Anda di halaman 1dari 23

Page |1

MAKALAH

PENGANTAR BISNIS

MOTIVASI, KEPEMIMPINAN DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

DOSEN PENGAMPU:

SITI KHOTIMMAH, SE., MM

DISUSUN OLEH KELOMPOK 6:

1. MUHAMMAD FAISAL MAULANA (21622011167)

2. SHERLY HERLINA MAUTANG (21612011161)

3. ROHMANIYAH (21622011179)

4. DESY FITRIANI (21622011155)

FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

UNIVERSITAS ANTAKUSUMA

TAHUN 2021
Page |2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, kami
selaku penyusun dapat menyelesaikan tugas kelompok makalah yang berjudul
"MOTIVASI, KEPEMIMPINAN DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL" dengan tepat
waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengantar Bisnis. Selain itu,
makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang “MOTIVASI,
KEPEMIMPINAN DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL” bagi para pembaca dan juga
bagi kami sebagai penyusun.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Khotimmah selaku dosen Mata Kuliah
Penantar Bisnis. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikannya makalah ini.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik
yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini

Pangkalan Bun, 5 Oktober 2021

Kelompok 6
Page |3

DAFTAR ISI

JUDUL..............................................................................................................................1

KATA PENGANTAR.....................................................................................................2

DAFTAR ISI....................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................4

1.1 Latar Belakang............................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................4

1.3 Pembatasan Makalah..................................................................................................4

1.4 Tujuan Makalah........................................................................................................4

1.5 Manfaat Makalah..... .................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................5

2.1 Pengertian Motivasi.................................................................................................... 5

2.2 Perspektif Kebutuhan, Keseimbangan dan Keadilan, Pengharapan, Penguatan........6

2.3 Konsep Kepemimpinan..............................................................................................9

2.4 Pendekatan Kepemimpinan, Sifat dan Perilaku Kepemimpinan...............................10

2.5 Teori X dan Teori Y..................................................................................................13

2.6 Pendekatan Situasional-Teori Contingency..............................................................14

2.7 Apa Itu Hubungan Industrial.....................................................................................15

2.8 Konflik atau Perselisihan didalam Hubungan Industrial...........................................16

2.9 Penyelesaian Perselisihan dalam Hubungan Industrial.............................................17

2.10 Pengadilan Hubungan Industrial.............................................................................19

BAB III PENUTUP.......................................................................................................20

3.1 Kesimpulan................................................................................................................20

3.2 Saran/kritik................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................22
Page |4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu manajemen merupakan suatu ilmu yang membutuhkan banyaknya
pengalaman dankeaktifan dalam menjalankan setiap kegiatan manajemen, oleh
karena itu setiapkeaktifannya, disamping itu seorang manajemen harus memiliki
sebuah motivasi danhubungan keindustrial yang baik.Motivasi seorang
manajemen merupakan aspek utamanya, baik individu maupunkebutuhannya.
Motivasi merupakan kondisi psikologis yang merupakan hasil interaksianatara
kebutuhan dan factor-faktor luar yang mempengaruhi prilakunya. Seorang
manajerjuga diharapkan dapat memotivasi setiap karyawan-
karyawannya.Hubungan keindustrian merupakan pekerjaan-pekerjaan kecil dan
percobaan-percobaanyang mekanis dan menghasilkan suatu kerja karyawan
yang signifikasi dan berprestasi.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari pembahasan ini adalah:
 Apakah motivasi kerja karyawan itu?Bagaimankah motivasi kerja
dalam manajemen?
 Siapakah motivator itu sendiri?
 Bagaimanakah hubungan keindustrian dalam manajemen?

1.3 Pembatasan Masalah


Adapun pembatasan masalah pada pembahasan ini adalah bagaimana
hubungankeindustrian itu sendiri bagi karyawan.

1.4 Tujuan Makalah


Adapun tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana motivasi kerja
itusendiri dan hubungan keindustrian karyawan manajemen itu.

1.5 Manfaat Makalah


Adapun manfaat dari makalah ini adalah sebagai berikut:Mengenal makna
motivasi dalam kerja;
 Mengenal bagaiman caranya menerima motivasi itu sendiri;
 Mengetahui Bagaimana tindakan seorang manajer dalam memotivasi
karyawannya sendiri;
 Menambah pengetahuan kita dalam menjalankan sebuah hubungan
keindustrian dengankelompok kerja karyawan.
Page |5

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Motivasi

Motivasi (motivation) adalah berbagai factor yang menyebabkan, menyalurkan,


dan memepertahankan tingkah laku individual. Motivasi juga dapat diartikan sebagai
kebutuhan yang mendorong perbuatan ke arah suatu tujuan tertentu.Secara hakiki
manusia mempunyai sejumlah kebutuhan, yang pada saat tertentu menuntut pemuasan.
Hal-hal yang dapat memberikan pemuasan pada kebutuhan tertentu, menjadi tujuan
kebutuhan tersebut. Kebutuhan dan tujuan itu menimbulkan dan mendorong adanya
usaha, yang terlihat sebagai tingkah laku (perbuatan).

Menurut French dan Raven, sebagaimana dikutip Stoner, Freeman, dan Gilbert (1995),
motivasi is the set of forces that cause people to behave in certain ways.Perilaku yang
diharapkan untuk ditunjukkan oleh tenaga kerja untuk perusahaan adalah kinerja
terbaik. Kinerja terbaik menurut Griffin (2000) ditentikan oleh 3 faktor, yaitu : motivasi,
kemampuan, dan lingkungan pekerjaan. Motivasi adalah sesuatu yang tidak dapat
diukur dan tidak kasat mata.

Motivasi bukan hanya satu-satunya faktor yang mempengaruhi tingkat prestasi


seseorang. Dua faktor lainnya yang telibat adalah kemampuan individu dan pemahaman
tentang perilaku yang diperlakuakan untuk mencapai prestasi yang tinngi disebut
persepsi peranan. Motivasi, kemampuan, dan persepsi peranan saling berhubungan.
Jadi, bila salah satu faktor rendah, maka tingkat prestasi akan rendah, walaupun faktor-
faktor lainnya tinggi.

Teori Motivasi

1. Teori Kepuasan

Berhubungan dengan upaya mengidentifikasi apa yang terdapat di dalam diri seseorang
atau lingkungan kerja yang mendorong dan mempertahankan perilaku

2. Teori Proses

Menjelaskan dan menggambarkan proses tentang bagaimana perilaku didorong,


diarahkan, diperyahankan dan akhirnya dihentikan.

Hubungan Motivasi dengan Kepemimpinan

Sekiranya manajer telah memahami bahwa estiap pegawai atau didalam


organisasi memiliki berbagai motif yang mendorong perilaku dan tindakan mereka,
maka langkah nerikutnya yang harus dilakukan dalam l melakukan implementasi
rencana dalam fungsi pengarahan adalah apa yang harus dilakukan para manajer
sehingga rencana yang telah disusun organisasi dapat direalisasikan. Bagaimana
semestinya para manajer mengarahkan dan memotivasi para pegawai menjadi esensi
Page |6

pokok dari kepemimpinan. Kepemimpinan sendiri merupakan bagain dari fungi


pengarahan dalam manajemen. Sekiranya fungsi pengarahandalam manajemen ingin
direalisasikan, maka kepemimpinan menjadi salah satu kunci pokok yang harus
dipahami. Karena pentingnya faktor kepemimpinan ini, Stoner, Freeman, dan Gilbert
(1995) menempatkan faktor kepemimpinan atau fungsi pengarahan (leading) sebagai
salah satu dari fungsi manajemen setelah fumgsi perencanaan dan pengorganisasian.

2.2 Perspektif Kebutuhan, Keseimbangan dan Keadilan, Pengharapan,


Penguatan

 Perspektif kebutuhan

Perspektif kebutuhan yaitu mengenai kebutuhan dan kesenjangan akan


kebutuhan. Secara lebih spesifik, perspektif kebutuhan terkait dengan pertanyaan,
“faktor apakah daam lingkungan organisasi atau perusahaan yang memotivasi orang-
orang?”. Sebagian manajer barangkali berpendapat bahwa orang-orang akan termotivasi
sekiranya diberi upah yang tinggi, sebagian yang lain mungkin tidak. Sebagian yang
lain mungkin lebih melihat dari pola komunikasi antara atasan dan bawahan, dan lain
sebagainya.

Terdapat beberapa teori kebutuhan yaitu :

1. Teori hirarki kebutuhan (hierarchy of needs) dari Abraham Maslow

Menurut Abraham Maslow, semua kebutuhan dapat dibagi dalam 5 kelompok


berdasarkan prioritas tuntutannya, yaitu :

a. Kebutuhan faal

b. Kebutuhan perasaan aman

c. Kebutuhan social

d. Kebutuhan prestise, penghargaan, dan kehormatan

e. Kebutuhan realisasi diri

Konsep kebutuhan Maslow tersebut mengatakan bahwa bila pada suatu saat semua
kebutuhan tersebut ada dan secara minimal saja belum terpuaskan, maka kebutuhan
kelompok pertama (faal) akan terasa paling kuat tuntutannya. Baru setelah kelompok
faal tersebut terpuaskan secara minimal, akan terasa tuntutan dari kelompok kedua
(perasaan aman). Demikian seterusnya sampai kebutuhan-kebutuhan kelompok lainnya.
Dengan kata lain, terpuaskannya suatu kebutuhan akan selalu disusul oleh kebutuhan
tingkat selanjutnya (tidak pernah terpuaskan).

2. Teori ERG dari Clayton Alderfer

ERG merupakan sinkatan dari Existence, Realedness, dan Grouth. Teori ini
deperkenalkan oleh Clayton Alderfer. Pada dasarnya Alderfer setuju dengan Maslow
Page |7

bahwa kebutuhan manusia atau individu yang mendorong seseorang untuk termotivasi
dalam melakukan sesuatu bersifat hierarkis atau memiliki tingkatan, namun Alderfer
memiliki 2 perbedaan dibandingkan dengan Maslow. Perbedaan pertama adalah bahwa
Alderfer hanya membagi tingkatan kebutuhan manusia menjadi kebutuhan Existence
atau kebutuhan mendasar manusia untuk bertahan hidup (seperti kebutuhan fisik dan
keamanan dari Maslow), kebutuhan Relatedness atau kebutuhan melakukan interaksi
dengan sesama, kebutuhan Grouth atau kebutuhan untuk menyalurkan kreativitas dan
bersiakp produktif. Dapat diaktakan teori kebutuhan erg dari Alderfer ini merupakan
versi lain dari tingkatan kebutuhannya Abraham Maslow.

3. Toeri dua factor (Two-Factor Theory) dari Frederich Herzberg

Teori Heizberg yang menyatakan bahwa ketidakpuasan dan kepuasan muncul dari dua
factor yang berbeda:

1. Factor Hygiene (factor penyebab ketidakpuasan)

2. Factor yang memotivasi ( factor penyebab kepuasan)

 Perspektif Keseimbangan dan Keadilan

Teori Keadilan

Suatu teori motivasi keja yang menekankan peran yang dimainkan oleh keyakinan
seseorang akan keadilan dan kejujuran dari penghargaan dan hukuman dalam
menentukan prestasi dan kepuasan kerjanya.

Perspektif kesimbangan dan keadilan atau Equity Perspectives mengenai motivasi


berangkat dari asumsi dasar bahwa termotivasi tidaknya seseorang dalam organisasi
atau lingkungan pekerjaan sangat bergantung pada anggapan apakah dirinya mendapat
perlakuan yang adil ataukah tidak, dalam hal pengharapan yang diterimanya. Pada
dasarnya keseimbangan dan keadilan ini dapat diukur sebagai perbandingan antara
kontribusi pekerjaan dari individu atau job input dengan penghargaan yang diterima
oleh individu tersebut atau job reward.

 Perspektif Pengharapan

Teori pengharapan menyatakan bahwa perilaku kerja karyawan dapat dijelaskan


dengan kenyataan : para karyawan menentukan terlebih dahulu apa perilaku mereka
yang dapat dijalankan dan nilai yang diperkirakan sebagai hasil-hasil alternative dari
perilakunya. Sebagai contoh, bila seorang karyawan mengharapkan bahwa
menyelesaikan pekerjaan pada waktunya akan memperoleh pengharapan, maka dia akan
dimotivasi untuk memenuhi sasaran tersebut.

Menurut teori ini, motivasi seseorang ditentukan oleh nilai-nilai antisipasi dari
semua akibat (positif dan negative) dari aksi yang diperbanyak oleh kekuatan dari
pengharapan orang bahwa akibat tersebut akan mencapai tujuan yang diharapkan.
Page |8

Victor Vroom merumuskan dengan :

Force (F) = Valance (V) x Expectancy (E)

Yang menunjukkan bahwa :

F = kekuatan motivasi dari seseorang

V = kekuatan dari pilihan seseorang akan suatu hasil

E = kemungkinan bahwa suatu aksi tertentu akan menarahan pada hasil yang
diharapkan

Valensi mempunyai tiga kondisi nilai yaitu :

1. Valensi bernilai nol (0) bagi mereka yang tidak memperdulikan pencapaian tujuan

2. Valensi bernilai positif bagi mereka yang senang mencapai hasil tertentu daripada
tidak mendapatkan apa-apa

3. Valensi negative untuk mereka yang lebih senang tidak menghasilkan sesuatu

Dari teori ini dapat disimpulkan bahwa seseorang akan bekerja usaha maksimum
apabila dirasakan bahwa hasil yang akan dicapai sesuai dengan usahanya, sebaliknya
orang akan bekerja dengan usaha yang minimum apabila dirasakan bahwa hasil yang
akan dicapai tidak sesuai dengan usahanya.

 Perspektif penguatan

Pendekatan pada motivasi berdasarkan “Hukum Pengaruh” ide bahwa tingkah laku
dengan konsekuensi positif cenderung untuk diulang, sementara tingkat laku dengan
konsekuensi negative cenderung untuk tidak diulang.

Jika para manajer memahami benar tingkat kepentingan dari model pengharapan ini.
Maka prinsip dasar dari prespektif penguatan (reinforcement perspective) mengenai
motivasi berangkat dari kerangkat pikir B.F. Skinner, seorang pesikolog yang
menerangkan bahwa tindakan akan sangat dipengaruhi oleh perlakuan yang diterima
akibat perilaku yang dilakukan dimasa lalu.

Simulasi respon perlakuan yang diterima respon selanjutnya

Kerangka pikir ini bermula dari adanya stimulasi atau faktor pendorong bagi
seseorang untuk berbuat. Katakanlah ada tugas yang dibebankan kepada pegawai.
Stimilasi ini kemudian ditindaklanjuti melalui respon oleh pegawai dengan bekerja
secara cepet, giat, dan tepat sesuai dengan apa yang ditugaskan kepadanya. Jika
kemudian pegawai tersebut mendapat perilaku positif sebagai akibat dari respons yang
diberikan olehnya, maka respon selanjutnya yang akan ditunjukkan mungkin juga akan
positif. Katakanlah jika pegawai tersebut pendapatkan puian dan bonus akibat kinerja
yang telah ditunjukkan, maka sangat mungkin respon berikutnya yang akn terjadi adalah
Page |9

pegawai tersebut akn bekerja lebih baik karena dirinya telah mengalami perlakuan
positif di masa lalu akibat tindakan positif telah dilakukannya. Tapi jika pegawai
tersebut mendapatkan perlakuan negative, katakanlah kinerja baik yang telah
ditunjukkan olehnya ternyata tidak mendapatkan penghargaan positif, bahkan mungkin
penghargaan yang negative, maka sangat mungkin respon berikutnya pegawai tersebut
tudak akan menunjukkan kinerja baik. Dirinya akan berpikir sia-sia saja berkinerja baik
tetapi tidak mendapatkan perlakuan yang baik.

2.3 Konsep kepemimpinan

Kepemimpinan dapat diartikan sebagai proses mempengaruhi dan mengarahkan


para pegawai dalam melakukan pekerjaan yang telah ditugaskan kepada mereka.
Sebagaimana didefinisikan oleh Stoner, Freeman, dan Gilbert (1995), kepemimpinan
adalah the process of directing ang influencing the ask-ralated activities of group
members. Kepemimpinan adalah proses dalam mengarahkan dan mempengaruhi para
anggota dalam hal berbagai aktivitas yang harus dilakukan. Griffin (2000) membagi
pengertian kepemimpinan menjadi 2 konsep, yaitu sebagai proses dan sebagai atribut.
Sebagai proses, kepemimpinan difokuskan kepada apa yang dilakukan oleh para
pemimpin, yaitu proses dimana para pemimpin menggunakan pengaruhnya untuk
memperjelas tujuan organisasi bagi para pegawai, bawahan, atau yang dimpinnya,
memotivasi mereka untuk mencapai tujuan tersebut, serta membantu menciptakan suatu
budaya produktif dalam organisasi. Adapun dari sisi atribut, kepemimpinan adalah
kumpulan karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Oleh karena itu,
pemimpin dapat didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi perilaku orang alin tanpa menggunakan kekuatan, sehingga orang-orang
yang dipimpinnya menerima dirinya sebagai sosok yang layak memimpin mereka.

 Rangkaian Kesatuan Kepemimpinan Tannenbaum dan Schmidt

Robert Tannenbaum dan Warren H. Schmidt adalah diantara para teoritis yang
menguraikan beragai faktor yang mempengaruhi pilihan gaya kepemimpinan oleh
manajer. Mereka mengemukakan bahwa manajer harus mempertimbangkan tiga
kumpulan ”kekuatan” sebelum melakukan pemilihan gaya kepemimpinan, yaitu :

 Kekuatan-kekuatan dalam diri manajer, yang mencakup : system nilai,


kepercayaan terhadap bawahan, kecenderungan kepemimpinan sendiri, dan
perasaan aman dan tidak aman.
 Kekuatan-kekuatan dalam diri para bawahan meliputi : kebutuhan mereka akan
kebebasan, kebutuhan mereka akan peningkatan tanggung jawab, apakah mereka
tertarik dalam dan mempunyai keahlian untuk penanganan masalah, dan harapan
mereka mengenai keterlibatan dalam pembuatan keputusan.
 Kekuatan-kekuatan dari situasi, mencangkup : tipe organisasi, efektifitas
kelompok, desakan waktu, dan sifat masalah itu sendiri.
P a g e | 10

 Konsep Tannenbaum dan Schmidt ini disajikan sebagai suatu rangkaian


kesatuan kepemimpinan (leadership continuum). Pendekatan yang paling efektif
sebagai manajer, menurut mereka adalah sedapat mungkin fleksibel, maupun
memilih perilaku kepemimpinan yang dibutuhkan dalam waktu dan tempat
tertentu.

 Gaya Kepemimpinan Ideal

Telah terjadi perdebatan dalam waktu cukup lama untuk mencari jawaban apakah ada
gaya kepemimpinan normative atau ideal. Perdebatan ini biasanya terpusat pada
gagasan bahwa gaya ideal itu ada, yaitu gaya yang secara aktif melibatkan bawahan
dalam penetapan tujuan dengan menggunakan teknik-teknik manajemen partisipasif dan
memusatkan perhatian baik terhadap karyawan dan tugas. Gagasan ini didukung oleh
beberapa penelitian dalam kepemimpinan yang dilakukan dari tahun 1940 sampai 1950,
bahkan sampai tahun 1960-an, oleh McGregor, Likert, Lewis, serta Blake Mouton.
Penelitian-penelitian teori motivasi sebelumnya juga mendukung bahwa pendekatan
manajemen partisipasif sebagai yang ideal. Banyak para praktisi manajemen merasa
konsep-konsep tersebut membuat paningkatan prestasi dan perbaikan sikap.

Dilain pihak, beberapa penelitian membuktikan pula bahwa pendekatan otokratik


dibawah berbagai kondisi, pada kenyataannya lebih efektif dibandingkan pendekatan
lain. Jadi, pengalaman-pengalaman kepemimpinan mengungkapkan bahwa dalam
berbagai situasi pendekatan otokratik mungkin yang paling baik, dalam berbagai situasi
lain pendekatan partisipasif yang lebih efektif; atau pendekatan orientasi-tugas
dibandingkan pendekatan orientasi-karyawan dari sisi lain. Kesimpulan yang dapat
dibuat, bahwa kepemimpinan adalah kompleks dan gaya kepemimpinan yang paling
tepat tergantung pada beberapa variabel yang saling berhubungan.

2.4 Pendekatan kepemimpinan, sifat dan perilaku kepemimpinan

A. Pendekatan kepemimpinan

Penelitian-penelitian dan teori-teori kepemimpinan dapat diklasifikasikan sebagai


pendekatan-pendekatan kesifatan, perilaku, dan situasional (contingency) dalam studi
kepemimpinan.

Pendekatan pertama memandang kepemimpinan sebagai suatu kombinasi sifat-sifat


(traits) yang tampak. Pendekatan kedua bermaksud mengidentifikasikan perilaku-
perilaku (behaviors) pribadi yang berhubungan dengan kepemimpinan efektif. Kedua
pendekatan ini mempunyai anggapan bahwa seorang individu yang memiliki sifat-sifat
terentu atau memperagakan perilaku-perilaku tertentu akan muncul sebagai pemimpin
dalam situasi kelompok apapun dan dimana dia berada.

Pemikiran dan penelitian sekarang mendasar pada pendekatan ketiga, yaitu pandangan
situasional tentang kepemimpinan. Pandangan ini mengangggap bahwa kondisi yang
P a g e | 11

menentukan efektifitas kepemimpinan bervariasi dengan situasi tugas-tugas yang


dilakukan, keterampilan dan pengharapan bawahan, lingkungan organisasi,pengalaman
masa lalu pemimpin dan bawahan, dan sebagainya. Pandangan ini telah menimbulkan
pendekatan “contingency” pada kepemimpinan, yang bermaksud untuk menetapkan
factor-faktor situasional yang menentukan seberapa besar efektifitas situasi gaya
kepemimpinan tertentu.

B. Pendekatan sifat kepemimpinan

Para teoritis kesifatan adalah kelompok pertama yang bermaksud menjelaskan tentang
aspek kepemimpinan. Mereka percaya bahwa para pemimpin memiliki ciri-ciri atau
sifat-sifat tertentu yang menyebabkan mereka dapat memimpin para pengikutnya.
Daftar sifat-sifat ini dapat menjadi sangat panjang , tetapi cenderung mencakup energy,
pandangan, pengetahuan, dan kecerdasa, imajinasi, kepercayaan diri, integritas,
kepandaian berbicara, pengandalian dan keseimbangan mental maupun emosional,
bentuk phisik, pergaulan social dan persahabatan, dorongan, antusiasme, berani, dan
sebagainya.

Penelitian Awal Tentang Sifat-sifat Kepemimpinan

Usaha sistematik pertama yang dilakukan oleh para psikolog dan para peneliti lainnya
untuk memahami kepemimpinan adalah mengidentifikasikan sifat-sifat emimpin.
Sebagian besar penelitian-penelitian awal tentang kepemimpinan ini bermaksu untuk 1)
membandingkan sifat-sifat orang yang menjadi pemimpin dengan sifat-sifat yang
menjadi pengikut, dan 2) mengidentifikasikan cirri-ciri dan sifat-sifat yang dimiliki oleh
para pemimpin efektif. Berbagai studi pembandingan sifat-sifat pemimpin dan bukan
pemimpin sering menemukan bahwa pemimpin cenderung lebih tinggi, mempunyai
tingkat kecerdasan lebih tinggi, lebih ramah, dan lebih percaya diri dari pada yang lain
dan mempunyai kebutuhan akan kekuasaan lebih besar. Tetapi kombinasi sifat-sifat
tertetu yang akan membedakan antara pemimpin atau calon pemimpin dari pengikut,
belum pernah ditemukan. Sehingga timbul anggapan para peneliti sifat-sifat
kepemimpinan bahwa pemimpin dilahirkan, bukan dibuat, atau seseorang itu dilahirkan
membawa atau tidak membawa sifat-sifat yang diperlukan bagi seorang pemimpin.

Seorang peneliti, Edwin Ghiselli, dalam penelitian ilmiahnya telah menunjukkan sifat-
sifat tertentu yang tampaknya penting untuk kepemimpinan efektif. Sifat-sifat tersebut
adalah sebagai berikut :

1. Kemampuan dalam kedudukannya sebagai pengawas (supervisory ability) atau


pelaksanaan fungsi-fungsi dasar manajemen, terutama pengarahan dan pengawasan
pekerjaan orang lain.

2. Kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, mencakup pencarian tanggung jawab


dan keinginan sukses

3. Kecerdasan, mencakup kebijakan, pemikiran kreatif dan daya pikir


P a g e | 12

4. Ketegasan (decisiveness) atau kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan


dan memecahkan masalah-masalah denga cakap dan tepat

5. Kepercayaan diri, atau pandangan terhadap dirinya sebagai kemampuan untuk


menghadapi masalah

6. Inisiatif atau kemampuan untuk bertindak tidak tergantung, mengembangkan


serangkaian kegiatan dan menemukan cara-cara baru atau inovasi.

Sedangkan Keith Davis mengikhtisarkan 4 ciri sifat utama yang mempunyai pengaruh
terhadap kesuksesan kepemimpinan organisasi :

kecerdasan, kedewasaan dan keluasan hubungan social, motivasi diri dan dorongan
berprestasi , dan sikap-sikap hubungan manusiawi.

Keterbatasan Pendekatan Kesifatan

Ada banyak ketrebatasan dalam pendekatan yang melihat sifat-sifat kepemimpinan.


Sebagai contoh, telah banyak yang tahu tokoh-tokoh seperti Napoleon, Alexander the
Great, Abraham Lincoln,Sukarno, Mahatma Gandhi, Mao tse-tung, Adolf Hitler,
Winston Churchill, Suharto dan sebagainya, yang dalam berbagai hal berbeda satu
dengan yang lain. Namun, tidak tampak sifat-sifat kepemimpinan yang ditemukan
secara umum pada semua tokoh-tokoh tersebut. Dalam kenyataannya, banyak dari
mereka, seperti Hitler dan Lincoln, mempunyai sifat-sifat yang berbeda. Ada juga
berbagai kasus dimana seorang pemimpin sukses dalam suatu situasi tetapi tidak dalam
situasi lain. Akhirnya, walaupun sifat yang dikemukakan para peneliti dapat menjadi
yang diinginkan ada dalam diri pemimpin, tetapi tidak satu pun sifat yang secara
absolute esensial.

C. Pendekatan Perilaku Kepemimpinan

Pendekatan perilaku kepemimpinan lebih berfokus pada menentukan apa yang


dilakukan oleh para pemimpin efektif, bagaimana mereka mendelegasikan tugas,
bagaiman mereka berkomunikasi dengan dan memotivasi bawahan mereka,bagaiman
mereka menjalankan tugas, dan sebagainya. Tidak seperti sifat-sifat perilaku dapat
dipelajari dan dikembangkan. Sehingga individu dapat dilatih dengan perilaku-perilaku
kepemimpinan yang tepat agar mampu memimpin lebih efektif. Pendekatan prilaku
memusatkan perhatiannya pada dua aspek yaitu fungsi-fungsi dan gaya-gaya
kepemimpinan.

Fungsi-fungsi Kepemimpinan

Aspek pertama pendekatan perilaku kepemimpinan menekankan pada fungsi-fungsi


yang dilakukan pemimpin dalam kelompoknya. Agar kelompok berjalan secara efektif,
seseorang harus melaksanakan dua fungsi utama : 1)fungsi-fungsi yang berhubungan
dengan tugas (task-related) atau pemecahan masalah, dan 2) fungsi-fungsi pemeliharaan
kelompok (group-maintenance) atau social. Fungsi pertama menyangkut pemberian
P a g e | 13

saran penyelesaian, informasi dan pendapat. Fungsi kedua mencakup segala sesuatu
yang dapat membantu kelompok berjalan lebih lancar, persetujuan dengan kelompok
lain, penengahan perbedaan pendapat, dan sebagainya.

Aspek kedua tentang perilaku kepemimpinan adalah memusatkan pada gaya pemimpin
dalam hubungannya dengan bawahan. Ada dua gaya kepemimpinan yaitu gaya dengan
orientasi tugas (task-oriented) dan gaya dengan orientasi karyawan (employee-oriented).

2.5 Teori X dan Teori Y

Strategi kepemimpinan efektif yang menggunakan manajemen pertisipatif dikemukakan


oleh Douglas McGregor, dalam buku klasiknya, The Human Side Of Enterprise. Buku
ini mempunyai dampak besar pada para manajer, sehingga walaupun edisi pertamanya
telah dipublikasikan lebih dari dua decade, tetapi konsep-konsepnya masih dipelajari
dalam program-program pengembangan manajemen saat ini. Konsep McGregor yang
paling terkenal adalah bahwa strategi kepemimpinan dipengaruhi anggapan-anggapan
seorang pemimpin tentang sifat asar manusia. Sebagai hasil pengalamannya menjadi
konsultan McGregor menyimpulkan dua kumpulan anggapan yang saling berlawanan
yang dibuatboleh para manajer dalam industri.

Anggapan-anggapan Teori X

1. Rata-rata pembawaan manusia adalah malas atau tidak menyukai pekerjaan dan
akan menghindari bila mungkin.

2. Karena karakteristik manusia tersebut, orang harus dipaksa, di awasi, diarahkan,


atau diancam dengan hukuman agar merekan menjalankan tugas untuk mencapai
tujuan-tujuan organisasi.

3. Rata-rata manusia lebih menyukai diarahkan, ingin menghindari tanggung jawab,


mempunyai ambisi relative kecil, dan menginginkan keamanan atau jaminan hidup
diatas segalanya.

Anggapan-anggapan Teori Y

1. Penggunaan uasaha phisik dan mental dalam bekerja adalah kodrat manusia,
seperti bermain atau istirahat.

2. Pengawasan dan ancaman hukuman eksternal bukanlah satu-satunya cara untuk


mengarahkan usaha pencapaian tujuan organisasi. Orang akan melakukan pengendalian
diri dan pengarahan diri untuk mencapai tujuan yang yang telah disetujui.

3. Keterikatan pada tujuan merupakan fungsi dari penghargaan yang berhubungan


dengan pestasi mereka.

4. Rata-rata manusia dalam kondisi yang layak, belajar tidak hanya untuk menerima
tetapi mencari tanggungjawab.
P a g e | 14

5. Ada kapasitas besar untuk melakukan imajinasi, kecerdikan dan kreatifitas dalam
penyelesaian masalah-masalah organisasi yang secara luas tersebar pada seluruh
karyawan.

6. Potensi intelektual rata-rata manusia hanya digunakan sebagian saja dalam kondisi
kehidupan industry modern.

Seorang pemimpin yang menganut anggapan-anggapan teori X akan cenderung


menyukai gaya kepemimpina otokratik. Sebaliknya, pemimpin yang mengikuti teori Y
akan lebih menyukai gaya kepemimpinan partisipasif atau demokratis.

2.6 Pendekatan Situasional-Teori Contingency

Pendekatan kesifatan dan perilaku belum sepenuhnya dapat menjelaskan


kepemimpinan. Disamping itu, sebagian besar penelitiaan masa kini menyimpulkan
bahwa tidak ada satupun gaya kepemimpinan yang tepat bagi setiap manajer dalam
seluruh kondisi. Pendekatan situasional-contigency menggambarkan bahwa gaya yang
digunakan adalah bergantung pada factor-faktor seperti situasi, karyawan, tugas,
organisasi dan variable-variabel lainnya. Teori-teori situasional yang terkenal adalah :
rangkaian kesatuan kepemimpinan dari Tannembaum dan Schmidt, teori “contingency”
dari Fiedler, dan teori siklus-kehidupan dari Hersey dan Blanchard.

Factor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kepemimpinan

Ada berbagai faktor yang mempengaruhi situasi kepemimpinan. Mary Parker Follett,
yang mengembangkan hukum situasi, mengatakan bahwa ada tiga variabel kritis yang
mempengaruhi gaya pemimpin, yaitu: pemimpin, pengikut atau bawahan, dan situasi.
Ketiganya saling berhubungan dan berinteraksi, seperti ditunjukkan gambar dibawah
ini. Follet uga menyatakan bahwa para pemimpin seharusnya berorientasi pada
kelompok dan bukan berorientasi pada kekuasaan.

Berbagai penelitian juga menunjukkan kompleksitas kepemimpinan dimana ada lebih


banyak variabel yang saling berhubungan terlibat. Variabel-variabe tersebut dapat
diklasifikasikan sebagai faktor-faktor makro dan faktor-faktor mikro.

Faktor makro ;

1. Sosial dan kebudayaan

2. Industry

3. Kondisi perekonomian

4. Organisasional
P a g e | 15

Faktor mikro :

1. Pengharapan dan perilaku atasan

2. Tingkatan organisasi dan besarnya kelompok

3. Perilaku kepemimpinan

4. Kepribadian dan latar belakang pemimpin

5. Pengharapan dan perilaku bawahan

Teori Contingency dari Fledler

Suatu teori kepemimpinan yang kompleks dan menarik adalah contingency model of
leadership effectiveness dari Fred Fiedler. Pada dasarnya, teori ini menyatakan bahwa
efektivitas suatu kelompok atau organisasi tergantung pada interaksi antara kepribadian
pemimpin dan situasi. Situasi dirumuskan dengan dua karakter yaitu : derajat situasi
dimana pemimpin menguasai, mengendalikan dan mempengaruhi situasi, dan derajat
situasi yang menghadapkan manajer dengan ketidakpastian. Fiedler mengidentifikasikan
ketiga unsur dalam situasi kerja ini untuk membantu menentukan gaya kepemimpinan
mana yang akan efektif yaitu hubungan pimpinan anggota, struktur tugas, dan posisi
kekuasaaan pemimpin yang didapatkan dari wewenang situasional lainnya, seperti
motivasi dan nilai-nilai bawahan, pengalaman pemimpin dan anggota kelompok.

Situasi dinilai dalam istilah situasi yang menguntungkan atau yidak menguntungkan.
Situasi yang menguntungkan atau tidak menguntungkan apabila dikombinasikan dengan
gaya kepemimpinan berorientasi tugas akan efektif. Bila siyuasi yang menguntungkan
atau tidak menguntungkan hanya moderat, tipe pemimpin hubungan manusiawi atau
toleran dan kunak akan sangat efektif. Akan memperjelas bagaimana gaya
kepemimpinan efektif bervariasi dengan situasi.

2.7 Apa Itu Hubungan Industrial

Secara singkat, hubungan industrial merupakan sebuah hubungan yang terbentuk antara
pihak-pihak yang terlibat dalam proses berjalannya suatu usaha. Pengertian hubungan
industrial tertuang pada Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 Pasal 1
ayat 16 yang berbunyi:

“Hubungan Industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku
dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha,
pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai nilai Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”

Disebutkan di dalam Undang-Undang tersebut bahwa terdapat tiga pihak yang memiliki
fungsi yang berbeda-beda. Pihak-pihak tersebut adalah pekerja, perusahaan, dan
pemerintah.
P a g e | 16

Fungsi bagi ketiga pihak tersebut sudah diatur dalam UU Ketenagakerjaan No. 13
Tahun 2003 Pasal 102. Berikut adalah masing-masing fungsi mereka dalam
menciptakan hubungan industrial yang harmonis.

Pemerintah

Dalam hubungan industrial, pemerintah memiliki fungsi sebagai pihak yang membuat
kebijakan, memberikan pelayanan, serta mengawasi jalannya sebuah usaha. Selain itu,
pemerintah juga berhak menindak jika ada pihak yang melanggar aturan yang sudah
dimuat di peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.

Karyawan dan Serikat Pekerja

Untuk menciptakan hubungan industrial yang harmonis, karyawan memiliki fungsi


untuk menyelesaikan pekerjaannya di perusahaan sesuai dengan kewajiban mereka
masing-masing.Karyawan juga memiliki fungsi untuk menjaga ketertiban di perusahaan
dan menghindari terjadinya konflik. Karyawan juga dapat menyampaikan pendapatnya
secara demokratis serta mengembangkan keahlian mereka guna meningkatkan performa
perusahaan.

Perusahaan atau Pengusaha

Sementara itu, sebuah perusahaan memiliki fungsi untuk menjalin hubungan yang baik
dengan karyawan, mengembangkan usaha mereka, memberikan kesempatan lapangan
pekerjaan bagi masyarakat, serta memberi kesejahteraan untuk karyawan mereka.
Perusahaan juga sebisa mungkin harus menciptakan hubungan industrial yang harmonis
dengan karyawan. Perusahaan harus memastikan hak-hak karyawan terpenuhi sehingga
konflik bisa dihindari.

2.8 Konflik atau Perselisihan didalam Hubungan Industrial

Dalam suatu hubungan antara pekerja dan perusahaan, terkadang konflik atau
perselisihan tidak bisa dihindari. Hal ini terjadi karena berbagai faktor tetapi biasanya
karena adanya perbedaan pendapat.

Penjelasan terkait perselisihan ini juga tercantum dalam Undang-Undang Nomor 2


Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang berbunyi:

“Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan


pertentangan antara Pengusaha atau gabungan Pengusaha dengan Pekerja/Buruh atau
Serikat Pekerja/Serikat Buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan
P a g e | 17

kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat


pekerja/serikat Buruh dalam satu perusahaan.”

Sementara itu, menurut pasal 2 UU No.2 tahun 2004 jenis perselisihan industrial terbagi
menjadi empat jenis. Di antaranya adalah sebagai berikut.

Perselisihan Hak

Perselisihan ini bisa muncul karena ada hak karyawan yang tidak dipenuhi oleh
perusahaan. Maka dari itu, perusahaan harus memastikan bahwa mereka dapat berlaku
adil dan memenuhi kewajiban mereka ke karyawan.

Perselisihan Kepentingan

Perselisihan karena kepentingan bisa muncul karena adanya perbedaan pendapat


maupun adanya perubahan terkait peraturan secara sepihak yang tidak disetujui
karyawan. Jika perubahan-perubahan tersebut dapat menyalahi kontrak kerja karyawan,
perselisihan akan sangat mungkin terjadi.

Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Perselisihan ini dapat terjadi jika ada perbedaan pendapat antara karyawan maupun
perusahaan mengenai PHK yang diberlakukan oleh sepihak.

Perselisihan antar Serikat Pekerja dalam Satu Perusahaan

Perselisihan ini muncul ketika ada kesalahpahaman mengenai keanggotaan, pelaksanaan


hak dan kewajiban dalam serikat pekerja.

2.9 Penyelesaian Perselisihan dalam Hubungan Industrial

Ada beberapa tata cara penyelesaian masalah ketika terjadi perselisihan antara karyawan
atau serikat pekerja dengan perusahaan. Berikut adalah di antaranya.

Perundingan Bipartit
P a g e | 18

Perundingan bipartit dilakukan antara perusahaan dengan serikat pekerja. Perundingan


ini dimaksudkan agar dapat mencapai kesepakatan bersama antara kedua belah pihak.

Penyelesaian lewat perundingan ini harus diselesaikan maksimal 30 hari sejak


perundingan dilaksanakan. Jika di dalam perundingan telah dicapai kesepakatan, maka
para pihak yang terlibat wajib membuat Perjanjian Bersama dan harus didaftarkan di
kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial. Kesepakatan ini harus dipenuhi oleh
kedua belah pihak agar konflik yang sama tidak terjadi lagi. Bagaimana jika tidak
terjadi kesepakatan dalam perundingan bipartit?

Perundingan Tripartit

Antara perusahan dengan serikat pekerja dapat melaksanakan perundingan tripartit di


mana dalam perundingan ini mereka harus melibatkan fasilitator sebagai pihak ketiga
yang menengahi keduanya. Berikut adalah tahapannya.

Mediasi

Lewat mediasi, perselisihan dilakukan dengan cara musyawarah yang ditengahi oleh
satu orang atau badan tertentu, biasanya mediator berasal dari pihak Departemen
Ketenagakerjaan. Jika pada saat mediasi pihak-pihak yang terlibat mencapai
kesepakatan, maka akan dituangkan dalam Perjanjian Bersama dan didaftarkan di
Pengadilan Hubungan Industrial.

Konsiliasi

Konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan terkait kepentingan, pemutusan hubungan


kerja, atau perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan lewat musyawarah.

Konsiliasi akan ditengahi oleh konsiliator yang netral. Dalam pelaksanaannya,


konsiliator akan mengeluarkan anjuran tertulis apabila tidak tercapai kesepakatan antara
kedua belah pihak. Namun, ketika kesepakatan sudah dicapai, maka kedua belah pihak
harus menandatangani Perjanjian Bersama dan didaftarkan ke Pengadilan Hubungan
Industrial.

Arbitrase

Lewat arbitrase, penyelesaian konflik atau perselisihan dilakukan di luar Pengadilan


Hubungan Industrial.
P a g e | 19

Antara perusahaan dan serikat pekerja akan membuat kesepakatan tertulis berisi
pernyataan untuk menyelesaikan perselisihan pada arbiter. Keputusan yang dibuat
melalui arbitrase sifatnya final dan akan mengikat kedua pihak yang berselisih.

2.10 Pengadilan Hubungan Industrial

Jika kedua belah pihak menolak untuk menggunakan anjuran dari pihak ketiga, maka
perselisihan akan dibawa ke Pengadilan Hubungan Industrial.

Peraturan terkait Pengadilan Hubungan Industrial diatur di dalam Pasal 56 UU No. 2


Tahun 2004 yang memiliki keputusan yang absolut di mana akan memeriksa dan
memutuskan:

 Tingkat pertama mengenai perselisihan hak


 Tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan
 Tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja atau PHK
 Tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja dalam
satu perusahaan

Itulah tadi beberapa informasi terkait hubungan industrial yang terjadi antara
perusahaan, karyawan, dan juga pemerintah selaku yang membuat peraturan.

Dalam prakteknya, segala perselisihan yang terjadi di perusahaan akan ada HRD yang
menjembatani perusahaan dengan pihak karyawan.
P a g e | 20

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Motivasi (motivation) adalah berbagai factor yang menyebabkan, menyalurkan, dan


memepertahankan tingkah laku individual dan mendorong perbuatan kearah suatu
tujuan tertentu.sedangkan Kepemimpinan dapat diartikan sebagai proses
mempengaruhi dan mengarahkan para pegawai dalam melakukan pekerjaan yang telah
ditugaskan kepada mereka.

Pemimpin tidak hanya memberikan pengarahan kepada bawahannnya saja. Namun


pemimpin juga harus bisa memberikan motivasi atau dukungan kepada
bawahannya.Tidak dapat disangkal lagi bahwa pengaruh motivasi yang diberikan
pemimpin kepada bawahannya juga sangat penting untuk meningkatkan kinerja
bawahannya. Karena dengan terciptanya hubungan yang baik antara pemimpin dan
bawahan akan memudahkan untuk mencapai tujuan perusahaan.

Gaya kepemimpinan yang efektif juga dapat menentukan kinerja karyawan. Menurut
Edwin Ghiselli, dalam penelitian ilmiahnya telah menunjukkan sifat-sifat tertentu yang
tampaknya penting untuk kepemimpinan efektif. Sifat-sifat tersebut adalah sebagai
berikut :

1. Kemampuan dalam kedudukannya sebagai pengawas (supervisory ability) atau


pelaksanaan fungsi-fungsi dasar manajemen, terutama pengarahan dan pengawasan
pekerjaan orang lain.

2. Kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, mencakup pencarian tanggung jawab


dan keinginan sukses

3. Kecerdasan, mencakup kebijakan, pemikiran kreatif dan daya pikir

4. Ketegasan (decisiveness) atau kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan


dan memecahkan masalah-masalah dengan cakap dan tepat

5. Kepercayaan diri, atau pandangan terhadap dirinya sebagai kemampuan untuk


menghadapi masalah

6. Inisiatif atau emampuan untuk bertindak tidak tergantung, mengembangkan


serangkaian kegiatan dan menemukan cara-cara baru atau inovasi.
P a g e | 21

3.2 SARAN/KRITIK

Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh

dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan

berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Maka

dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pebahasan makalah

dalam kesimpulan diatas.


P a g e | 22

DAFTAR PUSTAKA

1. T. Hani Handoko, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada,


Manajemen, (Yogyakarta: BPFE, 2003), hlm 262-263, 293-309.

2. Yohanes Yahya, Pengantar Manajemen, (Grahana Ilmu), hlm 105-107

3. Agus Sabardi, Manajemen Pengantar, (UPP AMP YKPN), hlm 133, 142, 251

4. Ernie Tisnawati Sule & Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, hlm 235-
255

[1] T Hani Handoko, manajemen, BPFE, hlm. 251

[2] Ernie Tisnawati Sule & Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, hlm 235-236

[3] Yohannes Yahya, Pengantar Manajemen, Graha Ilmu

[4] Ernie Tisnawati Sule & Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, hlm 254

[5] Ernie Tisnawati Sule & Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, hlm 240

[6] Agus Sabardi, Manajemen Pengantar, UPP, AMP, YKPN, hlm 133

[7] Ernie Tisnawati Sule & Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, hlm 242

[8] Yohannes Yahya, Pengantar Manajemen, Graha Ilmu

[9] Yohannes Yahya, Pengantar Manajemen, Graha Ilmu

[10] Ernie Tisnawati Sule & Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, hlm 248

[11] T. Hani Handoko, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada,


Manajemen, ( Yogyakarta: BPFE, 2003 ) hlm 263

[12] Agus Sabardi, Manajemen Pengantar, UPP, AMP, YKPN, hlm 142

[13] Yohannes Yahya, Pengantar Manajemen, Graha Ilmu, hlm 107

[14] Ernie Tisnawati Sule & Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, hlm 251-252

[15] Ernie Tisnawati Sule & Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, hlm 255

[16] T. Hani Handoko, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada,


Manajemen, ( Yogyakarta: BPFE, 2003 ) hlm 309

[17] T. Hani Handoko, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada,


Manajemen, ( Yogyakarta: BPFE, 2003 ) hlm 306
P a g e | 23

[18] T. Hani Handoko, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada,


Manajemen, ( Yogyakarta: BPFE, 2003 ) hlm 295

[19] T. Hani Handoko, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada,


Manajemen, ( Yogyakarta: BPFE, 2003 ) hlm 296-297

[20] T. Hani Handoko, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada,


Manajemen, ( Yogyakarta: BPFE, 2003 ) hlm 297-298

[21] T. Hani Handoko, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada,


Manajemen, ( Yogyakarta: BPFE, 2003 ) hlm 298

[22] T. Hani Handoko, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada,


Manajemen, ( Yogyakarta: BPFE, 2003 ) hlm 299

[23] T. Hani Handoko, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada,


Manajemen, ( Yogyakarta: BPFE, 2003 ) hlm 300

[24] T. Hani Handoko, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada,


Manajemen, ( Yogyakarta: BPFE, 2003 ) hlm 307-308

[25] T. Hani Handoko, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada,


Manajemen, ( Yogyakarta: BPFE, 2003 ) hlm 311

Anda mungkin juga menyukai