Anda di halaman 1dari 15

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia memiliki potensi alamiah yang bagus untuk mengembangkan
sektor pertanian, salah satu sub sektor dari sektor pertanian adalah sektor
perkebunan. Sebagai suatu kepulauan yang terletak di daerah tropis sekitar
khatulistiwa, Indonesia memiliki beragam jenis tahan yang mampu
menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun, konsisi
alam yang memenuhi persyaratan tumbuh tanaman, dan curah hujan rata-rata per
tahun yang cukup tinggi, semua kondisi itu merupakan faktor-faktor ekologis
yang baik untuk membudidayakan tanaman perkebunan (Rahardi, 1995).
Berbagai usaha telah dilaksanakan untuk pengembangan coklat. Perbaikan
teknik budidaya pada akhirnya akan membawa manfaat dalam usaha
pengembangan tersebut. Teknik pembibitan yang efisien, usaha mendapatkan
bahan tanam unggul melalui hibridasi, metode pemangkasan untuk membentuk
habitat yang baik, pengaturan jarak tanam, usaha perlindungan terhadapa
hama dan penyakit ditujukan kepada ditemukannya suatu priode penanaman dan
pemeliharaan coklat yang efisien dengan sasaran produksi maksimum. (Siregar,
Tumpal HS., 2003)
Tanaman kakao merupakan salah satu komoditas andalan nasional dan
berperan penting bagi perekonomian Indonesia, terutama dalam penyediaan
lapangan pekerjaan, sumber pendapatan bagi petani dan sumber devisa bagi
negara disamping mendorong berkembangnya agribisnis kakao dan agroindustri
dan sejak awal tahun 1980-an perkembangan tanaman kakao sangat pesat (Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).
Dalam merencanakan usahatani tanaman cokelat dalam satu luasan areal
diperlukan penyusunan farm budget. Tujuan dari penyusunan farm budget adalah
untuk mengevaluasi taksiran biaya (cost) maupun manfaat (benefit) yang akan
dihasilkan selama umur proyek dari tanaman coklat tersebut. Untuk
mendapatkan gamabaran tingkat kelayakan perlu dilakukan analisis finansial.
Langkah yang akan mendukung dalam analisis finansial dalam suatu proyek
usahatani adalah menentukan koefisien teknis. Koefisien teknis ini merupakan
acuan dalam analisis finansial. Adapun koefisien teknis yang perlu diperhatikan
dalam usahatani tanaman cokelat antara lain adalah:
 Jarak tanam, misalnya 3 m X 3m.
 Jumlah keperluan tanaman pelindung tetap, misalnya 300 batang.
 Jumlah keperluan bibit cokelat, misalnya 1200 batang.
 Umur tanaman cokelat pertama kali berproduksi diperkirakan 4 tahun.
 Umur proyek tanaman cokelat diperkirakan 20 tahun.
 Nilai sisa dari proyek usahatani tanaman cokelat.
Dengan demikian akan dapat diketahui secara pasti tingkat kelayakan
usahatani cokelat. Pengolahan biji cokelat, meliputi pembuangan pulp, pematian
biji, pembentukan aroma, pengeringan dan kesesuaian kandungan biji serta berat
keringnya sehingga siap digunakan untuk berbagai kebutuhan. Sistem tata niaga
komoditi cokelat di dalam negeri sebagian besar bergantung pada produksi
cokelat yang dihasilkan. Tata niaga produksi cokelat yang berasal dari
perkebunan rakyat jalur tata niaganya berbeda. Hal ini disebabkan oleh volume
cokelat yang dihasilkan oleh petani masih dalam jumlah kecil. (Siregar dan
Tumpal HS., 2000)
Pada masa yang akan datang, komunitas biji tanaman kakao di Indonesia
diharapkan memperoleh posisi yang sejajar dengan komoditas perkebunan
lainnya, seperti karet, kopi, dan kelapa sawit, baik dalam luas areal maupun
produksinya. Sumbangan nyata biji kakao terhadap perekonomian Indonesia
dalam bentuk devisa dari ekspor biji kakao dan hasil industri tanaman kakao.
Sumbangan lainnya adalah penyediaan bahan baku untuk industri dalam
negeri, baik industri bahan makanan, maupun industri kosmetik dan farmasi.
Yang tidak kalah penting dari munculnya industri kakao adalah tersedianya
lapangan pekerjaan bagi jutaan penduduk Indonesia dari tahap penanaman,
pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, industri, dan pemasaran. (Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004)
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:

1. Bagaimana teknis pengelolaan usahatani kakao ?

2. Berapa Biaya produksi, penerimaan dan pendapatan usahatani kakao?

3. Bagaimana kelayakan finansial usahatani kakao?

1.3 Tujuan
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:

1. Teknis pengelolaan usahatani kakao;

2. Biaya produksi, penerimaan dan pendapatan usahatani kakao;

3. Kelayakan finansial usahatani kakao.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis Proyek

Proyek menurut Gittinger (1986), suatu kegiatan yang mengeluarkan uang


atau biaya–biaya dengan harapan akan memperoleh hasil secara logika merupakan
wadah untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan perencanaan, pembiayaan, dan
pelaksanaan dalam satu unit. Proyek merupakan elemen operasional yang paling
kecil yang dipersiapkan dan dilaksanakan sebagai suatu kesatuan yang terpisah
dalam perencanaan menyeluruh perusahaan, perencanaan nasional ataupun
pembangunan pertanian.
Menurut Pramudya et al. (1992) mendefinisikan proyek suatu rangkaian
kegiatan ya ng menggunakan sejumlah sumberdaya untuk memperoleh manfaat.
Kegiatan ini memerlukan biaya (cost) yang diharapkan dapat memberikan hasil
dalam jangka waktu tertentu. Dengan demikian diperlukan suatu perencanaan,
pembiayaan dan pelaksanaan, yang disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai.
Kadariah et al. (1999) mengemukakan pengertian proyek adalah suatu
keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan
kemanfaatan (benefit) atau suatu aktivitas yang mengeluarkan uang dengan
harapan untuk mendapatkan hasil (return) di waktu yang akan datang dan yang
dapat direncanakan , dibiayai dan dilaksanakan sebagai satu unit.

Proyek menurut Gray et al. (2002), proyek adalah kegiatan-kegiatan atau


seluruh aktivitas yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam satu bentuk
kesatuan dengan menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan manfaat.
Kegiatan tersebut dapat berbentuk investasi baru yang diselenggarakan instansi
pemerintah, badan-badan swasta atau organisasi-organisasi sosial perorangan.
Analisis proyek memberikan gambaran mengenai pengaruh-pengaruh
investasi yang diusulkan terhadap para peserta dalam suatu proyek apakah
perusahaan-perusahaan swasta, petani, perusahaan pemerintah atau masyarakat
luas. Analisis proyek bertujuan untuk memperbaiki pemilihan investasi karena
sumber-sumber yang tersedia untuk pembangunan ialah terbatas, maka perlu sekali
diadakan pemilihan antara berbagai macam proyek. Kesalahan dalam memilih
proyek dapat mengakibatkan pengorbanan terhadap sumber-sumber yang langka (
Kadariah,1999)
Gray et al.(2002) mengatakan tujuan dari diadakannya analisis proyek
adalah :
Mengetahui tingkat keuntungan yang dapat dicapai melalui investasi dalam
suatu proyek.
 Menghindari pemborosan sumber-sumber yaitu dengan menghindari
pelaksanaan proyek yang tidak menguntungkan.
 Mengadakan penilaian terhadap peluang investasi yang ada sehingga
dapat memilih alternatif proyek paling menguntungkan.
 Menentukan prioritas investasi.

2.2 Kelayakan Proyek


Pelaksanaan suatu proyek biasanya dilakukan dengan dua macam analisis
(Gittinger, 1986) yaitu :
 Analisis finansial, dimana proyek dilihat dari sudut badan-badan atau
orang yang menanamkan modalnya dalam proyek atau berkepentingan
langsung dalam proyek.
 Analisis ekonomi, dimana proyek dilihat dari sudut perekonomian
secara menyeluruh.
Analisis secara finansial yang perlu diperhatikan adalah hasil untuk modal
yang ditanam dalam proyek yaitu hasil yang diterima oleh petani, pengusaha,
perusahaan swasta, atau badan pemerintah atau siapa saja yang berkepentingan
dalam pembangunan proyek. Hasil analisis finansial sering disebut juga dengan
”private return”.
Penelitian ini menggunakan analisis finansial mengingat petani adalah
bagian masyarakat yang mengusahakan tanaman perkebunan yang memiliki dana
yang terbatas untuk pengelolaannya. Tingkat efisiensi dari proyek konversi
tersebut diukur berdasarkan keuntungan finansial yang diperoleh.
Penilaian suatu proyek apakah proyek yang akan tersebut layak atau tidak
layak dilaksanakan menggunakan beberapa metode penilaian atau disebut juga
dengan kriteria investasi. Metode penilaian ini melihat kelayakan proyek dari
aspek profitabilitas komersialnya. Kriteria investasi yang digunakan dalam
analisis kelayakan proyek antara lain adalah Net Present Value (NPV), Internal
Rate of Return (IRR), dan Net B/C Ratio. Penggunaan ketiga kriteria investasi
ini karena memiliki kesamaan yaitu memperhatikan aliran kas.

Kriteria investasi dengan menggunakan Net Present Value (NPV) atau


keuntungan bersih yaitu menghitung selisih antara nilai sekarang inve stasi
dengan nilai sekarang penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang. Faktor-
faktor yang mempengaruhi NPV adalah tingkat bunga atau tingkat diskonto
(discount rate) yang digunakan (i), besarnya biaya investasi (I), pendapatan yang
ditentukan oleh produksi dan harga (R), biaya produksi (C) dan umur tanaman
hasil konversi (t). Kelebihan dari menggunakan metode NPV yaitu NPV
memasukkan faktor nilai waktu dari uang, mempertimbangkan semua aliran kas
proyek dan mengukur besaran absoulut dan bukan relatif.
Net Present Value memiliki tiga nilai dengan artian sebagai berikut:
- NPV < 0 (negatif), mengartikan bahwa sampai pada t tahun investasi
masih merugi sehingga tidak layak dilaksanakan
- NPV = 0, waktu tepat dimana biaya investasi dapat dikembalikan sehingga
perusahaan tidak mendapat keuntungan atau merugi.
- NPV > 0 (positif), menunjukkan kondisi perusahaan menguntungkan,
dengan semakin besarnya NPV maka semakin besar pula keuntungan yang
akan dicapai.
Kriteria investasi yang menggunakan Internal Rate of Return (IRR)
menunjukkan kemampuan suatu proyek untuk mengahasilkan pengembalian atau
tingkat keuntungan yang dapat dicapai yang dinyatakan dengan persen. IRR
memiliki tiga penilaian yang berhubungan dengan kelayakan investasi yaitu :

- IRR < i, maka nilai NPV akan lebih kecil sehingga proyek tidak layak
untuk dilaksanakan
- IRR = 0, maka NPV dari proyek tersebut sama dengan nol sehingga
perusahaan tersebut tidak untung dan tidak pula rugi (impas)
- IRR > i, maka NPV dari proyek tersebut akan lebih besar sehingga proyek
mengalami keuntungan yang menyebabkan proyek tersebut layak untuk
dilaksanakan.
Kriteria keputusan invesatasi yang terakhir adalah Gross Benefit Cost Ratio
(Gross B/C ratio) yang merupakan perbandingan antara jumlah Present Value
arus biaya bruto dijumlahkan dengan Present Value arus Benefit Bruto.
Apabila Gross B/C Ratio 1, maka NPV 1 sehingga kegiatan konversi layak untuk
dilaksanakan. Sebaliknya apabila Gross B/C Ratio 1, maka NPV 1 sehingga
kegiatan konversi tanaman perkebunan tersebut tidak layak untuk dilaksanakan.

2.4 Tanaman Kakao


Kakao (Theobroma cacao L) berasal dari lembah- lembah sungai perairan
di hulu Sungai Amazone. Wilayah ini merupakan pusat primer dari aneka ragam
tanaman, suatu wilayah yang mempunyai banyak variasi dalam sifat-sifat
morfologi maupun fisiologis. Populasi asli dari Theobroma cacao L.
Disebarluaskan dari bagian tengah Amazone sampai dengan Guiana ke arah barat
dan utara sampai bagian selatan Mexico.
Tanaman kakao di Indonesia mulai dikenal pada tahun 1780 di Minahasa
Sulawesi Utara yang dibawa masuk oleh orang Spanyol dan Meksiko, kemudian
ditanam di Ambon pada tahun 1858. Kakao mulai ditana m di pulau Jawa
pada tahun 1920, kemudian tersebar ke seluruh perkebunan rakyat di pulau Jawa.
Perkebunan kakao di Indonesia dibagi menjadi dua kelompok yaitu
perkebunan besar dan perkebunan rakyat. Pada perkebunan rakyat kakao ditanam
dengan teknologi yang masih sederhana. Pengusahaan tanaman kakao pada
pekebunan besar lebih banyak menggunakan input dan teknologi yang lebih maju.
Pengembangan luas areal tanaman kakao di Indonesia menunjukkan peningkatan
yang signifikan dengan berbagai upaya pemerintah untuk pengembangan
perkebunan.
Tanaman kakao dapat tumbuh subur dan berbuah banyak di daerah yang
memiliki ketinggian 1 sampai dengan 600 m dpl. Namun, kakao dapat juga
tumbuh pada ketinggian 800 m dpl. Curah hujan yang baik untuk tanaman kakao
berkisar antara 1600 sampai dengan 3000 mm/tahun atau dengan rata-rata curah
hujan 1500 mm/tahun yang terbagi merata sepanjang tahun. Curah hujan yang
baik untuk tipe tanah berpasir curah hujan yang baik adalah 2000 mm/tahun. Suhu
sehari- hari antara 240 -280C dan kelembaban udaranya konstan dan tinggi
sepanjang tahun yaitu 80 persen baik untuk tanaman kakao. Tanah yang baik
untuk kakao adalah tanah yang memiliki tebal kurang lebih 90 cm, memgandung
banyak humus, kadar hara tinggi dan pH tanah 6 sampai dengan 7,5 dan
mengandung cukup udara dan air.
Tanaman kakao yang diambil bibitnya adalah tanaman yang memiliki
kondisi yang sehat, pertumbuhannya normal dan kokoh, menghasilkan produksi
tinggi, dan berumur antara 12 sampai dengan 18 tahun. Pengembangan tanaman
kakao dapat dilakukan dengan biji ataupun dengan stek dan cangkok.
Pengembangan secara generatif lebih efektif dikarenakan secara generatif lebih
banyak menghasilkan benih. Penanaman kakao dapat dilakukan secara monokultur
ataupun dengan cara tumpang sari. Tanaman kakao juga membutuhkan pohon
pelindung yang berfungsi untuk melindungi tanaman kakao yang sudah produktif
dari kerusakan yang disebabkan oleh sinar matahari dan juga untuk
menghambat kecepatan angin.
Pemeliharaan tanaman kakao dapat dilakukan dengan cara penyulaman,
pemangkasan, pemupukan dan pemberantasan hama dan penyakit. Penyulaman
dilakukan sampai tanaman tersebut berumur sepuluh tahun, sebab umur bongkar
tanaman kakao adalah 25 tahun. Dengan demikian sebelum tanaman tua dibongkar
maka tanaman sisipan sudah mulai berproduksi. Pemupukan dapat dilakukan
secara umum yaitu sebagai sumber N dapat menggunakan pupuk urea atau ZA,
sedangkan sebagai sumber P (Phosfor) dapat menggunakan pupuk TSP dan
sebagai sumber K dapat menggunakan pupuk KCl. Pupuk yang digunakan dapat
juga berupa pupuk organik yang berupa pupuk kandang, kompos atau pupuk
hijau. Hama dan penyakit dapat menyebabkan penurunan kualitas serta kuantitas
dari tanaman kakao tersebut. Beberapa jenis hama dan penyakit kakao yaitu
penggerek cabang, kepik penghisap buah kakao, kutu putih, penyakit busuk buah
hitam dan kanker batang dan penyakit vascular steak dieback (VSD),
Pemungutan hasil adalah memetik buah kakao yang matang atau masak
dari pohon, kemudian memecah buah tersebut dan mengambil biji-bijinya yang
basah. Tanda-tanda buah kakao yang telah matang dapat diketahui dari perubahan
warna sepanjang alur kulit buah menjadi kuning, poros buah kakao terlihat kering
dan terbentuk rongga pada antara biji dan kulit buah. Proses pematangan buah
semenjak dari proses penyerbukan adalah 5,5 bulan. Pemungutan hasil dapat
dilakukan setiap tujuh hari sampai empatbelas hari. Pemungutan buah dapat
dilakukan menggunakan pisau atau sabit yang tajam. Tangkai buah dekat bantalan
buah dipotong secara hati-hati supaya tidak merusak bantalan buah.
III. PEMBAHASAN

3.1 Analisis Kelayakan Finansial

3.1.1 Arus Biaya

Biaya yang dikeluarkan dalam usaha perkebunan kakao berupa biaya rata-
rata meliputi biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi yaitu biaya
yang dikeluarkan pada tahun pertama atau awal proyek sedangkan biaya
operasional adalah biaya yang dikeluarkan selama umur proyek.

3.1.2 Biaya Investasi

Biaya investasi tanaman kakao dikeluarkan pada tahun pertama terdiri dari
investasi non tanaman, investasi tanaman dan tanaman pelindung. Investasi non
tanaman berupa bangunan yang digunakan sebagai rumah kebun. Biaya yang
dikeluarkan untuk investasi tanaman berupa bibit, sarana produksi dan tenaga
kerja untuk pengolahan lahan sampai penanaman. Pada usaha tanaman kakao
tidak terdapat nilai sisa dikarenakan biaya investasi yang dikeluarkan berupa
bangunan dan peralatan produksi yang habis digunakan selama umur produksi.
Tanaman kakao merupakan tanaman yang membutuhkan pohon pelindung,
sehingga menyebabkan adanya pengeluaran biaya untuk pohon pelindung yaitu
lamtoro yang meliputi biaya penyetekan dan penanaman.

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa total biaya investasi kakao adalah
sebesar Rp 34.000.000 dengan alokasi biaya terbesar adalah untuk investasi
tanaman sebesar Rp. 29.000.000. Hal ini disebabkan oleh karena tingginya harga
lahan sebesar Rp 19.000.000. Biaya yang dikeluarkan untuk lahan ini sangat
tinggi karena lokasi yang strategis. Rincian biaya investasi tanaman kakao dapat
dilihat pada Tabel 1.

1
Tabel 1. Rincian Biaya Investasi Tanaman Kakao pada Luas Lahan 4 Ha
Jenis Biaya Jumlah (Rp)
A. Investasi Tanaman Kakao 29.000.000
- Lahan 19.000.000
- Bibit tanaman Kakao 7.000.000
- Sarana Produksi (Peralatan) 1.000.000
- Tenaga Kerja 2.000.000
B. Investasi Non Tanaman 4.400.000
- Bangunan 2.000.000
C. Tanaman Pelindung (Lamtoro) 600.000
- Tenaga Kerja Penyetekan
300.000
Tanaman
- Tenaga Kerja Penanaman 300.000
Total Biaya Investasi 34.000.000

3.1.3 Biaya Operasional


Biaya operasional yang dikeluarkan pada tanaman kakao berupa pupuk
dan tenaga kerja. Jenis pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang dan pupuk
ZA. Pemakaian pupuk dilakukan hanya sampai pada tahun keenam. Hal ini
dikarenakan tanaman telah dapat memenuhi unsur hara yang dibutuhkan untuk
pertumbuhannya. Pengurangan penggunaan pupuk oleh petani juga bertujuan agar
tanaman tidak banyak mengandung unsur anorganik, selain itu dapat mengurangi
biaya yang dikeluarkan selama kegiatan produksi.

Tenaga kerja digunakan pada saat pemup ukan, penyulaman, pemangkasan,


penyiangan gulma, dan pemanenan. Penyulaman merupakan kegiatan mengganti
tanaman yang tumbuh tidak sempurna atau mati dengan tanaman yang baru yang
dilakukan sampai tahun ke dua. Pemangkasan tanaman merupakan pengurangan
daun dan ranting yang menghambat produksi yang dilakukan sampai umur
ekonomis tanaman. Gulma yang terdapat disekitar tanaman dapat mempengaruhi
produktivitas tanaman sehingga gulma harus disiangi. Proses pemanenan
dilakukan pada saat tanaman berumur tiga tahun sampai umur tanaman 25 tahun.
Biaya tenaga kerja untuk pemeliharaan merupakan biaya terbesar yang
dikeluarkan pada budidaya kakao.
Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa total biaya operasional tanaman kakao
yaitu sebesar Rp 2.818.000 per tahun. Alokasi terbesar yaitu pada penggunaan

2
pupuk kakao yaitu Rp 1.368.600 hal ini dikarenakan tanaman kakao
membutuhkan pupuk lebih banyak sampai umur enam tahun untuk pertumbuhan
tanaman.

Tabel 2. Rincian Biaya Operasional Tanaman Kakao dengan Luas 4 Ha Per Tahun
Jenis Biaya Jumlah (Rp)
A. Pupuk Tanaman Kakao 1.368.600
- Kandang 1.095.000
- Za 273.600
B. Tenaga Kerja Kakao 1.313.400
- Penyulaman 139.350
- Pemangkasan 273.350
- Pemupukan 270.000
- Penyiangan Gulma 140.700
- Pemanenan dan Pasca panen 490.000
C. Tenaga Kerja Pohon Pelindung 136.000
- Pemangkasan Lamtoro 136.000
Total 2.818.000

3.1.4 Arus Penerimaan


Arus penerimaan tanaman kakao berasal jumlah produksi kakao dikalikan
dengan harga jual. Pada perkebunan tanaman kakao tidak terdapat nilai sisa yang
dikarenakan bangunan dan peralatan yang habis terpakai sampai umur ekonomis
tanaman.
Tanaman kakao mulai panen pada umur tiga tahun dan terus berproduksi
sampai umur 25 tahun. Produksi yang terus meningkat setiap tahunnya memberi
pengaruh yang positif terhadap pendapatan petani. Namun produksi yang banyak
tergantung pengaplikasian teknik perawatan tanaman dilapangan kedepannya
nanti. Hasil panen akan dijual langsung kepada pedagang pengumpul
besar, yang tujuannya supaya marjin pemasaran tidak terlalu besar.
Dalam analisis evaluasi proyek ini didapatkan data harga dan produksi
kakao dari 4 tahun terakhir yakni tahun 2004-2007. Sehingga untuk
mencapai estimasi 21 tahun kedepan harga di tahun sebelumnya dikalikan
dengan 1,07. Sedangkan untuk produksi standar estimasi produksi
kakao/ha/kg losses 4% dikalikan dengan luas kebun garapan (ha).

3
3.1.5 Kriteria Kelayakan Finansial
Perhitungan arus biaya dan manfaat dapat menentukan kelayakan finans ial
dari usaha perkebunan yang dilakukan oleh petani. Pada metode penelitian
telah diuraikan kriteria yang digunakan dalam analisis kelayakan secara finansial
yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) dan Internal
Rate of Return (IRR). Incremental Net Benafit digunakan untuk melihat besarnya
manfaat yang diterima sebelum dan sesudah dilaksanakan proyek.
Nilai NPV yang diperoleh pada tanaman perkebunan kakao sebesar Rp
244.457.371 yang berarti bahwa menurut nilai sekarang tanaman kakao dapat
memberikan keuntungan Rp 244.457.371. Nilai Net B/C yang diperoleh lebih
besar dari satu yaitu sebesar Rp 3 yang berarti bahwa setiap pengeluaran sebesar
Rp 1 akan memberikan manfaat sebesar Rp 3. Nilai IRR yang dihasilkan yaitu
sebesar 27% persen lebih besar dari tingkat suku bunga yang digunakan (12%).
Sedangkan Payback Periode menunjukkan bahwa investasi akan kembali apabila
kebun sudah berjalan selama 8 tahun 9 bulan. Berdasarkan kriteria investasi
tersebut maka dapat dinyatakan bahwa usaha perkebunan kakao layak untuk
dilaksanakan.

IV. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4
Analisis kelayakan finansial dilakukan dengan beberapa kriteria antara lain
Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of
Return (IRR), dan Payback Periode (PP). Berdasarkan hasil perhitungan pada
tingkat diskonto 11,47 persen. Kriteria investasi tersebut menyatakan bahwa
tanaman kakao lebih menguntungkan dibandingkan dengan sehingga dapat
dinyatakan bahwa kakao layak untuk dikembangkan.

DAFTAR PUSTAKA

Gittinger, J.Price.1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian.UI.Press.

5
Jakarta.
Husnan dan Suwarsono.1992.Studi Kelayakan Proyek.UPP AMPYKPN.
Yogyakarta.
Kadariah, et al. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penerbit Universitas
Indonesia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai