Anda di halaman 1dari 24

BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM

EMBRIOLOGI HEWAN (ABL21325)

Disusun Oleh :
Tim Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Hewan

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSTAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018
IDENTITAS DOKUMEN

Judul : Penuntun Praktikum Embriologi Hewan

Kode : ABL21325

Tahun Penyusunan : 2018


Kode Revisi : -

Tim Penyusun

1. Kasiyati (Koordinator)
2. Silvana Tana (Anggota)
3. Sri Isdadiyanto (Anggota)
4. Tyas Rini Saraswati (Anggota)
5. Agung Janika Sitasiwi (Anggota)
6. Siti M. Mardiati (Anggota)

Penyelenggara Praktikum : Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Hewan


Departemen Biologi
Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Diponegoro

2
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya Tim Departemen Biologi
dapat menyelesaikan Buku Penuntun Praktikum Biologi dalam rangka pelaksanaan
kurikulum S1 tahun 2017.

Penuntun Praktikum ini disusun dalam rangka membantu pelaksanaan kegiatan Praktikum di
lingkungan Departemen Biologi FSM Universitas Diponegoro. Buku penuntun praktikum ini
dipersiapkan dengan menyesuaikan materi pembelajaran yang relevan dengan teori
perkuliahan berdasarkan kurikulum S1 Biologi tahun 2017.

Mahasiswa peserta praktikum diharapkan dapat mempersiapkan segala hal terkait dengan
kegiatan praktikum di Departemen Biologi. Ketentuan dan mekanisme kerja praktikum telah
ditetapkan sesuai yang tertera pada Buku Penuntun Praktikum ini.

Akhirnya tiada gading yang tak retak, Departemen Biologi dan seluruh pihak terkait
menyadari bahwa Buku Penuntun Praktikum ini masih belum sempurna. Oleh karena itu,
Departemen Biologi senantiasa menanti saran dan masukan dari berbagai pihak khususnya
civitas akademika dalam rangka peningkatan kualitas dan mutu proses pembelajaran serta
kegiatan Praktikum di Departemen Biologi Fakultas Sains dan Matematika Universitas
Diponegoro Semarang.

Demikian, atas perhatian dan kerjasamanya Departemen Biologi menyampaikan terimakasih


yang sebesar-besarnya.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Semarang, Januari 2018

Tim Penyusun

3
DESKRIPSI PRAKTIKUM EMBRIOLOGI HEWAN
Parktikum Embriologi Hewan merupakan satu aktivitas terpadu dari matakuliah Embriologi Hewan
dengan sks (2-1), yaitu 2 sks perkuliahan dan 1 sks praktikum. Dalam praktikum ini diperkenalkan
dan dibahas mengenai faktor fisik lingkungan yang berpengaruh pada pertumbuhan dan
perkembangan embrio, perkembangan embrio katak melalui preparat awetan, dan perkembangan
embrio ayam yang diamati melalui preparat segar maupun preparat awetan.

STANDAR KOMPETENSI :
Standar kompetensi Praktikum Embriologi Hewan, yaitu mahasiswa praktikan diharapkan :

1. Mampu menerapkan tata laksana praktikum dengan benar.


2. Memahami dan mengenal berbagai faktor lingkungan yang berpengaruh pada perkembangan
embrio hewan.
3. Mampu membuat diskripsi singkat mengenai hasil pengamatan perkembangan embrio hewan.
4. Menguasai penggunaan berbagai alat bantu untuk pengamatan embrio katak maupun ayam.
5. Mampu membedakan setiap tahap perkembangan embrio katak.
6. Mampu mengoprasikan mesin tetas untuk pengamatan perkembangan embrio ayam.
7. Mampu membedakan dan menjelaskan setiap perbedaan tahap perkembangan embrio ayam.
8. Mampu melakukan analisis data untuk membuat laporan praktikum.
9. Mampu menginterpretasikan data yang telah diperoleh selama mengerjakan praktikum.

KOMPETENSI DASAR :
Kompetensi Dasar Praktikum Embriologi Hewan, yaitu :

1. Setelah mengikuti kegiatan praktikum Acara 1, mahasiswa praktikan diharapkan mampu


menerapkan dan melaksanakan tata laksana praktikum dengan benar.
2. Setelah mengikuti kegiatan praktikum Acara 2, mahasiswa praktikan diharapkan mampu
memahami dan mengenal berbagai faktor lingkungan yang berpengaruh pada pertumbuhan
dan perkembangan embrio hewan. Selanjutnya, praktikan mampu membuat diskripsi singkat
mengenai hasil pengamatan perkembangan embrio hewan.
3. Setelah mengikuti kegiatan praktikum Acara 3, mahasiswa praktikan diharapkan mampu
menggunakan berbagai alat bantu untuk pengamatan embrio katak dan dapat membedakan
setiap tahap perkembangan embrio katak.
4. Setelah mengikuti kegiatan praktikum Acara 4, mahasiswa praktikan diharapkan mampu
mengoprasikan mesin tetas untuk pengamatan perkembangan embrio ayam.
5. Setelah mengikuti kegiatan praktikum Acara 5, mahasiswa praktikan mampu membedakan
dan menjelaskan setiap perbedaan tahap perkembangan embrio ayam menggunakan preparat
awetan maupun preparat segar.
6. Setelah mengikuti kegiatan praktikum Acara 6, mahasiswa praktikan telah menguasai
berbagai tahapan perkembangan embrio hewan melalui analisis dan interpretasi data hasil
praktikum.

4
MATERI PRAKTIKUM

Acara I. Asistensi
Acara II. Faktor Lingkungan yang Berpengaruh pada Pertumbuhan dan
Perkembangan Embrio Hewan
Acara III. Tahap Perkembangan Embrio Katak
Acara IV. Tahap Perkembangan Embrio Ayam (Preparat Awetan)
Acara V. Tahap Perkembangan Embrio Ayam (Preparat Segar)
Acara VI. Responsi

5
ACARA I
ASISTENSI

A. ATURAN PELAKSANAAN PRAKTIKUM :

 Ketentuan Umum
1. Mahasiswa peserta praktikum wajib memenuhi syarat akademik sesuai ketentuan yang
berlaku di Departemen Biologi.
2. Mahasiswa peserta praktikum disebut Praktikan.
3. Mahasiswa yang membantu dosen pengampu dalam pelaksanaan praktikum disebut
Asisten.
4. Praktikan dipandu oleh asisten dalam pelaksanaan kegiatan praktikum.
5. Praktikan wajib mematuhi ketentuan yang berlaku termasuk mengikuti arahan asisten
pada saat pelaksanaan praktikum.
6. Praktikan wajib menjaga kebersihan, keamanan dan ketertiban pelaksanaan praktikum.

 Tata tertib Peserta Praktikum


1. Praktikan wajib berpakaian rapi, sopan, bersepatu dan tidak boleh memakai kaos
nonkerah (Oblong).
2. Selama praktikum berlangsung, Praktikan wajib memakai pakaian praktikum (Jas
praktikum).
3. Khusus acara praktikum yang menggunakan bahan–bahan kimia dan atau alat yang
berpotensi bahaya, praktikan wajib melengkapi dengan keamanan diri sesuai standar
biosafety.
4. Praktikan dilarang melakukan tindakan tertentu terhadap bahan dan atau alat
praktikum tanpa arahan dan pendampingan dosen pengampu praktikum.
5. Praktikan wajib bertanggung jawab atas setiap tindakan dan perlakuan yang diberikan
terhadap bahan dan atau alat praktikum.

 Ketentuan Waktu Praktikum


1. Praktikum 1 sks berlangsung selama 170 menit (Sesuai peraturan Rektor Undip nomor
15 tahun 2017).
2. Praktikan wajib hadir di laboratorium selambat-lambatnya 10 menit sebelum
praktikum dimulai.
3. Praktikan yang terlambat hadir pada acara praktikum WAJIB meminta ijin kepada
dosen pengampu praktikum.
4. Praktikan yang tidak hadir pada acara praktikum dapat mengajukan permohonan Inhal
(penggantian waktu) dengan syarat dan ketentuan menyesuaikan keputusan Pengelola
Laboratorium penyelenggara praktikum.
 Ketentuan Laporan
1. Praktikan wajib menyusun laporan praktikum (laporan resmi) secara individual dan
data pengamatan berupa data kelompok.
2. Laporan resmi disusun sebagai satu kesatuan seluruh acara praktikum, yang terdiri atas
Acara 2 hingga Acara 5.
3. Dijilid rapi dengan cover warna krem (kuning muda).
4. Format dan sistematika laporan mengikuti ketentuan yang berlaku di Laboratorium
Biologi Struktur dan Fungsi Hewan. Format laporan praktikum Embriologi Hewan
mengikuti sistematika berikut ini:
a. Judul Acara Praktikum (Cover)
b. Daftar isi

6
c. Pendahuluan (Latar Belakang, Tujuan Praktikum)
d. Tinjauan Pustaka (2-4 halaman)
e. Metode Praktikum: Alat dan Bahan, Tata Kerja (Cara Kerja)
f. Hasil dan Pembahasan (Hasil pengamatan sudah dikonfirmasi/disahkan oleh
asisten, jika ada lampiran hasil berupa foto kopi dianggap tidak sah).
g. Kesimpulan
h. Daftar Pustaka

5. Ketentuan penulisan laporan:


a. Ukuran kertas kuarto (A4)
b. Diketik rapi dengan jarak spasi 1,15.
c. Fontasi Times New Roman size 11 untuk isi, dan 12 untuk judul.
d. Laporan praktikum dikumpulkan secara serentak sebelum jadwal responsi
(waktu akan ditentukan kemudian).

 Ketentuan Evaluasi
1. Bentuk evaluasi dilaksanakan sesuai kebijakan yang ditetapkan oleh pengelola
Laboratorium atau tim pengampu praktikum.
2. Sebelum acara praktikum dimulai dilaksanakan pre-test.
3. Evaluasi akhir acara praktikum / Responsi.

B. Bahan & Alat


Sediaan awetan embrio katak, sediaan awetan embrio ayam, mikroskop binokuler, mikroskop
cahaya, jas laboratorium.

C. Prosedur Kerja
1. Dosen koordinator praktikum memberikan pengarahan mengenai tata laksana praktikum
dan berbagai acara praktikum embriologi hewan yang akan dilaksanakan.
2. Dilanjutkan dengan pengenalan berbagai alat dan bahan, serta prosedur kerja berbagai
mata acara praktikum embriologi hewan.
3. Dosen koordinator dibantu dengan asisten juga menjelaskan mengenai sistematika
membuat laporan praktikum embriologi hewan.

D. Soal Post-test
1. Jelaskan mengenai tata tertib praktikum yang wajib dilaksanakan oleh setiap praktikan
yang mengikuti kegiatan praktikum embriologi hewan.
2. Apa yang harus dilakukan oleh praktikan jika tidak mengikuti satu mata acara praktikum
karena sakit ada alasan yang dapat diterima.
3. Sebutkan sistematika laporan praktikum embriologi hewan.

7
ACARA II
FAKTOR LINGKUNGAN YANG BERPENGARUH PADA PERTUMBUHAN
PERKEMBANGAN EMBRIO HEWAN

A. Dasar Teori
Pertumbuhan dan perkembangan pada hewan diawali sejak terbentuknya zigot hasil fertilisasi
hingga hewan mencapai usia dewasa. Pertumbuhan dan perkembangan hewan dapat dibagi menjadi
dua bagian, yaitu fase embrionik dan fase pascaembrionik.
* Fase embrionik adalah pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari zigot sampai
terbentuknya embrio sebelum lahir.
* Fase pascaembrionik merupakan pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai sejak lahir
hingga hewan tersebut dewasa.

Bergantung pada jenis hewannya, perkembangan embrio sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor lingkungan. Faktor-faktor tersebut di antaranya temperatur, pH, predator, bahan pencemar,
kelembaban, intensitas cahaya, nutrisi dan lain-lain. Berbagai faktor tersebut dapat menyebabkan
perlambatan perkembangan, kecacatan atau bahkan sampai pada kematian embrio yang sedang
berkembang.

B. Bahan & Alat


Telur ikan, telur bekicot/siput, telur nyamuk, kokon cacing tanah, kokon ulat dan lain-lain; kaca
pembesar; mikroskop binokuler; tempat atau wadah yang sesuai.

C. Prosedur Kerja
1. Pilihlah salah satu jenis telur, kokon, atau embrio yang akan anda amati (dapat digunakan: telur
ikan, telur bekicot, telur nyamuk, kokon cacing tanah, kokon ulat dan lain-lain).
2. Praktikan menentukan satu faktor lingkungan yang berpengaruh pada pertumbuhan dan
perkembangan embrio hewan tersebut.
3. Praktikan merancang prosedur kerja untuk membuktikan adanya pengaruh faktor lingkungan
(yang telah anda tentukan tadi) terhadap pertumbuhan dan perkembangan embrio hewan.
4. Praktikan merancang, menyusun, serta menuliskan bahan serta alat-alat yang digunakan untuk
pengamatan pertumbuhan dan perkembangan embrio hewan.
5. Setelah rancangan praktikum disusun secara jelas, praktikan melaksanakan rancangan tersebut.
Selanjutnya, mengamati respons yang muncul disetiap tahap perkembangan dan diakhir kegiatan
ini. Dapat ditambahkan gambar/dokumentasi atau diskripsi singkat mengenai setiap perubahan
yang terjadi pada pertumbuhan dan perkembangan embrio hewan tersebut.

8
D. Hasil Pengamatan

Nama Praktikan : .................................... Nama Asisten : ...............................


NIM : .................................... TTD Asisten : ...............................
Kelompok/Grup : .................................... Tanggal disahkan : ...............................

Nama spesimen : ........................


Lama pengamatan : ........................
Jumlah awal telur/kokon/embrio : ........................
Jumlah yang berhasil menetas : ........................
Faktor lingkungan yang berpengaruh : ........................

Tanggal
No Dokumentasi/Gambar Keterangan
pengamatan

E. Soal Pre-test
1. Jelaskan faktor lingkungan apa sajakah yang berpengaruh pada pertumbuhan dan
perkembangan embrio hewan.
2. Buatlah rancangan yang sederhana mengenai mengenai topik Acara 2 ini.

9
ACARA III
TAHAP PERKEMBANGAN EMBRIO KATAK

A. Dasar Teori
Ontogeni atau ontogenesis/morfogenesis adalah proses perkembangan organisme mulai dari
fertilisasi, zigot sampai terbentuk organisme dewasa yang memiliki sistem tubuh dengan sel-sel
yang matang fungsional (Gambar 3.1). Ontogeni pada katak dapat dibagi menjadi beberapa tahap
sebagai berikut:
1. Peleburan sifat-sifat genetik yang berasal dari sel gamet jantan (spermatozoa) dengan sel
telur (ovum) yang menghasilkan zigot
2. Embriogenesis: tahap perkembangan lanjutan dari zigot yang terdiri atas pembelahan,
gastrulasi, dan dilanjutkan dengan organogenesis.
Pembelahan (cleavage) merupakan tahap awal dari perkembangan zigot yang ditandai
dengan terjadinya beberapa kali pembelahan mitosis secara cepat. Sitoplasma dari zigot akan dibagi
secara proporsional ke dalam beberapa sel hasil proses pembelahan. Pembelahan memiliki pola yang
ditentukan oleh dua faktor, yang meliputi jumlah dan distribusi protein yolk dan faktor-faktor dalam
sitoplasma telur yang mempengaruhi sudut spindel mitosis dan waktu perkembangannya. Untuk
lebih mudah mempelajari pembelahan, ada beberapa istilah bidang pembelahan yang perlu dipelajari
sebagai pemahaman dasar. Secara umum ada 4 bidang pembelahan, antara lain bidang meridional,
aquatorial, vertikal, dan latitudinal.

Gambar 3.1 Ontogeni perkembangan katak

Bidang meridional dimulai dari kutub animal sampai kutub vegetal. Adapun bidang equator
membagi telur menjadi kutub animal dan vegetal. Dikenal juga bidang vertikal, yaitu bidang yang
tegak lurus bidang equatorial dan sejajar bidang meridional. Sedangkan, bidang latitudinal adalah
bidang yang sejajar dengan equatorial yang mendekati kutub animal dan vegetal. Pembelahan katak
dikenal dengan istilah radial holoblastik/holoblastic unequal. Telur katak memiliki kuning telur
(yolk) yang lebih banyak dan terkonsentrasi pada bagian kutub vegetal (vegetal pole). Hasil
pembelahan blastomer di daerah kutub animalis (animal pole) akan menghasilkan mikromer (sel
yang berukuran kecil), sedangkan di daerah kutub vegetal akan menghasilkan makromer (sel
yang berukuran lebih besar).

10
Pembelahan pertama pada embrio katak terjadi secara meredional melalui bagian tengah
gray crescent. Pembelahan kedua juga terjadi secara meredional dan tegak lurus dengan bidang
pembelahan pertama. Pembelahan pertama dan kedua terjadi di dekat kutub vegetal dan
mengalami perlambatan karena adanya yolk yang banyak. Pembelahan ketiga terjadi secara
equatorial lebih dekat ke kutub anima yang menghasilkan 4 mikromer dan 4 makromer di daerah
kutub vegetal. Selanjutnya, tahap pembelahan ini akan menghasilkan sel-sel mikromer yang banyak
di kutub anima dan sel-sel makromer yang lebih sedikit di kutub vegetal. Sel-sel embrio akan terus
membelah dan memasuki tahap morula. Embrio morula pada katak terdiri atas 16-64 sel yang
kemudian akan terus berkembang memasuki tahap blastula (128 sel). Tahap blastula ditandai dengan
terjadinya kompaksi sel-sel hasil pembelahan (blastomer) ke bagian tepi (kortek) yang diikuti
sekresi bahan-bahan spesifik ke dalam rongga yang terbentuk di bagian dalam embrio. Tahap
pembelahan juga dikenal dengan tahap pembentukan rongga embrio/blastosul yang disebut
kavitasi (cavitation).
Gastrulasi merupakan tahap perkembangan lanjutan dari embrio blastula. Tahap ini ditandai
dengan terjadinya penurunan kecepatan mitosis dari blastomer, migrasi, dan perubahan tata letak
dari blastomer untuk membentuk tiga lapisan bakal benih (primordial germ cell), yaitu
ektoderm, mesoderm, dan endoderm. Ektoderm adalah lapisan yang terletak di bagian luar,
sedangkan mesoderm dan endoderm, berturut-turit terletak di bagian tengah dan dalam embrio.
Tahap gastrulasi juga ditandai dengan terbentuknya peta nasib (fate mape) dari ketiga lapisan
germinal tersebut. Lapisan ektoderm akan berkembang lebih lanjut membentuk sel-sel epidermis dan
sel-sel saraf, lapisan mesoderm berkembang membentuk beberapa organ, seperti jantung, ginjal,
jaringan otot, tulang, dan sel-sel darah. Lapisan endoderm akan berkembang membentuk dinding
saluran pencernaan, dan jaringan turunannya, seperti hati dan pankreas. Akhir dari tahap ini juga
ditandai dengan adanya gastrosol yang akan berkembang lebih lanjut membentuk rongga perut
primitif. Perkembangan lanjutan dari gastrulasi adalah organogenesis. Proses ini ditandai dengan
neurulasi (pembentukan bumbung neural). Sel-sel pada lapisan germinal (ektoderm, mesoderm,
endoderm) yang terbentuk pada akhir gastrulasi akan melakukan interaksi satu dengan lainnya untuk
membentuk organ-organ tubuh. Organogenesis dimulai dengan terjadinya interaksi antara sel-sel
mesoderm di daerah tertentu dengan lapisan ektoderm di sebelah luarnya sehingga terbentuk
tabung/bumbung neural (neural tube) yang merupakan bakal dari sistem saraf. Proses ini di sebut
neurulasi. Akhir dari organogenesis akan dihasilkan beberapa organ tubuh dengan sel-sel spesifik
yang telah matang fungsional.

B. Bahan & Alat


1. Seri sediaan awetan embrio katak
2. Model morula, blastula, dan gastrula embrio katak
3. Mikroskop stereo binokuler
4. Lensa pembesar (loupe) kecil
5. Pipet tumpul
6. Gelas arloji atau obyek glass cekung

C. Prosedur Kerja
1. Siapkan sediaan telur (embrio) katak dalam botol-botol sesuai dengan urutan tingkat
perkembangannya (pembelahan, morula, blastula, gastrula).
2. Ambil telur (embrio) katak dari botol pertama sebanyak satu atau dua buah dengan menggunakan
pipet tumpul, kemudian letakkan pada gelas obyek cekung/gelas arloji sambil ditambahkan
sedikit larutan dari dalam botol sediaan.
3. Amati dengan hati-hati di bawah lensa pembesar. Apabila kurang jelas gunakan mikroskop stereo
binokuler.
4. Bandingkan telur (embrio) yang anda amati dengan ciri-ciri stadium perkembangan embrio katak
dalam album yang telah disediakan.
5. Gambar dan berikan keterangan hasil pengamatan anda pada lembar laporan sementara.
6. Ulangi langkah-langkah di atas (langkah 2 sampai 5) untuk mengamati fase perkembangan telur
dan atau embrio selanjutnya yang berasal dari botol 2, 3 dan seterusnya.

11
PERHATIAN
a. Sesudah selesai mengamati telur dan atau embrio katak, jangan lupa mengembalikan
ke dalam botol yang sesuai.
b. Praktikan harus bekerja ekstra hati-hati dengan tujuan agar telur atau embrio katak
tidak rusak.
c. Apabila jumlah telur dan atau embrio katak tidak mencukupi untuk pengamatan
serentak, maka pengamatan dapat dilakukan secara bergantian.

D. Hasil Pengamatan

Nama Praktikan : .................................... Nama Asisten : ...............................


NIM : .................................... TTD Asisten : ...............................
Kelompok/Grup : .................................... Tanggal disahkan : ...............................

Kode/No Botol
No Dokumentasi/Gambar Keterangan
(Tahap Perkembangan)

E. Soal Pre-test
1. Sebutkan tujuan dari praktikum Acara 3 ini.
2. Apa yang anda ketahui mengenai ontogeni perkembangan katak. Jelaskan.
3. Tuliskan prosedur kerja secara singkat dan jelas acara praktikum pengamatan tahap
perkembangan embrio katak.

12
4. Jelaskan pengertian :
a) Fertilisasi;
b) Blastula;
c) Gastrula;
d) Bidang meridional

13
ACARA IV
TAHAP PERKEMBANGAN EMBRIO AYAM : PREPARAT AWETAN

A. Dasar Teori
Perkembangan embrio ayam diawali dengan pembentukan stria primitiva, processus
cephalicus, dan diferensiasi lanjut dari blastoderm. Bagian-bagian tersebut mulai terbentuk pada
embrio umur 16-24 jam (Gambar 4.1a). Stria primitiva terletak di sepanjang sumbu tengah yang
terdiri atas beberapa bagian, antara lain:
a. Primitive ridge, terdiri atas sel-sel mesoderm, terkonsentrasi di bagian tengah, dan berfungsi
sebagai pembatas.
b. Primitive groove, terdiri atas sel-sel mesoderm yang terkonsentrasi di bagian tengah yang
berfungsi sebagai alur.
c. Primitive knot (nodus Hensen), merupakan suatu simpul yang terletak di ujung anterior stria
primitive.
Processus cephalicus merupakan garis yang membentuk lipatan kepala (head fold) yang meluas ke
arah anterior, mulai dari nodus Hensen. Di sebelah anterior dari lipatan kepala terdapat daerah bening
yang disebut proamnion.
Blastoderm merupakan lapisan sel yang ditemukan pada embrio tahap blastula yang terdiri
atas sel-sel yang disebut blastomer. Blastula pada ayam disebut blastodiskus. Embrio tahap blastula
memiliki daerah bagian tengah di atas blastosol yang disebut area pellusida. Area ini terletak di
bagian dalam dari area opaca, jernih dan bebas vitelus. Adapun, area opaca terletak di bagian luar,
tampak agak keruh, dan terisi penuh dengan vitelus/yolk. Blastodiskus tersusun oleh dua lapisan,
yaitu epiblas yang terletak di sebelah luar dan hipoblas yang terletak di sebelah bawah dari epiblas.
Tahap perkembangan selanjutnya, lapisan epiblas akan berkembang menjadi embrio, sedang lapisan
hipoblas berkembang membentuk selaput yang melindungi dan memberi nutrisi embrio. Selaput-
selaput ini dikenal dengan selaput ekstraembrional.
Gastrulasi pada ayam memiliki ciri khas, yaitu adanya garis primitif (primitive streak).
Daerah ini terbentuk diawali dengan terjadinya penebalan pada bagian midposterior dari area
pellusida (Kohler cycle). Penebalan tersebut sebagai akibat adanya migrasi sel-sel dari bagian lateral
dari epiblas bagian posterior menuju ke bagian tengah (sentral). Garis primitif terbentuk, karena
adanya penyempitan di area yang mengalami penebalan yang memanjang dari posterior ke anterior
mencapai 60-75% dari sumbu anterior-posterior embrio. Selanjutnya, pada garis primitif akan
terbentuk lekuk primitif (primitif ridge) yang berfungsi sebagai tempat terjadinya involusi dari sel-sel
yang akan masuk ke dalam blastosol. Ujung anterior dari garis dan lekuk primitif ini ditemukan
bonggol yang membentuk cekungan pada bagian tengahnya, yang berfungsi sebagai area masuknya
sel-sel ke dalam blastosol. Bonggol ini disebut nodus Hensen.
Nodus Hensen mempunyai peran penting dalam proses perkembangan, yaitu tempat
bermigrasinya sel-sel yang akan membentuk mesoderm ke bagian anterior/kepala. Migrasi selanjutnya
juga melalui area ini, yaitu sel-sel mesoderm yang bergerak ke arah anterior yang akan membentuk
notokord. Adapun sel-sel yang bermigrasi ke arah lateral dari garis primitif akan membentuk
mesoderm dan endoderm embrio. Selanjutnya, sel-sel yang akan membentuk mesoderm bergerak
antara lapisan endoderm dengan mesoderm, kemudian mendesak ke atas epiblas di bagian midanterior
untuk membentuk tonjolan kepala. Secara bersamaan, sel-sel yang bermigrasi ke arah dalam pada
garis primitif akan membentuk dua arus sel, satu bermigrasi ke bagian yang lebih dalam bergabung
dengan hipoblas di bagian tengah dan menggeser hipoblas ke arah lateral. Sel-sel di daerah ini
selanjutnya akan berkembang membentuk organ-organ endodermal dan selaput ekstraembrional. Arus
kedua dari migrasi sel ini terjadi pada bagian antara epiblas dengan hipoblas dalam balstosol yang
selanjutnya akan berkembang membentuk lapisan mesoderm embrio.
Tahap selanjutnya dari gastrulasi ayam adalah terjadinya pemendekan dari garis primitif yang
diikuti pergeseran nodus Hensen ke posterior. Bagian anterior dari nodus Hensen yang terdesak ke
arah posterior terbentuk tonjolan kepala dari sel-sel epiblas dan notokord dari sel-sel korda mesoderm.
Pemendekan dari garis primitif terjadi sejalan dengan terjadinya pemanjangan dari notokord dari
antarior ke posterior. Posisi paling posterior dari nodus Hensen ini akan terbentuk anus dari embrio.

14
Tahap ini, seluruh epiblas terdiri atas sel-sel yang akan menjadi ektoderm. Ketika terjadi migrasi
bakal mesoderm dan endoderm ke arah dalam embrio, bakal ektoderm akan berepiboli mengelilingi
atau membungkus yolk sehingga yolk akan terbungkus oleh sel-sel ektoderm, endoderm bermigrasi ke
bagian paling dalam embrio, sedang mesoderm terdapat diantara kedua lapisan tersebut.
Perkembangan lanjutan dari embrio ayam ditandai dengan terbentuknya beberapa organ dan
sistem organ yang semakin lengkap. Embrio ayam dengan umur inkubasi antara 30-38 jam (Gambar
4.1b) ditemukan beberapa struktur yang telah mengalami perkembangan, antara lain peredaran darah,
sistem saraf, somit, pembentukan tubuh embrio, dan bakal amnion.
Sistem saraf pada embrio ayam periode inkubasi ini terdiri atas otak, canalis centralis, dan
vesicula otica (calon rongga telinga). Otak telah berkembang menjadi bagian-bagian yang spesifik,
antara lain proensefalon, mesensefalon, dan rhombensefalon. Proensefalon ditandai oleh bagian ujung
yang membesar, di sebelah kiri dan kanan terdapat vesicula optica. Mesensefalon terletak di bagian
tengah antara prosensefalon dan rhombensefalon yang pendek, sedangkan rhombensefalon terdiri atas
3-4 segmen yang disebut rhombomer.
Selain perkembangan sistem saraf, embrio tahap ini juga ditandai dengan perkembangan
sistem peredaran darah. Organ/jaringan yang telah terbentuk, antara lain jantung, aorta ventralis, aorta
dorsalis, arteria omfalomesenterika, dan vena omfalomesenterika. Tata letak beberapa organ/jaringan
tersebut, adalah sebagai berikut:
a. Jantung berupa gelembung yang terletak di sebelah sinister pada fasia ventralis.
b. Aorta ventralis, merupakan percabangan trunkus arteriosus ke arah kranial.
c. Aorta dorsalis, merupakan lanjutan aorta ventralis ke arah dorsakaudal.
d. Arteri omfalomesenterika, merupakan lanjutan aorta dorsalis yang bercabang menjadi arteri
vitelina.
e. Vena omfalomesenterika, merupakan pertemuan vena vitelina yang masuk ke dalam jantung dari
arah posterior/dorsal.

Tahap perkembangan embrio ini juga ditandai terbentuknya somit yang berjumlah 11-18
pasang. Somit adalah untaian segmen longitudinal yang berbentuk seperti blok yang terdiri atas sel-sel
mesoderm dan terletak di kedua sisi tulang belakang embrio yang sedang mengalami proses
perkembangan/diferensiasi. Somit merupakan lempengan vertebra (calon ruas-ruas tulang belakang).
Diferensiasi lebih dari somit akan membentuk sklerotom, saraf tulang primordial, dermatom, jaringan
mesenkim, dan miotom/otot primordial. Selain somit, juga terbentuk usus depan primitif (fore gut)
dan aksis badan. Usus depan terletak di bawah rombensefalon, mengalami perluasan, dan bermuara
pada bagian intestinal portal anterior yang berhubungan dengan vitelus. Bentuk aksis badan terdapat
dalam satu bidang yang disebut bidang sagital. Waktu inkubasi 38 jam akan ditandai terjadinya torsi,
yaitu gerakan memutar pada bagian anterior dan membelok ke arah belakang dengan arah dorso-
ventral.
Embrio ayam tahap 72 jam (Gambar 4.3) ditandai dengan terbentuknya beberapa struktur
tubuh yang tampak lebih lengkap, seperti terbentuknya calon sayap dan kaki (limb bud), selaput
amnion, dan tonjolan alantois. Alantois adalah selaput yang terdapat pada bagian posterior embrio
yang akan berdiferensiasi lebih lanjut membentuk saluran pencernaan dan pernafasan. Selain itu,
tahap ini juga ditandai dengan perkembangan sistem saraf, yaitu terbentuknya telensefalon yang
dilengkapi dengan hemisperium serebri dan diensefalon dengan tonjolan epifisis. Tahap ini juga
ditandai dengan perkembangan saluran pencernaan, sistem peradaran darah, dan bentuk embrio
semakin sempurna.

15
Gambar 4.1a Embrio ayam tahap Gambar 4.1b Embrio ayam tahap
inkubasi 16-24 jam inkubasi 30-38 jam

Gambar 4.3 Embrio ayam tahap


inkubasi 24, 33, 72, dan 96 jam

Gambar 4.2 Embrio ayam tahap


inkubasi 48 jam

16
B. Bahan & Alat
1. Sediaan awetan preparat whole mount embrio ayam umur 24-28 jam,
2. Sediaan awetan preparat whole mount embrio ayam umur 32-40 jam,
3. Sediaan awetan preparat whole mount embrio ayam umur 48-50 jam,
4. Sediaan awetan preparat whole mount embrio ayam umur 72-96 jam.
5. Mikroskop cahaya.
6. Mikroskop stereo binokuler.

C. Prosedur Kerja
1. Sediaan preparat whole mount embrio ayam umur 24-28 jam disiapkan, diambil, dan diletakkan
di bawah mikroskop cahaya dengan hati-hati.
2. Dengan pembesaran kecil dan sedang, preparat diamati secara teliti, serta perhatikan bagian-
bagian yang tampak. Selanjutnya, gambar dan beri keterangan setiap bagian yang teramati.
3. Apabila pengamatan satu sediaan sudah selesai, dilanjutkan dengan mengganti preparat whole
mount embrio ayam pada fase berikutnya. Pengamatan dilakukan sebagaimana anda mengamati
preparat yang pertama.
4. Dilakukan pengamatan terhadap seluruh preparat whole mount embrio ayam umur 24-28,
32-40, 48-50, dan 72-96 jam.

D. Hasil Pengamatan

Nama Praktikan : .................................... Nama Asisten : ...............................


NIM : .................................... TTD Asisten : ...............................
Kelompok/Grup : .................................... Tanggal disahkan : ...............................

Fase/Tahap
No Dokumentasi/Gambar Keterangan
Perkembangan

17
E. Soal Pre-test
1. Sebutkan alat dan bahan yang diperlukan pada acara praktikum 4 ini.
2. Apakah peran penting Nodus Hansen pada pertumbuhan dan perkembangan embrioo
ayam.
3. Apa yang dapat anda temukan pada pengamatan preparat whole mount embrio ayam
umur 30-38 jam.
4. Jelaskan mengenai:
a. Area opaca
b. Processus cepahlicus
c. Primitive streak
d. Rhombomer

18
ACARA V
TAHAP PERKEMBANGAN EMBRIO AYAM : PREPARAT SEGAR

A. Dasar Teori
Hewan-hewan vertebrata seperti reptil, burung, dan mamalia secara bersama-sama
dikategorikan ke dalam super kelas Amniota. Embrio hewan-hewan kelompok ini memiliki amnion
sebagai salah satu bungkus (selaput) yang melindunginya. Telur-telur hewan-hewan vertebrata tingkat
rendah biasanya dioviposisikan ke dalam lingkungan air. Reptil mengeluarkan telur yang dilengkapi
dengan kerabang (cangkang) dan dapat di luar lingkungan air, demikian pula pada jenis-jenis burung.
Meskipun demikian, pada mamalia sebagaimana hewan-hewan reptil dan burung, masih memiliki
pola umum perkembangan embrional yang turun-temurun dari nenek moyangnya. Embrio mamalia
tetap berkembang dalam lingkup cairan amnion (ketuban). Dalam hal ini selaput amnion memberi
fasilitas perlindungan selama embrio berkembang dalam lingkungan cairan amnion.
Selaput-selaput ekstra embrional yang akan dibahas berikut ini secara keseluruhan terdapat
pada embrio hewan-hewan super kelas amniota. Selaput ekstraembrional pada setiap kelas hewan
memiliki peran dan bentuk yang berbeda-beda. Sebagai contoh, untuk kajian dalam praktikum ini
diambil jenis-jenis selaput ekstraembrional pada embrio ayam (Gallus gallus sp.) segar dari umur
inkubasi tertentu. Dalam perkembangannya, embrio ayam dibantu oleh kantung kuning telur, amnion,
dan alantois. Membran kantung kuning telur dapat menghasilkan enzim. Enzim ini mengubah isi
kuning telur sehingga mudah diserap embrio. Amnion berfungsi sebagai bantal, sedangkan alantois
berfungsi pembawa sebagai ke oksigen embrio, menyerap zat asam dari embrio, mengambil yang
sisa-sisa pencernaan yang terdapat dalam ginjal dan menyimpannya dalam alantois, serta membantu
alantois, serta membantu mencerna albumen. Berikut diuraikan mengenai selaput ekstraembrional
pada embrio ayam.

1. Kantung Kuning Telur (Yolk Sac).


Setelah umur inkubasi 16 jam, saluran pencernaan (enteron) pada embrio ayam masih berupa
lembaran dengan lekukan sirkuler. Bagian atas terdiri dari sel-sel endoderm, sedangkan di bagian
bawah adalah mesoderm. Sisi-sisi bagian atas akan berkembang menjadi saluran pencernaan yang
memanjang hingga bagian tepi blastodisc. Pada bagian ini terdapat tiga lapisan sel-sel germinal, yaitu
ectoderm, mesoderm dan endoderm yang masih dilingkupi oleh yolk (kuning telur) dan membentuk
daerah embrional yang disebut area opaca. Endoderm letaknya paling dekat dengan bagian yolk.
Perkembangan selanjutnya area opaca terus berproliferasi, meluas hingga melingkupi sebagian besar
massa yolk dan akhirnya membentuk kantung kuning telur (yolk sac) (Gambar 5.1). Setelah kira-kira
umur 24 jam inkubasi, terdapat lipatan yang berkembnag pada bagian archenteron membentuk foregut
pada bagian head region. Sehari kemudian hindgut akan terbentuk. Setelah hari ke empat, kantung
kuning telur ini sudah melingkupi hampir semua bagian permukaan massa yolk. Kantung ini
dihubungkan pada calon gut (saluran pencernaan) oleh yolk stalk. Enzim-enzim yang dihasilkan yolk
stalk ini mampu mencerna massa kuning telur dan menyalurkan nutrisinya menuju embrio lewat
pembuluh-pembuluh darah mikro yang sangat banyak jumlahnya.
Seiring dengan perkembangan embrio, massa kuning telur maupun yolk sac akan habis
diserap oleh embrio hingga kira-kira 3 hari menjelang menetas. Dan apabila saat menetas masih
tersisa, yolk sac akan menyatu dengan saluran pencernaan (usus). Bekas yolk sac ini masih dapat
ditemukan di dalam usus kecil (intestinum) anak ayam hingga umur beberapa hari setelah menetas.

2. Amnion dan Chorion


Setelah hari kedua inkubasi, bagian kepala embrio ayam telah tampak jelas. Secar cepat
bagian depan kepala yang merupakan lipatan blastoderm berbentuk bulan sabit membentuk amniotic
head fold. Lipatan ini berkembang terus ke arah belakang dan melingkupi bagian kepala. Hari ketiga,
pada bagian ekor terbtnuk lipatan serupa dan tumbuh ke arah depan. Seiring dengan terbentuknya
lipatan bagian kepala dan ekor, juga terbentuk lipatan lateral amnion pada sisi kanan-kiri embrio.
Membran yang terdapat pada lipatan amnion memiliki dua lapis. Kedua lapisan ini dibentuk dari lapis
sel ectoderm dan mesoderm. Keempat lipatan amnion yang telah terbentuk (bagian kepala, ekor, sisi
kiri dan kanan) akhirnya menyatu di bagian dorsal embrio. Bagian pertemuan keempat lipatan amnion

19
tadi akhirnya saling lepas antar permukaan luar dengan permukaan dalamnya. Permukaan lipatan
bagian dalam membentuk kantung amnion, sedangkan bagian luar membentuk kantung chorion.
Ruangan yang dilingkupi oleh lapisan amnion disebut rongga amnion (amniotic cavity).
Embrio terletak langsung di dalam ruangan ini. Sedangkan, bagian luar rongga amnion yang
dilingkupi oleh lapisan chorion disebut extraembryonic coelom atau exocoelom.

Gambar 5.1 Membran ekstraembrional embrio amniota

Perkembangan Organ
Tahap-tahap perkembangan organ pada embrio ayam dimulai sejak terbentuknya notochord
dan primitive streak. Setelah primitive streak mengalami regresi, kemudian disusul dengan
pertumbuhan bagian caudal dan chepalic embrio. Pertumbuhan entoderm membentuk primitive gut
dan diikuti dengan diferensiasi awal mesoderm. Ectoderm akhirnya membentuk neural plate.
Diferensiasi dilanjutkan dan membentuk embryonal area. Pada umur inkubasi 24 jam terjadi
pembentukan bagian kepala, neural groove dan mulai munculnya fore gut. Mesoderm mengalami
proliferasi ekstensif. Coelom tubuh embrio, pericardial region dan area vasculosa telah terbentuk pada
tahap ini. Tahap antara 24 sampai 33 jam inkubasi terjadi penutupan neural groove, diferensiasi
daerah calon otak dan mulai terbentuk anterior neuropore serta sinus rhomboidalis. Pembentukan
somit-somit vertebrae tambahan juga terjadi pada tahap ini. Pertumbuhan foregut berlanjut dan
menjadi lebih panjang. Sistem sirkulasi mulai terbentuk dengan adanya jantung dan vena-vena
ophalomesenteric. Selain itu area vasculosa mengalami reorganisasi yang lebih baik.
Umur inkubasi antara 33–38 jam ditandai oleh pertumbuhan dan pembelahan sel-sel saraf,
otak, dan unsur neuromeric. Auditory pit juga mengalami perkembangan lanjut. Tahap ini juga
ditandai dengan adanya pembentukan pemuluh-pemuluh darah extraembryonic, jantung, dan
pembuluh-pembuluh darah intraembryonic. Pada umur 38 hingga 50 jam inkubasi terjadi fleksi
(pelengkungan) dan torsi (pemutaran) sumbu tubuh embrio. Sirkulasio vitelline menjadi lebih
kompleks dan diikuti dengan mulai berfungsinya sistem sirkulasi darah dalam tubuh embrio. Selaput-
selaput ekstra embrional juga terbentuk pada tahap ini.
Setelah umur inkubasi mencapai 50–55 jam, sistem-sistem saraf (nervosa), pencernaan
(digestive tract), sirkulasi dan urinary menjadi lebih lengkap pertumbuhannya. Pada tahap ini juga
ditandai dengan mulai berkembangnya branchial (gill) clefts dan arches, juga semakin sempurnannya
struktur jantung, cabang-cabang aorta termasuk aorta dorsalis, dan pembuluh-pembuluh darah jantung
maupun omphalomesenteric. Somit-somit vertebrae mengalami diferensiasi lebih jauh. Pada hari-
ketiga hingga kelima masa inkubasi terdapat perubahan-perubahan sebagai berikut :

1. Struktur tubuh bagian luar


Terjadi torsi dan fleksi lebihlanjut yang disertai dengan semakin sempurnanya pertumbuhan branchial
arches dan clefts. Calon mulut dan kuntum calon ekstremitas (appendages = kaki dan sayap) juga
mulai tampak. Selaput ekstra embrional allantois tumbuh sempurna.

20
2. Sistem Saraf
Pembentukan vesicula telencephalic, diencephalon, metencephalon, myencephalon dan ganglia saraf
cranial tampak jelas. Selain itu juga diikuti dengan pertumbuhan spinal cord (korda spinalis) dan
spiral nerve (nervus spinalis).

3. Organ-organ sensorik
Organ-organ mata, telinga dan olfactorius (penciuman) telah terbentuk sempurna pada tahap ini.
Perkembangan lebih lanjut berupa penyempurnaan fungsi dan kelengkapan morfologis bagian luar
tubuh embrio.

4. Sistem Pencernaan dan Pernafasan


Mulut mengalami pertumbuhan lanjut sehingga tampak celah mulut yang membuka. Pertumbuhan
bagian-bagian pharynx dan derivat-derivatnya juga semakin sempurna. Pada tahap ini juga ditandai
dengan pertumbuhan yang lebih sempurna organ-organ trachea, kuntum calon paru-paru, esophagus,
ventriculus, liver (hepar), pankreas, usus halus dan pembentukan membran proctodaeum maupun
cloaca.

5. Sistem Sirkulasi
Lintasan sirkulasi utama telah terbentuk yang diikuti dengan semakin sempurnanya sirkulasi pada
vitellus (vitelline circulation) dan allantois (allantoic circulation). Sistem sirkulasi intraembryonic
juga semakin sempurna. Jantung telah semakin kuat dan bentuknya semakin sempurna pula.

6. Sistem Urinary
Terjadi interelasi yang terorganisir antara pronephros, mesonephros, dan metanephros. Tubulus-
tubulus pronephros, mesonephros, dan metanephros juga terbentuk dan semakin sempurna, baik
secara struktural maupun fungsional.

7. Coelom dan Mesenterium


Rongga tubuh yang terdiri atas coelom dan mesenterium semakin tumbuh dan menjadi ruang bagi
organ-organ internal berada.

B. Bahan & Alat


1. Telur ayam fertil yang diinkubasi pada 24, 48, 72, dan 96 jam.
2. Garam fisiologis
3. Inkubator (mesin penetas)
4. Alat candling (lampu pijar 5 watt)
5. Alat bedah
6. Cawan petri dan gelas arloji
7. Mikroskop binokuler
8. Kaca pembesar (loupe)
9. Bak plastik

C. Prosedur Kerja
1. Disiapkan telur ayam fertil yang telah diinkubasikan masing-masing pada 24, 48, 72, dan 96
jam. Dilakukan candling atau pemeriksaan bagian dalam dengan lampu yang terang
(peneropong telur) untuk melihat adanya discus germinalis (lempeng embrio) telur tersebut.
2. Setelah ditemukan adanya discus germinalis (jika diteropong seperti bola mata ikan) pada
telur fertil yang diinkubasi 24 jam, berilah tanda melingkar dengan menggunakan pensil pada
bagian kerabang telur untuk menandai letak bagian discus germinalis yang telah ditemukan.
3. Telur dimasukkan ke dalam larutan garam fisiologis sampai tercelup. Posisi discus germinalis
pada setiap telur tidak selalu sama.
4. Selanjutnya, dilakukan pengguntingan untuk membuka kerabang telur sesuai dengan tanda
yang telah diberikan secara melingkar, dan lepaskan kerabang yang telah terpotong (lingkaran

21
harus cukup lebar untuk memudahkan mengamati pada proses selanjutnya).
5. Langkah 3 dapat juga dilakukan dengan menyimpan telur selama 5 menit dalam lemari
pendingin, dilanjutkan dengan memotong/menggunting kerabang pada bagian yang tumpul
(rongga udara), kemudian memindahkan telur pelan-pelan ke dalam cawan petri sehingga
posisi discus germinalis berada di bagian atas.
6. Langkah 3 hingga 5 dilakukan juga untuk telur yang telah diinkubasi pada 48, 72, dan 96 jam.
7. Sementara telur tetap berada dalam garam fisiologis atau cawan petri, dilakukan
pengguntingan pada bagian tepi lempeng embrio (perkirakan tidak ada bagian embrio yang
terpotong) secara melingkar sehingga dapat memisahkan bagian embrio dengan massa kuning
telurnya.
8. Gunakan pinset untuk memegang embrio dan memindahkan embrio ke dalam garam
fisiologis sampai tercelup. Selanjutnya, pindahkan secara hati-hati telur dan massa kuning
telurnya ke luar dari larutan garam fisiologis sementara embrio masih dipegang dengan pinset
(pada tahap ini praktikan harus ekstra hati-hati dan teliti).
9. Embrio ayam kemudian diletakkan dalam gelas arloji/cawan petri yang telah diisi dengan
garam fisiologis.
10. Selanjutnya, dilakukan pengamatan embrio (harus dalam garam fisiologis) dengan
menggunakan mikroskop stereo binokuler atau dengan kaca pembesar. Lakukan diskusi
dengan teman-teman dan asisten untuk memperjelas apa yang telah anda amati.
11. Pada tahap ini dapat dilakukan dokumentasi dengan menggambar embrio yang teramati dan
beri keterangan bagian-bagiannya. Jika diperlukan dapat dilakukan pemotretan pada embrio
yang berhasil diisolasi.

D. Hasil Pengamatan

Nama Praktikan : .................................... Nama Asisten : ...............................


NIM : .................................... TTD Asisten : ...............................
Kelompok/Grup : .................................... Tanggal disahkan : ...............................

Fase/Tahap
No Dokumentasi/Gambar Keterangan
Perkembangan

22
E. Soal Pre-test
1. Sebutkan manfaat yang anda peroleh setelah mengikuti praktikum Acara 5 ini.
2. Tuliskan prinsip kerja acara pengamatan tahap embrio ayam melalui preparat segar.
3. Apa yang dimaksud dengan selaput ekstraembrional. Jelaskan.
4. Jelaskan pengertian dari:
a. Kantung kuning telur (yolk sac)
b. Amnion
c. Korion
d. Allantois
e. Yolk stalk

23
(Contoh Cover Laporan Resmi Praktikum Embriologi Hewan)

LAPORAN HASIL KEGIATAN PRAKTIKUM


EMBRIOLOGI HEWAN (ABL21325)

OLEH:

Valentina Tanureja
N I M : 24020117130000

PROGRAM STUDI BIOLOGI


DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2018

24

Anda mungkin juga menyukai