Anda di halaman 1dari 46

Optimalisasi

SERVANT
LEADERSHIP

Sukses Memimpin Usaha


Melalui Pelatihan Syukur

Anisah Zaqiyatuddinni, M.Psi,.


Psikolog Dr. Rer. nat. Arief Fahmie,.
Psikolog Dr. Phil. Emi Zulaifah,. M.Sc
Optimalisasi Servant Leadership 1

PENDAHULUAN

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku dengan judul “Optimalisasi Servant
Leadership: sukses memimpin usaha melalui pelatihan syukur“. Pada penyusunan buku ini, penulis telah
berusaha semaksimal mungkin agar dapat menyelesaikan buku ini. Tetapi sebagai manusia biasa, penulis
pun menyadari jika didalam penyusunan buku ini tak mungkin luput dari kekurangan, namun penulis
meyakini sepenuhnya bahwa sekecil apapun buku ini semoga dapat memberikan sebuah manfaat bagi
pembaca.
Terima kasih banyak kami haturkan kepada semua pihak yang telah memberikan perhatian dan
bantuannya, berupa motivasi, arahan, bimbingan dan doa sehingga dapat terselesaikannya penyusunan
buku ini. Buku ini disusun agar dapat membantu berbagai pihak dalam memahami konsep servant
leadership dan cara mengoptimalisasikannya, khususnya dalam ranah usaha UMKM (Usaha Mikro Kecil dan
Menengah). Dalam buku ini, akan dijelaskan bagaimana melatih diri untuk bersyukur yang berdampak
pada manfaat dalam penerapan optimalisasi servant leadership di dunia wirausaha.
Hal yang berbeda dari buku ini yaitu adanya syukur yang berperan sebagai nilai utama untuk
mengoptimalisasi servant leadership. Pembahasan mengenai syukur akan banyak dibahas melalui syukur
yang dikemukakan oleh Al-Ghazali (2004) sebab penjelasan syukur, penerapan syukur dan manfaat syukur
tertuang lengkap pada kitab ihya ulumuddin. Namun, pada buku ini juga tetap mengambil teori-teori syukur
dari referensi lain sebagai pelengkap. Jika dilihat dari teori yang sudah banyak diungkap oleh banyak
peneliti ternyata teori syukur sangat selaras dengan teori barat tentang dasar servant leadership yang ada.
Maka dari itu, penulis mencoba menyajikan hasil dari penelitian penulis, tentang rasa syukur pada
tuntunan ihya ulumuddin terhadap peningkatan servant leadership agar mudah dicerna dan dimanfaatkan
oleh khalayak umum serta khususnya bagi para penggiat UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah).
Akhir kata untuk penyempurnaan buku ini, maka kritik dan saran dari pembaca sangatlah berguna
untuk penulis kedepannya.

Selamat membaca !
Daftar Isi

Pendahuluan.........................................................................................................................................................1
Daftar Isi.................................................................................................................................................................2
Bab 1 Kompetisi UMKM....................................................................................................................................3
Bab 2 Pentingnya Kepemimpinan Dalam Berwirausaha.....................................................................6
Bab 3 Syukurnya Seorang Pemimpin...........................................................................................................11
Bab 4 Pelatihan Syukur.....................................................................................................................................18
Bab 5 Oprimalisasi Servant Leadeership................................................................................................31
Bab 6 Kisah-kisah Wirausahawan................................................................................................................37
Bab 7 Dokumentasi............................................................................................................................................39
BAB 1
KOMPETISI
UMKM
Optimalisasi Servant Leadership 4

UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) merupakan sebuah usaha yang pada saat ini cukup
menjadi pusat perhatian khususnya masyarakat Indonesia. Banyak masyarakat yang lebih memilih untuk
menjadi wirausahawan daripada terikat dengan instansi-instansi tertentu, alasannya, menjadi
wirausahawan akan lebih mudah dan lebih memiliki peluang untuk dijalani. Minat tersebutlah yang
membuat masyarakat memiliki ketertarikan dalam bidang wirausaha. Ketika menjalani bisnis sebagai
seorang wirausahawan tentunya memerlukan harmonisasi antara kreativitas dan inovasi untuk
mewujudkan output yang memuaskan. Tujuan kreativitas dan inovasi pada seorang wirausahawan yakni
untuk mengembangkan produksi hingga dapat bersaing dengan usaha lain. Tidak hanya itu, tujuan lainnya
yaitu dapat menghasilkan keuntungan tersendiri bagi wirausahawan tersebut. Kreativitas dan inovasi yang
diciptakan ini semakin tahun semakin beragam hingga tidak hanya berdampak baik pada pengusahanya
saja namun juga bagi wirausahawan yang memiliki pekerja, karena mampu berdampak baik juga untuk
keberlangsungan hidup para pekerjanya. Banyaknya wirausahawan, tentunya membuat daftar UMKM
semakin meningkat, sehingga keberadaan UMKM mampu memberikan pengaruh besar terhadap
peningkatan perekonomian suatu negara.
Tercatat dalam sejarah pada tahun 1997 Indonesia mengalami krisis moneter, di mana
perkembangan mata uang rupiah bergerak sempoyongan. Tercatat sekitar 70 persen perusahaan
konglomerat mengalami kebangkrutan. Sektor konstruksi, manufaktur dan perbankan melahirkan
pemutusaan hubungan kerja (PHK), hingga jumlah pengangguran melonjak sekitar 20 persen lebih (Detik,
2018). Maka hal yang cukup rasional untuk dapat membantu menstabilkan kondisi perekonomian
Indonesia yakni dengan adanya UMKM. Ternyata UMKM ini mampu memberikan motivasi pada
pertumbuhan sektor usaha mikro hingga mampu menyerap tenaga kerja dan membuat inovasi produksi
menjadi semakin meningkat pesat. Perkembangan ini berkembang hingga 97,2 persen (BPS, 2017).
Sedangkan perkembangan kontribusi UMKM sendiri meningkat di tahun 2016 menjadi 60,34 persen
(Rosan, 2016).
Besarnya kontribusi UMKM untuk kemajuan ekonomi negara, tentu pemerintahan juga turut
memberikan dukungan agar para pengusaha mampu meningkatkan produktivitas dan daya saing bahkan
hingga ranah internasional. Upaya ini dilakukan pemerintah untuk menciptakan kemandirian ekonomi
masyarakat sekaligus membuat kondisi Indonesia menjadi semakin membaik. Adanya keterbatasan modal
dan kelengkapan bahan baku pada UMKM menjadi topik yang akan dipecahkan secara bersama (Jatmika,
2017). Jika dilihat dari sisi peluang, justru cukup menguntungkan untuk seorang pengusaha untuk memulai
atau mengembangkan usahanya. Hal ini juga yang akan menjadi tantangan tersendiri bagi para wirausaha
dalam mempersiapkan bisnisnya secara matang dan melakukan berbagai pertimbangan yang tepat untuk
keberlangsungan usahanya. Walaupun kondisi UMKM saat ini semakin banyak dan berkembang, UMKM
tetap memiliki kelemahan. Jatmika (2017)
mengemukakan bahwa kelemahan UMKM ada
pada kurangnya informasi-informasi yang
didapatkan oleh pengusaha, sehingga terjadi
keterbatasan akses dan melemahnya daya saing
di tingkat global. Selain itu, modal, layanan dan
fasilitas tidak mencukupi untuk memenuhi
produksi usaha. Keterampilan sumber daya
manusia yang ada tergolong dalam kategori
rendah, serta sebagian besar UMKM belum
melakukan pencatatan terhadap proses
keuangan secara tertib.
Contoh kasus yang pernah ditemui.
Penulis telah melakukan studi pendahuluan
secara langsung pada UMKM batik yang MANA
Optimalisasi Servant Leadership 5

identitas secara keseluruhan sengaja untuk dirahasiakan sesuai dengan kesepakatan para pelaku UMKM.
Berdasarkan hasil survey, menujukkan adanya beberapa kelemahan yang terjadi di UMKM batik daerah Y.
UMKM yang berkembang di daerah Y digambarkan dengan banyaknya toko-toko batik yang berdiri
bersampingan, sehingga membuat para pemilik toko selalu ingin toko mereka ramai pengunjung. Melalui
wawancara awal kepada bapak A selaku pengurus koperasi UMKM batik sekaligus salah satu pengrajin
batik, ia mengemukakan bahwa di daerah Y merupakan wilayah yang warganya mayoritas bekerja sebagai
pengusaha dan pengrajin batik. Beberapa diantaranya memiliki usaha belum lama berdiri, namun sebagian
besar perusahaan sudah lama berdiri dan dipimpin oleh keluarga secara turun temurun. Keberadaan
koperasi ini menjadi wadah para pengusaha dan pengrajin batik untuk bisa saling kooperatif dan
kompetitif dalam berbisnis sehingga dapat membantu menyejahterakan warga daerah Y. Bentuk
penyejahteraan warga dilakukan dengan cara, para pengusaha memberikan peluang kepada pengrajin
untuk ikut memperjualbelikan batik buatannya di dalam showroom miliknya. Selain itu para pemilik
showroom juga dapat membuka peluang lapangan pekerjaan bagi warga daerah Y yang membutuhkan
pekerjaan.
Namun pada realitanya kondisi dan harapan belum sepenuhnya terpenuhi. Masih banyak UMKM
yang minim kontribusi dalam menyejahterakan warganya. UMKM cenderung masih berfokus pada
keuntungan masing-masing. Bahkan tidak jarang adanya persaingan dan kecemburuan antar UMKM dalam
memperoleh customer atau pelanggan. Kondisi inilah yang membuat sebagian pemilik UMKM terkesan
acuh kepada lingkungannya. Dan hal ini tidak menggambarkan aplikasi aspek organization stepwarship
pada karakter para pemimpin UMKM batik disana. Kondisi lainnya yakni masih banyaknya pemilik UMKM
yang masih belum mampu untuk menangkap perkembangan dalam dunia usaha, di mana UMKM tidak
mengalami perkembangan, contohnya yakni tidak adanya wujud inovasi maupun ciri khas dari batik yang
diproduksinya, sehingga hal ini berdampak pada minat pelanggan yang semakin menurun. Data ini
terkonfirmasi dari hasil wawancara yang dilakukan kepada ibu B, F, dan G sebagai salah satu pemilik
UMKM.
Para pemilik UMKM mengemukakan bahwa batik saat ini mulai kurang diminati oleh masyarakat, di
mana masyarakat lebih suka dengan gaya pakaian modern daripada pada motif batik. Oleh sebab itu, minat
masyarakat untuk membeli batik di tokonya cenderung minim. Terlebih menurut ibu B terdapat salah satu
UMKM yang cukup mendominasi daripada UMKM lainnya, sehingga para pemilik UMKM beranggapan
bahwa saat ini perhatian pelanggan lebih tertarik kepada UMKM yang dianggap dominan tersebut. Data
tersebutpun akhirnya terkonfirmasi pada wawancara yang dilakukan dengan salah satu pegawai
pemerintahan di daerah Y yakni bapak C. Hasil wawancara yang didapatkan yakni perkembangan
perusahaan UMKM batik di daerah Y saat ini memang mulai menurun, hal ini dibuktikan dengan mulai
tidak adanya bentuk inovasi yang berkembang sehingga tidak memunculkan ciri khas tiap perusahaan.
Peranan pemilik yang kebanyakan meneruskan usaha orang tua, banyak para pemilik UMKM merasa belum
mampu untuk mengelola perusahaan tersebut sehingga perusahaan dibiarkan begitu saja.
Kondisi seperti ini tentu dapat dijadikan sorotan agar UMKM bisa dibenahi dan diberikan solusi atas
permasalahan yang terjadi, sebab wirausahawan adalah seorang pemimpin dalam usahanya sehingga ia
perlu untuk memotivasi dirinya dalam mengembangkan pendidikan dan keterampilan agar usahanya tetap
memiliki daya jual yang tidak kalah dengan UMKM lainnya dan sigap dalam mencari informasi atas peluang
dan konsekuensi menjadi seorang wirausaha yang sukses.
BAB 2
PENTINGNYA
KEPEMIMPINAN PADA
WIRAUSAHAWAN
Melihat dari perkembangan bisnis di Indonesia, Jaidi (2018) memaparkan bahwa perkembangan
yang terjadi di dunia bisnis di Indonesia ini termasuk pada tingkatan yang chaostic sehingga sulit dikelola.
Seperti yang sudah dibahas dalam bab 1, oleh sebab ketatnya persaingan UMKM pada era sekarang ini
sehingga UMKM memerlukan perubahan atau pengembangan di dalamnya. Maka di sinilah peranan
kepemimpinan lebih dibutuhkan daripada manajemen. Seorang pemimpin mampu untuk menciptakan
perubahan yang lebih baik untuk menjadikan perusahaan lebih efektif dan kompetitif. Pada model
perkembangan usaha, Setyo (2016) menyatakan bahwa salah satu yang menjadi ide pendirian usaha adalah
pengalaman yang dimiliki oleh pemimpin usaha tersebut kemudian didukung oleh iklim di lingkungan
sekitarnya. Sementara salah satu faktor penghambatnya adalah kemampuan UMKM mengakses pasar
(persaingan). Oleh karena itu, peranan seorang pemilik UMKM sangat diperlukan agar mampu mengelola
perusahaan hingga berhasil mengakses pasar demi menjaga keberlangsungan usahanya. Menurut Danial
dan Komariah (2017) untuk mencapai keberhasilan berdirinya suatu UMKM maka diperlukan sosok
pemimpin yang efektif, salah satunya yakni pemimpin dengan kemampuan yang baik dalam menjalani
pekerjaannya, ia harus dapat memiliki keahlian dalam hal kepemimpinan.
Sifat-sifat dalam kepemimpinan yang baik yakni digambarkan dengan wujud tanggung jawab,
membantu rekan kerja dan lain sebagainya. Semua ini harus dimiliki juga oleh seorang pemilik UMKM saat
menjalankan tugasnya. Sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah SAW pada sikap kepemimpinannya
yakni adanya wujud perilaku kepemimpinan yang berlandaskan nilai-nilai ilahiyah. Beliau berhasil
memimpin sekaligus mendidik para sahabat dan umatnya untuk menjadi pribadi yang bermoral dan
berakhlak mulia. Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa perintah dalam ajaran islam tidak hanya terbatas
pada ibadah mu’amalah saja, melainkan juga berbicara tentang kepemimpinan, politik, negara serta
hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin. Selama menjalani kekuasannya ia harus mampu memimpin
dengan berlandaskan kepentingan umum, sehingga seorang pemimpin harus mampu untuk memegang
janji, jujur, amanah dan bertanggung jawab atas pekerjaannya. Pentingnya seorang pemimpin untuk
memiliki akhlak baik tersebut, sudah dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW selama masa hidupnya.
Suwito (2004) memaparkan bahwa akhlak menempati tempat yang penting dalam menjalani
kehidupan. Hakikatnya yaitu terciptanya manusia yang memiliki perilaku baik, perilaku ini berlaku untuk
dirinya dan orang lain. Melalui hasil dari kajian maqasid dengan didampingi oleh Dr. Phil. Emi Zulaifah,
M.Sc., Psikolog maka dapat dirumuskan bahwa seorang pemimpin dapat juga diimplementasikan dengan
mengedepankan sikap ta’awun artinya seorang pemimpin mudah untuk memberikan pertolongan kepada
orang lain.. Tanasuh artinya seorang pemimpin dapat menyampaikan nasehat kepada rekan atau bawahan
secara baik. Tadafuq yang artinya seorang pemimpin memiliki sikap tegas dengan cara mengingatkan diri
maupun orang lain yang melanggar peraturan. Tanafush yang artinya seorang pemimpin berusaha keras
untuk mencapai hasil terbaik dan memotivasi prestasi kerja orang lain.
Sosok pemimpin tentunya memiliki gaya
kepemimpinannya sendiri, ada pemimpin yang
memilih dengan kepemimpinan
transformasional, kepemimpinan otentik,
kepemimpinan situasional, kepemimpinan
karismatik atau kepemimpinan lainnya, oleh
karena itu perlu memahami makna dari
hakikat kepemimpinan itu sendiri. Barker
(2001) menjelaskan bahwa hakikat dari
kepemimpinan adalah sebuah proses
perubahan di mana etika individu mampu
diintegrasikan ke dalam budaya masyakarat
kemudian disepakati secara kolektif sebagai
sarana perkembangan dan pemenuhan
kebutuhan. Artinya kepemimpinan menunjukkan adanya energi yang muncul dari seorang individu dan
dibutuhkan oleh orang sekitarnya, hingga mampu menimbulkan pengaruh yang besar terhadap lingkungan
sekitarnya. Individu tersebutlah yang kemudian disebut sebagai seorang pemimpin.
Jaidi (2018) mengatakan bahwa pada saat ini beberapa pemimpin negara cenderung menggunakan
kepemimpinan “pelayanan masyarakat”, artinya bentuk kepemimpinan yang seperti inilah yang pada saat
ini dianggap oleh masyakarat Indonesia sebagai figur terbaik pada seorang pemimpin. Konsep servant
leadership inilah yang saat ini sedang banyak digunakan oleh pemimpin di Indonesia, di mana servant
leadership merupakan bentuk kepemimpinan yang berlandaskan moral. Bentuk aplikasi pada servant
leadership ini berupa melayani.
Gaya kepemimpinan pada dunia politik memiliki kesamaan dengan kepemimpinan yang ada pada
dunia bisnis seperti politik maupun bisnis sama-sama memiliki visi dan misi organisasi yang perlu dicapai,
sehingga tidak lain figur pemimpin dalam dunia industri yang dianggap baikpun tidak terlepas dari
pelayanan yang dilakukan oleh seorang pemimpin yang wujud pemberdayaan dan proses melayani hingga
membawa organisasi dan pengikutnya menuju kondisi yang lebih baik untuk keberlangsungan
perusahaannya, terlebih pada usaha UMKM. Perananan pemilik pada UMKM sangatlah penting pada segala
kebutuhan perusahaan termasuk dalam hal pelayanan, sehingga diperlukannya wujud karakter pemimpin
dengan kepemimpinan yang melayani atau biasa disebut dengan servant leadership.
Pada realitanya sering kali pemimpin tidak menyadari pentingnya kualitas pelayanan. Andaipun
pemimpin menyadari tetapi mereka tidak yakin pada kemampuannya untuk mengelola perusahaan sendiri
akibatnya pemimpin tidak mampu memberikan pelayanan yang cukup sehingga perusahaan belum mampu
menciptakan kualitas pelayanan yang baik. Tidak mungkin suatu perusahaan akan berubah jika
pimpinannya tidak siap untuk berubah. Beberapa penelitian yang mendukung pernyataan ini adalah
Handoyo (2010) yang mengemukakan bahwa servant leadership dapat menjadi alternatif untuk melakukan
perubahan organisasi. Handoyo (2010) juga memaparkan bahwa pimpinan yang sudah memiliki keinginan
untuk berkembang perlu membangun budaya pelayanan, karena pelayanan mencirikan adanya kualitas
pada diri seseorang sehingga menjadi salah satu faktor penentu keberlangsungan suatu perusahaan.
Handoyo (2010) membuat rangkaian aspek servant leadership berdasarkan teori Barbuto dan
Wheeler (2006) dan kerangka kerja konseptual milik Wong dan Page (2003). Berikut delapan aspek yang
ada dalam servant leadership menurut Handoyo (2010):
A. Altruistic Calling
Aspek yang menggambarkan keinginan alamiah seorang pemimpin untuk lebih mendahulukan
kebutuhan dan kepentingan orang lain tanpa mengunggulkan kepentingan pribadi sebagai sarana
pengembangan melakukan perubahan. Artinya panggilan hati seorang pemimpin untuk senantiasa
membantu orang lain tanpa paksaan. Contohnya seorang pemimpin mau meluangkan waktunya untuk
memberikan pendampingan kepada karyawan yang mengalami kesulitan kerja.

B. Emotinal Healing
Seorang pemimpin yang mau membantu bawahan atau rekan kerjanya untuk melepaskan emosi-
emosi negatif sebagai sarana untuk meningkatkan dan mengembalikan semangat bawahannya,
membantu pengikut menjadi lebih sehat secara fisik dan mental dan pemimpinnya sendiri menjadi lebih
baik. Contohnya seorang pemimpin mau berkomunikasi, mendengarkan dan membantu permasalahan
bawahaan ketika sedang mengalami sebuah masalah.

C. Wisdom
Menggambarkan bahwa seorang pemimpin memiliki nilai intergritas yang baik, Ia mudah untuk
menangkap tanda-tanda dan memahami implikasi dari situasi. Daya kepekaan pemimpin terhadap suatu
kondisi perusahaannya sehingga mampu memunculkan jiwa kebijaksaan dalam mengelola organisasi
atau perusahaannya. Contohnya pemimpin mampu melihat perkembangan perusahaan yang semakin
tahun akan semakin mengalami kemajuan, hingga ia mampu membuat kebijakan agar perusahaannya
tetap mampu bersaing dalam pasar perindustrian.

D. Persuasive Mapping
Gambaran seorang pemimpin dalam memetakan suatu permasalahan yang sedang terjadi dan
membuat konseptual akan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dan solusi pemecahaan masalahnya
serta ia mampu untuk meyakinkan seseorang melakukan sesuatu ketika melihat adanya peluang.
Contohnya seorang pemimpin membuat pemecahan terhadap masalah yang menjadi ancaman kerugian
perusahaan dan mengajak karyawan untuk bersama-sama merealisasikan solusi yang telah di rancang
untuk keberlangsungan perusahaan.

E. Organizational Stewardship
Menggambarkan seorang pemimpin yang melakukan tata kelola organisasi untuk kepentingan
dan kemajuan bersama dalam organisasi yang ditunjukkan dengan menjunjung tinggi rasa kebersamaan
antara sesama dan mitra perusahaan, baik berupa antar perusahaan maupun bermasyarakat dalam
lingkungan sekitar perusahaan yang tergabung dalam staekholder. Dampak dari aspek ini, yakni adanya
wujud kepuasaan yang dirasakan oleh staekholder perusahaan. Contohnya pemilik mau ikut
bekerjasama dengan perusahaan lain untuk memajukan daerah Y.

F. Humility
Menggambarkan kerendahan hati seorang pemimpin, ia mampu menempatkan diri dan
menghargai prestasi orang lain terlebih dahulu daripada prestasi yang dimilikinya. Contohnya seorang
pemilik UMKM memberikan reward kepada karyawan yang sudah bekerja lama di perusahaannya
tanpa membanggakan diri.

G. Service
Pada aspek ini menggambarkan seorang pemimpin yang memandang pelayanan sebagai inti dari
kepemimpinannya, ia cenderung memampakkan perilaku pelayanannya kepada bawahan. Contohnya
pemilik UMKM mau meluangkan waktunya untuk berinteraksi dan mencontohkan sikap yang baik
kepada bawahannya.

H. Vision
Menggambarkan bagaimana seorang pemimpin membuat komitmen bersama dengan anggota
organisasi untuk menciptakan visi perusahaan, sebagai alat penentu arah masa depan organisasi dan
menuliskan visi secara bersama-sama. Contohnya bermusyawarah dengan karyawan untuk merancang
kemajuan perusahaan.

Greenleaf (1973) memaparkan bahwa servant leadership ini merupakan gambaran dari pemimpin
yang bersyukur. di mana terdapat wujud dari rasa terima kasih kepada para bawahan yang telah
melakukan kinerja yang maksimal. Selain itu, syukur itu sendiri berasal dari kata syakara yang artinya
terima kasih. sehingga antara syukur dan servant leadership memiliki makna yang sama yakni terima kasih.
Servant leadership dan syukur sendiri sama-sama mengutamakan moral dalam diri, di mana servant
leadership mengacu pada perilaku moral pemimpin untuk memimpin UMKM, karyawan hingga
lingkungannya. Syukur sendiri menjadi dasar moral seseorang dalam berperilaku pada kesehariannya.
Baykal (2018) juga memaparkan bahwa untuk menciptakan suasana yang baik dan produktif maka perlu
menciptakan kondisi perusahaan yang mau bersyukur, yang mana dampak dari bersyukur adalah adanya
rasa senang seorang karyawan kepada pemimpinnya hingga berdampak pada peningkatan inovasi-inovasi
kerja karyawannya.
Begitu juga pada pemimpin, Umlas (2012) menegaskan bahwa pemimpin yang baik perlu memiliki
sikap yang terbuka kepada karyawannya serta memberikan penghargaan kepada kinerja karyawannya.
wujud penghargai inilah yang diartikan sebagai wujud syukur pada seorang pemimpin. Umlas (2018) juga
memaparkan bahwa pemimpin sangat berperan penting untuk mampu menimbulkan perasaan positif pada
karyawan daripada memunculkan perasaan negatifnya. Sebuah penelitian yang telah dilakukan oleh
Zulaifah dan Witruk (2019) membuktikan bahwa syukur dapat meningkatkan rasa penghormatan dan
terima kasih terhadap seseorang atau lembaga demi keuntungan dan menimbulkan banyak manfaat.
Sehingga dengan bersyukurnya seorang pemimpin akan mampu mengubah kondisi perusahaan menjadi
lebih produktif dan optimal.
BAB 3
SYUKURNYA
SEORANG
PEMIMPIN
Pada bab ini akan membahas tentang syukurnya seorang pemimpin. Al-Gazali (2004) mendefinisikan
bahwa syukur merupakan bentuk moral seseorang ketika mendapatkan sesuatu nikmat dari Allah SWT.
Sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS. Ibrahim ayat 7 yang berbunyi:

‫ش ِدي د‬
‫عذَا ِبي ل‬ ‫ولَ ۡ م‬ ‫َلَك ۡۖۡم‬ ‫ۡم‬ ‫و ِإ ۡذ َتأَ ذَّن ُ لَ ِئن‬
‫ن‬ ‫ِئن كف‬ ‫شك ِزي َدن‬ ‫ّب ك ۡم‬
ُ‫ۡرت‬ ‫ۡرُت‬ ‫ر‬

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “sesungguhnya jika kamu bersyukur, Niscaya
Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.

Shihab (2002) memaparkan bahwa QS Ibrahim ayat 7 mengandung makna bahwa disetiap nikmat
yang dianugerahkan oleh Allah SWT mengarahkan seseorang untuk mampu merenungi maksud
dianugerahkannya nikmat tersebut sesuai dengan tujuan penganugerahannya, artinya adanya moral yang
tercipta pada diri seorang hamba untuk mau memaknai syukur yang dipanjatkannya. Syukur merupakan
wujud dari moral juga dikemukakan oleh Rusdy (2016) yang mana terdapat tiga relevansi moral dalam
syukur yakni sebagai barometer moral, fungsi motif moral dan fungsi penguatan moral. Barometer meter
diartikan untuk mengukur tingkat syukur seseorang ketika menerima sesuatu hal yang menguntungkan
baginya. Fungsi moral diartikan sebagai suatu motif seseorang yang bersyukur akan berdampak pada
tindakan prososial kepada orang lain yang telah berbuat baik kepadanya. Sedangkan fungsi penguat moral
yaitu ketika rasa syukur diekspersikan, maka akan berpengaruh kepada tindakan-tindakannya yang setiap
hari akan bertambah menjadi lebih positif. Sifat syukur inipun berhubungan erat dengan nabi yang mana
beliau adalah sosok figur seorang pemimpin. Pada Al Qur’an surat An-Nahl ayat 120-121 yang berbunyi:

‫ش ركين‬ ‫ن ۡب َٰ َ َر ه َقا ِن ٗتا كان أ ّ ِني‬


‫ٱ ۡل م‬ ‫َ يك‬
‫من‬ ‫ولَ ۡم‬ ‫ِّ َّل ٗفا ح‬ ‫يم‬
‫ّ م ٗة ل‬

“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan suri tauladan lagi patuh
kepada Allah dan Hanif. Dan bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik”.

‫شاك ٗرا َلَ ۡنع ٱَب َٰ َىه وهَد َلى َر مس َت ِق ٖي م‬


‫ط‬ ‫م ِه جت َٰ َىه‬
‫ص‬

َ
“Dia mensyukuri nikmat-nikmat-Nya, Allah telah memilihnya dan menunjukkan kepada jalan
yang lurus”.

Ayat di atas menunjukkan bahwa adanya sifat moral yang dicontohkan oleh Nabi sebagai seorang
pemimpin umat. Bentuk penerimaan nikmat yang menyenangkan maupun ujian yang dialami tidak
mengurangi rasa syukurnya kepada Allah SWT. Sebagai seorang pemimpin perusahaan seharusnya perlu
mencontoh nilai-nilai tersebut. Al-Ghazali (2004) mengemukakan bahwa syukur merupakan sesuatu
nikmat yang diterima oleh makhluk Allah sebagai sarana untuk lebih dekat dengan Allah SWT. Hakikat dari
syukur itu sendiri terlihat dari pemberian dari Allah SWT kepada lisan, pada hati dan pada anggota badan
sebagai bentuk dari ketaatan seorang hamba kepada Tuhannya. Syukur perlu diimbangi dengan
memanfaatkan anugerah yang sudah Allah SWT berikan demi terlaksananya amar ma’ruf nahi munkar
(menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya). Begitu pula menurut Manzhur (dalam Salim, 2015)
yang memaparkan bahwa syukur adalah wujud seorang hamba untuk membalas nikmat yang telah
diterimanya. Segala sesuatu yang dilakukan seorang hamba yang bersyukur yakni dengan bagaimana ia
mampu memandang pekerjaan sebagai cara untuk bersyukur, sehingga ketika menjalani pekerjaannya,
seseorang akan lebih mampu memiliki makna, tidak merasa terbebani, pekerjaan yang menyenangkan dan
akan lebih bisa produktif dan optimal. Oleh sebab itu, menurut Hawa (2005) syukur merupakan salah satu
cara untuk menempuh ketaatan seorang hamba kepada Tuhannya.
Ibnu Mas’ud ra (dalam Al-Ghazali, 2004) memaparkan bahwa syukur merupakan separuh dari iman.
Artinya ketika seseorang menerima sesuatu hal yang ditakdirkan oleh Allah SWT, kemudian ia mau
bersyukur maka secara otomatis akan meningkat keimanannya, terlebih ketika ia mau bersabar atas segala
hal yang terjadi pada dirinya maka ia akan terpenuhi tingkat keimanannya. Karena menurut Al-Ghazali
(2004) sabar dan syukur merupakan dasar dari wujud keimanan seseorang yang saling berhubungan. Oleh
sebab itu, syukur diposisikan menjadi tingkatan tertinggi yang dicapai oleh makhluk Allah SWT. Sesuai
dengan Al-Gazali (2004) yang menjelaskan bahwa syukur adalah salah satu akhlak ketuhanan (akhlak ar-
rububiyah) seperti yang dijelaskan pada firman Allah SWT dalam surat At-taghobun ayat 17:

“Allah itu Maha Bersyukur dan Maha penyantun”.

Wujud pencapaian ketaatan seseorang yakni dengan mampu mensyukuri segala hal yang diberikan
Allah SWT padanya dalam kesehariannya (Al-Ghazali, 2004). Syukur menurut Al-Jauziyah (2005)
mengatakan bahwa syukur adalah bagaimana cara seorang hamba mampu menjaga karunia Allah dan
mampu menahan diri untuk tidak mengerjakan perbuatan yang dilarang oleh Allah. Ada tiga gambaran
syukur yang dikemukakan oleh Al-Jauziyah (2005) yakni pertama memahami nikmat yang diterima melalui
proses berfikir. Kedua, seseorang mampu menerima segala macam keadaan dengan kerendahan hati
kepada Allah SWT, di mana seorang makhluk Allah mampu menerima suatu keadaan serta memberikan
pujian kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan dan senantiasa memohon ampun kepada Allah atas
segala yang telah diperbuat. Ketiga, memuji ke-Esa-an Allah SWT atas nikmat yang telah diberikan. Cara
bersyukur dapat ditempuh dengan menggunakan segala nikmat yang diberikan Allah untuk mencapai
ridhoNya dan mencurahkan harta benda untuk amal shaleh.
Munajjid (2006) memaparkan bahwa syukur adalah suatu perasaan takjub dan wujud apresiasi
terhadap nikmat yang didapatkan walau nikmat yang dirasakan hanya sedikit. Seseorang dapat
mempraktekkan syukur dengan cara kalbunya mampu memaknai syukur dengan beriman kepada Allah,
lisannya memuji dan menyanjung Allah serta menggunakan anggota tubuhnya dengan mengerjakan amal
ibadah sebagai ungkapan terima kasih pada Allah SWT. Berdasarkan hasil diskusi dengan ibu Dr. Phil. Emi
Zulaifah, M.Sc yang membahas tentang syukur dalam ruang lingkup maqasid yakni tujuan seseorang
bersyukur yakni untuk membayar hutang kepada Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat dalam
kehidupan. Seorang makhluk Allah tidak akan mampu untuk membayar hutangnya kepada Allah, namun
sebagai seorang hamba diberikan kesempatan bersyukur melalui kemauan untuk melaksanakan
perintahNya dan menjauhi laranganNya.
Begitu juga pengertian syukur menurut Watkins (2014) yang mengemukakan bahwa menciptakan
rasa syukur dalam diri seseorang dapat dilakukan dengan empat hal. Pertama, penghayatan pada
kesenangan yang cenderung sederhana. Artinya sebagai seorang hamba yang menerima nikmat, ia mau
untuk merenungi dan bersyukur kepada Allah, sekecil apapun wujud nikmat tersebut. Kedua, seorang
individu melakukan tinjauan kepada dirinya untuk mengetahui benar tidaknya apa yang telah dilakukan
untuk dipertanggungjawabkan yang meliputi proses pengujian, pengolahan terhadap nilai-nilai dan
keyakinan dan pengalaman. Melakukan refleksi terhadap situasi yang membuat seorang individu mampu
meningkatkan emosi positifnya. Ketiga, sebuah perasaan yang dirasakan seseorang yang merasa senang
akan cenderung mampu menikmati hidup dengan bersyukur atau berterima kasih atas kemurahan Tuhan
atau sesama manusia, kemudian harus melakukan perbuatan-perbuatan yang membuat orang lain senang.
Mengekspresikan rasa syukur menunjukkan peningkatan yang besar terhadap kesejahteraan emosi
dan penurunan terhadap gejala stress. Keempat, seseorang yang bersyukur akan memiliki kemampuan
yang baik dalam menilai kembali peristiwa negatif dan cenderung membantu individu untuk menutup
kenangan yang menyakitkan dan cenderung menganggu ingatan. Gumilar dan Uyun (2009) menyatakan
bahwa syukur adalah pengingat manusia akan penciptanya. Allah SWT yang memberikan segala bentuk
nikmat dan karunia pada hambaNya. Seorang muslim ketika bersyukur akan lebih mampu memaknai
kehidupannya dan membuatnya semakin betakwa kepada Allah SWT. Bersyukur ini yang akan
mengantarkan seseorang pada tingkatan pasrah dan mengikuti ajaranNya.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa syukur adalah suatu cara
seorang hamba untuk mencapai tujuan mendekakatkan diri pada Allah SWT melalui lisan, hati dan anggota
tubuh dengan penuh ketaatan. Pada hakikatnya seseorang mampu bersyukur pun itu adalah nikmat,
sehingga kemampuan untuk bersyukurpun termasuk ke dalam syukur itu sendiri. Dampak dari adanya
syukur, akan mempengaruhi segala tindakan dan tanggung jawab seseorang dalam menjalankan tugasnya
dengan lebih positif. Oleh sebab itu, sebagai seorang hamba perlu melatih dirinya untuk bisa bersyukur
atas nikmat-nikmat yang diberikan oleh Allah. Pada kitab ihya ulumuddin karangan Al-Ghazali (2004)
dijelaskan bahwa aspek-aspek yang ada dalam syukur merupakan suatu tingkatan syukur seseorang
sekaligus dampak dari seseorang melatih dirinya untuk bersyukur. Data didukung dengan sudah
banyaknya penelitian yang menyatakan bahwa syukur dapat dilatihkan, salah satu contohnya yakni
pelatihan syukur yang dilakukan oleh Anshor (2017) di mana hasilnya bahwa syukur mampu
mempengaruhi seseorang untuk mengevaluasi dirinya, sehingga sikap dan perilaku akan cenderung pada
wujud pengapresiasian ke arah yang positif.
Pada buku ini akan menjelaskan terkait dengan aspek-aspek syukur berdasarkan kitab ihya
ulumuddin yang mana aspek pertama adalah ilmu, hal dan amal. Berikut penjelasan dari aspek-aspek
syukur menurut Al-Ghazali (2004):
A. Ilmu
Aspek ilmu merupakan pangkal dari seluruh rangkaian syukur yang mana ilmu di sini memiliki
makna sebagai sarana untuk mengetahui dan menyadari segala sesuatu yang diperoleh seorang hamba
adalah sebuah nikmat yang bersumber dari Allah SWT. Artinya segala sesuatu yang diperoleh baik hal
yang menyenangkan maupun tidak, jika seorang hamba mau bersyukur maka ia akan lebih mampu
menikmatinya. Pada aspek ini mempelajari bahwa bagaimana makhluk Allah mampu mengartikan
sebuah kenikmatan yang diperoleh. Dengan demikian dalam memahami aspek ilmu ini perlu adanya
nikmat, pemberi nikmat dan penerima nikmat yang diberikan dari si pemberi nikmat. Apabila seorang
atau makhluk Allah sedang memperoleh sebuah nikmat, maka ia perlu mengetahui dan mengakui bahwa
seluruh nikmat itu berasal dari Allah, Dia Yang Maha pemberi Segala nikmat. Allah memberikan nikmat
tersebut dapat melalui berbagai cara yang dikehendakiNya dan semua perantara tersebut tentunya
tunduk pada KehendakNya.
Pengetahuan yang seperti ini yang dimaksudkan dengan istilah ilmu dalam kitab ihya ‘ulumuddin
(Al-Ghazali, 2004). Pengetahuan semacam ini juga yang berada dibalik ketaatan seseorang melalui sifat
ketauhidan (pengesaan terhadap Allah) dan taqdis (pensucian Allah dari yang tidak layak bagiNya). Jika
seseorang sudah mengetahui siapa pemilik kesucian yang sebenarnya, maka dia akan tahu juga bahwa
tidak ada sesuatu yang disucikan kecuali hanya satu yaitu kesucian Allah. Selanjutnya ia akan
mengetahui bahwa setiap yang ada di alam raya ini hanya ada disebabkan karena Kehendak Allah SWT.
Sehingga seseorang tersebut menganggap bahwa segala yang ada merupakan suatu kenikmatan
dariNya.
Menurut Imam Ghazali dalam kitab ihya ‘ulumuddin (Al-Ghazali, 2004) menyatakan bahwa
kalimat “laa ilahaa illallah” merupakan sebuah kalimat ketauhidan dan kalimat “alhamdullillah”
menunjukkan pengetahuan tentang datangnya nikmat hanya dari Allah. Sedangkan nikmat cakupannya
begitu luas dan mencakup segala hal, segala sesuatu yang ada dan terjadi itu merupakan suatu nikmat
dari Allah. Sehingga dalam suatu hadis rasulullah pernah bersabda bahwa kalimat “alhamdulillah”
memiliki tiga puluh kebaikan lebih banyak dari kalimat “subhanaallah dan laa ilaaha ilaallah”. Mengenai
hal ini rasulullah SAW bersabda “sebaik-baiknya zikir adalah laa ilaaha ilallah dan sebaik-baik doa dalah
alhamdulillah” (HR. Attirmidzi).
Pengetahuan-pengetahuan inilah yang merupakan pintu-pintu dari keimanan dan keyakinan
seseorang, disebutkan dengan iman kepada takdir artinya seseorang mau menerima apa yang
dikehendaki oleh Allah (Ibnu Mas’ud dalam Al Ghazali, 2004). Dengan adanya ilmu seseorang sudah
dapat dikatakan sebagai orang yang bersyukur. Sehingga ketika seseorang tidak dapat dikatakan telah
bersyukur ia dapat mengakui bahwa segalanya berasal dariNya. Jika jiwa seseorang masih dihinggapi
sifat keraguan, maka ia belum memiliki ilmu. Tidak tentang nikmat itu sendiri dan tidak pula tentang si
pemberi nikmat. Sehingga kegembiraan tidak saja tertuju kepada di pemberi nikmat melainkan tertuju
kepada selainnya. Maka ketika seseorang tidak mampu memahami ilmu, maka akan terjadi penurunan
atas amal yang dilakukan.
Pada aspek ini digambarkan bahwa seseorang yang mampu memahami makna nikmat dan
karunia yang diberikan Allah. Proses memahami tersebut artinya ada proses berfikir dengan
menggunakan kemampuan kognitifnya. Menurut Susanto (2011) kognitif adalah suatu proses berfikir
seseorang untuk menghubungkan, menilai, mempertimbangkan suatu peristiwa yang dialaminya hingga
terjadi sebuah pemahaman yang positif. Hawkins dan Mothersbaugh (2010) memaparkan bahwa proses
kognitif dapat digambarkan dengan proses berfikir seseorang yang melahirkan kepercayaan. Jadi
seseorang yang mengimplementasikan aspek ilmu dalam syukur menandakan bahwa adanya wujud
kepercayaan seseorang dalam memahami sebuah nikmat yang diberikan oleh Allah SWT. Sehingga
apapun kejadian yang diberikan, seseorang tersebut akan lebih mampu memaknainya kepada hal-hal
yang positif. Kemampuan dalam memaknai inilah yang membuat seseorang mampu berfikir bahwa
semua yang dialami merupakan pemberian dari Allah SWT dan wujud kesempatan diri untuk mampu
mendekatkan diri padaNya.

B. Hal
Aspek kedua dalam syukur menurut Al-Ghazali (2004) yakni hal yang memiliki makna keadaan
hati seseorang yang bersumber dari kesenangan atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah disertai
dengan tawadhu’ (kerendahan hati) dan khudhu (ketundukan hati). Perasaan gembira yang seperti ini
pada hakikatnya sudah termasuk ke dalam syukur, namun hal yang dimaksud dalam kitab ihya’ (Al-
Ghazali, 2004) bahwa kategori yang dapat menjadi syukur hanya apabila memenuhi persyaratannya
yaitu ketika kegembiraan yang ada itu adalah karena si pemberi nikmat bukan karena nikmat itu
sendiri. Terdapat tiga tingkatan keadaan hati seseorang yakni pertama kegembiraan yang tidak
termasuk ke dalam syukur, sebab pandangan seseorang yang mendapatkan kegembiraan tersebut
hanya berfokus pada pemberian saja. Ini adalah keadaan setiap orang yang gembira dengan sesuatu
nikmat yang sesuai dengan tujuan yang dikehendaki olehnya dan ini jauh dari makna syukur. Tingkatan
kedua yakni ia memiliki rasa gembira terhadap nikmat, akan tetapi bukan semata karena yang memberi
nikmat, namun karena menyadari bahwa ia mendapatkan perhatian yang tentu akan mendorong lagi
untuk memberikan sesuatu yang lain di masa mendatang. Hal yang seperti inilah sudah dapat dikatakan
ke dalam syukur. Keadaan seperti ini merupakan keadaan dari orang-orang shalih yang beribadah
kepada Allah dan bersyukur kepadaNya karena takut akan siksaNya dan karena mengharap pahalaNya.
Berikutnya yakni tingkatan ketiga, pada tingkatan ini merupakan tingkatan kesempurnaan.
Seseorang merasa gembira terhadap nikmat dari Allah dengan berkeyakinan bahwa nikmat yang Allah
berikan kepadanya merupakan sebuah sarana untuk mendekat kepadaNya, berada di sisiNya dan
senantiasa memandang wajahNya, ini merupakan tingkatan paling tinggi dalam memaknai hal. Ia
merasa sedih dengan segala kenikmaatan yang melalaikannya dari mengingat Allah dan
menghalanginya dari menepuh jalanNya. Sebab, sebenarnya ia tidak menginginkan nikmat itu semata
karena kelezatannya baik kelezatan perut, kemaluan dan hal-hal yang bisa ditangkap oleh indera baik
berkenaan dengan warna maupun suara. Namun karena hati tidak akan mampu merasakan kelezatan
dalam kondisi sehat kecuali dengan zikir kepada Allah dan bertemu denganNya. Seseorang tersebut
hanya akan merasakan kenikmatan dengan selain Allah ketika dalam keadaan sakit yang disebabkan
oleh buruknya kebiasaan sebagaimana ada sebagian orang yang sakit yang merasakan tidak enak
makanan yang sebenarnya manis dan merasakan manis barang yang sebenarnya pahit. Pada kitab ihya’
ulumuddin karangan Al-Ghazali (2004) dijelaskan bahwa ketika seseorang tidak mampu untuk meraih
tingkatan yang ketiga ini, maka raihlah tingkatan yang kedua. Sedangkan yang pertama jelas tidak
masuk kedalam hitungan syukur.
Pada tahapan kedua yakni aspek hal, sebuah proses di mana kondisi keadaan senang seseorang
ketika menerima sebuah nikmat yang diberikan oleh Allah SWT. Wujud keadaan senang digambarkan
dengan perasaan senang kepada Sang Pemberi, yakni Allah SWT, mampu memaknai nikmat dan karunia
kecil yang biasa didapatkan menjadi sesuatu yang besar, sehingga seseorang akan sangat mudah untuk
bersyukur kepada Allah. Aspek hal ini menggambarkan bahwa adanya proses afeksi yang ada dalam
dirinya. Loudon dan Bitta (1993) memaparkan bahwa proses afeksi merupakan gambaran perasaan
seseorang ketika mengalami suatu kejadian, baik kepada hal yang disukai maupun yang tidak disukai.
Sedangkan sangat jelas bahwasannya syukur merupakan hal yang positif, sehingga dalam
mengimplementasikan aspek hal seseorang akan lebih mampu mengartikan suatu kejadian yang dialami
menjadi hal yang lebih dimaknai secara positif.

C. Amal
Pokok pembahasan pada aspek ketiga ini yakni mengaplikasikan kegembiraan yang lahir dari
ilmu dan hal. Pengaplikasian amal ini berkaitan erat dengan hati, anggota badan dan lisan seorang
individu dapat dilakukan melalui wujud ibadah. Amal dengan hati bertujuan untuk mencari kebaikan
dan menyembunyikannya dari semua makhluk. Menurut Munajjid (2006) syukur dengan Hati (Qalbu)
adalah danya pengakuan hati bahwa semua nikmat datangnya dari Allah sebagai kebaikan dan karunia
Sang Pemberi nikmat kepada hambaNya. Ketika seseorang mampu menerima, permasalahan seberat
apapun akan menganggapnya semua karena Allah dan tidak seorang pun yang dapat menghalang-
halangi kecuali Allah SWT. Manusia tidak mempunyai daya dan upaya untuk melakukan suatu apapun,
hanya Allah yang dapat memberikan. Seseorang yang merasakan syukur, akan lebih mampu merasakan
nikmat yang telah diberikan Allah walaupun kenikmatan itu bernilai kecil. Hal itulah yang kemudian
seseorang mampu menambah ketaatannya kepada Allah.
Amal dengan lisan adalah menampakkan kesyukuran kepada Allah dengan puji-pujian yang
menunjukkan kebersyukuran tersebut. Menurut Munajjid (2006) syukur dengan Lidah merupakan
syukuran yang dilakukan setelah syukur hati yang mana ketika syukur dengan hati sudah mampu
diterapkan, maka secara otomatis dengan sendirinya lidah akan bergumam mengucapkan rasa syukur
dengan cara menyanjung dan memuji Allah atas nikmatNya dengan penuh kecintaan. Hal ini merupakan
bentuk pengakuan syukur yang mana segala sesuatu bersumber dari kebesaranNya. Jika seseorang
menyebut-nyebut Allah seseorang akan teringat kepada pemberian dan mengakui segala kelemahan
yang ada pada dirinya. Dengan begitu seseorang akan lebih banyak mengingatkan segala hal dengan
berbagai macam zikir yang akan dilantunkan. Namun perlu diketahui, syukur tidak hanya sebatas kata-
kata yang dilantunkan namun juga disertai dengan hati dan amal anggota badan.
Menurut Al-Ghazali (2004) syukur dengan lisan adalah suatu cara untuk menampakkan
keridhoan kepada Allah SWT. Dahulu para ulama salaf biasanya saling menanyakan keadaan sesama
saudaranya dengan niat untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Allah SWT, sehingga orang yang
bersyukur itu menjadi seseorang yang patuh atas sebab diucapkannya kata-kata syukur. Tujuan mereka
melakukan itu bukan karena riya’ atau pamer namun hal ini menunjukkan rasa kerinduan. Setiap hamba
yang ditanya tentang keadaan maka ia berasal di antara syukur, mengeluh atau diam. Syukur
merupakan suatu ketaatan, keluhan merupakan merupakan maksiat yang buruk bagi seorang yang
beragama.
Amal berikutnya yakni dengan anggota badan yang mana dengan cara menggunakan nikmat Allah
dalam rangka melaksanakan ketaatan kepada Allah, serta tidak menggunakan nikmat itu untuk
mendurhakai Allah. Sehingga bentuk pengaplikasiannya yakni pada syukur mata yang mana menutup
aib yang ia lihat pada diri seseorang muslim, syukur telinga adalah menutupi setiap aib yang ia dengar
pada diri seorang muslim. Ini semua termasuk ke dalam kategori mensyukuri nikmat Allah berkenaan
dengan organ-organ tubuh. Menurut Munajjid (2006) syukur dengan Anggota Badan (Perbuatan).
Syukur dengan anggota badan artinya seseorang senantiasa untuk melaksanakan ketaan dan berusaha
menghindari kesalahan. Hal ini dapat direalisasikan dengan bentuk gerak dan perbuatan melalui kerja
dan usaha. Semua anggota tubuh melakukan segala aktivitas yang bernilai ibadah pada Allah. Seorang
muslim berkewajiban untuk bersyukur kepada Allah melalui semua anggota tubuhnya dengan macam
shodaqoh.
Syukur dalam aspek amal ini yang disebut sebagian dari totalitas dalam syukur yakni pada syukur
lisan, karena perkataan seseorang merupakan sesuatu yang mampu memantapkan diri untuk bersyukur
kemudian diapliksikan kepada syukur anggota badan. Karena pada hakikatnya syukur merupakan suatu
pengakuan nikmat yang diberikan oleh Allah dengan disertai dengan ketundukkan, maka ia melihat
kepada perbuatan lisan disertai sebagian dari suasana hati. Selain itu syukur merupakan suatu pujian
kepada pihak yang telah berbuat baik dengan menyebut-nyebut kebaikkannya maka ia hanya kepada
amalan lisan. Pendapat lain dalam kitab ihya syukur artinya menetapi luasnya karunia Allah dengan
senantiasa menjaga ketentuanNya, maka ini menghimpun lebih banyak makna-makna syukur. Aspek
amal ini menggambarkan pada seseorang untuk mampu mengamalkan hal-hal baik melalui segala
sesuatu yang dimiliki termasuk anggota badan guna melakukan kebaikan diri dan lingkungan sekitar
dan aspek ini dapat digambarkan dengan proses behavior seseorang.
BAB 4
PELATIHAN SYUKUR
Setelah tahu, bagaimana kondisi UMKM saat ini dan servant leadership yang mampu memberikan
dampak positif maka keberadaan syukur menjadi penting untuk diaplikasikan selama menjadi seorang
wirausaha. Wujud mengaplikasian syukur dalam pekerjaan menjadi seorang wirausahawan yang harus
memimpin dan mengelola dapat dilakukan dengan berbagai macam cara salah satunya melalui pelatihan.
Simamora (2006) mengungkapkan bahwa pelatihan adalah proses pembelajaran seorang individu baik dari
segi keterampilan dan pengetahuan yang melibatkan proses keahlian, pembuatan konsep, peraturan, atau
sikap untuk meningkatkan kinerja. Pada ranah organisasi atau perusahaan sudah diatur di dalam undang-
undang no 13 tahun 2003 pasal 1 ayat 9 bahwa pelatihan kerja merupakan suatu keseluruan kegiatan
untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas,
disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang
kualifikasi jabatan dan pekerjaan.
Pemberian pelatihan syukur dapat menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan servant
leadership pada pemimpin. Program pelatihan diusulkan sebagai solusi pemecahan masalah kinerja akibat
kurangnya kemampuan, upaya, pengetahuan kerja dan struktur tugas dalam organisasi (Simamora, 2006).
Oleh sebab itu melalui pelatihan syukur, seseorang akan lebih mampu mengevaluasi kondisi diri, kondisi
karyawan, kondisi perusahaan yang dikelolanya, hingga mendapatkan pengetahuan bahwa masih perlunya
seorang untuk meningkatkan servant leadership-nya, terlebih ia sebagai seorang pemimpin dalam sebuah
usaha. Pada buku ini, penulis akan mengulas bagaimana dapat memberikan pelatihan yang tepat untuk
para wirausahawan yang membutuhkan peningkatan servant leadershipnya.
Penulis melakukan penelitian eksperimen yang mana diawali dengan tahapan analisa permasalahan
hingga menetukan peserta penelitian. peserta dalam penelitian yang dilakukan penulis sebanyak 12 orang
yang terbagi dalam dua kelompok yakni lima orang menjadi kelompok kontrol yang tidak diberikan
pelatihan dan tujuh orang menjadi kelompok eksperimen yang diberikan pelatihan. Ketika telah
terbentuknya kelompok, maka dilakukan pengukuran dengan tiga tahapan yakni prates, pascates dan juga
tindak lanjut. Pada tahapan prates, para peserta akan diberikan dua angket yakni angket servant leadership
dan angket syukur. Kemudian pada tahapan pascates pelatihan dilakukan dua minggu setelah pelatihan.
Barulah memasuki tahapan terakhir yakni tahapan tindak lanjut yang mana para peserta akan diberikan
angket yang sama setelah empat minggu pasca tahap kedua.
Setelah dilakukannya berbagai persiapan dan analisis masalah, barulah penulis membuat rancangan
pelatihan. Langkah dimulai dengan melakukan analisis kebutuhan untuk mengoptimalkan servant
leadership pada wirausahawan melalui pelatihan syukur. Tahapan berikutnya yakni, mengembangkan dan
menguji pelatihan yang berfokus pada hal yang berkaitan dengan peningkatan pengetahuan dan
keterampilan yang dibutuhkan hingga penghitungan estimasi biaya yang dibutuhkan. Penulis melakukan
mengembangan dan pengujian pelatihan melalui pembuatan modul yang merujuk pada syukur menurut Al-
Ghazali (2004) yang kemudian diberikan oleh profesional judgement agar diberikan feedback. Tahapan
selanjutnya, sebagai seseorang yang ingin melakukan pelatihan perlu utuk mengimplementasi program
pelatihan seperti persiapan dan harapan peserta dalam mengikuti pelatihan, alasan diadakannya pelatihan
juga perlu disampaikan kepada peserta pelatihan. Pada akhir pelatihan perlu dilakukannya evaluasi,
sebagai sarana untuk mengukur tingkat keefektivitasan pelatihan yang telah dilakukan.
Pelatihan syukur disampaikan dengan beberapa sesi, pada sesi-sesinya berisikan materi terkait
dengan aspek-aspek syukur.
A. Materi Ilmu
Pada materi ilmu dimulai dengan menyampaikan terkait dengan “mengapa harus bersyukur?”.
Materi sengaja dibuat untuk menarik minat para peserta dan membuat peserta aktif dalam
menyampaikan pendapatnya. Setelah itu barulah trainer menyampaikan bahwa sebagai seorang
makhluk Allah kita perlu bersyukur. Kita hidup dalam tatanan tata surya yang berisikan banyak sekali
makhluk ciptaan Allah, mulai dari gunung berapi, laut yang luas, planet, matahari dan lain sebagainya.
Dengan kondisi seperti ini makhluk hidup tetap mampu untuk hidup berdampingan dengan damai.
Selain itu, Allah juga telah memberikan apa yang kita inginkan dan butuhkan dengan jumlah yang sangat
berlimpah. Seperti yang dijelaskan pada Al Qur’an surat an-nahl ayat 18 yang berbunyi:

“dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menghitungnya
(karena banyaknya). Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Penyayang”(An-Nahl-18).

Sungguh sebagai seorang muslim kita berkewajiban untuk taat kepada agama Allah. Agama dalam
bahasa arab dituliskan dengan huruf dal, ya dan nun. Ketiga huruf ini kita diberi harokat kasroh, ia akan
berarti agama. Namun jika menggunakan fathah ia akan berarti hutang. Sehingga jika keduanya
dikaitkan maka sebagai seorang muslim yang beragama dan memiliki hutang kepada Allah. Sehigga
sebagai seorang muslim sudah sepatutnya untuk mampu bersyukur kepada Allah atas segala nikmat
yang diberikan, baik nikmat yang disenangi dan tidak disenangi. Bersyukur berarti adanya wujud
memanfaatkan segala anugerah Allah untuk melakukan ibadah dan kebaikan. Pepatah mengatakan
bahwa “orang yang paling berbahagia adalah orang yang pandai bersyukur”. Tidak ada alasan seorang
hamba untuk tidak bersyukur. Sebanyak apapun ibadah yang dilakukan tidak sebanding dengan nikmat
dan karunia yang telah diterima dari Allah. Rasulullah SAW juga mencontohkan suatu perilaku syukur,
suatu kali istri beliau bertanya “mengapa suaminya itu selalu shalat tahajud sepanjang malam, bahkan
kaki beliau sudah bengkak lantaran lamanya berdiri “Ya Rasul bukankah Allah telah mengampuni
dosamu yang terdahulu dan yang akan datang?”. Aisyah mengisyaratkan untuk apa bersusah melakukan
ibadah karena Allah telah menjamin dirinya masuk surga dan juga beliau merupakan makhluk paling
mulia di muka bumi. Rasul menjawab “bukankan lebih elok jika aku menjadi hamba yang bersyukur” (HR.
Bukhari). Terdapat beberapa keutamaan ketika seseorang melakukan syukur, di antaranya:
1. Syukur menghilangkan kesusahan, seperti yang telah dijelaskan pada Al Qur’an surat Al Baqarah ayat
152 yang mengingatkan makhluk Allah untuk selalu ingat kepada Allah melalui bersyukur, jika kita
ingat kepadaNya maka Allah akan melipatgandakan rahmat dan karunia. Salah satunya dengan
mengeluarkan dari kesulitan dan menunjukkan jalan kemudahan.
2. Syukur mendatangkan rezeki, salah satu bentuk syukur adalah memanfaatkan segala anggota tubuh
yang potensi yang telah dikaruniain Allah untuk berjuang mengatasi kesulitan yang dialami dan
mewujudkan kehidupan menjadi lebih baik seperti pada firman Allah pada Al Qur’an surat Saba’ ayat
13 yang berbunyi “bekerjalah wahai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali
dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.
3. Syukur menambahkan nikmat seperti yang ada pada firman Allah yang berbunyi “dan ingatlah juga
tatkala Tuhanmu memaklumkan, sesungguhnay jika kamu bersyukur pasti kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat- Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat
pedih”.
4. Syukur mendatangkan kesembuhan bagi orang-orang yang tetap mau bersyukur, bahkan dalam
kondisi sakit sekalipun dan mendapat dua ganjaran yakni pertama ganjaran Allah akan
menyembuhkan penyakitnya dan kedua Allah akan memberikan nikmat pengampunan pada dosa-
dosa sesoerang.
5. Syukur mengantarkan surga untuk orang-orang yang bersyukur dan merasa puas atas nikmat dan
karunia yang diberikan, tidak iri hati terhadap apa yang diperoleh orang lain. Allah menjanjikan luar
biasa bagi siapa saja yang pandai mensyukuri apa yan dimiliki, seperti pada firmanNya pada Al
Qur’an surat Ali Imran ayat 145 yang berbunyi “dan kami akan memberik balasan kepada orang-
orang yang bersyukur”.

Materi kemudian dilanjutkan dengan menyampaikan makna dari syukur itu sendiri. Penyampaian
dimulai dari kalimat syukur berasal dari kata syakara yang artinya mengakui kebajikan, adanya
kemantapan hati seorang makhluk untuk mencintai Sang Pemberi Nikmat kemudian seluruh anggota
tubuhnya bersemangat untuk menaatiNya dan lisannya tiada henti untuk menyebut nama dan
memujiNya (Alkaf, 2006). Makhluk Allah yang bersyukur dapat dicontohkan dengan gambaran terkait
dengan pengaruh makanan terhadap kelangsungan hidup seekor hewan yang mana mereka bersyukur
cukup dengan makan dan minum hanya sekedar untuk mempertahankan dirinya. Alkaf (2006)
mengemukakan bahwa syukur adalah suatu nikmat yang diberikan kepada makhluk Allah sebagai
sarana untuk dapat dekat dengan Allah SWT. Syukur ini dilakukan sebagai wujud amar ma’ruf nahi
munkar (menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya) atau yang biasa disebut dengan takwa.
Melalui ketakwaaan inilah seseorang akan mampu mencapai tingkatan syukur. Sebagaimana Allah SWT
berfirman pada surat ali imran ayat 123:

“karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuriNya” (Ali Imran (3): 123)

Al ghazali mengutip dalam tafsir Ibnu Mas’ud menyatakan bahwa syukur merupakan separuh dari
iman karena iman itu terdiri dari dua bagian yakni syukur dan sabar oleh sebab itu bersyukur
merupakan suatu keharusan bagi orang yang mengharapkan kebaikan bagi dirinya serta
memprioritaskan keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhiratnya. Selain itu, Allah menjadikan
syukur sebagai kunci pembuka surga seperti dalam firman-Nya:

“Dan mereka (penghuni surga) mengucapkan “Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-
Nya kepada kami dan telah memberikan kepada kami tempat ini sedang kami diperkenankan
menempati tempat dalam surga ini di mana saja yang kami kehendaki”, maka surga itulah
sebaik-baik ganjaran bagi orang-orang yang beramal” (QS. Azzumar (39): 74).

Seseorang yang mau bersyukur ia akan dijanjikan pula untuk mendapatkan nikmat tanpa
terkecuali. Wujud penambahan nikmat tersebut adalah dengan diberikannya lima keistimewaan kepada
orang yang bersyukur berupa kekayaan, doa yang mustajab, rezeki, maghfirah dan tobat (hawa, 2006).
Syukur dapat dilakukan dengan diiringi dengan dzikir, sebab dzikir adalah wujud amal yang sangat
mulia seperti yang disampaikan pada al qur’an surat al ankabut ayat 45 yang berbunyi “dan
sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain”.
Ketika seorang makhluk Allah mau melakukan syukur maka secara tidak langsung ia telah melakukan
pembersihan jiwa, karena syukur merupakan salah satu sarana untuk bisa bertazkiyatunnafs.
Pada materi terkait ilmu ini sengaja diberikan materi secara penuh, agar para peserta memahami
betul terhadap pentingnya peranan syukur dalam kehidupan sehari-harinya. Penyampaian aspek ilmu
ini kemudian dilanjutkan dengan cara seseorang dapat memahami aspek ilmu dengan mengenal nikmat.
Al Ghazali mengemukakan bahwasannya syukur terdiri dari ilmu, hal dan amal. Pada aspek ilmu,
seorang individu mempelajari bahwa bagaimana makhluk. Aspek ini merupakana tahapan pertama
dalam syukur, sehingga menjadi tahapan paling dasar ketika seorang makhluk bersyukur. Aspek ilmu ini
menjelaskan bahwa sebagai makhuluk Allah memampu memaknai nikmat yang diperoleh. Dengan
demikian dalam memahami aspek ilmu ini perlu adanya nikmat. Semua kebaikan, kesenangan dan
kebahagiaan bahkan yang dicari dan disukai dinamai nikmat.
Menurut Munajjid (2006) Proses mengenal nikmat yakni menghadirkannya dalam hati,
mengistimewakan serta meyakininya, dari situlah ia akan beranjak untuk mengenal Tuhan yang
memberi kenikmatan tersebut. Apabila seorang atau makhluk Allah sedang memperoleh sebuah nikmat,
maka iya perlu mengetahui dan mengakui bahwa seluruh nikmat itu berasal dari Allah, Dia Yang Maha
pemberi Segala nikmat. Allah memberikan nikmat tersebut dapat melalui berbagai cara yang
dikehendakiNya dan semua perantara tersebut tentunya tunduk pada KehendakNya. Nikmat yang
dimaksud di sini adalah nikmat yang bersifat ukhrawi yang mana artinya berorientasi pada akhirat,
artinya ditujukan merasakan adanya nikmat itu karena Allah SWT. Namun, terdapat pemaknaan kata
nikmat sering sekali hanya ditujukan untuk kesenangan duniawi saja sehingga tidak menunjang
tercapainya kebahagiaan ukhrawi sebagai nikmat, maka ini adalah suatu kekeliruan.
Adapun sarana penunjang kesenangan yang disebutkan sebagai nikmat tersebut (Alkaf, 2009)
adalah:
1. Segala macam hal bila dikaitkan dengan manusia mampu digolongkan seperti pertama hal-hal yang
bermanfaat di dunia dan di akhirat seperti contohnya ilmu dan akhlak mulia. Kedua, hal-hal yang
berbahaya di dunia dan akhirat seperti kebodohan dan akhlak tercela. Ketiga, hal-hal yang
bermanfaat untuk masa sekarang namun berbahaya untuk masa depan yakni bersenang-senang
menuruti hawa nafsu. Keempat, hal-hal yang membahayakan dan menyakitkan untuk masa sekarang
namun bermanfaat untuk masa depan yakni menahan hawa nafsu.
2. Segala macam hal yang terjadi pada seorang manusia yakni berupa sarana-sarana duniawi yang
sifatnya bercampur antara kebaikan dan keburukan seperti harta, istri, anak, kerabat, kedudukan
dan semua sarana yang bersifat duniawi lainnya. Namun ini mampu diklasifikasikan oleh seseorang
dengan cara mengukur kadar takaran yang cukup, ia mampu memilah dan memilih untuk mampu
memperbanyak unsur kebaikan daripada hal yang berunsur dengan keburukan.
3. Nikmat diklasifikasikan menjadi tiga, pertama nikmat yang disukai karena faktor zatnya bukan
karena faktor lainnya contohnya kenikmatan untuk bertemu dengan Allah SWT. Kedua, nikmat yang
dicari karena faktor lain yang pada dasarnya tidak diinginkan. Contohnya kebutuhan untuk mencari
uang, jika untuk membeli suatu makanan tidak menggunakan uang, maka uang akan dipandang sama
seperti kerikil. Ketiga, nikmat yang disukai karena faktor zatnya sekaligus karena faktor lain.
Contohnya yakni manusia diberikan kesehatan, dengan diberikannya kesehatan ia akan lebih mudah
untuk mendekatkan diri pada Allah SWT.
4. Kebaikan yang dirasakan oleh manusia dapat diklasifikasikan dalam tiga yakni berupa manfaat yang
mampu memberikan faedah dikemudian hari, kelezatan yang memberikan unsur kenikmatan pada
saat sekarang dan keindahan yang dinilai baik dalam suatu keadaan. Ketiga hal tersebut berada
dalam dua jenis unsur yakni unsur mutlak (umum) yang artinya bahwa segala macam hal yang
terkandung dalam tiga klasifikasi di atas bahkan lebih dari tiga klasifikasi tersebut. contohnya seperti
manusia merasakan kelezatan dalam menuntut ilmu, hingga suatu hari ia dilanda sakit kemudian ia
merasa tidak suka dengan sakitnya karena ia tidak bisa belajar, sifat seperti ini biasa melekat dalam
diri manusia. Unsur yang kedua yakni unsur muqayyad yang mana unsur ini mengandung tiga
klasifikasi yakni manfaat, kelezatan dan keindahan, namun terbatas tidak mengandung unsur lain.
Seperti seorang membuang harta yang dibawa di dalam perahu karena dikhawatirkan perahu
tersebut akan tenggelam, tindakan ini memberikan pengaruh mudarat pada hartanya namun tetap
bermanfaat karena akan menyelamatkan nyawa orang yang ada di atas perahu tersebut.
5. Nikmat digunakan untuk mengungkapkan rasa kesenangan yang dialami oleh manusia. Kesenangan
tersebut dapat dibagi menjadi tiga golongan yakni pertama kesenangan intelektual yang diartikan
sebagai kesenangan yang diperoleh karena ilmu dan hikmat. Kesenangan ini dirasakan nikmat oleh
panca indera yang dimiliki oleh manusia. Kedua, kesenangan fisik yang sama-sama dimiliki oleh
sebagian manusia dan sebagian hewan. Pada hal ini dicontohkan pada kesenangan memimpin,
mengalahkan dan menguasai ini terjadi tidak hanya pada manusia tapi juga dialami oleh hewan.
Ketiga, serta kesenangan fisik yang dimiliki oleh manusia bersama seluruh hewan. Contohnya adalah
kesenangan perut dan kemaluan yang dialami oleh seluruh makhluk Allah SWT.
Kemudian menjelaskan terkait dengan macam-macam nikmat Allah SWT.
1. Nikmat Allah dalam penciptaan sarana penginderaan. contohnya tumbuhan yang mampu menyerap
saripati makanan, manusia yang telah diciptakan dengan anggota tubuh yang bisa digunakan untuk
bergerak mencari makan, mencium bau, mendengar suara, melihat alam dan lain sebagainya.
2. Nikmat yang terdapat dalam penciptaan kehendak. Contohnya Allah menciptakan selera, nafsu dan
keinginan pada makhlukNya.
3. Nikmat dalam penciptaan kemampuan anggota gerak. Contohnya Allah menciptakan kaki dan tangan
untuk bergerak melakukan aktivitas sehari-hari yang tidak lain ini dilakukan untuk sarana
mensyukuri nikmatnya anggota gerak pada bagian tubuh.
4. Nikmat Allah dalam bahan untuk memproduksi makanan dan bagaimana yang bisa diolah oleh
manusia dengan keahliannya. Contohnya, Allah menciptakan gandum yang mana gandum berasal
dari biji gandum yang kemudia tumbuh karena disirami oleh air. Ketika menerima air biji gandum
tersebut akan menyerap saripati untuk tumbuh dan setelah tumbuh ia akan dikonsumsi oleh
manusia untuk mempertahankan hidup manusia.
5. Nikmat dalam sarana memperoleh makanan. Contohnya, Allah menggerakkan diri manusia untuk
berfikir bagaimana untuk mempertahankan diri hidup di dunia hal ini dapat diwujudkan dengan
usaha-usaha manusia untuk mencari keberlangsungan hidupnya seperti berdagang atau lainnya.
6. Pengolahan makanan, contohnya pengolahan roti yang mana didahului dengan para petani yang
mengolah tanah, kemudian dibajak oleh seekor kerbau menggunakan alat-alat bajak lalu pengairan
rutin, penyiangan tanah agar bersih dari semak belukar kemudia panen, pembersihan hasil panen,
menumbuk, pembuatan adonan kemudian pembuatan roti. Benda-benda yang memfasilitasi tersebut
juga perlu kita lihat, andai tidak ada tukang kayu yang mampu membuat alat bajak, sungguh kerbau
tidak akan bisa diarahkan untuk membajak secara teratur. Maha Suci Allah yang telah menciptakan
segala yang ada di dunia beserta fungsinya.
7. Kemaslahatan keahlian, hal ini dicontohkan pada peranan seorang pengrajin yang mampu mengolah
benda-benda menjadi benda yang bisa dimanfaatkan, seandainya pendapat dan karakter pengrajin
satu dan pengrajin lainnya berbeda-beda tentunya tentunya tidak bisa saling disatukan karena
tujuan mereka berbeda-beda. Namun, di sini Allah telah menghimpun hati makhlukNya serta
menciptakan keakraban dan cinta di antara mereka seperti yang telah dijelaskan pada Qur’an surat
Al Anfal ayat 63 yang berbunyi:

“walaupun kamu membelanjakan semua kekayaan yang berada di bumi, niscaya kamu tidak
dapat mempersatuka hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka”.

Karena hati disatukan, ruh kita saling mengena, maka merekapun berkumpul dan berhimpun
membangun kota dan negeri mengatur tempat tinggal dan rumah-rumah yang berdekatan dan
bertetangga, menerbitkan pasar-pasar, warung dan semua tempat yang akan terlalu panjang jika
disebutkan satu persatu.
Setelah para peserta mengetahui macam-macam nikmat, penulis mengajak peserta untuk
mengetahui manfaat dari syukur.
1. Syukur mampu melahirkan pujian kepada Allah sebagai wujud terima kasih padaNya atas besarnya
kemurahan dan kasih sayang pada makhlukNya.
2. Syukur mampu membuat diri menjadi tenang dan bahagia
3. Syukur mampu membuat bertambahnya iman dan takwa seseorang
4. Syukur mampu membuat lebih berkhusnudzon pada kondisi yang sedang di alami.
Materi ditambahkan dengan Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Manusia Berpaling Dari Syukur.
Manusia merasakan senang tidak lain adalah karena merasakan kenikmatan. Jika seorang manusia telah
mengetahui bahwa dirinya telah mendapatkan suatu nikmat ia menyangka bahwa nikmat cukup di
katakan dengan ucapan “Ahamdulillah”. Namun sebenarnya nikmat itu digunakan untuk
menyempurnakan rasa ketaatan diri kepada Allah SWT. Hal-hal yang membuat manusia lalai untuk
bersyukur adalah dominasi dari hawa nafsu dan berkuasanya setan.
Kelalaian disebabkan salah satunya bahwa manusia tidak menganggap apa yang dikaruniakan
kepadanya dalam segala hal dan keadaan apapun bukanlah suatu nikmat. Banyak manusia yang tidak
mensyukuri nikmat yang di dapatkan, karena nikmat-nikmat tersebut ada pada manusia secara umum
dan diberikan dalam segala kondisi, sehingga setiap manusia melihatnya itu adalah hal biasa, tidak
melihat keistimewaan dirinya dengan nikmat tersebut, sehingga tidak menganggapnya sebagai nikmat.
Seandainya manusia mampu melihat kenikmatan yang diberi Allah dalam kehidupan sehari-hari seperti,
telah diberikannya udara segar seandainya Allah menjadikan manusia tercekik sesaat saja sehingga
udara tidak bisa masuk ke dalam tubuh dan akhirnya meninggal dunia. Watak manusia hanya
menghitung nikmat yang istimewa dan tidak dimiliki oleh orang lain secara umum.
Penyampaian materi kemudiandisimpulkan bahwa aspek ilmu artinya mampu memahami, dalam
pelatihan ini penulis mengajak peserta yang notabene seorang pemimpin dalam UMKM untuk
memahami perannya sebagai pemimpin. Hal ini merupakan suatu aplikasi di mana makna dari ilmu
adalah mampu memahami sebuah nikmat, ketika posisi kita menjadi seorang pemimpin, maka wujud
syukur dapat diterapkan dengan cara memahami perannya. Pada sesi ilmu ini yakni adanya wujud
pengembangan secara kognitif dalam diri seorang pemimpin, sehingga pemimpin dapat mengevaluasi
kinerjanya sebelum mengikuti pelatihan. Penyampaian materi sesi kedua ditambahkan juga materi
terkait dengan bagaimana seorang pemimpin mampu menjadi seseorang yang mulai peduli dan
memperhatikan bawahan dan lingkungan sekitarnya. Setelah seluruh rangkaian materi pada sesi ilmu
telah disampaikan, penulis meminta para peserta untuk refleksikan diri untuk menjawab dua
pertanyaan yakni:
1. Sudah berapa banyak nikmat yang kita dapatkan?
2. Sudah berapa banyak kita mensyukuri nikmat yang kita peroleh?

B. Materi Hal

Setelah aspek pertama, pada sesi berikutnya diberikan materi terkait dengan aspek hal, yang
mana pada aspek ini dijelaskan mengenai kondisi seseorang. Para peserta akan diajak untuk
mengembangkan kemampuan afeksinya melalui refleksi penyampaian pengalaman terkait dengan
evaluasi kondisi yang telah dialami. Penulis memberikan pengetahuan bahwa suatu apapun kondisi
seseorang, itu adalah takdir dari Allah SWT, dan sebagai hambaNya kita diberi kesempatan untuk
berikhtiar memperbaiki kondisi. Tujuan pada sesi ini yakni diberikannya penanaman kepercayaan
diri yang dibentuk melalui pengembangan kognitif dan afeksinya agar dapat mampu untuk berfikir
positif dan bersyukur kepada Allah SWT.
Materi yang disampaikan yakni aspek hal dalam syukur menurut Imam Al Ghazali dalam kitab
ihya ‘ulumuddin (2004). Hal adalah keadaan hati seseorang yang bersumber dari kesenangan atas
nikmat yang telah diberikan oleh Allah disertai dengan tawadhu’ (kerendahan hati) dan khudhu
(ketundukan hati). Perasaan gembira yang seperti ini pada hakikatnya sudah termasuk ke dalam
syukur, namun “hal” yang dimaksud dalam kitab ihya’ ini kategori yang dapat menjadi syukur hanya
apabila memenuhi persyaratannya yaitu ketikan kegembiraan yang ada itu adalah karena si pemberi
nikmat bukan karena nikmat itu sendiri. Terdapat tiga tingkatan kondisi syukur yang dikemukakan
oleh al ghazali yakni:
1. Senang Kepada Hal Yang Diberi Allah
Ketika seseorang diberikan suatu nikmat, ia akan merasa senang kepada nikmat tersebut.
tidak kepada si pemberi yakni Allah Swt. Wujud syukur yang seperti ini dikatakan belum termasuk
ke dalam syukur, karena orientasi syukur bukan kepada si pemberi namun kepada nikmat yang
diberi.
2. Senang Kepada Allah Karena Percaya Akan Diberikan Kesenangan Yang Lebih
Ketika seseorang diberikan nikmat, ia akan merasa senang kepada allah dan ia percaya bahwa
ketika bersyukur karena allah ia akan mendapatkan nikmat-nikmat yang lebih dari nikmat
sebelumnya. Kondisi seperti ini sudah termasuk ke dalam kondisi syukur yang dilakukan oleh orang-
orang yang shaleh.
3. Senang Hanya Kepada Allah
Ketika seseorang mendapatkan nikmat, ia akan merasa senang kepada allah swt. Merasa
bahwa dirinya sangat merindukan allah dan selalu ingin dekat dengan allah swt. Pada tingkatan
inilah yang disebut tingkatan tertinggi dalam mengemukakan rasa syukur.
Setelah peserta diajak untuk mengetahui kondisi-kondisi keadaan seseorang dalam menerima
nikmat, para peserta diberikan materi terkait dengan apa itu ikmat kecil dan Nikmat besar. Nikmat yang
dirasakan pada kehidupan sehari-hari sering sekali dilalaikan oleh makhluk Allah untuk disyukuri. hal-
hal yang biasanya disyukuri biasanya yang berupa kenikmatan yang istimewa dan bersifat sangat jarang
di dapatkan contohnya mendapatkan kenaikan gaji, kenaikan posisi. Padahal allah telah menciptakan
alam semesta ini untukdapat kita nikmati, seperti bernafas menggunakan hidung, menghirup udara
segar. Untuk masalah makananpun allah sudah menyiapkannya untuk makhluknya seperti pada
contohnya pengolahan pembuatan nasi yang kita makan sehari-hari. Inilah nikmat-nikmat yang kecil
namun jika kita mengetahui fungsi dari nasi tersebut kemudian kita syukuri hal tersebut akan membuat
syukur nikmat yang bernilai besar. Terlebih Allah telah menjanjikan bahwa dengan bersyukur, Allah
akan menambahkan nikmat kepada makhlukNya seperti yang ada dalam Al Qur’an surat ibrahim ayat 7
yang berbunyi:

“Dan ingatlah juga tatkala tuhanmu memaklumkan “sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangatlah pedih”.

Pembahasan pada sesi hal ini tidak hanya pada pengenalan nikmat, namun juga memberitahu
terkait adanya pemberian penghargaan kepada perantara syukur dari Allah SWT. Pelatih mengajak para
peserta untuk melihat betapa besarnya nikmat Allah yang diberikan kepada makhlukNya, sehingga kita
sebagai makhluk perlu senantiasa untuk mensyukuri nikmat tersebut melalui wujud penghargaan
kepada perantara. Sesungguhnya Allah memberikan nikmat melalui berbagai perantara, seperti kita
mendapatkan rezeki berupa uang melalui para pengunjung yang berkunjung ke toko yang kita miliki,
sehingga kita memberikan penghargaan terhadap para pengunjung berupa pelayanan yang baik kepada
mereka. Ketika seorang makhluk membutuhkan makanan, Allah memberikan makanan melalui
tumbuhan yang dapat kita olah menjadi makanan, memberikan rezeki berupa uang sehingga kita bisa
membeli makanan dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut yang perlu kita sadari, sehingga kita perlu
memberikan penghargaan kepada perantara tersebut minimal ucapakan terima kasih dengan tujuan
tetap bersyukur kepada Allah.
Begitu juga pada penciptaan alam semesta ini, Allah menciptakan seluruh makhluk dengan gerak
dan ruangnya sesuai dengan takdir yang telah ditentukan olehNya. Alam yang mampu saling
bersandingan, kehidupan manusia, tumbuhan, hewan bahkan malaikat dan jin mampu hidup
berdampingan dan damai. Melalui kenikmatan inilah kita perlu memberikan wujud syukur kepada Allah
dengan cara menjaga dan menjalankan kehidupan kita sesuai dengan kehendakNya. Contohnya ketika
seorang diberi amanah untuk memimpin, maka Allah memberikan kekuatan untuk seorang pemimpin
tersebut menemukan sebuah solusi terhadap suatu masalah, mampu melerai perbedaan dan lain
sebagainya (Alkaf, 2016).
Seorang pemimpin adalah penentu keberlangsungan suatu usaha, sehingga sebagai seorang
pemimpin perlu melakukan suatu tindakan dan kebijakan yang tepat untuk perusahaannya. Seorang
pemimpin tentunya tidak terlepas dari tanggung jawab untuk selalu mampu mengemban amanah, yang
mana amanah merupakan wujud dari ikhtiar seseorang dalam beribadah melalui hablumminannas dan
ibadah adalah wujud seseorang dalam mensyukuri nikmat Allah yang telah diberikan oleh Allah.
Sehingga sebagai seorang pemimpin alangkah baiknya ketika kita melakukan suatu perbuatan yang
positif untuk menambah rasa syukur kita kepada Allah. Syukur menurut Rusdy (2016) menyatakan
bahwa syukur terbagi menjadi dua yakni syukur internal dan eskternal. Syukur internal mencakup
tentang rida dan penerimaan nikmat dalam diri seseorang. dan syukur eksternal yakni suatu wujud
eskpresi dan perilaku atau respon kepada nikmat Allah yang dilakukan dengan lisan maupun perbuatan.
Seperti seorang pemimpin adalah penentu keberlangsungan suatu usaha, sehingga sebagai seorang
pemimpin perlu melakukan suatu tindakan dan kebijakan yang tepat untuk perusahaannya. Contohnya
pada perusahaan UMKM, Nurani dkk (2013) pernah melakukan penelitian terkait dengan
kepemimpinan di UMKM. Menurutnya karakteristik UMKM yang ada di indonesia yakni dipengaruhi
oleh kepemimpinan dan motivasi usaha dari pemiliknya. Dampaknya pada bertahan hidup dan
peningkatan kinerja perusahaannya.
Menurut Yukl (2015) kepemimpinan merupakan faktor yang terpenting untuk menggerakkan,
mengarahkan dan mengkoordinasikan berbagai faktor di dalam organisasi. Untuk itu kita perlu
mengetahui kriteria pemimpin yang baik menurut Bowers dan Seashore dalam Nurani, dkk (2013)
yakni:
1. Perlu adanya dukungan pimpinan yang mampu menumbuhkan rasa percaya diri dan berharga pada
diri bawahannya.
2. Perlu memudahkan akses interaksi dengan bawahan
3. Pemimpin perlu membantu karyawan untuk mampu mencapai target kerjanya
Banyak sekali wirausahawan menggunakan gaya kepemimpinan yang berorietasi pada tugas.
Padahal menurut Nuraini (2013) sebuah usaha akan mampu bertahan dengan durasi yang cukup lama
yakni berorientasi pada orang-orang yang ada di perusahaannya, ini lebih dapat dikatakan efektif
karena adanya unsur memotivasi dan mau berkomunikasi dengan karyawannya. Dampaknya pemimpin
akan mampu memahami kebutuhan-kebutuhan karyawannya dan gigih melibatkan karyawan dalam
mencapai sasaran perusahaan.
Bekerja menjadi seorang pemimpin memang tidak mudah, apalagi dalam dunia bisnis sangat
banyak sekali persaingan yang terjadi. Untung dan rugi menjadi titik fokus apakah perusahaan atau
usaha tersebut dapat memenuhi target perusahaan atau belum. Oleh sebab itu peranan kita sebagai
seorang atasan itu memiliki peranan yang sangat penting demi kelangsungan usaha, peningkatan
kinerja karyawan hingga income perusahaan. kita perlu melihat dari sisi internal kita menjadi sosok
pemimpin. Sudahkah kita melakukan ini:
1. Memberikan perintah dan memberikan contoh (Role model)
2. Pemimpin lebih mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi
3. Memasikan bahwa sebagai pemimpin harus peduli dengan bawahan atau rekan atau atasannya.
wujud peduli mampu menumbuhkan semangat dan perhatian anggotanya sehingga mampu
membuat pekerjaan berjalan secara kondusif
4. Invest your people, pemimpin memberikan waktu yang lebih banyak dengan bawahan sebagai wujud
perhatian terhadap pekerjanya. Hal ini akan menimbulkan suasana saling menghargai
Hal-hal di atas merupakan hal-hal yang perlu kita lakukan ketika menjadi seorang pemimpin,
yang mana ketika secara internal kita mampu menjadi sosok pemimpin yang baik. Maka keuntunganlah
yang akan diperoleh oleh perusahaan. Dalam tahapan ini, penulis mengajak para peserta untuk
merefleksikan pegalaman sukses dan gagal selama menjadi pemimpin. “Maka marilah kita bersama-
sama mengidentifikasi apa sajakah yang sudah kita lakukan pada hari-hari kemarin. Refleksikan
pengalaman anda selama menjadi pemimpin”. Sesi refleksi ini, menjadi sesi penutup pada penyampaian
aspek hal, dan pelatihan dilanjutkan dengan penyampaian materi lain.

C. Materi Amal
Materi berikutnya yaitu materi terakhir mengenai aspek amal. Aspek ini menitikberatkan pada
behaviour seseorang. Peserta diajak untuk membuat perencanaan. Apa saja yang akan dilakukan selama
dua tahun ke depan agar para peserta memiliki pandangan terhadap kemajuan usahanya hingga jangka
panjang.
Namun sebelum itu, penulis menyampaikan materi terlebih dahulu yaitu mengenai
kesempurnaan Allah SWT yang sudah meenciptakan manusia dengan kelengkapan panca indera yang
mampu dimanfaatkan untuk menikmati keindahan alam semesta, sehingga konsep syukur adalah wujud
berterima kasih atas segala sesuatu yang diterima, dalam bentuk aspek keberuntungan atau
kenikmatan. Dalam hal ini, syukur tidak hanya melihat aspek yang membawa bahagia, yang sesuai
dengan keinginan, hal yang tak terduga yang membawa keuntungan namun aspeknya lebih luas lagi
dengan dapat melihat sisi baik dari hal buruk yang diterima. Maka poin syukur akan dapat muncul. Rasa
syukur akan terbentuk karena ada pola mindset besar, dalam hal ini disebut berhati besar dan berjiwa
lapang. Artinya segala sesuatu yang diterima seseorang merupakan hal yang layak disyukuri, bahkan
sadar bahwa seyogyanya disyukuri.
Syukur memang sangat jarang terlihat wujudnya, terlebih individu memiliki gaya dan kekhasan
masing-masing dalam mengamalkan syukur, terlebih dalam dunia bisnis. Namun perlu diketahui bahwa
wujud pengamalan yang terkesan sederhana akan memberikan dampak positif pada perilaku. Sebagai
manusia, kita dianugerahi otak untuk berfikir dan otak memiliki cara kerja. Seperti dalam proses kita
melakukan suatu gerakan, kita memiliki fungsi sensorimotor yang bekerja sebagai locus of control yang
mana, ia memiliki tugas untuk mampu mengaktifkan ke otot-otot skeletal sehingga mampu untuk
bergerak. Kita juga memiliki jantung, hati panca indera sebagai sarana yang kita manfaatkan pada setiap
harinya. Oleh sebab itu, perlu adanya wujud terima kasih pada sistem tubuh kita.
Syukur dalam ibadah juga disampaikan pada materi ini. Syukur dapat dilakukan dalam bentuk
pengamalan yang sesuai dengan perintah Tuhan yakni dengan melakukan ibadah. Beberapa ibadah yang
dapat dilakukan oleh orang-orang yang mau bersyukur melalui:
1. Sholat
2. Puasa
3. Membaca Al Qur’an
4. Berzakat dan bersedekah
5. Berdoa
6. Berikhtiar mencari rezeki dengan cara yang halal
Ibadah tersebut dapat dilakukan dengan nikmat-nikmat yang sudah diberikan oleh Allah berupa
kalbu, lisan dan anggota tubuh (Al Ghazali dalam Alkaf, 2016):
1. Syukur dengan kalbu
Syukur dengan kalbu dilakukan dengan cara mempercayai dan meyakini bahwa Allahlah yang
telah memberikan segala macam nikmat yang diperolehnya. Makhluk Allah percaya bahwa segala
nikmat yang diberikan nyata adanya bahkan menjadi keturunan nabi Adampun kita perlu
mensyukurinya.

2. Syukur dengan lisan


Syukur dengan Lidah merupakan syukuran yang dilakukan setelah syukur hati yang mana
ketika syukur dengan hati sudah mampu diterapkan, maka secara otomatis dengan sendirinya lidah
akan bergumam mengucapkan rasa syukur dengan cara menyanjung dan memuji Allah atas
nikmatNya dengan penuh kecintaan. Hal ini merupakan bentuk pengakuan syukur yang mana segala
sesuatu bersumber dari kebesaranNya. Jika seseorang menyebut-nyebut Allah seseorang akan
teringat kepada pemberian dan mengakui segala kelemahan yang ada pada dirinya. Dengan begitu
seseorang akan lebih banyak mengingatkan segala hal dengan berbagai macam zikir yang akan
dilantunkan. Namun perlu diketahui, syukur tidak hanya sebatas kata-kata yang dilantunkan namun
juga disertai dengan hati dan amal anggota badan. Menurut Al Ghazali (2004) syukur dengan lisan
untuk menampakkan keridhoan kepada Allah SWT.

3. Syukur dengan Anggota Tubuh


Amal berikutnya yakni dengan anggota badan yang mana dengan cara menggunakan nikmat
Allah dalam rangka melaksanakan ketaan kepada Allah, serta tidak menggunakan nikmat itu untuk
mendurhakai Allah. Sehingga bentuk pengaplikasiannya yakni pada syukur mata yang mana
menutup aib yang ia lihat pada diri seseorang muslim, syukur telinga adalah menutupi setiap aib
yang ia dengar pada diri seorang muslim. Ini semua termasuk ke dalam kategori mensyukuri nikmat
Allah berkenaan dengan organ-organ tubuh. Syukur dalam aspek amal ini yang disebut sebagian dari
totalitas dalam syukur yakni pada syukur lisan, karena perkataan seseorang merupakan sesuatu
yang mampu memantapkan diri untuk bersyukur kemudian diapliksikan kepada syukur anggota
badan. Karena pada hakikatnya syukur merupakan suatu pengakuan nikmat yang diberikan oleh
Allah dengan disertai dengan ketundukkan, maka ia melihat kepada perbuatan lisan disertai
sebagian dari suasana hati. Selain itu syukur merupakan suatu pujian kepada pihak yang telah
berbuat baik dengan menyebut-nyebut kebaikkannya maka ia hanya kepada amalan lisan.
Penyampaian materi amal ditutup dengan membuat Action plan. Setelah para peserta mengetahui
pembelajaran di dalam pelatihan, para peserta diminta untuk membuat peta konsep yang baru yang
lebih mampu untuk menjadikan usaha kita menjadi sarana kita untuk lebih mampu dekat dengan Allah
SWT. Segala macam hal yang terjadi pada diri tidak lain adalah skenario yang diberikan oleh Allah SWT
untuk kita, selanjutnya tinggal bagaimana kita mampu memanfaatkan kesempatan yang diberikan itu.
“Mari kita lihat perkembangan secara realita kondisi di lingkungan tempat usaha dan kerja kita di UMKM
Batik ini”
1. Sudah berapa kerugian yang terjadi di dalam usaha kita?
2. Sudah berapa keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan kita?
3. Sudah berapa banyak karyawan kita yang bertahan pada perusahaan kita?
4. Sudah berapa banyak karyawan yang keluar di perusahaan kita?
5. Bagaimana hubungan kita dengan UMKM Batik yang lain?
6. Bagaimana kontribusi kita kepada lingkungan dan negara kita?
“Jika sudah kita lihat kondisi realita sekarang, marilah kita belajar dari kesalahan dan kejadian
sebelumnya bagaimana kita mampu untuk lebih meningkatkan kemampuan kepemimpinan kita sebagai
sarana awal melakukan peningkatan kemajuan perusahaan dan kinerja karyawan”. Menurut Yukl (2015)
pemimpin memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan dan kemajuan suatu perusahaan. Hal
itu dapat diterapkan tidak hanya pada bagian internal perusahaan sendiri saja, namun bisa juga
diterapkan menggunakan hal-hal secara eksternal, seperti mau berkontribusi dengan lingkungan
sekitar, saling bermitra dengan pengusaha lain untuk memajukan usaha dan lain sebagainya. Jika
dilakukan, harapannya wujud kontribusi tersebut memiliki dampak pada para konsumen sehingga
usaha bapak dan ibu lebih dikenal oleh masyarakat, dari situlah kemudian minat konsumen akan
menjadi meningkat. Berikut beberapa gambaran langkah-langkah membuat action plan pada peserta:
1. Peserta dibagikan satu kertas hvs
2. Peserta menuliskan nama dan usia di bagian pojok kiri atas
3. Peserta diminta untuk menggambar sebuat aliran laut
4. Peserta diminta untuk menggambar sesuatu diujung kanan aliran laut
5. Peserta diminta untuk menuliskan harapan terbesar yang ingin dicapai oleh usahanya di bawah
sesuatu sebelah ujung kanan aliran laut yang tadi digambarkan
6. Peserta diminta untuk menggambarkan sesuatu di ujung kiri aliran air laut
7. Peserta diminta untuk menuliskan usia saat ini di bawah sesuatu yang sebelah kiri tadi
8. Peserta diminta untuk menggambarkan sesuatu lagi di dekat sesuatu yang berada di ujung kanan
aliran laut
9. Peserta di minta untuk
menuliskan harapan usia
meninggal di bawah sesuatu
tersebut
10.Peserta diminta untuk
melalukan pengurangan usia
harapan dan usia saat ini
11.Peserta diminta untuk
menambah sesuatu di setiap
aliran laut
12.Peserta diminta menuliskan
rencana-rencana ke depan
untuk menjaga
keberlangsungan
perusahaannya hingga ia
meninggal nanti
Pada seluruh rangkaian
pelatihan ini, tentu tidak hanya
materi yang disampaikan di atas.
Namun, penulis juga memberikan
ice breaking untuk meramaikan suasana dan memberikan semangat para peserta untuk mengikuti
pelatihan. Setelah pelatihan selesai trainer menutup pelatihan dengan sesi review dan terminasi yang
bertujuan untuk membuat peserta mampu menyebutkan inti dari pelatihan ini, serta memperoleh
pengetahuan dan keterampilan yang baru. Penulis mengajak peserta untuk merefleksikan isi pelatihan
dengan membagikan reward untuk sarana penyemangat para peserta. Refleksi juga dilakukan melalui
lembar evaluasi sebagai bukti dari bertambahnya pengetahuan dan keterampilan para peserta yang
diketahui melalui perbedaan skor dari lembar kerja prates dan pascates pelatihan.
Penulis sangat pengharapkan pelatihan syukur ini dapat membawa pengaruh yang baik terhadap
servant leadership para peserta, sehingga penulis juga selalu memperhatikan faktor-faktor apa saja yang
dapat menunjang kesuskesan pelatihan. Menurut Sastrohadiwiryo (2003) tolok ukur sukses tidaknya suatu
pelatihan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni faktor materi pelatihannya, fasilitator dan kualitas
dari subjek pelatihan sendiri. Sehingga jika ketiganya dapat terpenuhi dengan baik maka akan berdampak
pada kesuksesan pelatihan. Pada pelatihan syukur yang diakan penulis, terlihat antusias dari beberapa
peserta. Mereka mengemukakan bahwa belum pernah menemui pelatihan yang berbasis spiritualitas.
Sehingga walaupun materi yang disampaikan cukup menyita satu hari penuh, namun para peserta tetap
mengikuti pelatihan mulai dari awal hingga akhir pelatihan. Antusias para peserta, mampu mempengaruhi
dan membawa dampak pada seluruh rangkaian pelatihan syukur kepada optimalisasi servant
leadershipnya.
BAB 5
OPTIMALISASI
SERVANT LEADERSHIP
Optimalisasi servant leadership dapat dilihat dari hasil seluruh rangkaian penelitian yang telah
penulis lakukan. Berikut grafik hasil dari keseluruhan tahapan:

160 Pra tes kelompok


kontrol
140
120 pascates kelompok
kontrol
100
tindak lanjut
80 kelompok kontrol

60
prates kelompok
eksperimen
40

20 pascates kelompok
eksperimen
0
1 2 3 4 5 6 7 tindak lanjut
kelompok eksperimen

Gambar 1. Grafik keseluruhan Hasil Servant Leadership

Grafik di atas menggambarkan bahwa secara keseluruhan baik pada kelompok kontrol
maupun kelompok eksperimen memiliki skor kategori pada tingkatan sedang. Kemudian pada
tahapan pasca tes berubah menjadi tiga orang berada pada kategori tinggi dan dua orang berada
pada kategori tinggi. Setelah itu pada tahapan tindak lanjut (follow up) tiga orang berada pada
kategori tinggi dan dua orang berada pada kategori tinggi. Melihat dari hasil di atas, dapat diartikan
bahwa tanpa diberikannya perlakuan, servant leadership pada beberapa subjek kontrol memang
meningkat menjadi berada pada kategori tinggi ditiap tahapannya, namun walau begitu masih ada
beberapa orang yang mengalami penurunan, pada tahapan pasca dan tindak lanjut. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak semua orang mengalami peningkatan servant leadership dalam kelompok
kontrol.
Berbeda dengan kelompok eksperimen yang secara keseluruhan mengalami peningkatan.
Pada tahapan pra tes secara keseluruhan berada pada kategori sedang. Namun hasil setelah
mengikuti pelatihan, menjadi meningkat secara keseluruhan. Peningkatan tersebut terjadi pada
tahapan pascates dan juga tindak lanjut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil yang diperoleh
dalam kategorisasi mampu menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan oleh kelompok
ekpserimen mampu memberikan peningkatan pada seluruh anggota kelompok terhadap servant
leadershipnya.
Peningkatan tentu bukan hanya pada servant leadership namun juga pada syukur. Berikut
grafik syukur para peserta baik di kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen.
60
Pra tes kelompok
kontrol
50
pascates kelompok
kontrol
40
tindak lanjut
kelompok kontrol
30
prates kelompok
eksperimen
20

pascates kelompok
10 eksperimen

tindak lanjut
0 kelompok
1 2 3 4 5 6 7 eksperimen

Gambar 2. Grafik keseluruhan Hasil syukur

Grafik menunjukkan bahwa kelompok kontrol yakni pada tahapan pra tes terdapat satu orang dalam
ketgori tinggi dan empat orang dalam kategori sedang. Kemudian pada tahapan pasca tes terdapat dua
subjek berada pada tahapan tinggi dan tiga lainnya berada pada tahapan sedang. Pada tahapan tindak
lanjut jumlah perkembangan sama pada tahapan sebelumnya yakni dua orang berada pada tahapan tinggi
dan tiga orang lainnya bedara pada kategori sedang. Maka dapat disimpulkan dari hasil kategorisasi yang
telah dilakukan terjadi peningkatan pada tahapan pra dan pasca tes. Namun tetap masih terdapat beberapa
subjek yang tidak mengalami peningkatan. Begitu pula pada tahapan tindak lanjut hasil yang diperoleh
cenderung sama dengan tahapan pasca. Adanya peningkatan hanya terjadi pada tahapan pra dan pasca tes
saja, selain itu jika dilihat secara perorangan, masih terdapat orang yang mengalami peningkatan dan
penurunan pada setiap tahapan artinya dengan tidak adanya perlakuan, maka tidak semua orang
mengalami peningkatan. Pada kelompok eksperimen didapatkan hasil dari tahapan pra tes secara
keseluruhan berada pada kategori sedang. Tahapan pasca tes menunjukkan adanya peningkatan yakni dari
keseluruhan orang mengalami peningkatan berada pada kategori tinggi. Kemudian pada tahapan tindak
lanjut keseluruhannya pun berada pada kategori tinggi dengan jumlah skor yang lebih tinggi dari tahapan
sebelumnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil kategorisasi yang didapatkan menunjukkan bahwa
adanya peningkatan syukur pada orang kelompok eksperimen.
Berdasarkan grafik hasil yang telah diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa pelatihan syukur
memiliki pengaruh untuk mengoptimalkan servant leadership para wirausahawan. Ketika seorang
wirausahawan mau bersyukur kepada Allah, disitulah juga ia akan mengaplikasikan seluruh rangkaian
aspek syukur yang akan menunjang peningkatan pada seluruh aspek servant leadership. Sehingga
optimalisasi servant leadership akan membawa pemilik UMKM tetap berkembang dan mampu untuk
bersaing dengan UMKM lainnya.
Penilaian lain dari peserta pada seluruh rangkaian acara pelatihan syukur didapatkan dari hasil
evaluasi yang sebagian besar merasa bahwa pelatihan syukur dirasa sangat bermanfaat. Peserta
memberikan penilaian bahwa pelatihan yang diselenggarakan bermanfaat bagi pengetahuan sekaligus
bermanfaat bagi usaha yang sedang ditekuni oleh peserta yakni sebagai seorang pengusaha UMKM batik.
Salah satu pesertapun menilai bahwa pelatihan ini mampu membuat dirinya mengevaluasi diri dan menjadi
bekal ilmu untuk sarana memperbaiki diri. Salah peserta yang lainnya pun mengungkapkan bahwa dengan
adanya pelatihan syukur ini menjadikan dirinya semakin termotivasi untuk memajukan usahanya dan
menjadikan usahanya merupakan suatu ladang dirinya untuk selalu bisa bersyukur kepada Allah SWT.
Penilaian lain yang disampaikan oleh peserta yakni terhadap fasilitator pelatihan syukur, yang mana
peserta penilai bahwa secara keseluruhan acara pelatihan dinilai sangat memuaskan baik dari segi suasana
pelatihan yang tidak monoton dan sangat memotivasi peserta, materi yang disampaikan dirasa sangat jelas
dan juga interaksi yang dilakukan fasilitator kepada peserta dapat membuat hidup suasana di dalam
pelatihan syukur ini. hal tersebut didukung dengan adanya kegiatan-kegiatan yang dapat merelaksasikan
peserta pada beberapa games, penulisan refleksi pengalaman usaha yang dilakukan, refleksi berbagi
pengalaman dengan cara bercerita di depan hingga membuat refleksi rencana dua tahun ke depan untuk
keberlangsungan usahanya melalui menggambar laut harapan.
Pengaruh pelatihan pada penelitian pun tetap bermanfaat untuk meningkatkan servant leadership
sekaligus syukur pada para peserta. mengatakan bahwasannya pemilik UMKM I sekarang mulai
berinteraksi dengan karyawannya dan tidak jarang memberikan apresiasi. Karyawan K menyatakan bahwa
pemilik di UMKM nya lebih mampu menghargai kinerjanya saat ini, seperti mengucapkan terima kasih dan
memberikan bonus kepada karyawan. Ungkapan ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan yang terjadi
pada aspek humality, yang mana pemilik UMKM mulai mau untuk menempatkan diri dan menghargai jasa
karyawan yang telah sepenuh hati bekerja di perusahaannya.
Aspek service pada pemilik eksperimenpun mengalami peningkatan. Data ini diperoleh dari hasil
wawancara dengan karyawan J yang mengemukakan bahwa pemilik mulai ingin diberikan penilaian atas
dirinya sebagai sarana evaluasi dirinya. Pemilik saat ini mulai sering berkunjung di perusahaan, mau ikut
memberikan sapaan, berinteraksi menanyakan keluarga karyawan hingga mau ikut dalam melayani
pelanggan yang datang.
Hasil wawancara juga dapatkan dari CS pemilik UMKM I yang menyatakan merasakan adanya
perubahan setelah mengikuti pelatihan diantaranya, pelatihan tersebut membuat pengetahuan CS menjadi
bertambah, CS merasa bahwa saat ini memang perlu memperhatikan karyawannya karena kemarin
sebelum mengikuti pelatihan CS lebih banyak terfokus pada dirinya sendiri dan selalu merasa curiga pada
karyawan karena ia pernah melakukan kesalahan yang sebenarnya itu hanyalah masalah keterlambatan
kerja karyawan. Hingga karyawan sering sekali memutuskan untuk berhenti bekerja. Sikap ini
menunjukkan bahwa adanya peningkatan dalam aspek emotional healing, yang mana seorang pemilik saat
ini mulai memiliki kesadaran akan pentingnya peranana seorang pemimpin tidak hanya sebagai orang yang
memberi intruksi, namun juga memberikan pendampingan, memberikan semangat kepada karyawan,
sehingga mampu membuat karyawan menjadi semangat dan tidak selalu merasa disalahkan oleh
pemiliknya.
Begitu juga dengan EC, setelah mengikuti pelatihan ia merasakan bahwa pelatihan ini mampu
menambahkan pengetahuannya tentang syukur. Ia menganggap syukur tidak hanya sebatas mengucapkan
Alhamdulillah saja, ternyata syukur juga mempengaruhi sikap seseorang terlebih sikap seorang pemimpin.
Iapun mulai mengimplementasikan sikap syukurnya kepada bawahan dan pelanggannya. Dengan
diterapkannya syukur pada dirinya, ia merasakan adanya kedekatan yang lebih dengan karyawannya.
Peningkatan servant leadership di atas, memperlihatkan bahwa kondisi subjek dalam
mengimplementasikan perilakunya dipengaruhi oleh moral dirinya, terlebih ketika ia seorang yang
beragama. Syukur sangat erat kaitannya dengan moral seorang muslim yang mana ia merasa bahagia ketika
ia mampu mensyukuri nikmat untuk dapat dekat dengan Allah SWT. Begitu juga dengan servant leadership,
menurut Graham (1991) pemimpin yang melayani tidak terlepas dari spiritualitas dan moral yang dimiliki
oleh pemimpin itu sendiri artinya mampu memotivasi batinnya untuk merendahkan hati, memberikan
kasih sayang dan kepedulian terhadap orang lain. Terlebih menurut Narcikara dan Zehir (2017)
mengemukakan bahwa servant leadership merupakan gambaran dari kepemimpinan yang positif, artinya
seorang pemimpin mampu untuk berpositif thingking pada orang lain. Pernyataan ini didukung dengan
pernyataan dari Walumba (2010) bahwa pemimpin yang positif itu mampu mempengaruhi hal-hal positif
bagi bawahannya, salah satunya yakni dengan cara berterima kasih kepada kinerja karyawan dan lain
sebagainya.
Narcikara dan Zehir (2017) mengemukakan bahwa kepemimpinan melayani seseroang dapat
ditunjukkan dengan salah satu cara yakni dengan bersyukur, karena syukur merupakan salah satu
mediator yang mampu memberikan pengaruh positif kepada kognitif, emosi dan behavior seseorang,
sehingga ketika seseorang mampu untuk bersyukur ia akan mampu untuk mengelola dirinya bahkan ketika
dalam keadaan tidak baik sekalipun.
Ghazali (2004) Telah mengemukakan bahwa syukur merupakan nikmat yang diterima sebagai
sarana untuk bisa mendekatkan diri kepada Allah SWT. Syukur sesungguhnya ada dua macam pertama
mensyukuri nikmat Allah, kemudian mengucapkan Alhamdulillah dan berbagi, dan syukur yang lebih tinggi
lagi yakni syakur, di mana seseorang mensyukuri apapun yang diberikan Allah. Sehingga ketika seseorang
terlebih seorang pemimpin mampu untuk bersyukur atau bahkan menjadi syakur ia akan lebih mampu
memaknai pekerjaannya dengan lebih positif dengan berfikir positif, mampu mengelola emosi dengan
emosi-emosi yang positif hingga memunculkan perilaku yang positif.
Wujud syakur ini didukung dengan penelitian oleh Rusdy (2016) yang menyatakan bahwa syukur
adalah bentuk rida atas segala nikmat yang diberikan Allah kepada dirinya. Rida ini berbentuk suatu
penerimaan atas segala hal yang diberikan baik berupa kesenangan atau ujian, semua dinilai sebagai
nikmat, inilah yang dimaksudkan dengan ma’rifah bi-ni’mah. Hal ini, dapat digambarkan dengan hasil
lembar kerja yang dikerjakan oleh beberapa subjek yang menyatakan bahwa usaha yang dikembangkan
mulai dari pertama membuat hingga sekarang merupakan sesuatu yang perlu disyukuri. Pada masalah ini
dapat digambarkan dari hasil wawancara kepada salah satu peserta pelatihan yakni pemilik UMKM L, ibu L
mengemukakan bahwa usaha yang dibawahinya, memang kemarin mengalami penurunan pemasukan dan
sepi pengunjung. Ibu L merasa bahwa kondisi seperti ini membuatnya minim pemasukan hingga ibu L
sering memarahi karyawannya, namun setelah mengikuti pelatihan, ibu L menyadari bahwa seluruh
karyawannya adalah orang baik yang seharusnya diberikan pujian olehnya. Kenyataan ini, didukung
dengan penelitian yang dilakukan oleh menurut Zulaifah dan witruk (2019) bahwa syukur dapat di
deskripsikan sebagai sebuah sikap penghargaan atas perbuatan baik yang dilakukan ataupun diberikan
kepada seseorang.
Syukur adalah sikap yang diterapkan diseluruh ajaran agama di dunia ini (Emmons dan Crumpler,
2000). Pada lingkup Maqasid, syukur merupakan suatu cara seseorang menerima nikmat sebagai wujud
ketaan pada Allah SWT. Sikap syukur berhubungan terhadap segala aspek positif dalam kehidupan sosial
manusia antara lain : meningkatkan sikap pro-sosial, meningkatkan kualitas dan kepuasan dalam hidup
seseorang (Zulaifah & Witruk, 2019). Aziz dkk (2017) menyatakan bahwa syukur merupakan suatu
keadaan seseorang yang sedang merasakan senang dan bahagia di mana hal tersebut mampu
memunculkan kondisi yang positif terhadap aktivitas yang sedang dijalaninya. Dampak dari syukur itu
sendiri ternyata mampu meningkatkan kesehatan mental seseorang. ketika bersyukur yang dirasakan oleh
seseorang adalah energi psositif yang mana mampu menurunkan stress pada seseorang (Emmons dan
McChullough, 2003).
Mahfud (2014) mengatakan bahwa syukur membawa kemanfaatan bagi diri seseorang, hal yang
paling terlihat dalam kehidupan sehari-hari yakni pada ditunjukkannya perilakuan yang lebih positif,
sehingga mendatangkan kebahagiaan. Kembali dijelaskan oleh Mahfud (2014) terkait dengan dampak pada
perilaku seseorang yakni ia menyebutkan bahwa hakikat dari syukur adalah menampakkan sesuatu
kepermukaan, artinya seseorang yang menerima nikmat dari Allah akan memunculkan reaksi baik itu
secara lisan, maupun perilaku.
Menurut Rusdy (2016) syukur dibagi menjadi dua dimensi yakni dimensi internal dan eksternal.
Syukur dengan dimensi internal diartikan bagaimana seorang hamba bersyukur kepada Tuhannya atas apa
yang telah diberikan, namun syukur secara internal saja tidak cukup dikatakan syukur. Oleh sebab itu
diperlukan syukur eksternal di mana syukur berupa pengamalan terhadap lingkungan sekitar baik secara
lisan maupun perbuatan itu akan membuat diri seseorang menjadi lebih mampu memaknai nikmatnya
bersyukur kepada Allah SWT. Maka dapat dibuktikan bahwa syukur memiliki pengaruh yang cukup baik
sebagai mediator seseorang untuk tetap berperilaku positif. Artinya ketika seseorang berperilaku positif
terlebih jika itu dialami oleh seorang pemimpin, maka itu akan berdampak baik kepada bawahannya.
Sehingga secara tidak langsung ketika pemimpin mau bersyukur maka servant leadership yang ia miliki
menjadi meningkat.
Peningkatan selanjutnya yakni pada aspek vision. Subjek RA mengatakan bahwasannya ia tidak siap
dengan jabatan yang diampunya. RA mengatakan bahwa usahanya kemarin hampir mangalami
kebangkrutan, karena ia tidak ikut andil dalam mengelola perusahaan. Segalanya dikerjakan oleh orang
tuanya yang sudah sepuh, sehingga ia tidak mampu bahkan tidak mengetahui perkembangan perusahaan
sudah sejauh mana. Dengan mengikuti pelatihan syukur ini, RA memberikan pernyataan bahwa ia telah
diberikan bayangan terkait dengan bagaimana ia esok akan mengelola perusahaannya.
Hal ini didukung dengan organizational stepwarship yang meningkat pada diri RA, di mana ia baru
menyadari bahwa berkontribusi dengan yang lingkungan sekitar, justru dapat membantu mempromosikan
perusahaannya hingga dapat lebih maju. Peningkatanpun terjadi juga pada subjek IR. Ia menyampaikan
bahwa rezeki yang diturunkan Allah hambaNya berbeda-beda, sehingga tidak perlu merisaukan rezeki,
bekerja dengan semangat dan bersyukur atas rizki yang telah diberikan Allah kepadanya, sehingga tidak
ada lagi rasa kecemburuan kepada perusahaan lain.
Peningkatan selanjutnya terjadi pada aspek wisdom dan persuasif mapping. Berdasarkan
wawancara yang dilakukan kepada EL, MU, RI, mereka mengatakan bahwa syukur mampu menjadikan
dirinya menjadi bersemangat menjadi pengusaha. Hal ini menjadikan ia, untuk berpositif thinking pada
penjualan batiknya. Dengan padatnya penjual batik yang ada di kampung Y, ia berusaha untuk berinovasi
terhadap batik yang diproduksinya langkah ini dilakukan karena mereka ingin usahanya tetap
berkembang.
Optimalisasi Servant Leadership 37

BAB 6
KISAH-KISAH
WIRAUSAHAWAN
“Saya merasa pengetahuan saya bertambah, dan memang memperhatikan karyawan itu penting. Saya
ingin mencoba untuk menjadi pemimpin yang baik”
CS, Pengusaha batik I.

“kemarin usaha saya mengalami penurunan dan sepi pengunjung, sampai saya berfikir apa saya
gulung tikar saja ya? dan membuat saya pusing hingga sering memarahi karyawan saya. Namun setelah
mengikuti pelatihan saya sangat menyesal dan ingin memperbaiki hubungan dengan karyawan saya”
L, pengusaha batik AC

“setelah saya mengikuti pelatihan, saya merasa sekarang saya memiliki pandangan bagaimana saya
harus bertindak sebagai seorang pemimpin UMKM, karena sebelum saya mengikuti pelatihan ini saya merasa
tidak memiliki bakat dan merasa gagal dalam mengelola UMKM yang sudah diwariskan oleh orang tua saya”
RA, pengusaha batik AS.

“Melalui pelatihan ini membuat saya untuk introspeksi diri, segala yang saya keluhkan kemarin-kemarin
ternyata sesuatu yang salah. Sekarang saya sudah tidak risau lagi rezeki sudah Allah tetapkan, saya tinggal
ikhtiar dan terus berdoa”
RI, pengusaha batik AA.

“Pelatihan ini menjadikan saya bersemangat untuk menjadi pengusaha, saya lebih mampu berfikir positif
terlebih dahulu dari pada memikirkan kerugian dari membuka usaha”
EL, pengusaha batik LI,

“Saya mulai bersemangat untuk mengembangkan batik saya”


TA, pengusaha MU

“Sekarang bapak sama ibu mulai sering ngobrol dengan kami, menanyakan kondisi kami dan sering
memberikan pujian, kami senang mendengar itu”
Karyawan batik I.

“mas RA sekarang sering meminta untuk diingatkan jika salah, atau berlaku tidak baik. Bahkan sering
meminta kami mengevaluasi dirinya”
Karyawan AS.
BAB 7
DOKUMENTASI
PELATIHAN
Optimalisasi Servant Leadership 40

Pada bab ini, penulis melampirkan serangkaian perlengkapan penelitian dan pelatihan yang telah
dilakukan untuk memberikan gambaran secara lengkap kepada para pembaca. Penulis melampirkan modul
yang digunakan selama pelatihan. Modul ini telah melalui hak cipta resmi sebelum digunakan. Penulis
hanya melampirkan sebagian dari modul sebab materi yang disampaikan telah dijelaskan di bab
sebelumnya. Selain itu, penulis juga melampirkan form-form pelatihan sebagai alat pengukuran, form
tersebut berisikan daftar hadir untuk mengetahui kehadiran. Form kehadiran sengaja dibuat tiga kali tanda
tangan untuk memastikan para peserta mengikuti pelatihan hingga selesai. Berikutnya yakni form lembar
kerja untuk mengukur pengetahuan para peserta ketika sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan. Form
berikutnya adalah form refleksi yang diberikan kepada para peserta ketika mengikuti pelatihan.
Selanjutnya form evaluasi, sebagai sarana untuk mengevaluasi jalannya pelatihan dan terakhir
dokumentasi foto pelatihan.
DAFTAR PUSTAKA

Al Jauziyyah, I.Q. (2005). Sabar dan Syukur. Menguak Rahasia di Balik Keutamaan Sabar dan Syukur.
Semarang: Pustaka Nuun.

Al-Ghazali (2004). Ihya ‘Ulumuddin, Jilid IV. Beirut-Libanon: Darul Kitab.

Alkaf (2009). Mengungkap Rahasia Hakikat Sabar dan Syukur. Surabaya: Perc. Karya Utama.

Al Qur’an dan terjemahannya (2008). Jakarta: Departemen Agama RI.

Anshor,M. (2017). Pelatihan Kebersyukuran Untuk Meningkatkan Harga Diri Pada Penyandang Disabilitas
Fisik di BBRSBD Prof. Dr. Soeharso Surakarta. Naskah Publikaasi Program Magister Psikologi Profesi
Fakultas Psikologi Univversitas Muhammadiyah Surakarta.

Barbuto, J.E & Wheeler, D.W. (2006). Scale Development and Construct Clarification of Servant Leadership
(Electronic Version), Group and Organization Management. Journal: 31.

Barker,R,A. (2001). The Nature Of Leadership. Journal Human Relations. The Tavistock Institude London
54(4).

Baykal,E, Dkk. (2018). Effects Of Servant Leadership On Gratitude, Empowerment, Innovativenees And
Performance: Turkey Example. Jorunal Of Economy Culture And Society. 57:29-52.

Badan Pusat Statistik (2017). Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar
(UB). Diunduh pada tanggal 16 Desember 2019 dari www.depkop.go.id/data-umkm.

Danial,D.M & Komariah,K (2017). Kepemimpinan yang Efektif dalam Meningkatkan Kinerja Usaha Kecil dan
Menengah. Jurnal Sosio Humanika. Vol 10(2).

Graham, J.M. (1991). Servant Leadership in Organizations: Inspirational and moral. Leadership Quarterly. 2.

Greenleaf,R, K. (1973). The Servant Leadership Within. The Revised Edition. Greenleaf Center for servant
Leadership.

Handoyo, S. (2010). Pengukuran Servant Leadership Sebagai Alternatif Kepemimpinan di Institusi


Pendidikan Tinggi Pada Masa Perubahan Organisasi. Jurnal Sosial Humaniora. 14 (2).

Hawa,S. (2005). Kajian Lengkap Penyucian Jiwa. Tazkiyatunnafs: Intisari Ihya ‘Ulumuddin. Solo Pustaka.

Hawkins,D.I & Mothersbaugh,D.I (2010)Consumer Behaviuor: Building, Marketing Strategy. 11th edition.
McGraw-Hill, Irwin.

Heristi, K & Handoyo, S. (2011). Hubungan antara servant leadership dengan efektifitas tim ditinjau dari
persepsi anggota TIM PHKI-Jurusan di Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya. Surabaya: Insan
(13) 1.

Jaidi, N. (2018). Servant Leadership Kepemimpinan yang Melayani. Editor Faraz.(Belum dipublikasi).

Jatmika,R. (2017). Masalah yang dihadapi Usaha Kecil Menengah di Indonesia. Jurnal Studi Ekonomi Syari’ah
El-Ecosy. ISSN:2301 – 7538.

Loudon,D.I & Bitta, D.A.J. (1993). Consumer Behaviour: Concept and Aplication. Singapore:McGrow-Hill,Inc.
Mahfud,C. (2014). The Power Of Syukur. Jurnal Episteme. Vol 9. No.2.

Narcikara, E.B & Zehir,C. (2017). Effect of Gratitude In The Relationship Between Servant Leadership and
Organizational Indetification.. The European Proceeding Of Social and Behaviour Sciences.

Nuryati (2013). Kepemimpinan Pelayanan: Pendekatan Baru Model Kepemimpinan. Surakarta: STIE AUB.

Salim,S.P. (2015). Hubungan Antara Syukur Dengan Optimisme Pada Santri Pondok Pesantren Modern Islam
(PPMI) Assalam. Naskah Publikasi Fakultas Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Setyo (2016). Model Perkembangan UMKM. Diakses pada tanggal 9 November 2019 dari www.lpdb.id.

Simamora, H. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: STIE.

Shihab, M.Q (2002). Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.

Suwito (2004), Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih. Yogyakarta: Beirut.

Susanto, A. (2011). Perkembangan Anak Usia Dini, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Watkinks, P.C, dkk (2014) Gratitude and Happiness: Development of A Measure of Gratitude and
Relationships With Subjective Well Being. Social Behavior and Personality. Journal 31 (5).

Yukl,G. (2015). Kepemimpinan dalam Organisasi, Edisi Ketujuh. Jakarta Barat: Indeks.

Zulaifah, E. Dan E. Witruk. (2019). Gratitude (Shukr) dan Acceptance (Ridho) as Elements of Family
Strength. Physchology and Education, An Interdiciplinary Journal 56(2): 59-70.
BIODATA PENULIS

Anisah Zaqiyatuddinni dilahirkan di Cirebon pada tanggal 12 Mei 1993 lulus S1 Jurusan Psikologi di
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dan melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 di
Universitas Islam Indonesia Yogyakarta dengan mengambil jurusan Magister Profesi Psikologi Industri dan
Organisasi. Pada saat ini ia sedang meniti karier sebagai seorang general manager di salah satu perusahaan
swasta di Indonesia. Tahun 2015 ia membuat karya tulis berjudul “Regulasi Emosi Remaja Tunanetra
Ketika Mengalami Menstruasi”. Kemudian pada tahun 2017 membuat jurnal publikasi bersama tim dengan
judul “Pengaruh Terapi Dzikir Terhadap Penuruna Stress Pada Mahasiswa Magister Profesi Psikologi”.

Arief Fahmi, seorang akademisi kelahiran 10 April 1975, merupakan ketua program studi psikologi di
Universitas Islam Indonesia. Beliau telah menyelesaikan program S1 Psikologi dan Profesi Psikologi di
Universitas Gadjah Mada, kemudian beliau melanjutkan pendidikan Magister Human Resource Management
di University of Bolton dan mendapatkan gelar PhD di Chemnitz University of Technology, Germany. Memulai
karir pada tahun 1998 hingga 2001 sebagai Manager di PT. Surya Satya Timur, kemudian meniti karir
menjadi akademisi sejak 2001 hingga saat ini di Fakultas Psikologi, Universitas Islam Indonesia. Dalam
karir professional nya sebagai psikolog beliau tercatat pernah terlibat diberbagai organisasi diantaranya
Medco, Lembaga Sandi Negara, Rumah Sakit Akademik UGM, Krakatau Steel, The ASEAN Secretariat, Bukit
Asam, Surveyor Telkom Indonesia. Beliau juga tercatat aktif dalam mempublikasikan karya tulis ilmiah
dalam skala nasional maupun internasional.

Emi Zulaifah, seorang akademisi kelahiran Yogyakarta, 3 Juni 1968. Saat ini beliau berstatus sebagai wakil
dekan di Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Beliau telah menyelesaikan program S1 Psikologi
di Universitas Gadjah Mada, kemudian melanjutkan Program Magister Psikologi Industri di San Francisco
State University, California, USA. Dan berhasil menyelesaikan program doctoral psikologi di University of
Leipzig, Germany. Beliau beberapa kali menerima beasiswa short course diantaranya dari Institute for
International Education, OTO-BAPENAS, JAL-Japan Airline Scholarship serta tercatat aktif dalam
mempublikasikan karya tulis ilmiah dalam skala nasional maupun internasional.
SINOPSIS

Besarnya peluang perdagangan pada era sekarang ini, membuat seseorang ingin mencoba
terjun menjadi seorang wirausahawan. Mental, tantangan dan konsekuensi tentunya harus siap
dihadapi seorang wirausahawan, terutama mereka yang sudah memiliki karyawan perlu untuk
diperhatikan kualitasnya demi mencapai tujuan usaha. Hal itu tentu tidak terlepas dari usaha
seorang wirausahawan untuk menjadi sosok yang bertanggung jawab atas keberlangsungan
usahanya dan sosok pemimpin yang dipandang ideal oleh bawahannya. Solusi dari tantangan
wirausaha saat ini ialah sosok pemimpin dengan karakter servant leadership.
Imam Ghozali, dalam kitab ihya ulumuddin, banyak menjelaskan tentang syukur yang sejalan
dengan konsep servant leadership. Oleh sebab itu, melatih syukur akan bermanfaat bagi para
pelaku wirausaha, khususnya usaha kecil menengah agar dapat mengembangkan usahanya dengan
penerapan nilai-nilai servant leadership.
Buku ini akan membahas seputar pentingnya syukur yang perlu ditanamkan dalam diri
seorang wirausaha, bagaimana menerapkan syukur dalam praktek wirausaha dan meningkatkan
nilai servant leadership untuk para pemimpin wirausaha. Kandungan dalam syukur akan
mengarahkan seorang pengusaha untuk bisa menjadi pemimpin usaha yang optimal. Terakhir pada
buku ini juga terdapat gambaran kisah-kisah nyata keberhasilan pemilik usaha dari hasil pelatihan
syukur yang telah dilakukan oleh penulis.

Anda mungkin juga menyukai