Periode Hindu
Periode Hindu
Perkembangan pengaruh Hindu Buddha dari India membawa kemajuan pesat dalam bidang karya sastra. Karya
sastra terkenal yang mereka bawa, antara lain kitab Ramayana dan Mahabharata.
prasasti adalah batu bertulis yang menunjukkan kemajuan seni sastra berupa tulisan yang dituangkan dalam
bentuk relief (seni cetak). Misal: prasasti Kedukan Bukit (683 M) di daerah Kedukan Bukit, tepi sungai Tatang, Palembang;
prasasti Talang Tuo (684 M) ditemukan di Talang Tuo, Palembang; dan Prasasti Palas Pasemah di Lampung.
Zaman Kahuripan
Karya sastra yang terkenal dari Zaman Kahuripan adalah Kitab Mahabharata. dan Arjuna Wiwaha. Mahabharata berasal dari
puisi kepahlawanan (epos) India dengan pengrang wyasa atau yang disebut khrisna dwipayana wyasa. Sekitar tahun 1000
Raja Dharmawangsa menyuruh membuat ikhtisar dalam prosa Jawa Kuno. Kitab Mahabharata terdiri atas 18 bagian yang
disebut parwa. Isi pokoknya mengenai pertempuran selama 18 hari antara keluarga Pandawa dan keluarga Kurawa. Oleh
karena itu, nama lengkap dari kitab ini adalah Mahabharatayudha, yang artinya perang besar keluarga Bharata (Pandawa
berjumlah 5 dan Kurawa 100 jumlahnya).
Menurut Rosidi (1986: 37) tokoh-tokoh yang termasuk dalam angkatan Balai Pustaka diantaranya adalah:
1. Nur Sutan Iskandar
Lahir di Maninjau tahun 1893
Hasil karyanya:
a. Karangan asli
Salah pilih (dikarang dengan nama samaran Nur Sinah tahun 1928), Karena Mertua (tahun 1932), Hulubalang Raja (novel
sejarah oleh Teeuw dipandang yang terbaik), Katak Hendak Jadi lembu, Neraka Dunia (1973), Cinta tanah Air (novel yang
terbit pada jaman Jepang tahun1944), Mutiara (1946), Cobaan (1947), Cinta dan Kewajiban (dikarang bersama dengan
I.Wairata).
2. Abdul Muis
Lahir di Minangkabau
Hasil karyannya : Salah Asuhan (1928), Pertemuan Jodoh (1933), Suropati (1950) - novel sejarah, Robert Anak suropati
(1953) – novel sejarah, Sebatang Kara (Hector Mallot) – karangan terjemahan.
3. Marah Rusli
Lahir di Padang 7 Agustus 1989 dan meninggal di Bandung 17 Januari 1968.
Karya-karyanya: Siti Nurbaya (1922) – Sub judul Kasih Tak Sampai, Anak dan Kemenakan (1956), Memang Jodoh – La
Harni (1952).
Karakteristik Angkatan Balai Pustaka
Yang menonjol pada masa lahirnya sastra angkatan Balai Pustaka ialah cita-cita masyarakat dan sikap hidup serta adat
istiadat (Sarwadi, 1999: 31). Hal itu tercermin oleh kesadaran masyarakat khususnya para penulis akan pentingnya persatuan
demi terciptanya kesatuan bangsa yang diperlihatkan melalui karya sastra yang telah memperegunaklan bahasa persatuan
Indonesia akan tetapi dengan hal tersebut tidak memperlihatkan bahwa setiap masyarakat Indonesiatelah meninggalkan adat
istiadanya namun dengan keaneka ragaman adat istiadatnya menjadikan suatu alat untuk mempersatukan bangsa Indonesia.
ABDULLAH MUNSYI
Munsyi Abdullah merupakan bapak kesusasteraan modern kerena mampu memperkenal unsur baru dalam bidang
kesusasteraan. Munsyi Abdullah atau nama sebenar beliau ialah Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi. Abdullah meninggal
dunia di Jeddah pada tahun 1854 ketika berusia 58 tahun di Jeddah.Beliau meninggal sewaktu pelayarannya ke Mekah untuk
menunaikan fardhu haji kerana diserang penyakit kolera.Kisah perjalanan perjalanan ini dicatatkan dalam Kisah Pelayaran
Abdullah ke Judah yang tidak tamat,Karyanya dicipta sendiri untuk dinikmati oleh masyarakat.Munsyi Abdullah
menggunakan kaedah yang tersendiri semasa mengarang. Karya beliau diciptakan secara kronologi yaitu mengikut urutan
peristiwa seperti kelahirannya didahulukan(hikayat Abdullah) dengan perkembangan yang dialami hingga kematiannya.
Begitu juga dalam Kisah Pelayaran Abdullah. Plot disusun dengan merujuk kepada siri peristiwa dan kejadian yang berlaku
kepada diri sendiri serta alam sekelilingnya.
Abdullah terkenal karena menulis hikayat-hikayat yang bersifat realistis dan kontemporer.Abdullah Munsyi dianggap
seorang pemikir yang melampaui abadnya.
Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan Angkatan '45.Karya sastra angkatan ini
lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga baru yang romantik-idealistik.Karya-karya sastra pada angkatan ini
banyak bercerita tentang perjuangan merebut kemerdekaan seperti halnya puisi-puisi Chairil Anwar.Sastrawan angkatan '45
memiliki konsep seni yang diberi judul "Surat Kepercayaan Gelanggang".Konsep ini menyatakan bahwa para sastrawan
angkatan '45 ingin bebas berkarya sesuai alam kemerdekaan dan hati nurani. Selain Tiga Manguak Takdir, pada periode ini
cerpen Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma dan Atheis dianggap sebagai karya pembaharuan prosa Indonesia.
Sastra angkatan ‘45
sastrawan yang kontra
sastrawan yang kontra adalah Asrul Sani, Idrus, dan beberapa pengarang lainnyalain:
1. Tahun 1945tahun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tidak sepenuhnya berhubungan dengan hal-hal yang mulia dan baik
karena juga terjadi pembunuhan dan penculikan pada kedua pihak yang bertempur. Dengan demikian, penamaan angkatan
’45 dapat mengingatkan kita terhadap hal-hal yang keji dan kotor.
2. Para sastrwan diragukan sahamnya bagi perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan sehingga timbul
kesangsian apakah mereka berhak menggunakan nama keramat angkatan ’45. Keraguan itu didasarkan atas adanya beberapa
karangan Chairil Anwar yang terlalu bersifat individualistic
3. Tahun 1945 adalah suatu kesatuan waktu yang sangat singkat dan relative terlalu fana sehingga penamaan angkatan ’45
akan dengan cepat menimbulkan sifat kekolotan pada beberapa tahun sesudah itu
SEJARAH SASTRA ANGKATAN 1950-AN
Sejarah sastra periode angkatan 50-an. Slamet Muljono pernah menyebut bahwa sastrawan Angkatan ‘50
hanyalah pelanjut (successor) saja, dari angkatan sebelumnya (’45).
Tinjauan yang mendalam dan menyeluruh membuktikan bahwa masa ini pun memperlihatkan ciri-
cirinya.Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisahasuhan H.B. Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya
sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi.Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan
diteruskan dengan majalah sastra lainnya, Sastra.Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan, yang
bergabung dalam LembagaKebudajaanRakjat (Lekra) yang berkonsep sastrarealisme-sosialis. Timbullah perpecahan dan
polemik yang berkepanjangan di antara kalangan sastrawan di Indonesia pada awal tahun 1960; menyebabkan mandegnya
perkembangan sastra karena masuk kedalam politik praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G30S di
Indonesia.
Ciri-ciri dari sastra angkatan ini adalah:
1. berisi kebebasan sastrawan yang lebih luas di atas kebiasaan (tradisi) yang diletakan pada tahun 1945.
2. Umumnya karya sastrawan sekitar tahun 1950-1960-an.
3. Masa ‘50 memberikan pernyataan tentang aspirasi (tujuan yang terakhir dicapai nasional lebih lanjut).
4. Pusat kegiatan sastra makin banyak jumlahnya dan makin meluas daerahnya hampir di seluruh Indonesia, tidak hanya
berpusat di Jakarta dan Yogyakarta.
Karakteristik yang menonjol pada angkatan ini adalah sebagai berikut:
1. Menunjukan sastra nasional Indonesia yang ditunjukan dalam puisi yang bertema kebudayaan daerah
2. Keindahan puisi sudah dimulai didasarkan pada peleburan (kristalisasi) antara ilmu dan pengetahuan asing dengan perasaan
dan ukuran nasional.