Anda di halaman 1dari 8

List Pertanyaan

*Thaharah dan Hikmahnya*

Selasa, 9 Maret 2021, pkl. 07.00-08.40.

1. (2) Eka Fitri Suciati


Saya ingin bertanya Bagaimana jika kita bertayamum tidak menggunakan tanah,
misalnya, memakai debu tembok, kursi, baju yang usang apakah tetap sah dan apakah
ada syarat tertentu mengenai hal tersebut? Terimakasih
Jawab: Saya Rindy Permadani nomer absen 33 akan menjawab pertanyaan dari nomer
absen 2. Boleh juga menggunakan debu. Syarat debu yang boleh digunakan untuk
bertayammum adalah debu suci yang tidak basah dan tidak bercampur dengan pasir
atau lainnya. Maka, debu yang terdapat di tembok, kursi, baju usang boleh digunakan
untuk bertayammum. Asal debunya hanya digunakan sekali tidak boleh berulang-ulang
2. (4) Saya Duwi Yusuf Afandi
izin bertanya,Bolehkah pada saat berwudhu ketika mengusap kepala hanya pada sedikit
rambut di bagian depan (ubun-ubun)?
Jawab: 17. Saya ika mei leni ingin mencoba menjawab pertanyaan absen 4, terkait hal
tersebut ada 4 madzab yang menjelaskan yaitu :
1. Madzab hanafi, Mazhab Hanafi berpendapat bahwa mengusap kepala ketika wudhu
cukup dengan seperempat dari bagian kepala saja. Yaitu dengan cara mengusap bagian
ubun-ubun kepala misalnya.
2. Madzab maliki, Mazhab Maliki berpendapat bahwa mengusap kepala ketika wudhu
wajib diratakan ke seluruh kepala.
3. Madzab syafi'i, Mazhab Syafi'i berpendapat bahwa mengusap kepala ketika wudhu
cukup dengan sebagian dari kepala saja, walaupun hanya beberapa rambut saja.
4. Madzab hanbali, Mazhab Hanbali berpendapat bahwa mengusap kepala ketika
wudhu wajib diratakan ke seluruh kepala. Pendapat Mazhab Hanbali ini sama seperti
pendapat Mazhab Maliki.
3. (10) Hesti wulan sari

Kalau misalkan celana kita terdapat bekas haid dan susah dihilangkan . Apabila kita
pakai apakah sholat kita sah ?
Jawab: Saya Audry Cindya Ayu Arifa nomor absen 15 (934202419) izin membantu
menjawab pertanyaan dari mba hesty, Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh
Alawi Abbas Al-Maliki dalam Kitab Ibanatul Ahkam, Syarah Bulughul Maram,
mengatakan bahwa sisa noda darah haid pada pakaian yang telah dicuci ditoleransi
secara syariat.

‫ﻳﻌﻔﻰ ﻋﻤﺎ ﺑﻘﻲ ﻣﻦ ﺃﺛﺮ ﺍﻟﻠﻮﻥ ﺑﻌﺪ ﺍﻻﺟﺘﻬﺎﺩ ﻓﻲ ﺍﻟﻐﺴﻞ ﺑﺪﻟﻴﻞ (ﻭﻻ ﻳﻀﺮﻙ ﺃﺛﺮﻩ )ﺍﻵﺗﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺍﻟﺬﻱ ﺑﻌﺪﻩ‬

Artinya, “Bekas warna (najis) yang tersisa pada pakaian dimaafkan setelah pakaian
dicuci secara serius dengan dalil hadits selanjutnya yang berbunyi, ‘Bekasnya tidak
masalah bagimu,’” (Lihat Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-
Maliki, Ibanatul Ahkam, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1416 H], cetakan pertama, juz I,
halaman 54).

Dari penjelasan ini, kita dapat menarik simpulan bahwa pakaian yang masih tersisa
noda darah haid tidak masalah digunakan untuk shalat dan kepentingan ibadah lainnya
yang mengharuskan kesucian pada badan, pakaian, dan tempat ibadah. Terimakasih

4. (12) Oktavia Suryaningtyas


Air yang kemasukan najis sedikit, misalnya bak air kemasukan kotoran cicak, bolehkah
digunakan untuk bersuci maupun kebutuhan lain? Betulkah ada batasan tentang dua
kulah?
Jawab: 11. Rika Ari Aprita (934201819) izin menjawab pertanyaan absen 12
Mengenai air yang kemasukan najis boleh digunakan untuk bersuci selama tidak
berubah rasa, warna dan baunya, Asy-Syafi‘i membedakan air sedikit dengan air
banyak. Air sedikit ialah air yang kurang dari dua kulah, sedang air banyak ialah air
yang dua kulah atau lebih. Air sedikit bila kemasukan najis maka air itu tidak boleh
digunakan untuk bersuci, sedang air banyak bila kemasukan najis boleh bersuci
dengannya, kecuali jika telah berubah warna, rasa dan baunya.
Para shahabat di antaranya Ibnu Abbas dan Abu Hurairah, serta ulama yang lain seperti
Hasan al-Basri, Sa‘id bin Musayyab, Ikrimah, Ibnu Abi Laila, ats-Tsauri, Daud Zahiri,
an-Nakha’i, Malik dan lain-lain menilai sanad dan matan hadits di atas adalah
mudhtharab. Sedang al-Ghazali menyatakan: mengharapkan kiranya madzhab Syafi‘i
mengenai air sama dengan pendapat Malik (yaitu tidak menggunakannya sebagai dasar
hujjah). Ibnu Abdil Bar menyatakan: pendapat asy-Syafi‘i mengenai hadits dua qullah
adalah pendapat yang lemah dari segi penelitian dan tidak mempunyai alasan yang kuat.
Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam sependapat dengan Imam Malik,
yaitu tidak menggunakan hadits dua qullah sebagai dasar hujjah.
5. (14) Audrey Laila Maheswari
Bagaimana hukum menggunakan sapu tangan dan tissue untuk menghilangkan najis?
Jawab: 11. Rika Ari Aprita (934201819) izin menjawab pertanyaan absen 14
Hukum menggunakan sapu tangan dan tissue untuk menghilangkan najis dibolehkan,
apabila dijamin dapat membersihkan qubul ataupun dubur. Lebih baiknya jika benda
yang dipakai beristijmar itu jumlahnya ganjil, tiga helai kertas tissue atau tiga buah batu
misalnya. Dengan catatan tidak boleh kurang dari tiga kali sapuan. Dan tidak wajib
membasuhnya lagi dengan air, namun hanya sebatas sunnat saja.
6. (16) Siti Wasitoh
ingin bertanya Bagaimana berwudhu di kolam yang ada ikan didalamnya?
Jawab: Saya Yunita Widiyaningsih absen 31, akan menjawab pertanyaan dari nomor
absen 16 Menurut al-Buraihami, pendapat yang paling sahih (al-ashah) adalah pendapat
yang mengatakan najis. Sedang menurut mushannif kitab al-Ibanah, yaitu Imam Abu
al-Qasim al-Faurani (w. 461 H), pendapat yang paling sahih adalah pendapat yang
mengatakan suci. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Abdurrahman Ba’alawi
dalam kitab Bughyah al-Mustarsyidin: ِ‫ﺴ َﻤﻚ‬ ‫ﺢ ﺃَ ﱠ‬
‫ﻥ ﺫَ ْﺭﻕَ ﺍﻟ ﱠ‬ َ َ ‫ﻋ ِﻦ ْﺍﻟﺒ َُﺮ ْﻳ َﻬﻤِ ﻲ ﺃ َ ﱠﻧﻪُ َﻗﺎ َﻝ ﻓِﻰ ﺍﻷ‬
ِّ ‫ﺻ‬ َ ‫ﻧُ ِﻘ َﻞ‬: ٌ ‫َﻓﺎ ِﺋﺪَﺓ‬
َ ُ‫ﺲ َﻭﻓِﻰ ِﺍﻹ َﺑﺎ َﻧ ِﺔ ﺃ َ ﱠﻧﻪ‬
‫ﻁﺎﻫ ٌِﺮ‬ ِ ‫“ َﻭ ْﺍﻟ َﺠ َﺮﺍ‬Faidah: dinukil dari al-Buraihami, ia
ٌ ‫ﺩ َﻭ َﻣﺎ َﻳ ْﺨ ُﺮ ُﺝ ﻣِ ْﻦ ﻓِﻴ َﻬﺎ َﻧ َﺠ‬
berpendapat bahwa menurut pendapat yang paling sahih bahwa kotoran ikan, belalang,
dan apa yang keluar darinya adalah najis. Dan dalam (keterangan) kitab al-Ibanah
adalah suci”. (Abdurrahman Ba’alwi, Bairut-Dar al-Fikr, h. 32) Jadi penjelasan untuk
pendapat pertama yang mengatakan najis begini: Jika kotoran ikan itu berada dalam air
yang tidak sampai dua qullah maka jelas air tersebut menjadi najis. Dan apabila
mencapai dua qullah tidak dihukumi najis, tetapi jika berubah warna atau bau atau
rasanya maka air tersebut dihukumi najis. Sedangkan pendapat kedua lebih
penjelasannya sederhana, bahwa jika kotoran tersebut mengenai air yang ada dalam
kolam baik lebih dari dua qullah atau kurang maka air tersebut tetap dihukumi suci.
Kesucian kotoran ikan ini didasarkan kepada alasan bahwa bangkai ikan itu suci, maka
kotorannya juga suci. Sedang Kesucian bangkai ikan itu sendiri didasarkan kepada
hadits Nabi yang menyatakan: )‫ﻥ ﺍﻟ ُﺤﻮﺕُ َﻭ ْﺍﻟ َﺠ َﺮﺍﺩُ (ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ‬ ْ ‫“ ﺃُﺣِ ﱠﻠ‬Dihalalkan
ِ ‫ﺖ َﻟﻨَﺎ َﻣ ْﻴﺘَﺘَﺎ‬
kepada kamu dua bangkai yaitu ikan dan belalang” (H.R. Ibnu Majah)
7. (20) Binti nurul afidah
ingin bertanya,Kalau mencuci baju dengan mesin cuci itu bagaimana? apa termasuk
suci mensucikan? kalau engga baiknya mencuci baju nya seperti apa? Terima kasih
Jawab: 17. Saya ika mei leni ingin mencoba menjawab pertanyaan absen 20, Tetap
suci mensucikan selama najis ainiyahnya hilang kemudian kalau disiram air lagi
(dibilas) sebagai penghilang najis hukmiyahnya.
8. (22) innani wirdatina
izin bertanya Kalau misalnya terkena bencana banjir, lalu sulit menemukan air bersih,
baiknya bertayamum saja atau menggunakan air banjir tsb . Terimakasih?
Jawab: Saya ika nihayatul amalia absen 21 934203519 akan menjawab pertanyaan dari
mbak inani jadi jika kita misalnya terkena musibah banjir kemudian kita ingin
berwudlu kita dianjurkan untuk mencari dulu air atau sumber mata air yang bersih
seperti keran. Namun jika kita sudah mencari namun tidak ketemu dengan air bersih
kita boleh menggunakan air banjir tersebut untuk berwudlu. Karena air itu tidak najis,
kalau pun itu najis itu disebut najis yang di ma'fu (dimaafkan) . Meski air banjir itu
keruh sebab terkena tanah dan debu dan selama tidak ditemukannya kotoran selain
tanah dan debu (yang menyebabkan air itu keruh).
9. (24) Saya Elva martalia
ijin mau bertanya batallah wudhu kita jika kita sedang thowaf lalu bersentuhan
dengan perempuan karena laki-laki dan perempuan di sana saling berdesak desakan....?
Jawab: 05. Galuh Rachmalia absen Akan menjawab pertanyaan dari 24. Elva martalina
Apabila kita merujuk kedalam mazhab Imam Syafi'i kita tetap dikatakan batal, namun
karena darurat maka kita boleh menggunakan mazhab yang memperbolehkan (tidak
batal) jika bersentuhan seperti mazhab imam ahmad dan imam maliki. Ini sebagai
wujud keringanan dalam islam.
10. (26) Oni Oktavia Saqwa
Apakah, minyak beralkohol, dan alkohol 70% bilamana terkena badan atau pakaian
apakah hukumnya najis?
Jawab: 8. Saya ahmad khoiruddin tsalits kamal.fanani akan mencoba menjawab
pertanyaan dari absen 26. Alkohol bukanlah benda najis. Oleh sebab itu, ketika alkohol
tersebut digunakan untuk hal yang bermanfaat seperti untuk pengobatan, campuran
parfum dan lain-lain, maka hal tersebut tidaklah diharamkan karena tidak terjadinya
‘illat diharamkannya alkohol itu sendiri, yaitu memabukkan.
11. (28) Aci Lailatul Jantika Hobvi
Mohon izin bertanya, bagaimana hukum tayamum untuk orang sakit ?
Jawab: 17. Saya ika mei leni ingin mencoba menjawab pertanyaan absen 28, Jika tidak
mampu mengambil air wudhu karena suatu halangan atau khawatir sakitnya akan
bertambah parah, maka diperbolehkan tayamum. Apabila orang yang sakit tidak
mampu melakukan tayamum dan wudhu, dapat dibantu ditayamumkan oleh orang lain.
Seseorang yang menepukkan dan mengusapkan pada orang yang sakit. Begitu pula
dengan cara mewudhukannya. Apabila orang yang sakit memiliki luka atau di gips,
maka usapkan air cukup sekali saja sebagai ganti membasuhnya.
12. (30) Saya M. Rizqi Alfian
Bagaimana hukumnya apabila kita kecipratan genangan air hujan? Àpakah itu termasuk
najis?
Jawab: 11. Rika Ari Aprita (934201819) izin menjawab pertanyaan absen 30
Bagaimana hukumnya apabila kita kecipratan genangan air hujan? Àpakah itu termasuk
najis? Berdasarkan Al-Quran dan Hadis Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam mayoritas
ulama berpendapat bahwa air hujan yang menggenang di jalan meskipun berubah
warnanya karena bercampur tanah hukumnya tetap suci. Selama tidak diketahui
bercampur dengan benda najis. Apalagi jika genangan air hujan tersebut tergolong baru,
karena belum terserap ke dalam tanah. Oleh karena itu jika cipratan air tersebut
mengenai pakaian maka tidak menyebabkan najis. Sebab genangan air hujan itu masih
tergolong air yang suci. Seorang ulama Mazhab Syafi’i menjelaskan bahwa genangan
air hujan di jalan yang memercikan pakaian tidak membuat pakaian najis. Apalagi
dalam keadaan sulit dihindari. Sebab meskipun mengandung kotoran, air seperti ini
termasuk najis yang dimaafkan. Sekalipun itu diketahui bercampur najis maka
percikannya yang sedikit tidak menyebabkan pakaian menjadi najis, karena termasuk
najis yang dimaafkan. Inilah yang ditegaskan oleh Imam Ar Rafi’i dalam kitab Al Aziz
Syarh Al Wajiz jika diyakini jalan tersebut ada najisnya maka hukumnya dimaafkan
jika percikannya hanya sedikit. Namun jika percikkan tersebut banyak maka tidak
dimaafkan, sebagaimana hukumnya najis najis yang lain.
13. (34) Risya Ardea Isnainin
Bolehkah kita bertayamum dengan menggunakan debu yang berada pada tubuh
hewan?
Jawab: Saya ike dyah ayu agustin (934222119) akan menjawab pertanyaan dari mbak
Risya Ardea Isnainin boleh, Sama halnya seseorang menempelkan tangannya pada
tembok, hewan, atau benda apa pun lalu pada tangannya terdapat hamburan debu.
14. (36) Safira Dwi Priatna
izin bertanya, bagaimana cara mensucikan barang elektronik yang terkena najis?
Jawab: 05. Galuh Rachmalia akan menjawab pertanyaan 36. Safira dwi priyatna Ada
dua pendapat dalam hal ini:
a) Mayoritas ulama fikih menyatakan bahwa najis hanya sanggup disucikan dengan
air. Tanpa dibasuh dengan air, maka benda elektronik itu statusnya tetap najis
(mutanajjis). Apabila tidak memungkinkan untuk membasuh benda itu dengan air
lantaran takut rusak dsb, maka tidak apa-apa tidak dibasuh akan tetap dilarang
membawanya ketika shalat. Karena sholatnya orang yang membawa najis
hukumnya batal berdasarkan dominan ulama dari madzhab empat. Kecuali dalam
keadaan darurat dan mendesak menyerupai takut rusak atau kuatir dicuri maka
boleh membawanya ketika shalat dan shalatnya sah. Hal ini sanggup dianalogikan
dengan bolehnya shalat orang yang sedang perang dengan tetap membawa pedang
tanpa membasuh darah yang najis yang melekat di pedang tersebut. (Untuk
tumpuan lihat Al-Jaziri dalam Al-Fiqh alal Madzahib Al-Arba'ah (bahasa Arab)
b) Ada pendapat dalam madzhab Hanafi dan Maliki bahwa benda padat yang tidak
kemasukan najis menyerupai pedang, kaca, dsb. itu sanggup disucikan dengan
diusap tanpa perlu dibasuh dengan air. Dengan pertimbangan lantaran najisnya
tidak ada lagi atau kalau dibasuh akan merusak benda tersebut. Dalam kitab Fathul
Qodir 1/137 dikutip riwayat di mana para Sahabat Nabi membunuh kaum kafir
dengan pedangnya kemudian mengusap darah di pedang dan shalat dengan
membawa pedang itu (lihat juga di Adz-Dzakhirah 1/184). Dan tidak ada perbedaan
dalam soal ini antara benda yang berair atau kering. Sebagian ulama Hanafi hanya
membolehkan untuk benda kering saja bukan yang berair (Fathul Qodir 1/137;
Tuhfatul Fuqoha 1/70).
15. (38) Muhamad Hawary Naskurilah
izin bertanya. Bagaimana jika ada seseorang yang sudah punya wudhu , namun dia ragu
apakah dia sudah batal atau belum ?
Jawab: Saya Noviana Umi Habibah (absen 37), mencoba menanggapi pertanyaan dari
Hawary Apabila ada seseorang yang yakin bahwa dia telah berwudu, lalu ragu-ragu
apakah dia sudah batal ataukah belum, maka dia tidak wajib berwudu lagi, karena yang
ia yakini adalah sudah berwudu. Sedangkan batalnya masih diragukan. Sementara itu
ketika ia ragu, apakah sudah batal atau belum wudunya, maka ia wajib wudu kembali
sebagai bentuk kehati-hatian.
16. (40) Dwi Yulia Nur Laily
Bagaimana hukum membaca niat mandi besar menggunakan bahasa Indonesia?
Jawab: 39. Saya Indra Agustina absen akan mencoba menjawab pertanyaan dari Dwi
Yulia Nur Laily Boleh boleh saja menggunakan bahasa indonesia sebagai niat untuk
mandi besar, akan tetapi lebih baik lagi jika menggunakan bahasa arab untuk mandi
besar.
17. (42) Saya Devia Zanuba Khofsoh Bolehkah berwudu di kamar mandi tanpa memakai
baju? Jelaskan alasannya Terimakasih
Jawab: 17. Saya Ika Mei Leni ingin mencoba menjawab pertanyaan absen 42,
Seseorang yang melakukan wudhu sambil telanjang di kamar mandi dan tidak ada
seorang pun bersamanya, hukumnya boleh dan wudhunya sah. Hanya saja, yang lebih
afdhal dia tidak melakukan hal itu.Karena melepas pakaian tidak selayaknya dilakukan
kecuali dalam keadaan dibutuhkan. Seperti ketika mandi.
Diriwayatkan dari Muawiyah bin Haidah radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau bertanya
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang auratnya, kapan wajib ditutup dan
kapan boleh ditampakkan.
(41) Risma Eka Wulandari akan mencoba menjawab pertanyaan dari Devia Zanuba
Khofsoh. Melakukan wudhu dalam keadaan telanjang hukumnya makruh, meskipun
wudhunya tetap dinilai sah. Pada saat melakukan wudhu, kita dianjurkan untuk
menutup seluruh bagian aurat. Perumpaan kita akan menghadap Allah (Shalat), dan
bersuci dengan telanjang. Itu pada sisi adab, sedangkan wudhu termasuk ibadah. Jika
kita bersungguh-sungguh dalam beribadah dan menghargai Allah, maka ibadahnya
akan semakin bermakna.

ِ ‫ َﻓﺈِ ﱠﻧ َﻬﺎ ﻣِ ْﻦ ﺗَ ْﻘ َﻮﻯ ْﺍﻟﻘُﻠُﻮ‬œ


‫ﺏ‬ َ ‫َﻭ َﻣ ْﻦ ﻳُ َﻌﻈِ ّ ْﻢ‬
ِ ‫ﺷ َﻌﺎﺋ َِﺮ ﱠ‬

"Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul


dari ketakwaan hati." (QS. 22:32)

Jadi intinya wudhunya sah tetapi kurang sopan. Maka minimal ditutup dengan handuk
pada bagian yang vital.
18. (44) ike dyah ayu agustin
mau bertanya dalam syarat tayamum harus menggunakan debu yang suci. Bagaimana
cara mengetahui debu yang akan digunakan itu suci atau tidaknya ??
Jawab: 05. Galuh Rachmalia selaku pemateri akan menjawab pertanyaan 44. Ike dyah
ayu Debu yang bisa kita gunakan untuk bersuci tentunya haruslah debu yang suci
terlebih dahulu. Yaitu debu suci yang berada di permukaan tanah, pasir, dinding atau
batu. Pendapat ini berdasarkan pada sabda Rasulullah, “Dijadikan bumi ini bagiku
sebagai masjid, yang berarti suci.” (HR. Ahmad).

Anda mungkin juga menyukai