Anda di halaman 1dari 20

Tanggal : 13 Mei 2020

Waktu : 10:00 – 16:00 WIB


Kelompok : 01
Asisten : Delfiana Mutiara I.

LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI ROTI, KUE DAN BAKERI
“BANANA SNACK BAR, TORSANG SNACK BAR, DAN BISKUIT”

OLEH :

1. Astien Anneka Pellokila (16106013)


2. Rizky Muhammad Adi P. (17106006)
3. Nadya Octavyana (17106010)
4. Khamila Putri (17106014)
5. Widya Ramadhani (17106020)

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FALKUTAS BIOINDUSTRI

UNIVERSITAS TRILOGI

2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pangan darurat (Emergency Food Product, EFP) merupakan pangan
yang dalam keadaan darurat diharapkan dapat memenuhi kebutuhan konsumsi
harian energi dan gizi manusia sebesar 2100 kkal yang terjadi bila dalam
keadaan darurat (IOM 1995). Pemberian pangan darurat bertujuan untuk
mengurangi timbulnya penyakit atau kematian diantara pengungsi dengan
menyediakan pangan bernutrisi yang sesuai dengan asupan harian selama lima
belas (15) hari, terhitung mulai terjadinya pengungsian. Pangan darurat harus
mampu memenuhi kebutuhan kalori sehari (2100 kkal) yang dapat
disumbangkan oleh protein sebesar 10- 15%, 35- 45% lemak, dan 40-50%
karbohidrat dari total kalori (Zoumas et al. 2002). Dalam Lutfiyanti et al.
(2011) pangan darurat harus aman dikonsumsi, mutu sensoris yang dapat
diterima, mudah didistribusikan, mudah digunakan, dan memiliki kandungan
nutrisi yang cukup.
Salah satu contoh produk pangan darurat yang memiliki umur simpan
yang cukup lama adalah food bars. Food bars merupakan salah satu produk
pangan olahan kering berbentuk batang yang memilliki nilai aw rendah yang
dapat menghambat pertumbuhan mikroba sehingga memiliki umur simpan
yang cukup panjang. Cara pembuatannya pun mudah dan dapat diaplikasikan
pada Usaha Kecil Menengah (UKM). Selain itu, produk food bars dapat
memenuhi kebutuhan energi per hari sebesar 2100 kkal dengan sumbangan
makronutrien yang dirancang untuk memenuhi standar pangan darurat yaitu
protein sebesar 10-15%, lemak sebesar 35-45%, dan karbohidrat 40- 50%
(Zoumas et al. 2002). Food bars memiliki bentuk batang yang memudahkan
dalam pengemasan dan penghematan tempat sehingga proses pendistribusian
menjadi lebih efisien.
Jenis pangan yang juga memenuhi sifat penting pangan darurat adalah
biskuit. Biskuit merupakan salah satu jenis makanan ringan yang digemari oleh
hampir semua kelompok masyarakat terlebih anak-anak. Biskuit dikonsumsi
sebagai makanan selingan untuk sumber energi. Bahan baku utama pembuatan
biskuit adalah tepung dan umumnya produsen menggunakan tepung terigu.
Dalam menunjang program diversifikasi pengolahan dan pemanfaatan berbagi
jenis bahan pangan sumber karbohidrat seperti, umbi-umbian, pisang, dan
lainlain terus dikembangkan dalam berbagai bentuk pangan olahan.
Pengolahan pangan sumber karbohidrat menjadi tepung selain memperpanjang
masa simpan karena kadar airnya yang rendah, juga memberi peluang untuk
dikembangkan berbagai jenis makanan, diantaranya biskuit.
1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk menjelaskan prinsip teknologi dan
pengolahan produk sebagai alternatif pangan darurat dan mempraktikkan
proses pengolahan banana snack bar dengan penambahan inulin, torsang
snack bar dengan penambahan torbangun, dan biskuit.
BAB II
METODOLOGI
2.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Teknologi Roti, Kue dan Bakeri dilaksanakan pada hari Rabu,
6 Mei 2020 pukul 10:00 s.d. 16.00 WIB di Laboratorium Rekayasa Proses
Pangan Universitas Trilogi, Jakarta.

2.2 Alat dan Bahan


2.2.1 Banana Snack Bar
Alat yang digunakan untuk pembuatan banana snack bar yaitu
Dehydrator, pin disc mill, panci untuk steam blanching, kompor, tabung
gas, saringan, oven, gelas ukur, cetakan berdimensi 10 cm x 3.3 cm x 0.5
cm, sendok, dan wadah plastik.
Bahan yang digunakan yaitu 10 gram tepung pisang, air untuk
blansir, 20 gram tepung tempe, 5 gram tepung ketan, 15 gram margarin,
8 mL air, 2 gram inulin dan 20 gram gula halus.
2.2.2 Torsang Snack Bar
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blancher, double
drum drier, disc mill, blender kering, serta pengayak 40 mesh,
timbangan, baskom, pisau, talenan, loyang kue, wajan, sarung tangan
plastik, serta oven.
Bahan yang digunakan adalah tepung pisang, tepung kacang hijau,
kacang tanah, buah kering (manisan mangga), margarin, selai nanas,
madu, garam, air, serta serbuk torbangun. Bahan selain daun torbangun
dan tepung pisang.

2.2.3 Biskuit
Alat yang digunakan dalam pembuatan cookies biskuit yaitu mixer,
baskom, timbangan analitik, pengaduk kayu, loyang, dan oven.
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung terigu,
tepung beras, tepung jagung, tepung kacang kedelai, gula halus, susu
skim curah, margarin, telur dan nanas.
2.3 Prosedur Kerja
2.3.1 Banana Snack Bar
a. Pembuatan Tepung Pisang
Pisang nangka dicuci terlebih dahulu untuk menghilangkan kotoran
dan getah yang menempel pada kulit, kemudian pisang blansir kering
/ steam blanching (menggunakan uap panas) suhu 80-90 oC selama 5-
10 menit, dengan tujuan untuk menginaktivasi enzim polifenolase
pada pisang yang dapat menyebabkan pencoklatan. Pisang diiris tipis
untuk mempermudah proses pengeringan, kemudian pisang
dikeringkan dengan oven pengering (dehydrator) bersuhu 60 oC
selama 5 – 6 jam. Pisang yang telah kering kemudian digiling dengan
menggunakan pin disc mill (di dalamnya telah terdapat ayakan
berukuran 60 mesh), agar diperoleh bentuk tepung.
b. Pembuatan Tepung Tempe
Tempe yang telah dipotong-potong kemudian blansir kering / steam
blanching (menggunakan uap panas) suhu 100 oC selama 5 – 10 menit,
dengan tujuan untuk menginaktifkan kapang yang memfermentasi
tempe sehingga dapat mengurangi rasa pahit pada tepung tempe yang
dihasilkan. Pengeringan tempe dilakukan dengan oven pengering
(dehydrator) bersuhu 60 oC selama 4 jam. Tempe yang telah kering
kemudian digiling menggunakan pin disc mill (di dalamnya telah
terdapat ayakan berukuran 60 mesh), agar diperoleh bentuk tepung.
c. Pembuatan Banana bars
Proses pembuatan banana bars dengan cara, pembuatan krim
dilakukan secara terpisah dari bahan tepung-tepungan. Mentega dan
gula halus dicampurkan bersama hingga terbentuk krim, kemudian
bahan tepung-tepungan (tepung pisang, tepung ketan, tepung tempe
dan inulin) yang telah dicampur sebelumnya dimasukkan ke dalam
krim untuk membentuk adonan banana bars. Adonan kemudian
dicetak dengan menggunakan cetakan berdimensi 10 cm x 3.3 cm x
0.5 cm. Banana bars yang telah dicetak kemudian dipanggang dengan
oven baking. Pemanggangan dalam oven baking dengan suhu awal
100 oC selama 20 menit dan suhu akhir pemanggangan 130 oC selama
40 menit.
2.3.2 Torsang Snack Bar
Pembuatan snack bar torsang diawali dengan penimbangan bahan
baku, kemudian dilakukan pencampuran bahan kering yang terdiri dari
tepung pisang, tepung kacang hijau, serbuk torbangun, madu, kacang
tanah, dan buah kering. Pencampuran bahan basah yang terdiri dari
margarin, garam dan gula. Selanjutnya kedua campuran disatukan
dengan tambahan air menjadi adonan snack bar hingga tercampur rata.
Kemudian, adonan di cetak dalam loyang persegi panjang, setelah itu,
o
dipanggang pada suhu 100 C selama 40 menit, dan dilakukan
pemanggangan lanjut dengan suhu 120 oC selama 20 menit, selanjutnya
didinginkan pada suhu ruang selama 20 menit, dan dipotong seukuran
snack bar.
2.3.3 Biskuit
Pembuatan biskuit didahului dengan pembuatan cream adonan.
Pembuatan cream adonan merupakan proses pencampuran bahan-bahan
tambahan, yaitu gula halus, margarin, telur, susu skim bubuk, tepung
kedelai dan tepung nanas. Pada pembuatan biskuit, cream adonan
dicampurkan dengan tepung komposit, selanjutnya dilakukan proses
pemipihan dan pencetakan, terakhir dilakukan pemanggangan dengan
suhu 140 oC selama 30 menit.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Pangan darurat atau Emergency Food Product (EFP) adalah makanan yang
memiliki energi dan densitas zat gizi yang tinggi untuk korban bencana alam
yang dapat dikonsumsi segera pada keadaan darurat. Penggunaan pangan
darurat dapat dilakukan selama 3 sampai 7 hari dan maksimal 15 hari. Produk
ini bisa digunakan pada daerah yang memiliki iklim ekstrim dari kutub utara
sampai tropis (Zoumas et al. 2002).
Pangan darurat yang ideal diberikan seharusnya mengandung zat gizi yang
cukup, tidak hanya mengenyangkan tetapi juga mengandung kalori sesuai
dengan angka kecukupan gizi (AKG), yaitu 2100 kkal/hari. (IOM 1995).
Menurut Zoumas et al. (2002) untuk mencapai total kalori tersebut, jumlah
makronutrien yang direkomendasikan kandungan protein, lemak, dan
karbohidrat berturut-turut sebesar 10-15%, 35-45%, dan 40-50%.
Produk EFP terdiri dari dua jenis. Jenis pertama merupakan pangan darurat
yang dirancang untuk kondisi di mana para korban bencana dapat memasak
atau mempersiapkan makanan. Jenis kedua adalah pangan darurat yang
didesain untuk kondisi di mana akses terhadap air dan api terbatas sehingga
para korban bencana tidak dapat memasak makanan. Pangan darurat untuk
korban bencana, terutama yang bersifat siap santap, sampai saat ini belum
dikembangkan di Indonesia tetapi sudah banyak berkembang untuk
kepentingan tentara di lapangan. Pangan darurat siap santap yang dapat
dikembangkan antara lain dodol (produk IMF), nasi dalam kaleng, ataupun
cookies berbahan baku lokal Indonesia seperti kedelai, pisang, singkong, ubi
jalar, dan lain-lain.
Selama ini produk pangan darurat telah banyak dikembangkan di luar
negeri, seperti food bars, Meal Ready to Eat, Camping Pouch Product, dan
Long Life Food Supply. Di Indonesia sendiri produk pangan darurat yang telah
dikembangkan berbentuk olahan IMF (Intermediate Moisture Food), cookies,
food bars dengan bahan baku sumber daya lokal Indonesia (Ekafitri & Faradilla
2011).
Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3

Keterangan :
Gambar 1 = Kelompok 1 Banana snack bar
Gambar 2 = Kelompok 2 Torsang snack bar
Gambar 3 = Kelompok 3 Biskuit

3.2 Pembahasan
3.2.1 Banana Snack Bar
Banana snack bar merupakan food bar yang termasuk kedalam
pangan darurat (EFP/Emergency Food Product). Menurut Christian
(2011) menyatakan bahwa, pangan darurat (EFP/Emergency Food
Product) dapat dikonsumsi selama 15 hari sampai bantuan pangan
datang. Pada produk pangan darurat EFP harus memenuhi kebutuhan
kalori manusia perharinya, dikarenakan di Indonesia belum ada standar
khusus yang mengatur tentang pangan darurat berbentuk bars untuk
produk banana snack bar ini, maka standar pangan darurat berupa
produk banana snack bar mengacu pada Zoumas et.al (2002) yaitu
sumbangan lemak sebesar 35-45%, protein 10-15%, dan karbohidrat 40-
50% dengan nilai energi yang memenuhi kebutuhan energi harian
sebesar 2100 kkal.
Banana snack bar dibuat dengan bahan-bahan yang sederhana
tetapi mengandung tinggi nilai gizi baik untuk tubuh, bahan-bahan
banana snack bar yaitu berupa 10 gram tepung pisang, 20 gram tepung
tempe, 5 gram tepung ketan, 15 gram margarin, 8 mL air, 2 gram inulin
dan 20 gram gula halus. Bahan-bahan ini memiliki tujuan dan manfaat
yang dimana tepung pisang nangka dijadikan sebagai salah satu bahan
baku utama banana snack bar. Pengolahan pisang nangka menjadi
tepung bertujuan untuk meningkatkan daya simpan sebelum diolah lebih
lanjut. Selain itu, tepung pisang nangka memiliki aroma yang cukup kuat,
harganya cukup murah, dan memiliki banyak kandungan gizi. Menurut
Christian (2011) menyatakan bahwa, pisang yang baik untuk pembuatan
tepung pisang adalah pisang yang dipanen pada saat mencapai tingkat
ketuaan ¾ penuh atau kira-kira berumur 80 hari setelah berbunga. Hal ini
disebabkan pada kondisi tersebut pembentukan pati telah mencapai
maksimum, dan sebagian besar tannin telah terurai menjadi senyawa
ester aromatik dan fenol sehingga dihasilkan rasa asam dan manis yang
seimbang, jika pisang yang digunakan terlalu matang maka rendemen
tepung yang dihasilkan sedikit dan juga selama pengeringan akan
terbentuk cairan. Hal ini karena pati telah terhidrolisis menjadi gula-gula
sederhana sehingga kandungan patinya menurun, jika pisang yang
digunakan terlalu muda akan menghasilkan tepung pisang yang
mempunyai rasa sedikit pahit dan sepat karena kandungan tannin yang
cukup tinggi sementara kandungan patinya masih terlalu rendah.
Sumber protein yang digunakan pada banana snack bar adalah
tepung tempe yang memiliki nilai protein dan daya cerna yang lebih
tinggi dibandingkan tepung kedelai, selain itu tempe juga merupakan
bahan baku yang murah, mudah diperoleh, mudah dibuat menjadi tepung
tempe, dan tepung tempe tidak menimbulkan pengaruh negatif seperti
lactose intolerance yang dapat ditimbulkan apabila penderitanya
mengonsumsi susu sebagai sumber protein (Christian 2011).
Sumber karbohidrat pada banana snack bar adalah tepung ketan
yang berfungsi sebagai pengganti terigu. Beras ketan (Oryza sativa var.
glutinosa atau Oryza glutinosa; disebut juga sticky rice, sweet rice dan
waxy rice) merupakan jenis beras Asia yang berbulir pendek dan
memiliki sifat lengket (sticky) ketika dimasak. Beras ketan memiliki
kadar amilopektin yang sangat tinggi dan kadar amilosanya berkisar
antara 1-2% dari kadar pati seluruhnya (Koswara 2009).
Inulin yang digunakan pada banana snack bar merupakan inulin
komersial yang berfungsi sebagai bahan pengental, memperbaiki tekstur,
memperkaya kandungan serat, dan berperan sebagai prebiotik. Menurut
Christian (2011) memaparkan bahwa, inulin merupakan homopolimer
fruktan yang diisolasi pertama kali dari tanaman Inula helenium. Inulin
dapat diperoleh dari bawang merah, bawang daun, bawang putih,
asparagus, pisang, gandum, barley. Penggunaan inulin untuk produk
pangan dalam jumlah kecil, maka dapat memberikan peran yang baik
dalam rasa dan tekstur produk dapat ditingkatkan. Inulin meningkatkan
flavor buah-buahan, menghasilkan tekstur dan mouthfeel (rasa di mulut)
yang baik bagi produk pangan rendah gula dan lemak. Sifat fisiologis
inulin ini banyak dimanfaatkan dalam bidang medis dan farmasi, antara
lain mengurangi resiko kanker usus besar dan menormalkan kadar gula
darah bagi penderita diabetes.
Bahan-bahan dalam pembuatan banana snack bar mengacu pada
nilai DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan), hal ini untuk
mendapatkan standar kkal yang sesuai dalam pangan darurat
(EFP/Emergency Food Product) produk banana snack bar. Nilai yang
tertera pada DKBM merupakan nilai rata-rata yang dapat dijadikan acuan
sementara dalam merancang produk pangan, namun tidak selalu
menggambarkan nilai yang sebenarnya dari bahan baku yang digunakan.
Tabel 1 Perkiraan kandungan gizi dan energi dari bahan penyusun EFP

Makronutrien
Kalori/100
Komposisi Protein Lemak Karbohidrat Air
Gram (Kkal)
(Gram) (Gram) (Gram)
Tepung Pisang 377.25 4.51 0.85 87.89 4.41
Tepung Tempe 523.46 50.08 29.86 13.60 4.46
Tepung Ketan 362 6.7 0.7 79.60 12
Margarin 733 0.6 81.00 0.4 15.5
Gula Halus 376 0 0 94.0 5.4
Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan (Christian 2011)
Berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) banana
snack bar telah memenuhi persyaratan pangan darurat (EFP/Emergency
Food Product) yaitu nilai sumbangan proteinnya telah memenuhi 10-
15%, lemak 40-50%, dan karbohidrat 35-45%. Banana snack bar dalam
22 gram didapatkan total jumlah markronutrien pada lemak sebesar
41.21%, protein sebesar 10.22%, dan karbohidrat 48.57%, sedangkan
total inulin dalam banana snack bar sebesar 9.18 gram / 100 gram,
dengan total kkal banana snack bar 22 gram yaitu sebesar 111.60 kkal.
Oleh karena itu, banana snack bar yang perlu dikonsumsi untuk satu
takaran saji adalah sekitar 6-7 bars dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan 700 kkal. Hal ini didasarkan pada kebutuhan energi harian
manusia sebesar 2100 kkal yang diasumsikan makan tiga kali sehari
sehingga untuk satu takaran saji harus memenuhi energi sebesar 700
kkal. Banana snack bar dengan berat 22 gram memiliki nilai energi
sebesar 110.60 kkal dan disarankan untuk mengonsumsi banana snack
bar sebanyak 6-7 bars untuk satu takaran saji harus memenuhi energi
sebesar 700 kkal, dengan kata lain harus mengonsumsi sebanyak 2-3 bars
per 22 gram agar dapat memenuhi kebutuhan 233 kkal / 50 gram produk
sekali makan. Produk banana snack bar ini selain dapat digunakan
sebagai alternatif pangan darurat juga dapat digunakan sebagai camilan
bergizi yang dikonsumsi di sela-sela waktu makan.

3.2.2 Torsang Snack Bar


Snack bar sebagai pangan darurat dan pangan siap santap tentunya
perlu memiliki nilai gizi yang tinggi, snack bar pada praktikum ini tinggi
akan serat. Berdasarkan pola hidup konsumsi masyarakat sekarang yang
mengonsumsi pangan tidak mementingkan kandungan gizi. Menurut
Kementerian Kesehatan RI (2013) kebutuhan serat yang harus dicukupi
rata-rata sekitar 30 g/ hari. Riskesdas (2013) menyatakan 93.6%
penduduk berumur lebih dari 10 tahun, kurang mengonsumsi serat.
Konsumsi serat di Indonesia rata-rata masih sangat rendah yaitu sekitar
10.5 g/hari. Padahal asupan serat pangan diketahui bermanfaat dalam
mengontrol kegemukan, penanggulangan diabetes, menurunkan darah
tinggi dan mengurangi tingkat kolesterol (Hanifah dan Dieny 2016).
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan snack bar pada praktikum
ini yaitu tepung pisang dan tepung daun torbangun.

Snack bar pada praktikum ini dibuat menggunakan bahan utama


tepung pisang dan daun torbangun. Penggunaan bahan utama ini sebagai
pengganti bahan tepung terigu atau gandum yang biasanya digunakan
sebagai bahan utama snack bar. Pemanfaatan tepung pisang dan tepung
daun torbangun pada praktikum ini untuk mengangkat produk lokal
Indonesia yang kaya akan bahan pangan, namun kurang dimanfaatkan
secara luas di pasaran, sehingga pembuatan dapat mengurangi
penggunaan produk impor seperti tepung terigu dan gandum. Pisang
mengandung mineral yang cukup banyak, seperti kalium, magnesium,
fosfor, kalsium, dan zat besi (Cahyono 2009). Mineral yang terkandung
dalam pisang, dapat terserap oleh tubuh hingga 100% dibandingkan
dengan pangan nabati lainnya (Suyanti dan Supriyadi 2008).
Berdasarkan DKBM (2004), daun torbangun memiliki kandungan
protein yang cukup tinggi, yaitu sebesar 22.2 g/100g daun torbangun,
sehingga penggunaan tepung torbangun pada praktikum ini diharapkan
menjadi sumber protein pada produk yang dihasilkan. Selain itu, gluten
dari protein pada tepung daun torbangun dapat membantu tekstur snack
bar bersifat elastis dan kenyal, seperti sifat tepung terigu tinggi protein
yang biasanya digunakan sebagai bahan dasar roti, pasta, atau mi (Laila
2015).

Daun Torbangun (Coleus amboinicus Lour) banyak mengandung zat


gizi mikro dan zat bioaktif. Phytochemical database melaporkan bahwa
dalam daun torbangun terkandung vitamin C, vitamin B1, vitamin B12,
beta-karoten, niasin, karvakrol, kalsium, asam-asam lemak, asam
oksalat, dan serat (Devi et al. 2010). Menurut Batubara et al. (2004), daun
torbangun banyak mengandung zat gizi mikro seperti magnesium, zat
besi, zink, kalsium, α-tokoferol, dan β-karoten, minyak atsiri antara lain
fenol, karvakrol, isopropil okresol dan sineol serta zat bioaktif, seperti
flavonoid dan glikosida. Daun torbangun memiliki manfaat yang cukup
banyak, salah satunya adalah mengurangi keluhan PMS pada remaja
putri (Devi et al. 2010). Snack bar merupakan salah satu makanan
cemilan atau kudapan yang digemari oleh remaja. Selain itu, bentuk
snack bar mudah dan praktis untuk dibawa tanpa membutuhkan kondisi
khusus. Pengembangan produk camilan berupa snack bar dapat dibuat
dengan menggunakan bahan dasar lokal seperti tepung pisang dan tepung
daun torbangun sebagai pengganti tepung terigu atau gandum. Bahan
dasar lokal digunakan sebagai salah satu upaya mengembangkan bahan
lokal dan mengurangi penggunaan bahan impor tepung terigu dan
gandum di Indonesia. Pembuatan snack bar menggunakan tepung pisang
dan tepung daun torbangun dengan penambahan serbuk torbangun dapat
menjadi makanan camilan

Pembuatan serbuk torbangun ini diawali dengan melakukan


pembersihan daun yang telah dipisahkan dari tangkainya dan kemudian
dicuci di bawah air mengalir. Daun torbangun diblansir uap ( steam
blanching) selama 1 menit dan ditiriskan. Proses blansir ( blanching)
dalam pembuatan serbuk ini berfungsi untuk mencegah pencoklatan saat
penepungan. Selain itu, blansir juga dapat menginaktivasi enzim-enzim
oksidatif yang dapat mengakibatkan perubahan karakteristik, seperti
warna, bau, rasa, dan tekstur (Ayu dan Yuwono 2014). Daun torbangun
kemudian dimasukkan ke dalam double drum drier dengan suhu 600℃
selama 1 menit untuk dikeringkan dan didapatkan simplisia daun.
Kemudian simplisia daun torbangun dihaluskan mengunakan disc mill
dan blender, lalu diayak menggunakan ayakan berukuran 40 mesh.
Proses pembuatan serbuk torbangun ini mengacu pada proses pembuatan
serbuk torbangun yang dilakukan oleh Halida (2015) dengan modifikasi.

Penggunaan telur pada formula snack bar untuk memperoleh tekstur


yang empuk dan menyerupai roti. Kemampuan daya busa dari telur dapat
dianggap sebagai faktor utama penyebab menurunnya tingkat kekerasan
snack bar (Sarifudin et al. 2015). Margarin yang digunakan adalah
sebagai sumber lemak pada snack bar serta membuat produk yang
dihasilkan matang secara merata dan membentuk tekstur yang liat pada
produk (Laila 2015). Penggunaan garam adalah sebagai penambah cita
rasa produk dan membantu dalam pelarutan gluten untuk menciptakan
struktur adonan yang baik. Gula berperan sebagai penambah cita rasa
pada produk, pembentuk tekstur, dan pengontrol penyebaran adonan.
Penggunaan selai dan madu sebagai penambah cita rasa dan juga sebagai
binder, yaitu bahan yang dapat mengikat dan menyatu bahan-bahan
utama dari snack bar, seperti sirup, nougat, karamel, cokelat, madu, dan
lain-lain (Ferawati 2009).

Kacang tanah dan buah kering berperan sebagai bahan isi dari snack
bar. Kacang tanah sebagai sumber energi, protein, dan lemak, yang
sebelum ditambahkan ke dalam adonan, kacang disangrai terlebih
dahulu. Buah kering yang digunakan adalah manisan kering buah
mangga yang biasa dijadikan produk oleholeh kota Bogor. Manisan
kering buah mangga berperan sebagai pengganti buah kismis yang pada
umumnya digunakan dalam pembuatan snack bar. Penggunaan manisan
kering buah mangga adalah dalam upaya menggunakan produk lokal
Indonesia yang kurang dimanfaatkan dalam produk olahan di pasaran,
karena manisan kering buah mangga biasa langsung dikonsumsi tanpa
ada pengembangan olahan produk. Manisan kering buah mangga juga
dapat berperan sebagai sumber karbohidrat khususnya gula. Air berperan
sebagai bahan pelarut total adonan.

Pemanggangan adonan dilakukan menjadi dua tahap, yaitu pada


tahap pertama menggunakan suhu 1000℃ selama 40 menit dan tahap
kedua menggunakan suhu 1200℃ selama 20 menit. Pemanasan
menggunakan suhu rendah dengan waktu yang lama bertujuan untuk
mematangkan produk hingga bagian dalam tanpa menyebabkan gosong
di bagian luar. Selain itu, pemanasan dengan suhu tinggi dalam waktu
yang tidak lama bertujuan untuk mematangkan produk secara
keseluruhan (Ferawati 2009). Penambahan serbuk torbangun
berdasarkan jumlah minimal yang perlu dikonsumsi sehingga
menimbulkan efek dapat mengurangi keluhan sindrom pramenstruasi.
Penambahan serbuk torbangun tersebut mengacu kepada penelitian Devi
et al. (2010) yang memberikan 3 buah kapsul serbuk daun torbangun,
yaitu sama dengan 750 mg dari 10 gram daun torbangun segar, dan
Surbakti (2015) yang memberikan 10 gram daun segar dalam bentuk
minuman fungsional.

Pengamatan pada hasil praktikum torsangbar yaitu pada tekstur


snack bar memiliki tekstur yang padat dan kompak, namun mudah
dipatahkan dan tidak beremah. Tingkat kekerasan produk snack bar
tergantung pada bahan baku dan suhu pemanggangan yang digunakan.
Semakin besar nilai tingkat kekerasan, maka semakin keras pula tekstur
produk tersebut (Natalia 2010).

3.2.3 Biskuit
Biskuit adalah salah satu produk makanan yang diterima baik oleh
masyarakat dikarenakan rasanya yang enak, memiliki masa simpan yang
lama, mudah dikonsumsi dimana dan kapan saja (Asmoro et al. 2012).
Biskuit merupakan salah satu jenis pangan yang memenuhi sifat penting
pangan darurat. Formulasi biskuit sebagai produk pangan darurat harus
memenuhi standar gizi pangan darurat dan dilengkapi oleh zat
antioksidan, untuk mendukung program ketahanan pangan melalui
pengembangan sektor agroindustri kreatif.
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan biskuit pangan
darurat ini adalah tepung terigu merk “Segitiga Biru”, tepung beras merk
“Rose Brand”, dan tepung jagung yang dibuat dari beras jagung.
Menurut Nurbaya (2013) tingginya rasio kandungan pati pada bahan
pangan akan mempengaruhi kadar air kue kering. Surya (2013)
menyatakan bahwa bahan penghasil pati berfungsi untuk memberikan
kekompakan dan kestabilan kue kering, karena semakin banyak
polisakarida penyusunnya memberikan kekuatan perenggangan sehingga
tahan terhadap kepatahan.
Bahan tambahan lainnya yaitu tepung kacang kedelai yang dibuat
dari kacang kedelai kering utuh, gula halus, nanas yang akan dijadikan
tepung nanas, margarin merk “Blue Band”, telur, dan susu skim curah.
Penambahan susu skim pada pembuatan biskuit berfungsi untuk
meningkatkan cita rasa dan aroma biskuit serta menambah nilai gizi
produk (Perangin-Angin 2011). Penambahan gula halus mempunyai
peran sebagai pemberi rasa manis dan pengawet dengan menghambat
pertumbuhan mikroorganisme akibat penurunan aktivitas air dari bahan.
Gula mempunyai tekanan osmotik yang tinggi. Dengan penggulaan,
cairan sel bahan akan keluar sehingga metabolisme bahan pangan akan
terganggu (Ayustaningwarno 2014).
Sumber karbohidrat pada biskuit pangan darurat ini adalah berasal
dari tepung jagung, tepung beras, dan tepung terigu. Penggunaan tepung
jagung dan tepung beras pada pembuatan biskuit pangan darurat ini yaitu
sebagai substitusi tepung terigu. Tepung beras dengan nilai pati sebesar
67.68% lebih tinggi dibandingkan dengan tepung terigu yang bernilai
60.33% (Imaningsih, 2012). Sedangkan pada tepung jagung menurut
Juniawati (2003) memiliki kandungan pati terbesar dengan nilai 68.2%.
Sumber lemak pada biskuit pangan darurat ini adalah berasal dari
margarin dan kuning telur. Fungsi penambahan lemak dalam bentuk
margarin pada pembuatan biskuit adalah sebagai penghalus tekstur,
sehingga dapat terbentuk struktur biskuit yang elastis. Selain itu margarin
digunakan untuk mengempukan biskuit karena memiliki kandungan
lemak yang cukup tinggi sehingga dapat memperbaiki tekstur (Silalahi &
Sanggam 2002).
Sumber protein berasal dari tepung kedelai yang digunakan dalam
pembuatan biskuit pangan darurat ini. Penggunaan tepung kedelai yaitu
untuk meningkatkan kadar protein pada biskuit. Tepung kedelai
mengandung tidak kurang dari 50% protein dan menjadi sumber
isoflavon yang sangat bagus (Heinnermen 2003), sehingga semakin
banyak tepung kedelai dalam biskuit maka akan semakin tinggi kadar
protein yang terkandung dalam biskuit tersebut.
Menurut Zoumas et al. (2002) dalam pengembangan pangan
darurat terdapat beberapa karakteristik kritis yang harus diperhatikan,
yaitu aman, memiliki warna, aroma, tekstur, dan penampakan yang dapat
diterima, mudah didistribusikan, mudah digunakan, dan nutrisi lengkap.
Produk pangan darurat didesain untuk memiliki kandungan energi
sebanyak 2100 kkal yang terdiri dari 35-45% lemak, 10-15% protein, dan
40- 50% karbohidrat dengan asupan energi rata-rata per harinya (>2100
kkal).
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit pangan
darurat mengacu pada DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan).
Formulasi pangan darurat dirancang untuk memenuhi energi untuk satu
harinya yaitu 2100 kkal. Dengan asumsi tiga kali makan dalam satu hari,
diharapkan untuk satu kali makan kebutuhan kalori yang tercukupi ialah
700 kkal.
Berdasarkan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan) biskuit
alternatif, kandungan nutrisi setiap 100 gram biskuit mengandung
60.67% karbohidrat, 11.99% protein, 10.68% lemak dengan total kalori
sebesar 476.78 kkal. Takaran saji biskuit alternatif merujuk pada takaran
saji produk pangan darurat, yaitu nilai AKG memenuhi total kalori 2100
kkal. Satu kemasan biskuit alternatif ini memiliki takaran saji 150
gram/kemasan dengan jumlah sajian per kemasan yaitu 10 keping
biskuit. Untuk memenuhi kebutuhan energi harian manusia sebesar 2100
kkal, maka dianjurkan untuk mengkonsumsi 3 kemasan biskuit alternatif
per 150 gram agar dapat memenuhi kebutuhan 714 kkal / 150 gram sekali
makan satu kemasan biskuit.
BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan praktkum pembuatan banana snack bar, torsang snack bar dan
biscuit dapat disimpulkan bahwa pada pembuatan banana snack bar dapat
dikonsumsi selama 15 hari sampai bantuan pangan datang dan telah memenuhi
persyaratan pangan darurat (EFP/Emergency Food Product) yaitu nilai sumbangan
proteinnya telah memenuhi 10-15%, lemak 40-50%, dan karbohidrat 35-45%.
Banana snack bar dalam 22 gram didapatkan total jumlah markronutrien pada
lemak sebesar 41.21%, protein sebesar 10.22%, dan karbohidrat 48.57%,
sedangkan total inulin dalam banana snack bar sebesar 9.18 gram / 100 gram,
dengan total kkal banana snack bar 22 gram yaitu sebesar 111.60 kkal. Sedangkan
untuk torsang snack bar dapat disimpulkan mengandung zat gizi mikro seperti
magnesium, zat besi, zink, kalsium, α-tokoferol, dan β-karoten, minyak atsiri antara
lain fenol, karvakrol, isopropil okresol dan sineol serta zat bioaktif, seperti
flavonoid dan glikosida. Daun torbangun memiliki manfaat yang cukup banyak,
salah satunya adalah mengurangi keluhan PMS pada remaja putri. Dan untuk
biskuit dapat menjadi pangan alternatif, kandungan nutrisi setiap 100 gram biskuit
mengandung 60.67% karbohidrat, 11.99% protein, 10.68% lemak dengan total
kalori sebesar 476.78 kkal. Takaran saji biskuit alternatif merujuk pada takaran saji
produk pangan darurat, yaitu nilai AKG memenuhi total kalori 2100 kkal.
LAMPIRAN

Gambar 4 Proses Pembuatan Banana Snack Bar

Gambar 4.1 Gambar 4.2


Keterangan :
Gambar 4.1 Persiapan bahan – bahan untuk pengolahan banana snack bar
Gambar 4.2 Proses pencamppuran dan pengadukan bahan, proses pencetakan
banana snack bar, dan hasil proses pemanggangan banana snack bar

Gambar 5 Proses Pembuatan Torsang Snack Bar

Gambar 5.1 Gambar 5.2


Keterangan :
Gambar 5.1 Proses pencampuran / mixing bahan torsang snack bar
Gambar 5.2 Proses pencetakan torsang snack bar dan hasil proses pemanggangan
torsang snack bar
Gambar 6 Proses Pembuatan Biskuit

Gambar 6.1 Gambar 6.2


Keterangan :
Gambar 6.1 Persiapan bahan – bahan untuk pengolahan biskuit, proses pengadukan,
dan proses pencetakan dengan cara biskuit di gulung
Gambar 6.2 Proses pemotongan dan proses hasil pemanggangan biskuit

Anda mungkin juga menyukai