LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI ROTI, KUE DAN BAKERI
“BANANA SNACK BAR, TORSANG SNACK BAR, DAN BISKUIT”
OLEH :
FALKUTAS BIOINDUSTRI
UNIVERSITAS TRILOGI
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pangan darurat (Emergency Food Product, EFP) merupakan pangan
yang dalam keadaan darurat diharapkan dapat memenuhi kebutuhan konsumsi
harian energi dan gizi manusia sebesar 2100 kkal yang terjadi bila dalam
keadaan darurat (IOM 1995). Pemberian pangan darurat bertujuan untuk
mengurangi timbulnya penyakit atau kematian diantara pengungsi dengan
menyediakan pangan bernutrisi yang sesuai dengan asupan harian selama lima
belas (15) hari, terhitung mulai terjadinya pengungsian. Pangan darurat harus
mampu memenuhi kebutuhan kalori sehari (2100 kkal) yang dapat
disumbangkan oleh protein sebesar 10- 15%, 35- 45% lemak, dan 40-50%
karbohidrat dari total kalori (Zoumas et al. 2002). Dalam Lutfiyanti et al.
(2011) pangan darurat harus aman dikonsumsi, mutu sensoris yang dapat
diterima, mudah didistribusikan, mudah digunakan, dan memiliki kandungan
nutrisi yang cukup.
Salah satu contoh produk pangan darurat yang memiliki umur simpan
yang cukup lama adalah food bars. Food bars merupakan salah satu produk
pangan olahan kering berbentuk batang yang memilliki nilai aw rendah yang
dapat menghambat pertumbuhan mikroba sehingga memiliki umur simpan
yang cukup panjang. Cara pembuatannya pun mudah dan dapat diaplikasikan
pada Usaha Kecil Menengah (UKM). Selain itu, produk food bars dapat
memenuhi kebutuhan energi per hari sebesar 2100 kkal dengan sumbangan
makronutrien yang dirancang untuk memenuhi standar pangan darurat yaitu
protein sebesar 10-15%, lemak sebesar 35-45%, dan karbohidrat 40- 50%
(Zoumas et al. 2002). Food bars memiliki bentuk batang yang memudahkan
dalam pengemasan dan penghematan tempat sehingga proses pendistribusian
menjadi lebih efisien.
Jenis pangan yang juga memenuhi sifat penting pangan darurat adalah
biskuit. Biskuit merupakan salah satu jenis makanan ringan yang digemari oleh
hampir semua kelompok masyarakat terlebih anak-anak. Biskuit dikonsumsi
sebagai makanan selingan untuk sumber energi. Bahan baku utama pembuatan
biskuit adalah tepung dan umumnya produsen menggunakan tepung terigu.
Dalam menunjang program diversifikasi pengolahan dan pemanfaatan berbagi
jenis bahan pangan sumber karbohidrat seperti, umbi-umbian, pisang, dan
lainlain terus dikembangkan dalam berbagai bentuk pangan olahan.
Pengolahan pangan sumber karbohidrat menjadi tepung selain memperpanjang
masa simpan karena kadar airnya yang rendah, juga memberi peluang untuk
dikembangkan berbagai jenis makanan, diantaranya biskuit.
1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk menjelaskan prinsip teknologi dan
pengolahan produk sebagai alternatif pangan darurat dan mempraktikkan
proses pengolahan banana snack bar dengan penambahan inulin, torsang
snack bar dengan penambahan torbangun, dan biskuit.
BAB II
METODOLOGI
2.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Teknologi Roti, Kue dan Bakeri dilaksanakan pada hari Rabu,
6 Mei 2020 pukul 10:00 s.d. 16.00 WIB di Laboratorium Rekayasa Proses
Pangan Universitas Trilogi, Jakarta.
2.2.3 Biskuit
Alat yang digunakan dalam pembuatan cookies biskuit yaitu mixer,
baskom, timbangan analitik, pengaduk kayu, loyang, dan oven.
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung terigu,
tepung beras, tepung jagung, tepung kacang kedelai, gula halus, susu
skim curah, margarin, telur dan nanas.
2.3 Prosedur Kerja
2.3.1 Banana Snack Bar
a. Pembuatan Tepung Pisang
Pisang nangka dicuci terlebih dahulu untuk menghilangkan kotoran
dan getah yang menempel pada kulit, kemudian pisang blansir kering
/ steam blanching (menggunakan uap panas) suhu 80-90 oC selama 5-
10 menit, dengan tujuan untuk menginaktivasi enzim polifenolase
pada pisang yang dapat menyebabkan pencoklatan. Pisang diiris tipis
untuk mempermudah proses pengeringan, kemudian pisang
dikeringkan dengan oven pengering (dehydrator) bersuhu 60 oC
selama 5 – 6 jam. Pisang yang telah kering kemudian digiling dengan
menggunakan pin disc mill (di dalamnya telah terdapat ayakan
berukuran 60 mesh), agar diperoleh bentuk tepung.
b. Pembuatan Tepung Tempe
Tempe yang telah dipotong-potong kemudian blansir kering / steam
blanching (menggunakan uap panas) suhu 100 oC selama 5 – 10 menit,
dengan tujuan untuk menginaktifkan kapang yang memfermentasi
tempe sehingga dapat mengurangi rasa pahit pada tepung tempe yang
dihasilkan. Pengeringan tempe dilakukan dengan oven pengering
(dehydrator) bersuhu 60 oC selama 4 jam. Tempe yang telah kering
kemudian digiling menggunakan pin disc mill (di dalamnya telah
terdapat ayakan berukuran 60 mesh), agar diperoleh bentuk tepung.
c. Pembuatan Banana bars
Proses pembuatan banana bars dengan cara, pembuatan krim
dilakukan secara terpisah dari bahan tepung-tepungan. Mentega dan
gula halus dicampurkan bersama hingga terbentuk krim, kemudian
bahan tepung-tepungan (tepung pisang, tepung ketan, tepung tempe
dan inulin) yang telah dicampur sebelumnya dimasukkan ke dalam
krim untuk membentuk adonan banana bars. Adonan kemudian
dicetak dengan menggunakan cetakan berdimensi 10 cm x 3.3 cm x
0.5 cm. Banana bars yang telah dicetak kemudian dipanggang dengan
oven baking. Pemanggangan dalam oven baking dengan suhu awal
100 oC selama 20 menit dan suhu akhir pemanggangan 130 oC selama
40 menit.
2.3.2 Torsang Snack Bar
Pembuatan snack bar torsang diawali dengan penimbangan bahan
baku, kemudian dilakukan pencampuran bahan kering yang terdiri dari
tepung pisang, tepung kacang hijau, serbuk torbangun, madu, kacang
tanah, dan buah kering. Pencampuran bahan basah yang terdiri dari
margarin, garam dan gula. Selanjutnya kedua campuran disatukan
dengan tambahan air menjadi adonan snack bar hingga tercampur rata.
Kemudian, adonan di cetak dalam loyang persegi panjang, setelah itu,
o
dipanggang pada suhu 100 C selama 40 menit, dan dilakukan
pemanggangan lanjut dengan suhu 120 oC selama 20 menit, selanjutnya
didinginkan pada suhu ruang selama 20 menit, dan dipotong seukuran
snack bar.
2.3.3 Biskuit
Pembuatan biskuit didahului dengan pembuatan cream adonan.
Pembuatan cream adonan merupakan proses pencampuran bahan-bahan
tambahan, yaitu gula halus, margarin, telur, susu skim bubuk, tepung
kedelai dan tepung nanas. Pada pembuatan biskuit, cream adonan
dicampurkan dengan tepung komposit, selanjutnya dilakukan proses
pemipihan dan pencetakan, terakhir dilakukan pemanggangan dengan
suhu 140 oC selama 30 menit.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Pangan darurat atau Emergency Food Product (EFP) adalah makanan yang
memiliki energi dan densitas zat gizi yang tinggi untuk korban bencana alam
yang dapat dikonsumsi segera pada keadaan darurat. Penggunaan pangan
darurat dapat dilakukan selama 3 sampai 7 hari dan maksimal 15 hari. Produk
ini bisa digunakan pada daerah yang memiliki iklim ekstrim dari kutub utara
sampai tropis (Zoumas et al. 2002).
Pangan darurat yang ideal diberikan seharusnya mengandung zat gizi yang
cukup, tidak hanya mengenyangkan tetapi juga mengandung kalori sesuai
dengan angka kecukupan gizi (AKG), yaitu 2100 kkal/hari. (IOM 1995).
Menurut Zoumas et al. (2002) untuk mencapai total kalori tersebut, jumlah
makronutrien yang direkomendasikan kandungan protein, lemak, dan
karbohidrat berturut-turut sebesar 10-15%, 35-45%, dan 40-50%.
Produk EFP terdiri dari dua jenis. Jenis pertama merupakan pangan darurat
yang dirancang untuk kondisi di mana para korban bencana dapat memasak
atau mempersiapkan makanan. Jenis kedua adalah pangan darurat yang
didesain untuk kondisi di mana akses terhadap air dan api terbatas sehingga
para korban bencana tidak dapat memasak makanan. Pangan darurat untuk
korban bencana, terutama yang bersifat siap santap, sampai saat ini belum
dikembangkan di Indonesia tetapi sudah banyak berkembang untuk
kepentingan tentara di lapangan. Pangan darurat siap santap yang dapat
dikembangkan antara lain dodol (produk IMF), nasi dalam kaleng, ataupun
cookies berbahan baku lokal Indonesia seperti kedelai, pisang, singkong, ubi
jalar, dan lain-lain.
Selama ini produk pangan darurat telah banyak dikembangkan di luar
negeri, seperti food bars, Meal Ready to Eat, Camping Pouch Product, dan
Long Life Food Supply. Di Indonesia sendiri produk pangan darurat yang telah
dikembangkan berbentuk olahan IMF (Intermediate Moisture Food), cookies,
food bars dengan bahan baku sumber daya lokal Indonesia (Ekafitri & Faradilla
2011).
Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3
Keterangan :
Gambar 1 = Kelompok 1 Banana snack bar
Gambar 2 = Kelompok 2 Torsang snack bar
Gambar 3 = Kelompok 3 Biskuit
3.2 Pembahasan
3.2.1 Banana Snack Bar
Banana snack bar merupakan food bar yang termasuk kedalam
pangan darurat (EFP/Emergency Food Product). Menurut Christian
(2011) menyatakan bahwa, pangan darurat (EFP/Emergency Food
Product) dapat dikonsumsi selama 15 hari sampai bantuan pangan
datang. Pada produk pangan darurat EFP harus memenuhi kebutuhan
kalori manusia perharinya, dikarenakan di Indonesia belum ada standar
khusus yang mengatur tentang pangan darurat berbentuk bars untuk
produk banana snack bar ini, maka standar pangan darurat berupa
produk banana snack bar mengacu pada Zoumas et.al (2002) yaitu
sumbangan lemak sebesar 35-45%, protein 10-15%, dan karbohidrat 40-
50% dengan nilai energi yang memenuhi kebutuhan energi harian
sebesar 2100 kkal.
Banana snack bar dibuat dengan bahan-bahan yang sederhana
tetapi mengandung tinggi nilai gizi baik untuk tubuh, bahan-bahan
banana snack bar yaitu berupa 10 gram tepung pisang, 20 gram tepung
tempe, 5 gram tepung ketan, 15 gram margarin, 8 mL air, 2 gram inulin
dan 20 gram gula halus. Bahan-bahan ini memiliki tujuan dan manfaat
yang dimana tepung pisang nangka dijadikan sebagai salah satu bahan
baku utama banana snack bar. Pengolahan pisang nangka menjadi
tepung bertujuan untuk meningkatkan daya simpan sebelum diolah lebih
lanjut. Selain itu, tepung pisang nangka memiliki aroma yang cukup kuat,
harganya cukup murah, dan memiliki banyak kandungan gizi. Menurut
Christian (2011) menyatakan bahwa, pisang yang baik untuk pembuatan
tepung pisang adalah pisang yang dipanen pada saat mencapai tingkat
ketuaan ¾ penuh atau kira-kira berumur 80 hari setelah berbunga. Hal ini
disebabkan pada kondisi tersebut pembentukan pati telah mencapai
maksimum, dan sebagian besar tannin telah terurai menjadi senyawa
ester aromatik dan fenol sehingga dihasilkan rasa asam dan manis yang
seimbang, jika pisang yang digunakan terlalu matang maka rendemen
tepung yang dihasilkan sedikit dan juga selama pengeringan akan
terbentuk cairan. Hal ini karena pati telah terhidrolisis menjadi gula-gula
sederhana sehingga kandungan patinya menurun, jika pisang yang
digunakan terlalu muda akan menghasilkan tepung pisang yang
mempunyai rasa sedikit pahit dan sepat karena kandungan tannin yang
cukup tinggi sementara kandungan patinya masih terlalu rendah.
Sumber protein yang digunakan pada banana snack bar adalah
tepung tempe yang memiliki nilai protein dan daya cerna yang lebih
tinggi dibandingkan tepung kedelai, selain itu tempe juga merupakan
bahan baku yang murah, mudah diperoleh, mudah dibuat menjadi tepung
tempe, dan tepung tempe tidak menimbulkan pengaruh negatif seperti
lactose intolerance yang dapat ditimbulkan apabila penderitanya
mengonsumsi susu sebagai sumber protein (Christian 2011).
Sumber karbohidrat pada banana snack bar adalah tepung ketan
yang berfungsi sebagai pengganti terigu. Beras ketan (Oryza sativa var.
glutinosa atau Oryza glutinosa; disebut juga sticky rice, sweet rice dan
waxy rice) merupakan jenis beras Asia yang berbulir pendek dan
memiliki sifat lengket (sticky) ketika dimasak. Beras ketan memiliki
kadar amilopektin yang sangat tinggi dan kadar amilosanya berkisar
antara 1-2% dari kadar pati seluruhnya (Koswara 2009).
Inulin yang digunakan pada banana snack bar merupakan inulin
komersial yang berfungsi sebagai bahan pengental, memperbaiki tekstur,
memperkaya kandungan serat, dan berperan sebagai prebiotik. Menurut
Christian (2011) memaparkan bahwa, inulin merupakan homopolimer
fruktan yang diisolasi pertama kali dari tanaman Inula helenium. Inulin
dapat diperoleh dari bawang merah, bawang daun, bawang putih,
asparagus, pisang, gandum, barley. Penggunaan inulin untuk produk
pangan dalam jumlah kecil, maka dapat memberikan peran yang baik
dalam rasa dan tekstur produk dapat ditingkatkan. Inulin meningkatkan
flavor buah-buahan, menghasilkan tekstur dan mouthfeel (rasa di mulut)
yang baik bagi produk pangan rendah gula dan lemak. Sifat fisiologis
inulin ini banyak dimanfaatkan dalam bidang medis dan farmasi, antara
lain mengurangi resiko kanker usus besar dan menormalkan kadar gula
darah bagi penderita diabetes.
Bahan-bahan dalam pembuatan banana snack bar mengacu pada
nilai DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan), hal ini untuk
mendapatkan standar kkal yang sesuai dalam pangan darurat
(EFP/Emergency Food Product) produk banana snack bar. Nilai yang
tertera pada DKBM merupakan nilai rata-rata yang dapat dijadikan acuan
sementara dalam merancang produk pangan, namun tidak selalu
menggambarkan nilai yang sebenarnya dari bahan baku yang digunakan.
Tabel 1 Perkiraan kandungan gizi dan energi dari bahan penyusun EFP
Makronutrien
Kalori/100
Komposisi Protein Lemak Karbohidrat Air
Gram (Kkal)
(Gram) (Gram) (Gram)
Tepung Pisang 377.25 4.51 0.85 87.89 4.41
Tepung Tempe 523.46 50.08 29.86 13.60 4.46
Tepung Ketan 362 6.7 0.7 79.60 12
Margarin 733 0.6 81.00 0.4 15.5
Gula Halus 376 0 0 94.0 5.4
Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan (Christian 2011)
Berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) banana
snack bar telah memenuhi persyaratan pangan darurat (EFP/Emergency
Food Product) yaitu nilai sumbangan proteinnya telah memenuhi 10-
15%, lemak 40-50%, dan karbohidrat 35-45%. Banana snack bar dalam
22 gram didapatkan total jumlah markronutrien pada lemak sebesar
41.21%, protein sebesar 10.22%, dan karbohidrat 48.57%, sedangkan
total inulin dalam banana snack bar sebesar 9.18 gram / 100 gram,
dengan total kkal banana snack bar 22 gram yaitu sebesar 111.60 kkal.
Oleh karena itu, banana snack bar yang perlu dikonsumsi untuk satu
takaran saji adalah sekitar 6-7 bars dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan 700 kkal. Hal ini didasarkan pada kebutuhan energi harian
manusia sebesar 2100 kkal yang diasumsikan makan tiga kali sehari
sehingga untuk satu takaran saji harus memenuhi energi sebesar 700
kkal. Banana snack bar dengan berat 22 gram memiliki nilai energi
sebesar 110.60 kkal dan disarankan untuk mengonsumsi banana snack
bar sebanyak 6-7 bars untuk satu takaran saji harus memenuhi energi
sebesar 700 kkal, dengan kata lain harus mengonsumsi sebanyak 2-3 bars
per 22 gram agar dapat memenuhi kebutuhan 233 kkal / 50 gram produk
sekali makan. Produk banana snack bar ini selain dapat digunakan
sebagai alternatif pangan darurat juga dapat digunakan sebagai camilan
bergizi yang dikonsumsi di sela-sela waktu makan.
Kacang tanah dan buah kering berperan sebagai bahan isi dari snack
bar. Kacang tanah sebagai sumber energi, protein, dan lemak, yang
sebelum ditambahkan ke dalam adonan, kacang disangrai terlebih
dahulu. Buah kering yang digunakan adalah manisan kering buah
mangga yang biasa dijadikan produk oleholeh kota Bogor. Manisan
kering buah mangga berperan sebagai pengganti buah kismis yang pada
umumnya digunakan dalam pembuatan snack bar. Penggunaan manisan
kering buah mangga adalah dalam upaya menggunakan produk lokal
Indonesia yang kurang dimanfaatkan dalam produk olahan di pasaran,
karena manisan kering buah mangga biasa langsung dikonsumsi tanpa
ada pengembangan olahan produk. Manisan kering buah mangga juga
dapat berperan sebagai sumber karbohidrat khususnya gula. Air berperan
sebagai bahan pelarut total adonan.
3.2.3 Biskuit
Biskuit adalah salah satu produk makanan yang diterima baik oleh
masyarakat dikarenakan rasanya yang enak, memiliki masa simpan yang
lama, mudah dikonsumsi dimana dan kapan saja (Asmoro et al. 2012).
Biskuit merupakan salah satu jenis pangan yang memenuhi sifat penting
pangan darurat. Formulasi biskuit sebagai produk pangan darurat harus
memenuhi standar gizi pangan darurat dan dilengkapi oleh zat
antioksidan, untuk mendukung program ketahanan pangan melalui
pengembangan sektor agroindustri kreatif.
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan biskuit pangan
darurat ini adalah tepung terigu merk “Segitiga Biru”, tepung beras merk
“Rose Brand”, dan tepung jagung yang dibuat dari beras jagung.
Menurut Nurbaya (2013) tingginya rasio kandungan pati pada bahan
pangan akan mempengaruhi kadar air kue kering. Surya (2013)
menyatakan bahwa bahan penghasil pati berfungsi untuk memberikan
kekompakan dan kestabilan kue kering, karena semakin banyak
polisakarida penyusunnya memberikan kekuatan perenggangan sehingga
tahan terhadap kepatahan.
Bahan tambahan lainnya yaitu tepung kacang kedelai yang dibuat
dari kacang kedelai kering utuh, gula halus, nanas yang akan dijadikan
tepung nanas, margarin merk “Blue Band”, telur, dan susu skim curah.
Penambahan susu skim pada pembuatan biskuit berfungsi untuk
meningkatkan cita rasa dan aroma biskuit serta menambah nilai gizi
produk (Perangin-Angin 2011). Penambahan gula halus mempunyai
peran sebagai pemberi rasa manis dan pengawet dengan menghambat
pertumbuhan mikroorganisme akibat penurunan aktivitas air dari bahan.
Gula mempunyai tekanan osmotik yang tinggi. Dengan penggulaan,
cairan sel bahan akan keluar sehingga metabolisme bahan pangan akan
terganggu (Ayustaningwarno 2014).
Sumber karbohidrat pada biskuit pangan darurat ini adalah berasal
dari tepung jagung, tepung beras, dan tepung terigu. Penggunaan tepung
jagung dan tepung beras pada pembuatan biskuit pangan darurat ini yaitu
sebagai substitusi tepung terigu. Tepung beras dengan nilai pati sebesar
67.68% lebih tinggi dibandingkan dengan tepung terigu yang bernilai
60.33% (Imaningsih, 2012). Sedangkan pada tepung jagung menurut
Juniawati (2003) memiliki kandungan pati terbesar dengan nilai 68.2%.
Sumber lemak pada biskuit pangan darurat ini adalah berasal dari
margarin dan kuning telur. Fungsi penambahan lemak dalam bentuk
margarin pada pembuatan biskuit adalah sebagai penghalus tekstur,
sehingga dapat terbentuk struktur biskuit yang elastis. Selain itu margarin
digunakan untuk mengempukan biskuit karena memiliki kandungan
lemak yang cukup tinggi sehingga dapat memperbaiki tekstur (Silalahi &
Sanggam 2002).
Sumber protein berasal dari tepung kedelai yang digunakan dalam
pembuatan biskuit pangan darurat ini. Penggunaan tepung kedelai yaitu
untuk meningkatkan kadar protein pada biskuit. Tepung kedelai
mengandung tidak kurang dari 50% protein dan menjadi sumber
isoflavon yang sangat bagus (Heinnermen 2003), sehingga semakin
banyak tepung kedelai dalam biskuit maka akan semakin tinggi kadar
protein yang terkandung dalam biskuit tersebut.
Menurut Zoumas et al. (2002) dalam pengembangan pangan
darurat terdapat beberapa karakteristik kritis yang harus diperhatikan,
yaitu aman, memiliki warna, aroma, tekstur, dan penampakan yang dapat
diterima, mudah didistribusikan, mudah digunakan, dan nutrisi lengkap.
Produk pangan darurat didesain untuk memiliki kandungan energi
sebanyak 2100 kkal yang terdiri dari 35-45% lemak, 10-15% protein, dan
40- 50% karbohidrat dengan asupan energi rata-rata per harinya (>2100
kkal).
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit pangan
darurat mengacu pada DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan).
Formulasi pangan darurat dirancang untuk memenuhi energi untuk satu
harinya yaitu 2100 kkal. Dengan asumsi tiga kali makan dalam satu hari,
diharapkan untuk satu kali makan kebutuhan kalori yang tercukupi ialah
700 kkal.
Berdasarkan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan) biskuit
alternatif, kandungan nutrisi setiap 100 gram biskuit mengandung
60.67% karbohidrat, 11.99% protein, 10.68% lemak dengan total kalori
sebesar 476.78 kkal. Takaran saji biskuit alternatif merujuk pada takaran
saji produk pangan darurat, yaitu nilai AKG memenuhi total kalori 2100
kkal. Satu kemasan biskuit alternatif ini memiliki takaran saji 150
gram/kemasan dengan jumlah sajian per kemasan yaitu 10 keping
biskuit. Untuk memenuhi kebutuhan energi harian manusia sebesar 2100
kkal, maka dianjurkan untuk mengkonsumsi 3 kemasan biskuit alternatif
per 150 gram agar dapat memenuhi kebutuhan 714 kkal / 150 gram sekali
makan satu kemasan biskuit.
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan praktkum pembuatan banana snack bar, torsang snack bar dan
biscuit dapat disimpulkan bahwa pada pembuatan banana snack bar dapat
dikonsumsi selama 15 hari sampai bantuan pangan datang dan telah memenuhi
persyaratan pangan darurat (EFP/Emergency Food Product) yaitu nilai sumbangan
proteinnya telah memenuhi 10-15%, lemak 40-50%, dan karbohidrat 35-45%.
Banana snack bar dalam 22 gram didapatkan total jumlah markronutrien pada
lemak sebesar 41.21%, protein sebesar 10.22%, dan karbohidrat 48.57%,
sedangkan total inulin dalam banana snack bar sebesar 9.18 gram / 100 gram,
dengan total kkal banana snack bar 22 gram yaitu sebesar 111.60 kkal. Sedangkan
untuk torsang snack bar dapat disimpulkan mengandung zat gizi mikro seperti
magnesium, zat besi, zink, kalsium, α-tokoferol, dan β-karoten, minyak atsiri antara
lain fenol, karvakrol, isopropil okresol dan sineol serta zat bioaktif, seperti
flavonoid dan glikosida. Daun torbangun memiliki manfaat yang cukup banyak,
salah satunya adalah mengurangi keluhan PMS pada remaja putri. Dan untuk
biskuit dapat menjadi pangan alternatif, kandungan nutrisi setiap 100 gram biskuit
mengandung 60.67% karbohidrat, 11.99% protein, 10.68% lemak dengan total
kalori sebesar 476.78 kkal. Takaran saji biskuit alternatif merujuk pada takaran saji
produk pangan darurat, yaitu nilai AKG memenuhi total kalori 2100 kkal.
LAMPIRAN