ini
merupakan hasil perhitungan antara jumlah produk dan harga jual dari produksi
sagu kering. Produksi Sagu kering, apabila pada saat masih basah sebanyak 10
ton, maka akan menghasilkan sagu kering sebanyak 7.700 kg, dengan harga jual
Tabel. 8
Penerimaan Pada Usaha Sagu Kering
di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue, Tahun 2015.
diperoleh, pada penerimaan usaha sagu kering jauh lebih besar dibandingkan
33
dengan jumlah penerimaan pada usaha sagu basah, yaitu sebesar 400.300.000
kering adalah sebesar Rp.6.500,- Hal ini dapat terjadi dikarenakan selisih harga
yang terpaut cukup jauh. Sehingga usaha sagu kering ini secara penerimaan lebih
3. Pendapatan Usaha
usaha dengan total biaya yang dikeluarkan dalam usaha yang dilakukan. Besarnya
harga jual, dan jumlah produksi serta jenis produk yang dihasilkan. Hal ini
diharapkan.
menunjukkan bahwa pendapatan untuk usaha sagu basah sesuai dengan yang
Dari jumlah tersebut, secara pendapatan ini telah cukup baik, namun
penggunaan biaya dalam proses produksi. Secara lebih jelasnya dapat dilihat pada
Tabel. 9
Pendapatan Pada Usaha Sagu Basah
di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue, Tahun 2015.
Penerimaan Pendapatan
No Produksi Harga Jual / kg
Total Biaya (Rp) (Rp) (Rp)
responden (kg) (Rp)
(II x III) (V - IV)
I II III IV 3V VI
1 11.000 4.500,- 36.736.000,- 49.500.000,- 12.764.000,-
2 12.000 3.500,- 38.850.000,- 42.000.000,- 3.150.000,-
3 10.000 4.000,- 36.546.000,- 40.000.000,- 3.454.000,-
4 9.000 4.500,- 35.850.000,- 40.500.000,- 4.650.000,-
5 11.000 3.500,- 37.661.000,- 38.500.000,- 839.000,-
6 10.000 4.000,- 38.312.000,- 40.000.000,- 1.688.000,-
7 10.000 4.000,- 36.174.000,- 40.000.000,- 3.826.000,-
8 9.000 4.500,- 37.756.000,- 40.500.000,- 2.744.000,-
9 10.000 4.000,- 35.661.000,- 40.000.000,- 4.339.000,-
10 11.000 4.000,- 37.636.000,- 44.000.000,- 6.364.000,-
11 11.000 4.000,- 37.645.000,- 44.000.000,- 6.355.000,-
12 10.000 4.000,- 38.715.000,- 40.000.000,- 1.285.000,-
13 11.000 4.000,- 37.661.000,- 44.000.000,- 6.339.000,-
14 10.000 3.500,- 33.390.000,- 35.000.000,- 1.610.000,-
Jumlah 144.000 56.000,- 527.254.000,- 578.000.000,- 58.407.000,-
Rerata 10.286 4.000,- 37.661.000,- 41.285.714,- 4.171.929,-
Sumber : Data Primer, 2015.
pendapatan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan pendapatan usaha sagu
kering. Hal ini dikarenakan penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan
produk yang terbilang tinggi, sehingga pendapatan yang diperoleh jauh lebih besar
Rp.5.731.750. Untuk lebih jelasnya terkait dengan pendapatan usaha sagu kering
Tabel. 10
Pendapatan Pada Usaha Sagu Kering
di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue, Tahun 2015.
kering lebih besar (Rp.1079) dibandingkan dengan pendapatan usaha sagu basah
4.3 Pembahasan
usaha sagu kering sebesar Rp.44.502.000,-. Dari kedua biaya tersebut, secara
sepintas terlihat bahwa lebih besar biaya usaha sagu kering. Namun apabila
dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari kegiatan usaha tersebut baik
lebih baik pada usaha sagu kering. Maka biaya usaha sagu basah akan lebih
besar dibandingkan dengan usaha sagu kering itu sendiri, sehingga dengan
demikian usaha sagu kering lebih layak diusahakan ketimbang sagu basah.
dalam hal ini adalah usaha sagu basah dan usaha sagu kering. Hal ini sesuai
dengan yang dikatakan Suratiyah (2008), bahwa penerimaan atau disebut juga
income dari seseorang warga masyarakat adalah hasil penjualannya dari faktor-
faktor produksi yang dimilikinya pada sektor produksi dan pada produksi ini
Rp.4.000. Sedangkan untuk usaha sagu kering dari rata-rata produksi sebanyak
7.700 dikalikan dengan harga jual sebesar Rp.6.500 per kilogramnya. Maka
37
kering lebih baik dari sisi penerimaannya. Hal ini terbukti dengan hasil
perhitungan terhadap tingkat penerimaan dari kedua jenis usaha yang telah
dilakukan.
Pendapatan dalam suatu usaha sagu basah dan usaha sagu kering terdiri
dari jumlah total pendapatan keseluruhan yang dikurangi dengan total jumlah
biaya yang dikeluarkan dalam suatu produksi usaha sagu basah dan usaha sagu
efisiensi terkait hal waktu dan efektifitas dalam penggunaan biaya maupun
kegiatan produksi. Semakin efisien dan efektif dalam suatu usaha usaha sagu
basah dan usaha sagu kering, maka akan semakin besar keuntungan yang akan
diperoleh.
diperoleh dalam usaha sagu basah yang telah peneliti lakukan rata-rata setiap
Rp.4.000, dikurangi dengan total biaya yang diperlukan dalam usaha sagu
penerimaan dikurang dengan jumlah total biaya yang diperlukan yakni sebesar
rata dari setiap produksi usaha sagu basah dengan selisih pendapatan sebesar
Rp.297.
4.3.1 Perbedaan Pendapatan Usaha Sagu Basah dan Usaha Sagu Kering
pati yang masih basah (belum mengalami penjemuran). Harga yang ditetapkan
untuk sagu basah rata-rata sebesar Rp.4.000 untuk per kilogramnya. Dalam setiap
1 minggu diperoleh 10 batang sagu yang mampu dipanen. Setiap satu batang sagu
dihasilkan 100 kg tepung sagu, bila sebanyak 10 batang maka diperoleh tepung
sagu sebanyak 1.000 kg, sehingga apabila dikalikan dengan harga sagu basah
Pendapatan tersebut di atas diperoleh dari harga yang sedang berlaku saat
itu, pendapatan dapat saja berubah apabila pada harga terjadi kenaikan disebabkan
besaran.
lebih tinggi apabila permintaan sagu basah tinggi, dan bahkan dapat juga
39
Nilai suatu produk akan lebih tinggi harganya apabila mengalami proses
yang lebih lanjut. Hal ini juga berlaku untuk tepung sagu. Sagu kering harganya
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga sagu basah. Harga ini dipengaruhi
adanya proses lebih lanjut dari sagu basah menjadi sagu kering. Perbedaan harga
sagu basah dengan sagu kering cukup signifikan, yakni pada sagu basah seharga
ketika sagu kering menjadi sebesar 700 kg, dan apabila dikalikan dengan harga
nilai tambah yang cukup baik dalam hal peningkatan produk dari sagu tersebut.
tambah yang cukup signifikan dalam peningkatan pendapatan dari usaha sagu
tersebut.
dari usaha itu sendiri, dalam hal ini adalah usaha sagu basah dan usaha sagu
kering. Semakin efektif dan efisien dalam menjalankan suatu usaha, maka akan
semakin dapat ditekan jumlah biayaa yang dikeluarkan. Sehingga secara tidak
mengganggu proses kerja yang telah direncakan dalam mencapai tujuan usaha
5.1 Simpulan
1. Total biaya (total cost) produksi dalam setiap kilogram sagu basah sebesar
Rp.3.595. Sedangkan total biaya produksi dalam setiap kilogram sagu kering
2. Total Penerimaaan Usaha sagu basah dari rata-rata produksi setiap responden
sebesar Rp.4.171.929.
Rp.405. Nilai ini diperoleh dari rata-rata penerimaan per kg sagu basah
5.2 Saran
1. Bagi Pemerintah
mereka memiliki kualitas yang lebih baik dan dikemas untuk dipasarkan
2. Pengusaha Sagu
dapat bertahan lebih lama dan memiliki nilai tambah sehingga dapat
a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan usaha sagu basah dan
b. Dapat menjadi bahan rujukan dan pertimbangan secara ilmu dan teknologi
DAFTAR PUSTAKA
Johan, Suito. 2011. Studi kelayakan pengembangan usaha Sagu. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Shinta, A., 2005. Ilmu Usahatani. Diktat Kuliah Jurusan Sosial Ekonomi
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
Umar, Husein 2009. Studi Kelayakan Usaha. Edisi 3 Revisi. Gramedia Pustaka
Utama. Jakata.
44