RAGAM RACUN
Bahasan ini menguraikan tentang ragam racun. Setelah mempelajari bahasan ini diharapkan
mampu menjelaskan macam-nacam racun hewan, racun makanan, racun pestisida, narkotika,
racun logam serta menjelaskan berbagai efek yang ditimbulkan oleh berbagai macam racun.
Tujuan khusus mempelajari pokok bahasan ini adalah mampu menjelaskan dengan benar :
Racun hewan
Racun makanan
Racun pestisida
Narkotika dan obat-obat berbahaya
Racun logam
2. Bisa laba-laba
Sebagian besar laba-laba mempunyai racun, tetapi sebagian kecil saja dari racun
laba-laba yang dapat menembus kulit. Aksi bisa laba-laba tergantung pada jenis dan
macamnya : Laba-laba hitam (latrodectus mactans) dan laba-laba coklat (Latrodectus
reclasa) bersifat racun neurotoksik yang dapat menyebabkan kolik, tremor (gemetaran).
3. Bisa lebah
DDT bersifat lipolitik, oleh karena itu terdapat pada cairan tubuh yang berlemak
termasuk susu. DDT dapat menginduksi hepatoma pada mencit. DDT menginduksi
pembesaran hati dan nekrosis sentrolobuler. Zat-zat tersebut juga menginduksi
monooksigenase mikrosom sehingga dapat mempengaruhi toksisitas zat lain. Pada
burung dapat meningkatkan metabolisme estrogen. Gangguan hormon ini akan
berpengaruh pada sistem reproduksi.
Keracunan DDT tidak hanya disebabkan daya toksik DDT itu sendiri, tetapi
larutan yang dipakai dapat pula menjadi penyebab beratnya tingkat keracunan, misalnya
pada kulit dapat menimbulkan bintik-bintik yang terasa gatal. Sifat racun DDT terutama
berpengaruh terhadap SSP. Gejala keracunan akut berupa hiperaktif, tremor, kejang-
kejang, kelumpuhan pada otot lengan dan tungkai, menginduksi fasilitasi dan
hipereksitasi pada pertautan sinaps dan pertautan neuromuskuler yang mengakibatkan
perangsangan berulang pada neuron pusat, neuron sensorik dan neuron motorik. DDT
sangat sensitif terhadap jantung yang pengaruhnya membentuk endogen epinephrin yang
menimbulkan gejala ventriculer febrilasi yaitu gerak jantung menjadi kacau akibat terjadi
peregangan otot-otot jantung. Kematian dapat terjadi karena depresi pernafasan.
Keracunan dapat diperberat oleh pelarutnya yang umumnya minyak tanah, karena
minyak tanah meningkatkan absorpsi organoklorin melalui oral maupun melalui kulit.
Gejala keracunan kronis berupa : sakit kepala, pusing, insomnia, nausea.
2. Insektisida Inhibitor Kolinesterase
Pestisida inhibitor kolinesterase umumnya digunakan dalam bidang pertanian
untuk memberantas/ mengendalikan serangga bertubuh lunak. Termasuk insektisida
inhibitor kolinesterase adalah golongan organofosfat dan golongan karbamat. Toksisitas
insektisida dari kedua golongan tersebut sangat bervariasi.
Insektisida organofosfat dan karbamat menghambat asetilkolin esterase. Biasanya
neurotransmitter asetilkolin dilepaskan pada sinaps tersebut. Sekali impuls disalurkan,
asetilkolin yang dilepas dihidrolisis oleh enzim asetilkolin esterase menjadi asam asetat
dan kolin ditempat tersebut. Sewaktu terpejan insektisida organofosfat dan karbamat,
enzim asetilkolin esterase dihambat, sehingga terjadi akumulasi asetilkolin. Asetilkolin
yang ditimbun dalam susunan saraf pusat akan menginduksi tremor, inkoordinasi, kejang-
kejang dll. Dalam sistem saraf otonom akumulasi ini akan menyebabkan diare, urinasi
tanpa sadar, bronkontriksi dll. Akumulasinya pada pertautan neuromuskuler akan
mengakibatkan kontraksi otot yang diikuti dengan kelemahan, hilangnya refleks dan
paralisis.
a. Insektisida golongan organofosfat
Golongan organofosfat makin banyak digunakan karena sifat-sifatnya yang
menguntungkan. Cara kerja golongan ini selektif, tidak persisten dalam tanah dan
tidak dapat menyebabkan resistensi pada serangga., kerjanya cepat dan mudah terurai.
Keracunan dapat terjadi melalui mulut, inhalasi, kulit.
Golongan organofosfat bekerja menghambat asetilkolin esterase,
mengakibatkan akumulasi asetilkolin. Asetilkolin yang berlebihan menyebabkan
berbagai gejala. Beratnya gejala kurang lebih berkorelasi dengan tingkat
penghambatan kolinesterase dalam darah.
Termasuk golongan organofosfat antara lain parathion dan diklorvos.
Parathion (0,0-diethyl-o-p-Nitrophynil thiophosphate). Dari hasil percobaan pada
binatang, dosis yang menimbulkan gejala keracunan kira-kira 10 mg – 20 mg. Dosis
minimal yang akut bagi orang dewasa 3mg – 4 mg/kg berat badan.
Parathion maupun golongan persenyawaannya dikenal sebagai racun yang
mempunyai aksi memblokir / menghambat kerja enzim kolinesterase dalam seluruh
jaringan tubuh, sehingga menyebabkan akumulasi asethylkolin dalam jaringan-
jaringan tubuh yang bila dalam konsentrasi rendah menimbulkan rangsangan dan
dalam konsentrasi tinggi dapat dapat menyebabkan kelumpuhan.
Cepat/ lambatnya timbul gejala keracunan tergantung pula pada jumlah bahan
serta jalan masuknya ke dalam tubuh, misalnya gejala pada alat pernafasan pertama
timbul sewaktu menghirup parathion dalam eksposisi inhalasi. Sedangkan pengaruh
terhadap alat pencernaan bila tertelan atau terminum. Gejala eksposisi kulit dapat
timbul sebelum terlihat gejala keracunan sistemik, ditandai dengan munculnya
keringat pada kulit setempat dan atau tanpa timbulnya erythema/ iritasi pada kulit.
Pada selaput lendir saluran pernafasan akan terjadi bronchospasm (kejang bronchi)
dan edema paru-paru (berisi cairan). Kematian biasanya karena kegagalan bernafas
akibat kelumpuhan saraf sentral.
Soal latihan
1. Sebutkan substansi pada bisa ular yang bersifat racun
2. Apa yang dimaksud dengan racun yang bersifat hematotoksik dan sebutkan (2) jenis ular
yang mempunyai racun bersifat hematotoksik.
3. Jelaskan mengapa sering terjadi keracunan setelah mengkonsumsi tempe bongkrek.
4. Bagaimana sifat racun insektisida golongan organofasfat dan jelaskan bagaimana kerja
racun tersebut.
5. Cu merupakan logam esensial tetapi dalam jumlah tertentu dapat bersifat racun. Jelaskan.