SKRIPSI
ERNI NURYANI
NPM : AK 216069
The task of PMO (a Supervisor who makes sure the TB patient take the
medicine) is to supervise and motivate the Tuberculosis patient to take the regular
medication and complete the medical treatment (Kemenkes,2014). The role of
PMO will affect to the patients obedience during having the care without
interuption.
This research to the observe the description of the role of PMO in supervising
the patien with MDR TB (Multidrug Resistant Tuberculosis) in Kota Bandung.
The method used in this study is survey descriptive. The sample is patients of TB
MDR in Kota Bandung. The research applies questionnaire to collect data, with
20 items of question which is filled in by the patients. The collected data isthe
analyzed using descriptive and percentage analysis.
The result of the study shows that the percentage of PMO as the supervisor is
77% as the motivator is 67%, and as the extension agent is 77%. This finding
exposes the fact that the role of PMO in Kota Bandung is still low. It strengthens
the data that the aspect of PMO is one of the factors which cause the Resistant
Multi Drug cases in Kota Bandung. Therefore, it is highly needed to have a good
time management between working and doing supervision towards the TB
patients.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat
salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Program Studi Ners Stikes
pembimbing dan bantuan semua pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
1. H. Mulyana, SH, MPd., MHKes., selaku Ketua Yayasan Adhi Guna Kencana
Bandung.
5. Ike Puri Purnama Dewi, dr., selaku Kepala UPT Puskesmas Ujungberung
i
6. Sumbara S.Kep.,Ners.,M.kep selaku dosen wali kelas yang senan tiasa
10. Seluruh rekan dan sahabat seperjuangan di STIKES Bhakti Kencana Bandung
Skripsi ini.
11. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, yang telah
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini jauh dari sempurna, sehingga penulis
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan serta
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................... i
DAFTAR TABEL................................................................................. v
DAFTAR BAGAN................................................................................ vI
BAB I: PENDAHULUAN
i
3.5.2 Definisi Operasional…………………………………………... 35
4.2 Pembahasan………………………………………………………. 52
5.1 Kesimpulan……………………………………………………….. 59
5.2 Saran……………………………………………………………… 59
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 61
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………
i
DAFTAR TABEL
TB : Tuberkulosis
R Rifampicin
H Isoniazid
Lfx Lefoploxa
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Tuberkulosis paru sampai saat ini masih merupakan masalah utama kesehatan
Secara global Tuberkulosi (TB) paru masih menjadi isu kesehatan di semua
tahun 2013 – 2014, angka insiden TB adalah 399 per 100.000 penduduk, dan
angka prevalensi TB sebesar 647 per 100.000 penduduk (WHO, 2015). Jika
jumlah penduduk Indonesia berkisar 250 juta orang, maka diperkirakan ada
sekitar 1 juta pasien TB baru dan ada sekitar 1.6 juta pasien TB setiap tahunnya.
Sedangkan jumlah kematian karena TB 100.000 orang per tahun, atau 273 orang
baru yang tidak ditemukan 32% atau 324.000 kasus dari total 1.000.000 kasus TB.
Berdasarkan data tersebut berarti masih ada sekitar 676.000 atau 68% kasus baru
yang masih belum ditemukan, diobati dan dilaporkan. Kerjasama yang baik antara
pemerintah, sektor swasta dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau Civil
penemuan kasus TB, agar TB dapat segera didiagnosis dan diobati hingga sembuh
kasus baru TB terkonfirmasi BTA di Jawa Barat mencapai 31,46% hal ini
terakhir memiliki cakupan Case Notification Rate (CNR) yang stagnan yakni pada
tahun 2013 sampai dengan 2015 mencapai angka yang sama yaitu 135 per
100.000 penduduk.
(P2TB) Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada tahun 2017 dalam pencapaian
CNR, Dinas Kesehatan Kota Bandung mencapai 386 per 100.000 penduduk,
jumlah penderita TB seluruh kasus di kota Bandung pada tahun 2017 adalah 9.632
orang, dan angka keberhasilan pengobatan 79,92% dari target 90%. Artinya masih
serta yang lebih fatal adalah terjadinya resistren kuman terhadap beberapa obat
anti tuberkulosis atau Multi Durg Resistance (MDR) sehingga penyakit
Menelan Obat (PMO) yang baik sebagai mana tugas nya, PMO yang akan
mengawasi pasien waktu minum obat, PMO akan mengingatkan waktu kontrol ,
PMO akan memotivasi pasien jika pasien merasa jenuh minum obat, atau pasien
merasa sembuh jika keluhan nya sudah tidak ada lagi ,ini sesuai dengan hasil
penelitian (Sumarman , 2011) yaitu salah satu faktor yang berhubungan dengan
tahunnya. tahun 2012 ada 18 kasus, tahun 2013 menjadi 26 kasus. Tahun 2014
ada 30 kasus dan tahun 2015, 27 kasus, (Susatyo, 2015). Tahun 2017 sebanyak 50
dan Puskesmas Cipadung 2 kasus, dan kasus yang tahun sebelumnya hanya
beberapa kecamatan yang terpapar penyakit TB MDR, (Monev TB, April 2018).
Multidrug-Resistant Tuberculosis (MDR-TB) adalah merupakan suatu jenis
rifampicin dan isoniazide yang merupakan obat yang paling efektif. TB MDR
diagnosis yang sulit, tingginya angka kegagalan terapi dan kematian (Kemenkes
RI, 2011). Pengobatan bagi penderita TB-MDR lebih sulit diobati karena dengan
durasi yang cukup lama, jumlah obat yang lebih banyak, efek samping
pengobatan yang lebih buruk dan akhirnya tingkat kesembuhan relatif rendah
dengan angka keberhasilan sekitar 50% dan biaya pengobatannya yang mahal bisa
sampai 100 kali lebih mahal, sehingga bagi negara berkembang menjadi beban
MDR, atau kemungkinan terjadinya resisten obat. 2. Faktor Pasen meliputi ada
Pengetahuan pasien mengenai jeni, dosis, cara pemakaian, dan efek samping dari
Obat anti TB (OAT). 4. Faktor sistim Pelayanan Kesehatan meliputi Jarak rumah
yang terpenting harus menjalani pengobatan sampai tuntas , Ini sesuai dengan
hasil penelitian (Sumarman 2011) yaitu salah satu faktor yang berhubungan
dengan pasien yang tidak patuh melakukan pengobatan sampai tuntas di
pengaruhi oleh Peran Pengawas Menelan Obat ( PMO ) yang kurang baik.
Obat (PMO), karena seorang PMO berkewajiban mengawasi minum obat ,dimana
setiap hari nya PMO mengawasi dan mengingatkan pada pasien untuk minum
obat dengan tepat, Seorang Pengawas Menelan Obat (PMO) salah satu komponen
dan lain-lain.Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat
pasien agar mau berobat teratur. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang
PMO bukan lah untuk mengganti kewajiban pasien mengambil obat dari unit
(UPK)
maupun TB-MDR atau kemungkinan terjadinya resisten obat. Faktor pasien ada
Pendidikan dan pengetahuan pasien terhadap TB itu sendiri. Faktor obat meliputi
agar minum obat secara teratur selain itu PMO harus memberi dorongan pada
pasien untuk berobat secara teratur hingga tuntas (Kemenkes, 2014). Baik
penderita TB yang dipantau langsung PMO lebih patuh terhadap pengobatan dan
Pada studi pendahuluan kasus TB MDR yang ada di kota Bandung bahwa
pasien TB MDR terdiri dari Usia 2 bulan sampai Usia Lanjut, dan setelah
dalam penelitian ini adalah “Bagaimana gambaran Peran Pengawas Menelan Obat
sebagai Pengawas
sebagai Motivator
sebagai Penyuluh
TB MDR.
MDR.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Etiologi
Ogawa.
bawah mikroskop.
5) Tahan terhadap suhu rendah hingga dapat bertahan hidup dalam jangka
6) Kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultraviolet.
kurang 1 minggu.
2014).
melayang-layang di udara.
32
33
3) Terjadinya aerosolasi pada saat batuk, bersin, bicara atau pada saat
bernyanyi.
dalam beberapa minggu paling tidak dalam lingkungan rumah tangga (Chin,
2009).
1. Pengertian
kuman M. Tuberculosis sudah tidak dapat lagi dibunuh dengan obat anti
pertama, yaitu rifampicin dan isoniazide yang merupakan obat yang paling
lebih sulit diobati karena dengan durasi yang cukup lama, jumlah obat
yang lebih banyak, efek samping pengobatan yang lebih buruk dan
sekitar 50% dan biaya pengobatannya yang mahal bisa sampai 100 kali
lebih mahal, sehingga bagi negara berkembang menjadi beban yang sangat
isoniazid (H).
streptomisin (RES).
rifampisin, dengan atau tanpa OAT lini pertama yang lain, misalnya
terhadap salah satu obat golongan fluorokuinolon dan salah satu dari
OAT lainnya.
pengobatan.
pengobatan.
berobat/default).
MDR.
OAT.
Indonesia yaitu metode tes cepat (rapid test) dan metode konvensional.
Saat ini ada 2 metode tes cepat yang dapat digunakan yaitu pemeriksaan
Gen Expert (uji kepekaan untuk rifampisin) dan LPA (uji kepekaan untuk
sebagai berikut :
Mtb.
37
pemeriksaan uji kepekaan lini pertama dan lini kedua sekaligus. Jika
lini-1 dan lini-2, maka lakukan uji kepekaan lini-1 dan lini-2 sekaligus
8) Pasien dengan hasil uji kepekaan menunjukan hasil XDR (hasil uji
Paduan OAT MDR dapat disesuaikan bila terjadi perubahan hasil uji
TAK.
Tidak ada kriteria klinis tertentu yang menyebabkan pasien TB RR/ TB MDR
harus ekslusi dari pengobatan, namun ada beberapa kondisi khusus yang harus
pasien dengan penyakit penyerta yang berat seperti kelainan fungsi ginjal,
dimulai adalah:
pendengaran.
4) Memastikan data dasar pasien terisi dengan benar dan terekam dalam
2) Faal hati.
4) Asam urat.
5. Foto toraks.
7. Pemeriksaan EKG.
Pilihan paduan OAT MDR saat ini adalah paduan standar (standardized
berikut:
3. Paduan pengobatan ini diberikan dalam dua tahap yaitu tahap awal dan
tahap lanjutan. Tahap awal adalah tahap pemberian obat oral dan suntikan
dengan lama paling sedikit 6 bulan atau 4 bulan setelah terjadi konversi
biakan. Tahap lanjutan adalah pemberian paduan OAT oral tanpa suntikan.
41
menilai respon pengobatan dan mengidentifikasi efek samping sejak dini. Gejala
biakan dua kali berurutan dengan jarak pemeriksaan 30 hari menunjukan hasil
negatif.
1. Sembuh
2. Pengobatan lengkap
3. Meninggal
4. Gagal
42
5. Lost to Follow-Up
6. Tidak di Evaluasi
pemeriksaan dahak, biakan dan foto toraks, dilakukan setiap 6 bulan sekali selama
primer. Tidak mudah untuk melakukan uji kepekaan obat pad anak karena
mendapatkan contoh uji seperti induksi sputum dan bilas lambung. Pilihan
klinis) atau anak dengan gejala klinis yang sangat mendukung TB serta
ada riwayat kontak erat dengan pasien TB MDR harus dilakukan tes cepat,
merujuk pada hasil uji kepekaan dari sumber penularan (bila diketahui
indikasi dan pada umumnya toleransi anak kepada obat lebih baik di
dan perlu kecermatan alur diagnosis skrining faktor resiko TB-MDR pada
Prinsip dasar panduan terpai pengobatan untuk anak sama dengan panduan
terapi dewasa pasien MDR,Obat – obatan yang di pakai untuk anak MDR TB juga
1.) Gunakan sedikitnya 4 obat lini kedua yang masih sensitif, terdiri dari satu dari
2). Ethambutol dan PZA sebaiknya di berikan tetapi tidak di hitung sebagai obat
baru
6). pemantauan pengobatan TB MDR pada anak sesuai dengan alur pada dewasa
dengan TB MDR.
1. Faktor Dokter
resistensi obat.
2. Faktor Pasien
2) Dukungan Keluarga
3. Faktor Obat
2) Program Kesehatan
3) Ketersediaan Obat
kebal terhadap obat anti TB (OAT), yang pada akhirnya lambat laun pasien TB
TB-MDR 18 .orang menjadi 50 orang di tahun 2017. Hal ini terjadi disebabkan
47
menelan seluruh obat yang diberikan sesuai anjuran, dengan cara pengawasan
1. Definisi
dibatasi secara normatif yang diharapkan dari seseorang (Nye, 1976 dalam
2.Persyaratan PMO
oleh pasien
dengan pasien.
Perawat, Pekarya, sanitarian, Juru Imunisasi, dan lain – lain. Bila tidak
selesai pengobatan
telah ditentukan.
4.Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepda pasien
dan keluarganya
pencegahan nya
Seseorang yang mempunyai motivasi yang rendah untuk minum obat mempunyai
resiko 4,2 kalilebih besar untuk menderita TB –MDR di bandingkan dengan yang
juga The National Reports on DTPs menunjukan bahwa hanya 30-35% dari
pasien TB yang melakukan pengobatan secara teratur dengan periode yang telah
di tentukan, salah satu alasan nya adalah kemungkinan mereka dipengaruhi oleh
rumahsetelah pengobatan awal dan pengobatan wajib bulan pertama. Oleh karena
itu, jika kemungkinan motivasi pasien berasal dari lingkungan rumah mereka dan
Alasan utama gagalnya pengobtan adalah pasien tidak mau minum obat
secara teratur dalam waktu yang di haruskan. Pasien biasanya bosan harus minum
banyak obat setiap hari selama beberapa bulan lamanya waktu pengobatan TB
paru yang harus dilakukan selama 6 bulan, dapat saja dijadikan beban oleh
telah ditetapkan. Kurangnya motivasi dan kesadaran ini dapat terjadi karena
mengkonsumsi obat TB tidak teratur mempunyai resiko 2,3 kali lebih besar untuk
ini sesuai dengan penelitian Ti T et al., (2006) menyatakan bahwa orang yang
melakukan pengobatan tidak teratur memiliki risiko terkena MDR-TB 4,8 kali
Baroso (2003), juga menyebutkan bahwa orang yang melakukan pengobatan tidak
terarut memiliki risiko terkena MDR-TB 5,1464 kali lebih besar dibandingkan
pendanaan dan fasilitas seperti untuk terkultur dan sensivitas yang tidak tersedia
51
guideline yang telah dikeluarkan oleh WHO seringkali disortir kembali untuk
lini pertama dan DOTS dilakukan pada 467pasien dengan BTA + disebuah
program DOTS dengan terafi lini ke pertama menurun dari 85%target yabf di buat
oleh WHO ( sharma Sk dan Mohan A, 2004 )masih lemahnya kotrolpada infeksi
TB di pusat – pusat kesehtan dan dan kurangnya pelatihan dari petugas kesehatan
juga menjadi risiko untuk terjadi TB MDR ( WHO, 2008) (2 ) Faktor Obat,
3,93 tiap pasien.kesalahan paling banyak adalah pada penambahan obat yang
resistensi obat yang ada,inisiasi dari rejimen primer yang di inadequat, Kegagalan
MDR (Sharma SK, dan mohan A, (2004). Menurut Mwinga ketersediaan obat
PERAN PMO
Peran
Memberi
PMO
Tidak mengawasi Motifasi kurang Penyuluhan
Tidak Maksimal
tidak
dengan baik jelas
- Pengobatan
Pengobatan tidak
tidak teratur
tuntas - Pengobatan
tidak tuntas
Kuman kebal
terhadap OAT
MDR
METODE PENELITIAN
atau masyarakat untuk mendapatkan gambaran dari fenomena yang terjadi pada
populasi tertentu dan mempunyai tujuan untuk membuat penilaian suatu program
pada masa sekarang yang kemudian hasilnya akan digunakan pada perencanaan
Bandung.
antara variabel yang akan di teliti yang sekaligus mencerminkan jenis dan jumlah
rumusan masalah yang perlu di jawab melalui penelitian, teori yang digunakan
monoterapi atau regimen obat yang tidak efektif, dosis tidak adekuat, intruksi
yang buruk, keteraturan berobat yang rendah, motivasi penderita kurang, suplai
obat yang tidak teratur,bioavailibity yang buruk dan kualitas obat memberikan
kontribusi terjadinya resistensi obat sekunder (Masniari dkk, 2007). Berikut ini
Faktor dokter :
Seberapa
Faktor baik dokter memberikan edukasi tentang
Dokter
penyakit TB, cara pengobatan, dan akibat bila
pengobatan tidak tuntas
Faktor Pasien :
Faktor Obat :
Variabel digunakan sebagai ukuran atau ciri, sifat yang dimiliki oleh suatu
penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu yang merupakan ukuran atau
ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan
kelompok yang lain (Notoatmodjo, 2010). Variabel dalam penelitian ini adalah
akan di teliti. Definisi konseptual dari masing – masing variabel penelitian ini
adalah:
dibatasi secara normatif yang diharapkan dari seseorang (Nye, 1976 dalam
3.6.1 Populasi
pasien TB MDR yang ada di Puskesmas wilayah Bandung tengah dan Bandung
3.6.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang di pilih dengan cara tertentu hingga
pada penelitian ini menggunakan teknik total sampling adalah teknik pengambilan
sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2007). Alasan
mengambil total sampling karena menurut Sugiyono (2007) jumlah populasi yang
1. Peran PMO
pilihan jawaban Sangat Sering (SS) diberi skor 4 Sering (S) diberi 3,
Jarang (J) diberi skor 2, dan Sangat Jarang (SJ) diberi skor 1, Sedangkan
beri skor 1, Sering (S) diberi skor 2, Jarang (J) di beri skor 3 dan Tidak
koefisien korelasi point biserial karena rumus ini dapat digunakan untuk
mencari korelasi item dengan seluruh pertanyaan yang berbentuk soal tes
point biserial.
Keterangan:
S = standar deviasi
q =1–p
Batasan r, table dengan signifikansi 0,05dan uji 2 sisi atau menggunakan Batasan
Jika nialai korelasi lebih dari Batasan yang di tentukan maka item di anggap tidak
Valid”. Data yang sudah terkumpul dianalisis menggunakan bantuan SPSS versi
59
20. Metode uji validitas insyrumenyang digunakan adalah metode Coorected item
total correlation yaitu uji validitas internal butir tes dengan mengkorelasikan
antar scor tiap butir soal yang didapatkan dengan skor total respondennya
(Priyanto,2010:24)
Corrected item total correlation, dari 30 item yang diuji cobakan terdapat 9
instrumen yang mempunyai nilai kurang dari 0,3 yaitu pada no item 6, item 10,
item 11, item 13, item 18, item 20, item 22, item 23, item 26, item 28, sedangkan
sisanya sebanyak 21 mempunyai nilai yang melebihi 0,30, artinya item tersebut
dinyatakan valid. Hal tersebut menunjukan bahwa item yang bisa digunakan
Metode yang di gunakan dalam uji reabilitas pada penelitian ini adalah
bertingkat atau rating scale di gunakan rumus alpha dari Cronbach sebagai
berikut:
r 11 = [ ][ ]
60
Dimana:
> r table maka instrument tersebut reliabel dan dapat digunakan dalam penelitian.
Menurut Sekaran ( dalam Priyatno, 2010:32) “reabilitas kurang dari 0,6 adalah
kurang baik, sedangkan 0,7 dapat di terima dan diatas 0,8 adalah baik.”Berikut
Reliability Statistics
on Standardized Items
0,712 0,679 30
alpha cronbach diperoleh nilai reliabilitas instrument sebesar 0,712. Nilai tersebut
sudah masuk pada kriteria diterimanya batas minimalnya reliabilitas yang harus
diatas 0,70 (0,70 > 0,71) artinya instrument yang digunakan untuk mengukur
MDR di Puskesmas Wilayah Bandung tengah dan Bandung timur Kota Bandung.
responden
7. Kuesioner ini harus di isi oleh responden dengan lengkap dan jujur sesuai
bila ditemukan ada pernyataan yang kurang jelas dapat ditanyakan langsung
Tahap selanjutnya pengolahan data melalui editing, coding, entry data dan
a. Editing
Editing data dilakukan langsung pada pada saat pengambilan data. Setelah