Anda di halaman 1dari 26

Laporan Studi Prakarsa Anti Korupsi 2011

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu pelaku ekonomi nasional di
samping usaha swasta dan koperasi. Dalam sistem perekonomian nasional, peran
BUMN cukup strategis, seperti: penghasil barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam
rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; sebagai pelopor atau
perintis dalam sektor-sektor usaha yang belum diminati oleh swasta; sebagai
pelaksana pelayanan publik; penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar; serta
turut membantu pengembangan usaha kecil dan koperasi.

BUMN yang seluruh maupun sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan negara
yang dipisahkan, merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan.
Penerimaan negara tersebut dalam bentuk berbagai jenis pajak, dividen dan hasil
privatisasi yang pada tahun 2010 nilainya mencapai Rp.132,7 Triliun. Kontribusi BUMN
terhadap perekonomian Indonesia itu sendiri mencapai Rp. 2.130 triliun, baik dalam
bentuk kapitalisasi pasar modal, operational expenditure (opex), program kemitraan,
bina lingkungan, kredit usaha rakyat (KUR), capital expenditure (capex), mapun
public service obligation (PSO). Selain itu masih terdapat 105.260 kelompok usaha
yang menjadi mitra binaan BUMN yang juga memberikan kontribusi cukup signifikan
terhadap perekonomian Indonesia.1

Melihat peran penting dan strategis BUMN di atas, seiring dengan perkembangan
ekonomi baik di tingkat lokal maupun internasional serta persaingan usaha yang
semakin ketat tuntutan kepada BUMN untuk menjalankan bisnisnya secara efektif,
efisien, dan profesional menjadi semakin tinggi. Namun demikian, masih didapati
beberapa kelemahan BUMN seperti: sering adanya kebijakan atau peraturan
pemerintah yang menguntungkan BUMN yang justru berakibat kepada lemahnya
BUMN dalam persaingan usaha; kurang lincah dalam bertindak; dan lamban dalam
mengambil keputusan. Kondisi ini membuat BUMN kehilangan momentum usaha yang
dapat berakibat pada kerugian usaha. Selain itu, potensi korupsi masih muncul di
BUMN karena masih adanya konflik kepentingan di internal serta lemahnya
pengendalian internal.

1
Peran BUMN dalam Percepatan & Perluasan Pembangunan Nasional, Kementerian BUMN, Bogor 11
Februari 2011

Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK 1


Laporan Studi Prakarsa Anti Korupsi 2011

Guna mengatasi hal tersebut dan untuk memperbaiki kinerja BUMN beberapa upaya
perlu dilakukan. Di dalam berbagai analisis dikemukakan, ada keterkaitan antara krisis
ekonomi, krisis finansial, dan krisis yang berkepanjangan di berbagai negara dengan
lemahnya sistem tata kelola perusahaan yang baik 2. Semakin baik dan efektifnya
sistem tata kelola perusahaan akan memungkinkan terbentuknya sistem pengendalian
(checks and balances) yang lebih efektif antar unit kerja di internal entitas usaha serta
antara entitas usaha tersebut dengan pemangku kepentingan yang lebih luas.

Dalam kaitan mengatasi kelemahan dari kemungkinan timbulnya potensi korupsi di


BUMN, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Studi Prakarsa Anti Korupsi
(SPAK) BUMN. Kegiatan SPAK BUMN 2011 dilaksanakan dalam rangka mengukur
efektivitas dari prakarsa anti korupsi yang dilakukan oleh BUMN.

1.2. Dasar Hukum


Dalam pelaksanaan Studi Prakarsa Anti Korupsi (SPAK) 2011, KPK mendasari pada
kewenangan yang dimilikinya. DalamUndang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan;
1) Pasal 4 menyebutkan: “Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk dengan
tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya
pemberantasan tindak pidana korupsi”.
2) Pasal 8 ayat 1 menyebutkan: “Dalam melaksanakan tugas supervisi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, Komisi Pemberantasan
Korupsi berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau
penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan
wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana
korupsi, dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik”.
3) Pasal 14 menyebutkan “Dalam melaksanakan tugas monitor
sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf e, KPK berwenang untuk:
1. Melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi
di semua lembaga negara dan pemerintah;
2. Memberi saran kepada pimpinan lembaga negara dan
pemerintah untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil
pengkajian, sistem pengelolaan administrasi tersebut berpotensi
korupsi;

2
Studi Implementasi Good Corporate Governance di Sektor Swasta, BUMN, dan BUMD, KPK Tahun 2008

2 Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK


Laporan Studi Prakarsa Anti Korupsi 2011

3. Melaporkan kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan


Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa
Keuangan, jika saran Komisi Pemberantasan Korupsi mengenai
usulan perubahan tersebut tidak diindahkan.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention
Against Corruption (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Antikorupsi) menyebutkan:
1) Pasal 7 ayat (4): “Setiap Negara Peserta wajib sesuai dengan prinsip-
prinsip dasar dari sistem hukum nasionalnya, berusaha keras untuk
mengadopsi, memelihara dan memperkuat sistem yang meningkatkan
transparansi dan mencegah konflik-konflik kepentingan”.
2) Pasal 8 ayat (1): ”Untuk memerangi korupsi, Setiap Negara Peserta
wajib meningkatkan, antara lain: integritas, kejujuran, dan
tanggungajwab di antara para pejabat-pejabat publiknya, sesuai
dengan prinsip-prinsip dasar sistem hukumnya”.
3) Pasal 10: “Dengan memperhatikan kebutuhan untuk memberantas
korupsi setiap Negara Peserta wajib, sesuai dengan prinsip-prinsip
dasar sistem hukum nasionalnya, mengambil tindakan-tindakan yang
mungkin untuk meningkatkan transparansi dalam administrasi
publiknya, bila diperlukan termasuk termasuk mengenai organisasi
keuangan dan proses pembuatan keputusannya”.
4) Pasal 12: ”Setiap Negara Peserta wajib mengambil tindakan-tindakan,
sesuai dengan prinsip-prinsip dasar sistem hukum nasionalnya, untuk
mencegah korupsi yang melibatkan sektor swasta, meningkatkan
standar akutansi dan audit di sektor swasta, dan dimana diperlukan,
memberikan sanksi perdata, administratf dan pidana yang efektif
sebanding untuk kelalaian memenuhi tindakan-tindakan tersebut.”

1.3. Tujuan
Secara umum, SPAK bertujuan untuk mengukur efektifitas prakarsa anti korupsi di
BUMN. Rincian tujuan kegiatan SPAK adalah:
1. Mendapatkan gambaran aktual tentang adanya prakarsa dan penerapan
pencegahan korupsi di BUMN;
2. Memastikan bahwa setiap BUMN memiliki komitmen terhadap upaya
pencegahan korupsi yang berada di lingkungan dan kewenangannya;
3. Mendorong BUMN bertanggung jawab terhadap keberhasilan upaya pencegahan
korupsi di lembaganya;

Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK 3


Laporan Studi Prakarsa Anti Korupsi 2011

4. Sebagai salah satu acuan untuk melakukan perbaikan kinerja BUMN, baik atas
inisiatif sendiri maupun melalui intervensi kebijakan oleh pemerintah.

1.4. Ruang Lingkup


Berdasarkan tujuan di atas, maka SPAK ini dibatasi dengan melakukan penilaian
terhadap prakarsa anti korupsi dan penerapannya di 4 BUMN yang mewakili sektor
energi, konstruksi, keuangan, dan transportasi, dengan rincian sebagai berikut:
Tabel I.1
Perserta SPAK 2011

No BUMN Sektor

1 PT PERTAMINA (Persero) Energi

2 PT JASA MARGA Tbk (Persero) Konstruksi

3 PT JAMSOSTEK (Persero) Keuangan

4 PT ANGKASA PURA II (Persero) Transportasi

1.5. Metodologi dan Tahapan Kegiatan


1.5.1. Metode
Indikator dan bobot yang digunakan sebagai parameter dalam penilaian SPAK BUMN
tahun 2011 adalah sebagai berikut :
a. Indikator Utama.
Indikator utama merupakan indikator yang wajib dipenuhi dan dianalisis oleh
BUMN. Indikator ini merupakan pedoman dalam penilaian kuantitatif.
Penentuan indikator utama diputuskan oleh KPK berdasarkan hasil FGD (Focus
Group Discussion) dengan peserta tenaga ahli (pakar) eksternal yang relevan
dan pejabat struktural KPK.
2. Indikator Inovasi.
Indikator inovasi bersifat bebas, peserta dapat mencantumkan prakarsa anti
korupsi di luar prakarsa pada 7 indikator utama dalam sebuah laporan, yang
nantinya akan dinilai secara kualitatif. Indikator ini disiapkan untuk
mengantisipasi jika ternyata BUMN memiliki inovasi lain di luar indikator
utama.

Setiap indikator yang digunakan dalam SPAK menggunakan bobot yang ditentukan
berdasarkan hasil konsultasi dengan pakar eksternal dan struktural KPK. Berikut
adalah indikator, subindikator, dan bobot SPAK 2011.

4 Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK


Laporan Studi Prakarsa Anti Korupsi 2011

Tabel I.2
Indikator, Subindikator dan Bobot SPAK 2011

Indikator Subindikator
Ketersediaan Kebijakan Pimpinan (BOC dan
a
1. Keteladanan Pimpinan BOD) terkait anti korupsi (0,260)
(Tone Of The Top) Peran Pimpinan dalam Penerapan Kebijakan
b
(0,186) Antikorupsi (0,480)
c Pengawasan dan Evaluasi (0,260)
2. Pedoman tentang a
Ketersediaan dan Kelengkapan Pedoman
Etika dan Perilaku tentang Etika dan Perilaku (0,390)
(Code of Ethic and Penerapan Pedoman Etika dan Perilaku
b
Code of Conduct) (0,420)
(0,139) c Evaluasi (0,190)
Ketersediaan dan Kelengkapan Aturan
3. Penanganan Situasi a Penanganan Situasi Konflik Kepentingan
Konflik Kepentingan (0,390)
(Conflict of Interest) Penerapan Aturan Penanganan Situasi Konflik
b
(0,121) Kepentingan (0,410)
c Evaluasi (0,200)
Ketersediaan dan Kelengkapan Aturan
Indikator 4. Pengelolaan Sistem a
Pengelolaan Sistem Pengaduan (0,430)
Utama Pengaduan (Whistle
(0,942) Penerapan Aturan Pengelolaan Sistem
Blowing System) b
Pengaduan (0,390)
(0,139)
c Evaluasi (0,170)
Ketersediaan dan Kelengkapan Aturan
5. Pengelolaan a Pengelolaan Transparansi Harta Kekayaan
Transparansi Harta (0,360)
Kekayaan (Wealth Penerapan Aturan Pengelolaan Transparansi
Disclosure) b
Harta Kekayaan (0,430)
(0,084)
c Evaluasi (0,210)
Ketersediaan dan Kelengkapan Aturan
6. Pengelolaan a Pengelolaan Penerimaan dan Pemberian
Penerimaan dan Hadiah (0,390)
Pemberian Hadiah Penerapan Aturan Pengelolaan Penerimaan dan
(Managing Gift) b
Pemberian Hadiah (0,450)
(0,103)
c Evaluasi (0,160)
7. Penegakan Aturan
(Rules Enforcement) a Penegakan Aturan (1,00)
(0,171)

Indikator
Inovasi Prakarsa Lainnya (1,00)
(0,058)

Terdapat 7 indikator utama yang ditetapkan sebagai hasil FGD tersebut, untuk
selanjutnya diturunkan dalam subindikator–subindikator. Masing-masing subindikator
mencerminkan adanya ketersediaan, penerapan, serta proses evaluasi terhadap
masing-masing indikator. Selanjutnya ketujuh indikator dan subindikator
dioperasionalkan dalam bentuk kuesioner yang terdiri dari 81 pertanyaan (kuesioner

Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK 5


Laporan Studi Prakarsa Anti Korupsi 2011

terlampir). Setiap pertanyaan dalam kuesioner diisi oleh peserta SPAK dengan
melampirkan bukti-bukti untuk mendukung validitas jawaban.

Nilai SPAK terendah adalah 0 dan tertinggi 10. Nilai 0 berarti peserta SPAK tidak
mempunyai prakarsa/inisiatif antikorupsi sesuai dengan harapan penilaian ini.
Sementara nilai 10 menunjukkan unit utama telah melakukan prakarsa/inisiatif
antikorupsi sesuai dengan seluruh indikator dalam SPAK.

Selain mengisi kuesioner, peserta SPAK juga didorong untuk mengisi kuesioner
tentang inovasi pencegahan korupsi yang telah dilakukan di luar tujuh indikator utama
SPAK yang telah ditetapkan.

1.5.2. Tahapan Kegiatan


Studi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Penetapan indikator utama.
Penetapan indikator utama ini dilakukan melalui dua tahap yaitu konsultasi
dengan pakar dan konsultasi dengan internal KPK.
2. Penyusunan dan penyebaran kuesioner.
Kuesioner terdiri dari rangkaian pertanyaan tertutup dan semi terbuka yang
disusun berdasarkan rincian dari Indikator utama yang telah ditetapkan
sebelumnya. Kuesioner bersifat objektif untuk memudahkan verifikasi data.
3. Penilaian sendiri (self-assessment) oleh peserta SPAK
Pada tahap ini, BUMN mengisi kuesioner yang diberikan. Untuk menunjang
validitas jawaban, BUMN diwajibkan memberikan bukti yang relevan.
Sinkronisasi jawaban dan lampiran bukti ini yang dijadikan dasar bagi KPK
untuk melakukan verifikasi. Atas dasar verifikasi tersebut, dihitung nilai yang
menunjukkan tingkatan inisiatif anti korupsi yang dilakukan oleh BUMN.
4. Penilaian oleh KPK
KPK melakukan penilaian akhir dengan mempertimbangkan hasil pengisian
sendiri oleh instansi, dan kelengkapan bukti. Untuk mempertegas hasil
penilaian, KPK juga melakukan observasi lapang untuk memastikan kegiatan
pencegahan korupsi seperti yang dilaporkan dalam SPAK. Hasil dari penilaian
KPK menentukan peringkat dari masing-masing peserta SPAK.
5. Pelaporan Akhir dan Diseminasi

6 Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK


Laporan Studi Prakarsa Anti Korupsi 2011

Laporan akhir dibuat dengan melaporkan skor masing-masing unit utama


sesuai indikator yang ditetapkan. Hasilnya dipaparkan kepada peserta SPAK
dalam sebuah rapat tertutup.

Secara ringkas, rangkaian tahapan kegiatan SPAK tahun 2011 adalah:

Gambar 1.1
Tahapan Kegiatan SPAK 2011

Jan-Feb Feb-Mar Apr-Juli Agt-Sept Okt-Nov

Penetapan Penyusunan Self- Penilaian Laporan


Indikator & Penyebaran Assessment oleh Tim Ahli Akhir dan
Utama Kuesioner oleh BUMN KPK Diseminasi

Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK 7


Laporan Studi Prakarsa Anti Korupsi 2011

BAB II
PROFIL PT PERTAMINA (PERSERO)

2.1. Sejarah PT Pertamina (Persero)


PERTAMINA adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki Pemerintah
Indonesia (National Oil Company), yang berdiri sejak tanggal 10 Desember 1957
dengan nama PT PERMINA. Pada tahun 1961 perusahaan ini berganti nama menjadi
PN PERMINA dan setelah merger dengan PN PERTAMIN di tahun 1968 namanya
berubah menjadi PN PERTAMINA. Dengan bergulirnya Undang Undang No. 8 Tahun
1971 sebutan perusahaan menjadi PERTAMINA. Sebutan ini tetap dipakai setelah
PERTAMINA berubah status hukumnya menjadi PT PERTAMINA (PERSERO) pada
tanggal 17 September 2003 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
22 tahun 2001 pada tanggal 23 November 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

PT PERTAMINA (PERSERO) didirikan berdasarkan akta Notaris Lenny Janis Ishak, SH


No. 20 tanggal 17 September 2003, dan disahkan oleh Menteri Hukum & HAM melalui
Surat Keputusan No. C-24025 HT.01.01 pada tanggal 09 Oktober 2003. Pendirian
Perusahaan ini dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam
Undang-Undang No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah
No. 12 tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero), dan Peraturan
Pemerintah No. 45 tahun 2001 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 12
tahun 1998 dan peralihannya berdasarkan PP No.31 Tahun 2003 tentang pengalihan
bentuk perusahaan pertambangan minyak dan gas bumi negara (Pertamina) menjadi
perusahaan perseroan (Persero). Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang
MIGAS baru, Pertamina tidak lagi menjadi satu-satunya perusahaan yang memonopoli
industri MIGAS. Kegiatan usaha minyak dan gas bumi saat ini diserahkan kepada
mekanisme pasar

2.2. Visi, Misi, dan Tata Nilai Perusahaan


2.2.1. Visi dan Misi PT Pertamina (Persero)
Penetapan visi dan misi sebagai bagian perencanaan strategis, merupakan suatu
langkah penting dalam perjalanan PT Pertamina. Ditengah arus kuat persaingan usaha
industri minyak dan gas, PT Pertamina (Persero) menetapkan visi dan misi
perusahaan sebagai berikut:
• Visi PT Pertamina (Persero) adalah menjadi Perusahaan Energi Nasional Kelas
Dunia.

8 Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK


Laporan Studi Prakarsa Anti Korupsi 2011

• Misi PT Pertamina (Persero) adalah menjalankan usaha minyak, gas, serta


energi baru dan terbarukan secara terintegrasi, berdasarkan prinsip-prinsip
komersial yang kuat.

2.2.2. Tata Nilai Perusahaan


PT Pertamina menetapkan enam Tata Nilai Perusahaan yang menjadi pedoman bagi
seluruh karyawan dalam menjalankan perusahaan. Keenam tata nilai tersebut adalah:
1. Bersih (Clean): Dikelola secara profesional, menghindari benturan
kepentingan, tidak menoleransi suap, menjunjung tinggi kepercayaan dan
integritas. Berpedoman pada asas-asas tata kelola korporasi yang baik.
2. Kompetitif (Competitive): Mampu berkompetisi dalam skala regional
maupun internasional, mendorong pertumbuhan melalui investasi,
membangun budaya sadar biaya dan menghargai kinerja.
3. Percaya Diri (Confident): Berperan dalam pembangunan ekonomi nasional,
menjadi pelopor dalam reformasi BUMN, dan membangun kebanggaan
bangsa
4. Fokus Pada Pelanggan (Customer Focused): Beorientasi pada kepentingan
pelanggan, dan berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik
kepada pelanggan.
5. Komersial (Commercial): Menciptakan nilai tambah dengan orientasi
komersial, mengambil keputusan berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang
sehat.
6. Berkemampuan (Capable): Dikelola oleh pemimpin dan pekerja yang
profesional dan memiliki talenta dan penguasaan teknis tinggi,
berkomitmen dalam membangun kemampuan riset dan pengembangan.

2.3. Struktur Organisasi PT Pertamina (Persero)


Dalam struktur organisasi yang tercantum dalam Laporan Keuangan PT
Pertamina (Persero) tahun 2010, PT Pertamina (Persero) memiliki 8 orang
Direktur (termasuk Direktur Utama) yang menangani mulai proses pengolahan
minyak dari hulu hingga hilir serta membawahi sejumlah anak perusahaan.

Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK 9


Laporan Studi Prakarsa Anti Korupsi 2011

Gambar 2.1
Struktur Organisasi PT Pertamina Tahun 2011

President
Director/CEO

Chief Audit Corporate


Executive Secretary

Senior Vice President


Chief Legal Counsel
(SVP), GAS

SVP Integrated
Supply Chain

Director of Director of Director of


Director of Director of
Investment, Director of Director of Human
Marketing & General Affair Finance
Planning & Risk Upstream Refining Resources
Trading
Management

SVP of SVP of
Corporate Upstream SVP of SVP of Fuel SVP of SVP of
Investmen & Strategic Refining SVP of HR Corporate Financing &
Marketing &
Bussines planning & Operation Development Shared Bussines
Distribution
Development Subsidiary Service Support
Management

SVP of
SVP of
SVP of Petroleum
Upstream SVP of
Bussines Product
Bussines Controller
Development Marketing &
Development
Trading

SVP of
Shipping

Sumber : Laporan Keuangan Rekonsiliasi PT Pertamina (Persero) Tahun 2010

2.4. Kinerja Perusahaan


Selama 2010 PT Pertamina (Persero) berhasil membukukan Penjualan dan Pendapatan
Usaha Lainnya sebesar Rp438 triliun, naik 18% dari 2009. Pendapatan ini berasal dari
penjualan dalam negeri minyak mentah, gas bumi, energi panas bumi, hasil minyak,
penggantian subsidi jenis BBM tertentu dan LPG dari pemerintah, penjualan ekspor
minyak mentah dan hasil minyak, imbalan jasa pemasaran, serta pendapatan usaha
lainnya.

10 Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK


Laporan Studi Prakarsa Anti Korupsi 2011

Gambar 2.2
Kinerja PT Pertamina (Persero) dan Anak Perusahaan
2008-2010
600,000
551,885

500,000
438,012
(dalam Miliar Rupiah)

400,000 371,524

302,393
JUMLAH

300,000 281,437
266,515 Aset
Pendapatan Usaha
200,000 Laba Bersih

100,000
19,606 16,203 16,776
0
2008 2009 2010
TAHUN

Sumber: Laporan Keuangan Rekonsiliasi PT Pertamina (Persero)

Dari gambar II.2 terlihat bahwa terdapat fluktuasi dalam perolehan nilai aset,
pendapatan usaha, dan laba bersih dalam 3 tahun terakhir, yang banyak dipengaruhi
oleh harga minyak dunia dan nilai kurs Rupiah terhadap Dollar. Pada tahun 2010
kinerja PT Pertamina (Persero) mengalami peningkatan yang cukup signifikan
dibanding tahun 2009, namun kinerja terbaik diperoleh pada tahun 2008.

Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK 11


Laporan Studi Prakarsa Anti Korupsi 2011

BAB III
HASIL DAN ANALISIS
NILAI SPAK PT PERTAMINA (PERSER0) 2011

3.1. Penghitungan Nilai SPAK PT Pertamina (Persero)


Nilai SPAK 2011 yang diperoleh setiap BUMN, merupakan gabungan dari indikator
utama dengan bobot 0,942 dan indikator inovasi dengan bobot 0,058. Nilai dengan
bobot SPAK 2011 yang diperoleh PT Pertamina adalah sebesar 8,95 dengan perincian
nilai indikator dan subindikator seperti ditunjukkan dalam Tabel III.1.
Tabel III.1
Nilai SPAK PT Pertamina

Indikator Subindikator

Ketersediaan Kebijakan Pimpinan (BOC dan BOD)


a 10,00
Keteladanan Pimpinan terkait anti korupsi (0,260)
(Tone Of The Top) 9,56 Peran Pimpinan dalam Penerapan Kebijakan
b 9,08
(0,186) Antikorupsi (0,480)
c Pengawasan dan Evaluasi (0,260) 10,00

Pedoman tentang Etika Ketersediaan dan Kelengkapan Pedoman tentang


a 10,00
dan Perilaku (Code of Etika dan Perilaku (0,390)
Ethic and Code of 9,87
b Penerapan Pedoman Etika dan Perilaku (0,420) 9,68
Conduct)
(0,139) c Evaluasi (0,190) 10,00
Ketersediaan dan Kelengkapan Aturan Penanganan
a 10,00
Penanganan Situasi Situasi Konflik Kepentingan (0,390)
Konflik Kepentingan
9,72 Penerapan Aturan Penanganan Situasi Konflik
(Conflict of Interest) b 9,32
Kepentingan (0,410)
(0,121)
c Evaluasi (0,200) 10,00
Indikator
Utama Ketersediaan dan Kelengkapan Aturan Pengelolaan
Pengelolaan Sistem a 10,00
(0,942) Sistem Pengaduan (0,430)
9,01 Pengaduan (Whistle
9,85 Penerapan Aturan Pengelolaan Sistem Pengaduan
Blowing System) b 9,61
(0,390)
(0,139)
c Evaluasi (0,170) 10,00

Pengelolaan Ketersediaan dan Kelengkapan Aturan Pengelolaan


a 8,59
Transparansi Harta Transparansi Harta Kekayaan (0,360)
Kekayaan (Wealth 7,47 Penerapan Aturan Pengelolaan Transparansi Harta
b 5,29
Disclosure) Kekayaan (0,430)
(0,084) c Evaluasi (0,210) 10,00
Ketersediaan dan Kelengkapan Aturan Pengelolaan
Pengelolaan Penerimaan a 10,00
Penerimaan dan Pemberian Hadiah (0,390)
dan Pemberian Hadiah
9,62 Penerapan Aturan Pengelolaan Penerimaan dan
(Managing Gift) b 9,15
Pemberian Hadiah (0,450)
(0,103)
c Evaluasi (0,160) 10,00
Penegakan Aturan
(Rules Enforcement) 10,00 Penegakan Aturan (1,00) 10,00
(0,171)
Indikator
Inovasi
Prakarsa Lainnya (1,00)
(0,058)
7,98

12 Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK


Laporan Studi Prakarsa Anti Korupsi 2011

Proses Penilaian SPAK di PT Pertamina (Persero) selain dilakukan di kantor pusat


(Jakarta) juga dilakukan di Kantor Cabang Surabaya dan Medan. Tabel III.1
menunjukkan secara umum pimpinan dan karyawan PT Pertamina (Persero) telah
mempunyai komitmen yang tinggi terhadap kegiatan antikorupsi di perusahaannya.
Nilai indikator yang diperoleh semuanya berada di atas batas minimum 6 bahkan
sebagian besar mendekati angka 10. Hal ini merupakan bukti bahwa sudah terdapat
kesamaan sikap dan komitmen personil PT Pertamina (Persero) dalam melaksanakan
tata kelola perusahaan yang baik. Komitmen ini dipertegas dengan diberlakukannya
peraturan–peraturan anti korupsi sekaligus penegakannya.

3.2. Indikator Utama SPAK 2011


3.2.1. Keteladanan Pimpinan (Tone Of The Top)
Dalam suatu organisasi faktor keteladanan sangat penting untuk menggerakkan
bawahan. Hanya dengan keteladanan pimpinan suatu organisasi dapat memperoleh
kepercayaan baik dari bawahan, rekanan maupun dari pemegang saham. Keteladanan
pimpinan juga dibutuhkan untuk menciptakan lingkungan pengendalian yang baik.
Oleh karena itu dalam suatu organisasi mutlak diperlukan pemimpin yang dapat
dipercaya dan mampu menggerakkan seluruh sumber daya organisasinya demi
mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan. Pemimpin tidak dilahirkan, tetapi
dibentuk melalui suatu proses penguasaan knowledge, skill, dan attitude yang
dibutuhkan. Berbicara mengenai kepemimpinan juga berarti pemimpin harus
memberikan teladan (Tone of The Top), membangun kultur/budaya yang kokoh, dan
menunjukkan komitmen yang kuat untuk memimpin organisasinya menuju arah yang
sudah disepakati.

Indikator awal dari pengukuran SPAK adalah keteladanan pimpinan (Tone of The Top).
Semua indikator lainnya tidak akan pernah terlaksana secara efektif dan efisien jika
tidak ada komitmen untuk mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi
dari pimpinan Perusahaan. Untuk indikator keteladanan pimpinan, tolok ukurnya
adalah implementasi aturan dan aktivitas pimpinan perusahaan (direksi dan komisaris)
yang mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi
sehingga tercipta tata kelola perusahaan yang baik, bersamaan dengan meningkatnya
kinerja perusahaan. Komitmen pimpinan perusahaan juga didukung oleh Kementerian
BUMN dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-
117/MBU/2002 tentang Penerapan Praktek GCG di BUMN.

Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK 13


Laporan Studi Prakarsa Anti Korupsi 2011

Indikator keteladanan pimpinan dibagi dalam 3 subindikator yaitu: (a) ketersediaan


kebijakan Pimpinan terkait antikorupsi, (b) peran pimpinan dalam penerapan
kebijakan antikorupsi, serta (c) pengawasan dan evaluasi yang dilakukan oleh
Pimpinan. Indikator keteladanan pimpinan dalam penilaian SPAK 2011 memiliki bobot
tertinggi (0,186) atau 18,6 % dari total nilai indikator utama lainnya, sehingga nilai
yang diperoleh PT Pertamina (Persero) sebesar 9,56 untuk indikator ini memberikan
pengaruh yang cukup signifikan terhadap nilai akhir SPAK PT Pertamina (Persero).

Komitmen direksi PT Pertamina (Persero) terutama direktur utamanya dalam


melakukan program anti korupsi ditunjukkan dengan telah diterbitkannya Pedoman
Penerapan Prinsip-Prinsip GCG (CoCG) pada tahun 2006 di PT Pertamina (Persero).
Pedoman tersebut disosialisasikan langsung oleh Direksi dalam sejumlah kegiatan di
PT Pertamina (Persero). Karyawan menganggap kegiatan yang langsung dipimpin oleh
direktur utama ini membuat yang bersangkutan layak dijadikan figur teladan bagi
bawahannya.
Tabel III.2
Nilai Indikator Keteladanan Pimpinan

Keteladanan Pimpinan
(0,186)
Subindikator
Peringkat Instansi
Nilai Ketersediaan Peran Pengawasan &
Total Aturan Pimpinan Evaluasi
(0,26) (0,48) (0,26)
2 PT Pertamina (Persero) 9,56 10,00 9,08 10,00

Nilai keteladanan pimpinan yang baik tersebut pada hakikatnya masih bisa
ditingkatkan kualitasnya. Dalam upaya pencegahan korupsi, kegiatan keteladanan
dapat diterapkan melalui peningkatan peran pimpinan dalam melakukan pengawasan
terhadap penerapan pencegahan korupsi sebagai bagian dari tata kelola perusahaan
yang baik. Supaya kegiatan pengawasan tersebut efektif, sebaiknya dilakukan
evaluasi secara berkala. Keteladanan juga dapat ditunjukkan melalui konsistensi sikap
pimpinan dalam menangani setiap permasalahan dalam penerapan tata kelola
perusahaan yang baik. Kondisi ini akan menumbuhkan kepercayaan karyawan kepada
pimpinan serta menumbuhkan komitmen dari seluruh karyawan sehingga akan
meningkatkan produktivitas perusahaan.

14 Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK


Laporan Studi Prakarsa Anti Korupsi 2011

3.2.2 Pedoman Etika dan Perilaku(Code of Ethics and Code of Conduct)


Dalam upaya mencapai keberhasilan dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi
diperlukan aturan pedoman etika dan perilaku (code of ethics and code of conduct).
Pedoman ini dapat menjadi acuan bagi organ perusahaan dan semua karyawan dalam
menerapkan nilai-nilai (values) dan etika bisnis sehingga menjadi bagian dari budaya
perusahaan. Prinsip dasar yang harus dimiliki oleh perusahaan adalah3:
1. Setiap perusahaan harus memiliki nilai-nilai perusahaan (corporate values)
yang menggambarkan sikap moral perusahaan dalam pelaksanaan
usahanya.
2. Untuk dapat merealisasikan sikap moral dalam pelaksanaan usahanya,
perusahaan harus memiliki rumusan etika bisnis yang disepakati oleh organ
perusahaan dan semua karyawan. Pelaksanaan etika bisnis yang
berkesinambungan akan membentuk budaya perusahaan yang merupakan
manifestasi dari nilai-nilai perusahaan.
3. Nilai-nilai dan rumusan etika bisnis perusahaan perlu dituangkan dan
dijabarkan lebih lanjut dalam pedoman perilaku agar dapat dipahami dan
diterapkan.

Oleh karena itulah Pedoman etika dan perilaku menjadi salah satu indikator penilaian
SPAK 2011. Indikator pedoman etika dan perilaku merupakan salah satu indikator
dengan bobot tinggi, yaitu sebesar 0,139. Penilaian indikator Pedoman Etika dan
Perilaku, dilakukan dengan menilai tiga subindikator yaitu: (a) ketersediaan aturan
tentang pedoman etika dan perilaku, (b) penerapan aturan etika dan perilaku, serta
(c) evaluasi aturan. Dari ketiga subindikator tersebut, penerapan aturan etika dan
perilaku merupakan subindikator yang memiliki bobot tertinggi, yaitu 0,420. Berikut
disampaikan rincian hasil penilaian indikator pedoman etika dan perilaku pada PT
Pertamina (Persero).
Tabel III.3
Nilai Indikator Pedoman Etika dan Perilaku
Pedoman Etika dan Perilaku
(0,139)
Subindikator
Peringkat Instansi
Nilai Ketersediaan Penerapan Evaluasi
Total Aturan Aturan Aturan
(0,39) (0,42) (0,19)
1 PT Pertamina (Persero) 9,87 10,00 9,68 10,00

3
www.knkg-indonesia.com

Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK 15


Laporan Studi Prakarsa Anti Korupsi 2011

Secara keseluruhan, nilai indikator pedoman tentang etika dan perilaku SPAK 2011 PT
Pertamina cukup tinggi (9,87). PT Pertamina telah memiliki Pedoman Etika Usaha dan
Tata Perilaku (code of conduct) sejak tahun 2006 dan telah diperbaharui pada tahun
2009. Dalam rangka memudahkan Satuan Pengawas Internal (Auditor) dan Unit
Kepatuhan (compliance) dalam melakukan deteksi, pencegahan dan penanganan
penyimpangan, saat ini PT Pertamina telah memiliki sistem informasi yang diberi
nama Compliance Online System yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh karyawan
untuk menyampaikan pengaduan penyimpangan, serta melakukan konsultasi tentang
pencegahan penyimpangan.

Secara umum personil PT Pertamina telah memiliki komitmen yang cukup tinggi dalam
penerapan Pedoman Etika dan Perilaku di perusahaannya. Namun demikian,
peningkatan kualitas pedoman etika dan perilaku di PT Pertamina masih bisa
dilakukan diantaranya dengan:
1. Penyusunan peraturan pedoman perilaku selalu disesuaikan dengan tingkat
perkembangan usaha dan potensi terjadinya penyimpangan pada setiap
bagian dan tingkat jabatan;
2. Penetapan dasar hukum yang kuat dan mengikat atas Pedoman Etika dan
Perilaku yang telah dibuat;
3. Sosialisasi penerapan Pedoman Etika dan Perilaku secara lebih luas sampai
ke anak perusahaan dalam rangka memberikan kesamaan sikap dan
pandangan terhadap peraturan dan pedoman yang diberlakukan PT
Pertamina.

3.2.3. Penanganan Situasi Konflik Kepentingan (Conflict of Interest)


Benturan/konflik kepentingan adalah keadaan di mana terdapat konflik antara
kepentingan ekonomis perusahaan dan kepentingan ekonomis pribadi Pemegang
Saham, Komisaris dan Anggota Direksi beserta seluruh jajaran dibawahnya.4

Oleh karena itulah diperlukan suatu pedoman yang mengatur mengenai penanganan
situasi konflik kepentingan, yang bertujuan untuk:
1. Menyediakan kerangka acuan bagi penyelenggara negara untuk mengenal,
mengatasi dan menangani konflik kepentingan.

4
www.knkg-indonesia.com

16 Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK


Laporan Studi Prakarsa Anti Korupsi 2011

2. Menciptakan budaya pelayanan publik yang dapat menangani situasi


konflik kepentingan secara transparan dan efisien tanpa mengurangi
kinerja.
3. Mencegah terjadinya tindak pidana korupsi di kalangan penyelenggara
negara.
Pada SPAK 2011, bobot penilaian indikator penanganan konflik kepentingan adalah
sebesar 0,121. Penilaian indikator penanganan konflik kepentingan, dilakukan
terhadap tiga subindikator yaitu: (a) ketersediaan aturan tentang penanganan konflik
kepentingan, (b) penerapan aturan penanganan konflik kepentingan, serta (c)
evaluasi aturan.
Tabel III.4
Nilai Indikator Penanganan Konflik Kepentingan

Penanganan Situasi Konflik Kepentingan


(0,121)
Subindikator
Peringkat Instansi
Nilai Ketersediaan Penerapan Evaluasi
Total Aturan Aturan Aturan
(0,39) (0,41) (0,20)
1 PT Pertamina (Persero) 9.72 10.00 9.32 10.00

Tabel III.4 menjelaskan bahwa PT Pertamina (Persero) memperoleh penilaian yang


cukup tinggi terkait penanganan konflik kepentingan, yaitu sebesar 9,72. Pimpinan
dan Karyawan PT Pertamina (Persero) telah memiliki komitmen yang cukup tinggi
dalam penerapan penanganan konflik kepentingan di perusahaannya. Komitmen ini
diperkuat dengan telah diterbitkannya Surat Keputusan Direksi Nomor: Kpts-
088/C00000/2009-S0 tentang konflik kepentingan yang berlaku sejak 16 Nopember
2009.

Dalam rangka memudahkan Satuan Pengawas Internal (Auditor) dan Unit Kepatuhan
(Compliance) dalam melakukan deteksi, pencegahan dan penanganan situasi konflik
kepentingan yang dihadapi oleh seluruh personil PT Pertamina (Persero), saat ini PT
Pertamina (Persero) telah menyediakan 2 formulir khusus terkait konflik kepentingan.
Formulir pertama adalah pernyataan kesediaan untuk tidak terlibat dalam situasi
konflik kepentingan. Sedangkan formulir kedua mengenai pernyataan keterlibatan
dalam situasi konflik kepentingan yang dialami oleh staf/pegawai PT Pertamina
(Persero). Formulir kedua ini diiisi apabila Personil menghadapi atau terbentur pada
situasi konflik kepentingan yang terjadi tanpa diketahui atau direncanakan
sebelumnya. Kedua formulir tersebut dapat diisi dan disampaikan melalui Sistem

Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK 17


Laporan Studi Prakarsa Anti Korupsi 2011

Informasi Terpadu (Compliance Online System) yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh
personil PT Pertamina (Persero).

Dalam rangka pencegahan korupsi, peluang peningkatan kualitas penanganan situasi


konflik kepentingan di PT Pertamina (Persero) masih dapat terus dilakukan,
diantaranya melalui:
1. Peraturan tentang penanganan konflik kepentingan selalu disesuaikan
dengan tingkat perkembangan usaha dan potensi terjadinya penyimpangan
pada setiap bagian dan tingkat jabatan;
2. Sosialisasi yang lebih intensif kepada seluruh personil PT Pertamina
(Persero) dan anak perusahaan serta perusahaan patungan dalam rangka
memberikan keseragaman pemahaman terkait situasi konflik kepentingan
dan mekanisme penanganannya;
3. Penerapan pedoman penanganan situasi konflik kepentingan harus
diberlakukan dan merupakan bagian dari peraturan perusahaan yang harus
dipatuhi oleh seluruh personil perusahaan sampai pada anak perusahaan
atau perusahaan patungan.

3.2.4. Pengelolaan Sistem Pengaduan (Whistle Blowing System)


Pengelolaan sistem pengaduan adalah sistem yang mengelola penyampaian laporan
dari pihak internal maupun ekternal terhadap suatu aktivitas yang berpotensi
menyimpang dari peraturan yang berlaku. Aktivitas dimaksud dapat merupakan
perilaku yang melanggar hukum, etika dan pelanggaran lainnya. Sistem ini juga dapat
mengoptimalkan peran setiap pimpinan dan karyawan di perusahaan tersebut untuk
mengungkap pelanggaran yang terjadi di wilayah kerjanya. KPK melalui SPAK 2011
mendorong seluruh BUMN agar membentuk sistem layanan pengaduan yang
transparan dan akuntabel. Layanan pengaduan tersebut diharapkan mampu
mengurangi terjadinya penyimpangan terutama yang terkait dengan korupsi.

Pada SPAK 2011, bobot penilaian indikator pengelolaan sistem pengaduan adalah
sebesar 0,139. Penilaian Indikator pengelolaan sistem pengaduan terdiri dari 3 sub
indikator yaitu: (a) ketersediaan kelengkapan aturan pengelolaan sistem pengaduan;
(b) penerapan aturan; serta (c) evaluasi aturan.

Hasil penilaian SPAK 2011 untuk Indikator Pengelolaan Sistem Pengaduan pada PT
Pertamina (Persero) menunjukkan nilai yang cukup baik (9,85), dan meraih peringkat

18 Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK


Laporan Studi Prakarsa Anti Korupsi 2011

satu dibanding BUMN peserta SPAK 2011 lainnya. Untuk hasil yang lebih rinci dapat
dilihat dalam tabel III.5.
Pimpinan PT Pertamina (Persero) telah memiliki komitmen yang cukup tinggi dalam
pengelolaan sistem pengaduan di instansinya. Komitmen ini diperkuat dengan telah
diterbitkannya Surat Keputusan Direksi: Kpts-082/C00000/2009-S0 pada tanggal 5
Oktober 2009 tentang Penerimaan dan Pemberian Hadiah/Cinderamata dan Hiburan
serta Whistle Blowing System (WBS). Sebelumnya pihak Sekretaris Perseroan
berinisiatif untuk menerbitkan Surat Keputusan Sekretaris Perseroan: B-
001/N00300/2009-S0 tanggal 16 September 2009 tentang Tata Kerja Organisasi
Pengelolaan Whistle Blowing System (WBS).

Tabel III.5
Nilai Indikator Pengelolaan Sistem Pengaduan

Pengelolaan Sistem Pengaduan


(0,139)
Subindikator
Peringkat Instansi
Nilai Ketersediaa Penerapan Evaluasi
Total n Aturan Aturan Aturan
(0,43) (0,39) (0,18)
1 PT Pertamina (Persero) 9,85 10,00 9,61 10,00

PT Pertamina juga memiliki media WBS yang cukup komprehensif yaitu: a) telepon:
+62 (21) 3815909-11; b)website: pertaminaclean.pertamina.com; c) E-mail:
pertaminaclean@tipoffs.com.sg; d)Faksimili: +62 (21) 3815912; e) SMS: +62 811
1750612; serta f) Kotak Surat: Pertamina Clean, PO Box-7077/JkpSA, Jakarta 10350.
Pengelolaan WBS PT Pertamina dilakukan oleh lembaga profesional yang dikontrak
setiap 2 tahun sekali.

Tingginya komitmen pimpinan PT Pertamina dalam pengelolaan sistem pengaduan


(WBS) ini masih tetap bisa ditingkatkan kualitasnya, terutama dalam hal kegiatan
sosialisasi yang lebih intensif kepada seluruh personil PT Pertamina dan anak
perusahaan serta perusahaan patungan dalam rangka memberikan pemahaman yang
lebih luas terkait Whistle Blowing System (Sistem Pengelolaan Pengaduan). Dengan
adanya pemahaman tersebut, diharapkan seluruh pihak yang terkait dengan bisnis PT
Pertamina dapat memanfaatkan sistem WBS yang dikelola oleh PT Pertamina melalui
Lembaga Profesional ini.

Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK 19


Laporan Studi Prakarsa Anti Korupsi 2011

3.2.5. Pengelolaan Transparansi Harta Kekayaan (Wealth Disclosure)


Pelaporan harta kekayaan merupakan bagian dari transparansi dan akuntabilitas
pejabat publik sesuai dengan UU Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari
KKN. Tingkat Kepatuhan Pimpinan perusahaan BUMN untuk menyampaikan Laporan
Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) sudah cukup baik, namun untuk lebih
meningkatkan transparansi dan akuntabilitas di lingkungan perusahaan, maka melalui
studi ini KPK ingin mendorong agar penyampaian LHKPN juga dilakukan oleh seluruh
personil di BUMN. Hal ini dilakukan agar rekam jejak harta personil dapat diketahui
secara transparan dan akuntabel sehingga dapat menjadi salah satu bahan
pertimbangan dalam penentuan jabatan di BUMN tersebut.

Pada SPAK 2011 indikator pengelolaan transparansi harta kekayaan terdiri dari: (a)
ketersediaan kelengkapan aturan pengelolaan transparansi harta kekayaan; (b)
penerapan aturan; serta (c) evaluasi aturan.
Tabel III.6
Nilai Indikator Pengelolaan Transparansi Harta Kekayaan

Pengelolaan Transparansi Harta Kekayaan


(0,084)
Subindikator
Peringkat Instansi
Nilai Ketersediaan Penerapa Evaluasi
Total Aturan n Aturan Aturan
(0,36) (0,43) (0,21)
1 PT Pertamina (Persero) 7.47 8.59 5.29 10.00

Secara keseluruhan, nilai Indikator Pengelolaan Transparansi Harta Kekayaan PT


Pertamina cukup, yaitu 7,47. Walaupun nilai tersebut tidak terlalu tinggi, namun bila
dibandingkan dengan peserta SPAK lain, nilai PT Pertamina paling baik. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa PT Pertamina memiliki komitmen yang cukup dalam transparansi
harta kekayaan personilnya. Komitmen tersebut dibuktikan melalui Surat Keputusan
Direksi Nomor: Kpts-024/C00000/2009-S0 tentang Kewajiban Melaporkan Harta
Kekayaan bagi Pejabat di Lingkungan PT. Pertamina. Surat tersebut diterbitkan untuk
menindaklanjuti instruksi Menteri BUMN nomor: INS-02/MBU/2007 tanggal 21
September 2007 tentang Penyelenggara Negara Wajib menyampaikan LHKPN di
Lingkungan BUMN. Dalam Surat Keputusan tersebut, Direksi PT Pertamina
menetapkan pejabat di bawah Direksi yang wajib menyampaikan LHKPN yaitu: 1)
Senior Vice President dan setingkatnya; 2) Vice President/General Manager dan
setingkat; 3) Direksi anak perusahaan; 4) Manajer dan setingkat yang mengurusi
masalah pengadaan/logistik/procurement/perijinan dengan pihak luar PT Pertamina
(Persero). Total wajib lapor PT Pertamina ditetapkan sekitar 200 orang.

20 Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK


Laporan Studi Prakarsa Anti Korupsi 2011

Dalam rangka pengelolaan transparansi pelaporan harta kekayaan personil PT


Pertamina, masih terbuka peluang peningkatan efektifitas LHKPN sebagai alat untuk
menjaga integritas bagi personil PT Pertamina (Persero). Upaya yang dapat dilakukan
diantaranya dengan membangun sistem pelaporan harta kekayaan di internal, yang
lebih luas dan sesuai kebutuhan PT Pertamina (Persero), termasuk kebutuhan dalam
melakukan rekam jejak karyawan/pejabat di PT Pertamina (Persero). Tahapan untuk
membangun sistem pelaporan harta kekayaan internal dapat dimulai dengan
memperluas personil yang wajib LHPN, menetapkan sendiri formulir laporan harta
kekayaan yang harus diisi dan menyediakan media konsultasi pengelolaan
transparansi harta kekayaan antara lain dengan menyediakan ruang khusus konsultasi
atau menyediakan media lainnya (misalnya : E-mail khusus konsultasi pengelolaan
transparansi harta kekayaan, telepon, faksimili, atau lainnya). Selanjutnya upaya
penegakan dapat dilakukan melalui pemberian sanksi kepada Personil PT Pertamina
(Persero) yang tidak melaporkan harta kekayaannya.

3.2.6. Pengelolaan Penerimaan dan Pemberian hadiah (Managing Gift)


Pemberian dan penerimaan hadiah dalam kegiatan bisnis perusahaan merupakan
kegiatan yang lazim dilakukan. Namun untuk menjaga agar pemberian dan atau
penerimaan tersebut tidak menjadi pelanggaran hukum, maka perlu dibuat suatu
aturan dan sistem pengelolaan hadiah di BUMN. Tujuan dari pembuatan aturan dan
sistem tersebut untuk memberikan arahan dan menjadi acuan bagi seluruh pimpinan
dan karyawan BUMN dalam menjalin kerjasama dengan pihak eksternal. Hal ini juga
untuk mendukung penerapan tata kelola perusahaan yang baik (GCG) di BUMN.

Pada SPAK 2011 Indikator pengelolaan transparansi harta kekayaan menyoroti tiga
hal, yakni (a) ketersediaan kelengkapan aturan pengelolaan penerimaan dan
pemberian hadiah; (b) penerapan aturan; serta (c) evaluasi aturan.

Tabel III.7 menjelaskan bahwa PT Pertamina (Persero) merupakan salah satu BUMN
yang memiliki komitmen tinggi dalam upaya pengelolaan penerimaan dan pemberian
hadiah, yang ditunjukkan oleh nilai 9,62. Komitmen ini ditunjukkan dengan telah
diterbitkannya Surat Keputusan Direksi nomor: Kpts-065/C00000/2007-S0 tentang
Ketentuan Pemberian dan Penerimaan Hadiah/Cinderamata dan Hiburan
(Entertainment). Saat ini sudah lebih dari 400 laporan gratifikasi yang disampaikan
oleh PT Pertamina (Persero) ke KPK. PT Pertamina (Persero) mulai tahun 2011
melakukan kerjasama dengan KPK dalam rangka penyusunan Program Pengendalian

Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK 21


Laporan Studi Prakarsa Anti Korupsi 2011

Gratifikasi (PPG). Program tersebut telah memproses ratusan laporan penerimaan


gratifikasi dari Pimpinan dan Karyawan PT Pertamina (Persero).

Tabel III.7
Nilai Indikator Pengelolaan Penerimaan dan Pemberian Hadiah

Pengelolaan Penerimaan dan Pemberian Hadiah


(0,103)
Subindikator
Peringkat Instansi
Nilai Ketersediaan Penerapan Evaluasi
Total Aturan Aturan Aturan
(0,39) (0,45) (0,16)
1 PT Pertamina (Persero) 9,62 10,00 9,15 10,00

Secara umum PT Pertamina (Persero) telah melakukan upaya yang cukup dalam
pengelolaan penerimaan dan pemberian hadiah. Peningkatan kualitas bisa dilakukan
melalui peningkatan penegakan peraturan, antara lain dengan cara pemberian sanksi
kepada personil PT Pertamina (Persero) yang terlambat menyampaikan laporan
penerimaan dan pemberian hadiah.

3.2.7. Penegakan Aturan (Rules Enforcement)


Penegakan aturan merupakan salah satu kunci dalam implementasi penerapan tata
kelola perusahaan yang baik. Adanya penegakan aturan akan menumbuhkan rasa
kepercayaan karyawan terhadap pimpinan perusahaan. Kepercayaan karyawan yang
tinggi terhadap pimpinan perusahaan dapat meningkatkan motivasi dan kinerja
karyawan. Melalui SPAK 2011, KPK berupaya mendorong BUMN untuk menaati
peraturan perundangan dan memberikan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan
personil BUMN sesuai dengan ketentuan. Pada SPAK 2011, penegakan aturan
merupakan akumulasi dari kegiatan penegakan aturan dari seluruh indikator
sebelumnya.

Berdasarkan hasil penilaian SPAK 2011, PT Pertamina (Persero)a telah menunjukkan


komitmen dalam penegakan aturan. Daftar rekapitulasi pelanggaran dari tahun 2009
sampai dengan bulan Juli 2011 telah ditindaklanjuti dalam bentuk pemberian sanksi
ringan maupun berat kepada 156 personil PT Pertamina (Persero). Bukti lain
konsistensi tersebut adalah adanya pelaporan yang disampaikan oleh PT Pertamina
(Persero) terkait pelanggaran pidana yang dilakukan personilnya ke pihak kepolisian.

22 Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK


Laporan Studi Prakarsa Anti Korupsi 2011

Tabel III.8
Nilai Indikator Penegakan Aturan

Penegakan Aturan
(0,171)
Peringkat Instansi
Subindikator Penegakan Aturan
(1)
PT Pertamina (Persero) 10,00

Dalam rangka mempertahankan kualitas penegakan aturan di PT Pertamina (Persero),


sebaiknya dilakukan evaluasi berkelanjutan atas jenis-jenis pelanggaran dan
mekanisme penegakan aturan yang telah ada dengan menyesuaikan tingkat
pertumbuhan perusahaan dan potensi penyimpangan yang mungkin terjadi.
Koordinasi dengan aparat penegak hukum seperti KPK maupun Kepolisian perlu
dilakukan dalam rangka mengantisipasi adanya pelanggaran aturan yang berindikasi
tindak pidana korupsi ataupun tindak pidana lain.

3.3.Penilaian atas Inisitaif Anti Korupsi Lainnya


Penilaian terhadap inisiatif/prakarsa anti korupsi lainnya dilakukan dalam rangka
memberi penghargaan kepada BUMN atas inovasi serta implementasi anti korupsi
yang telah dilakukan BUMN selain 7 indikator yang telah ditetapkan. Berikut hasil
penilaian untuk indikator prakarsa (inovasi) lainnya.

Tabel III.9
Nilai Indikator Prakarsa Lainnya

Peringkat Instansi Nilai Indikator

3 PT Pertamina (Persero) 7,98

PT Pertamina (Persero) melakukan beberapa upaya anti korupsi di luar yang telah
dilakukan dalam 8 indikator utama SPAK 2011. Prakarsa atau inisiatif anti korupsi
yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) adalah: 1) Menetapkan program
Compliance Online System yang dapat dipergunakan untuk berkonsultasi dan atau
melaporkan segala jenis permasalahan terkait tata kelola perusahaan yang baik dan
anti korupsi. Program ini telah dilaksanakan sejak tahun 2010; 2) Menetapkan
program Computer Based Training System for COC yang merupakan program
pelatihan kode etika dan perilaku bagi seluruh personil PT Pertamina (Persero) yang
dilaksanakan secara elektronik sehingga dapat lebih efisien, efektif dan menghemat
biaya. Program ini telah dilaksanakan secara berkelanjutan sejak tahun 2010; 3)

Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK 23


Laporan Studi Prakarsa Anti Korupsi 2011

Menetapkan program Fraud Risk Assessment yang merupakan program pendeteksian


kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam operasional kegiatan perusahaan.
Program ini juga telah dilaksanakan secara berkelanjutan sejak tahun 2010. Inovasi
anti korupsi yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) dilakukan dalam rangka
mengurangi potensi terjadinya penyimpangan oleh pihak internal maupun eksternal.

Hasil Penilaian dari Studi Prakarsa Anti Korupsi (SPAK) adalah instrumen yang
digunakan untuk menilai dan memberikan penghargaan bagi BUMN yang telah
menciptakan inisiatif-inisiatif dalam mengupayakan integritas serta budaya anti
korupsi di perusahaannya. SPAK 2011 merupakan kegiatan penilaian prakarsa anti
korupsi yang pertama kali dilakukan dengan 4 peserta yang berbasis voluntary. PT
Pertamina (Persero) sebaiknya terus menjaga konsistensi atas nilai yang didapat
dalam SPAK 2011 dan tetap berusaha mengupayakan peningkatan dalam upaya
pencegahan anti korupsi .

24 Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK


Laporan Studi Prakarsa Anti Korupsi 2011

BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

4.1. Simpulan
Berdasarkan hasil survei dan analisis yang telah dilakukan oleh Direktorat Penelitian
dan Pengembangan KPK, dapat disimpulkan:
1. Secara umum PT Pertamina (Persero) terutama jajaran Pimpinan telah
melakukan upaya-upaya pencegahan korupsi sesuai dengan indikator yang
ditetapkan dalam SPAK.
2. Penerapan aturan tentang penyampaian LHKPN baru dilakukan terbatas pada
pejabat tertentu. PT Pertamina (Persero) belum bisa melakukan identifikasi
adanya pola penyimpangan penghasilan yang diterima oleh pegawainya secara
menyeluruh.
3. PT Pertamina (Persero) telah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum,
khususnya pihak kepolisian untuk menindak personilnya yang melakukan
pelanggaran dengan indikasi tindak pidana.
4. PT Pertamina (Persero) telah memberlakukan upaya anti korupsi atas 7
indikator utama SPAK secara resmi melalui Peraturan yang dikeluarkan oleh
Jajaran Direksi sampai pada anak perusahaan. Namun tidak bisa dipastikan
apakah personil pada anak perusahaan memiliki pemahaman yang seragam
dengan personil dari induk perusahaan terhadap peraturan yang ditetapkan
tersebut.

4.2. Saran Perbaikan


Berdasarkan simpulan tersebut, maka KPK menyampaikan intisari saran perbaikan
agar Pimpinan PT Pertamina (Persero):
1. Melakukan sosialisasi intensif terhadap peraturan antikorupsi yang ditetapkan
oleh Direksi sampai pada tingkat anak perusahaan dan perusahaan patungan
dalam rangka mendapatkan kesepahaman atas peraturan yang ditetapkan.
2. Meningkatkan kerjasama/koordinasi dengan aparat penegak hukum, terutama
KPK dan Kepolisian dalam upaya penegakan aturan yang berindikasi tindak
pidana korupsi maupun tindak pidana lain.
3. Menetapkan peraturan bagi personil PT Pertamina (Persero) dengan ruang
lingkup yang lebih luas terkait pelaporan harta kekayaannya (LHKPN) dalam
rangka transparansi.

Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK 25


Laporan Studi Prakarsa Anti Korupsi 2011

4. PT Pertamina (Persero) memastikan diselenggarakannya Fraud Risk


Assessment yang dilakukan secara berkala paling sedikit 2 tahun sekali. Hasil
dari Fraud Risk Assessment tersebut dijadikan dasar untuk menyusun Fraud
Control Plan. Pimpinan tertinggi bertanggung jawab penuh memastikan bahwa
Fraud Control Plan ini berjalan dengan baik
5. Melakukan evaluasi berkelanjutan terhadap aturan dan sistem pencegahan
korupsi yang telah ada dan disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan
perusahaan dan potensi penyimpangan yang terjadi.

26 Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK

Anda mungkin juga menyukai