Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ANALISIS
“KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS ”

Disusun Oleh:

Citra Fatima Marsidi

19101105020

Farmasi A

LABORATORIUM KIMIA ANALISIS


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANAD
O 2020
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

A. TUJUAN PERCOBAAN
1. Memahami prinsip dasar identifikasi kualitatif dengan metode kromatografi lapis
tipis
2. Memisahkan dan menentukan komponen-komponen dalam sampel
3. Identifikasi fenilbutason dengan metode kromatografi lapis tipis

B. DASAR TEORI
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa
menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya. Kromatografi juga merupakan
analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun
cuplikannya. Kromatografi lapis tipis dapat di gunakan untuk pemisahan senyawa-
senyawa yang bersifat hidrofobik seperti lipida-lipida dan hidrokarbon yang sukar
dijelaskan dengan kromatografi kertas (Kurniawan dan Santosa, 2004).
Kromatografi lapis tipis (KLT) termasuk kategori kromatografi planar yang termasuk
di dalamnya adalah kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda dengan kromatografi
kolom yang fasa diamnya diisikan atau ter-packing dalam kolom, kromatografi planar ini
fasa diamnya merupakan lapisan uniform bidang datar yang didukung oleh plat kaca,
aluminium atau plat selulosa dalam kromatografi kertas, sedangkan fasa gerak yang juga
sering disebut sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fasa diam dibawah
pengaruh kapiler, pengaruh gravitasi atau pengaruh potensial listrik. Dibanding dengan
jenis lain kromatogafi lapis tipis ini lebih mudah pelaksanaannya dan lebih murah. (Tri
Mulyono : 2012)
KLT biasanya digunakan pada analisis kualitatif untuk untuk menentukan jumlah
komponen campuran, atau penentuan suatu zat. Sehingga KLT merupakan teknik analisis
yang cukup mudah dan praktis. HPTLC (High Performance Thin-Layer
Chromatography) digunakan untuk analisis secara kuantitatif. HPTLC merupakan salah
satu pengembangan KLT. Akan tetapi peralatan HPTLC sangat mahal dan cukup rumit.
Oleh karena itu, perlu adanya pengembangan analisis kuantitatif kromatografi lapis tipis
dengan biaya yang relatif murah dengan hasil yang akurat (Hess,Amber. 2004).
Kromatografi lapis tipis adalah salah satu contoh kromatografi planar. Fase diamnya
(Stationary Phase) berbentuk lapisan tipis yang melekat pada gelas/kaca, plastic,
alumunium. Sedangkan fase geraknya (Mobile phase) berupa cairan atau campuran
cairan, biasanya pelarut organik dan kadang – kadang juga air. Fase diam yang berupa

2
lapisan tipis ini dapat dibuat dengan membentangkan/meratakan fase diam. (Tim dosen
Kimia UGM : 2013)
Sifat fase diam yang satu dengan fase diam yang lain berbeda karena strukturnya,
ukurannya, kemurniannya, zat tambahan sebagai pengikat, dll. Fasa diam yang digunakan
TLC tidak sama dengan yang digunakan untuk kromatografi kolom terutama karena
ukuran dan zat yang ditambahkan. (Tim dosen Kimia UGM : 2013)
Salah satu fasa diam yang sering digunakan yaitu Silika gel, silika gel merupakan fase
diam yang sering digunakan pada TLC. Makin kecil diameter akan makin lambat
kecepatan air fase geraknya. Dengan demikian mempengaruhi kualitas pemisahan. Luas
permukaan silika gel bervariasi dari 300 – 1000 m 2/g. bersifat higroskopis, pada
kelembaban relative 45 – 75 % dapat mengikat air 7 – 20 %. (Tim dosen Kimia UGM :
2013)
Ada berbagai cara penggolongan teknik kromatografi, pertama berdasarkan perbedaan
teknik pengerjaan dikenal kromatografi elusi, partisi dan pendesakan. Kedua berdasarkan
jenis fasa yang dipakai (mobil-stasioner) yaitu a) kromatografi gas-cair, b) kromatografi
gas padat, c) kromatografi cair-cair dan d) kromatografi cair-padat. Teori dasar
kromatografi pertama kali dikembangkan untuk kromatografi cair-cair oleh Martin dan
Synge. Metoda kromatografi planar meliputi kromatografi lapis tipis dan kromatografi
kertas. Setiap metode ini memerlukan lapis tipis materi berbentuk bidang datar, yang
dapat langsung dipakai untuk pemisahan atau harus dilapiskan di atas lempeng kaca atau
plastik atau logam. Fasa mobil bergerak melalui fasa stasioner berdasarkan kerja kapiler
kadang-kadang dibantu tarikan gravitasi. Kromatografi lapis tipis dilakukan pada
lempeng kaca yang dilapisi dengan selapis tipis partikel-partikel halus. Lapis tipis ini
berfungsi sebagai fasa stasioner. (Astin Lukum : 2006)
KLT merupakan cara analisis cepat yang memerlukan bahan sedikit, baik penyerap
maupun cuplikannya. KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa yang hidrofobik
seperti lemak dan karbohidrat. KLT dapat digunakan untuk menentukan eluen pada
analisis kromatografi kolom dan isolasi senyawa murni dalam skala kecil. Pelarut yang
dipilih untuk pengembang pada KLT disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang
dianalisis. Sebagai fase diam digunakan silika gel, karena tidak akan bereaksi dengan
senyawa atau pereaksi yang reakstif. (Adam Wiryawan : 2008)
Data yang diperoleh dari analisis dengan KLT adalah nilai Rf, nilai Rf berguna untuk
identifikasi suatu senyawa. Nilai Rf suatusenyawa dalam sampel dibandingkan dengan
nilai Rf dari senyawa murni. Nilai Rf didefinisikan sebagi perbandingan jarak yang
ditempuh oleh senyawa pada permukaan fase diam dibagi dengan jarak yang ditempuh
oleh pelarut sebagai fase gerak (Adam Wiryawan : 2008)
Beberapa keuntungan dari kromatografi lapisan tipis ini yaitu; kromatografi lapisan
tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis, identifikasi pemisahan komponen dapat
dilakukan dengan pereaksi warna, fluorosensi atau dengan radiasi menggunakan sinar
ultraviolet. Kemudian metode pemisahan senyawa yang cepat, mudah dan menggunakan
peralatan sederhana dalam menentukan kadar. Serta dapat digunakan sampel yang sangat
kecil (mikro). (Z.Abidin : 2011)

C. URAIAN BAHAN
 Etil asetat (Excipients. Edisi 6 hal : 253)

Nama Resmi : ETHYL ACETATE


Nama Lain : Etil Asetat
RM/BM : C4H5O2/88,1
Pemerian : Cairan tidak berwarna, bau seperti eter
Kelarutan : Larut dalam air, dalam methanol, dapat bercampur dengan asetat,
dietil eter dan benzen.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai eluen mempunyai rasa.

 N-Heksan ( FI edisi IV hal : 1158)

Nama Lain : Heksan


RM/BM : C6H12 N4 / 140.19
Pemerian : Hablur menguap. Tidak berwarna atau serbuk hablur putih tidak
berbau, rasa membakar, lama kemudian agak pahit
Kelarutan : Larut dalam 1.5 bagian air. Dalam 12.5 ml etanol p dan dalam lebih
kurang 10 bagian kloroform p
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai eluen

 Metanol (FI edisi III hal : 1184)


Nama Lain : Metanol
RM/BM : CH3OH/32,04
Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih dan bau khas
Kelarutan : Larut dengan air, membentuk cairan jernih dan tidak berwarna
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pelarut

D. ALAT DAN BAHAN


1. Erlenmeyer
2. Gelas ukur
3. Gelas piala
4. Chamber
5. Pipit mikro
6. Lampu UV
7. Tablet fenilbutason
8. n-heksan
9. Etil asetat
10. Metanol

E. CARA KERJA
1. Aktifkan plat KLT pada suhu pada suhu 1100˚C selama 30 menit.
2. Siapkan plat KLT dengan ukuran 5cm x 10cm dan buatlah batas kira-kira 1 cm dari
batas dan bawah plat menggunakan pensil.
3. Jenuhkan chamber dengan cara mencelupkan kertas saring sepanjang bejana
kromatografi. Apabila kertas saring sudah basah sampai dibagian atas artinya
chamber/bejana telah jenuh
4. Totolkan sampel menggunakan pipa kapiler pada garis batas bawah plat KLT.
5. Masukkan plat KLT ke dalam bejana pengembang sedalam 0,5 cm.
6. Lakukan pengamatan.
7. Angkat plat setelah cairan pengembang berjarak mencapai garis batas atas dan
keringkan
8. Amati noda/bercak yang dihasilkan, dibawah lampu UV 256 nm
9. Lakukan pengukuran untuk memperoleh nilai Rf.
10. Keruk noda yang ada pada lempeng larutkan dalam pelarut etanol pro anlisis
11. Scan panjang gelombang pada 200-400 nm, setelah diperoleh panjang gelombang
maksimum, ukur absorbansi larutan yang telah disediakan
F. HASIL
Hasil Berdasarkan Laporan Praktikum :
G. PEMBAHASAN

Adapun prinsip kerja dari KLT adalah memisahkan sampel berdasarkan tingkat polar
antara sampel dengan pelarut yang digunakan. KLT menggunakan dua komponen utama yang
menjadi inti dari prosesnya, yaitu Fase gerak dan fase diam.
Dalam proses pemisahan senyawa, dilakukan elusi atau pengembangan sampel yang
akan dianalis. . Sebagai contoh metode pengembangan dengan menggunakan Ns-chamber (Ns
= Normal saturated) yang mana plat silika yang biasanya memiliki ketebalan 0,5–2 mm dan
ukuran yang disesuaikan dengan kebutuhan ditotol dengan sampel dan dilakukan pencelupan
ke dalam pelarut yang berada di dalam tangki (chamber) yang tertutup yang sudah mengalami
penjenuhan oleh uap pelarut.
Pelarut yang berfungsi sebagai fase gerak bisa menggunakan sistem biner seperti n-
heksana–etilasetat, n-heksana– aseton, dan kloroform–metanol. Terkadang juga ditambahkan
asam asetat atau dimetilamina untuk memisahkan senyawa asam dan basa secara berurutan.
Pada saat plat dicelupkan dalam tangki tersebut, maka pelarut akan bergerak secara vertikal
melalui daya kapilaritas sorbent dan memisahkan senyawa yang diektraksi yang ditandai
adanya spot-spot di dalam plat tersebut
Setelah dilakukan elusi, maka plat akan menghasilkan bercak atau spot warna yang
dapat diukur nilai Rf-nya. Untuk mendeteksi bercak-bercak tersebut dapat dilakukan dengan
pengamatan secara langsung, menggunakan sinar UV, atau diberi pereaksi untuk membentuk
warna.
Pendeteksian dengan menggunakan sinar UV akan menghasilkan penampakan
senyawa yang mengalami fluoresensi. Panjang gelombang UV yang sering dugunakan
berskisar antara 200–400 nm. Namun untuk penggunaan panjang gelombang yang paling
rendah adalah 254 nm dan untuk yang paling tinggi menggunakan 366 nm
H. KESIMPULAN
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu teknik kromatografi yang sederhana yang
biasanya digunakan untuk identifikasi senyawa-senyawa organik. Pemisahan dengan metode
kromatografi lapis tipis dilakukan dengan cara menotolkan sampel pada lempengan lapis tipis
kemudian memasukkannya ke dalam chamber yang berisi eluen dengan perbandingan pelarut
tertentu. Prinsip dari kromatografi lapis tipis yaitu pemisahan senyawa berdasarkan kepolaran
fase diam dan senyawa yang diuji.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2011. Kadar Larutan Temulawak Menggunakan Metode TLC. Jakarta : UI

Hess,Amber. 2004. Digitally-Enhanced ThinLayer Chromatography: An Inexpensive, New


Technique for Qualitative and Quantitative Analysis

Kurniawan Y., dan Santosa. 2004. “Pengaruh JumLah Umpan dan Laju Alir Eluen Pada
Pemisahan Sukrosa dari Tetes Tebu Secara Kromatografi”. Jurnal Ilmu Dasar. Vol 5
(1).Cecep. 2011. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Binarupa Aksara

Lukum, Astin .2013. Evaluation of Science Learning Supervision on Secondary Schools.


International Journal of Education Macrothink Institute. 5: 61-81. Skoog, D.A.
1996. Fundamentals of Analytical Chemistry. Brooke: Thompson Learning Inc.
Mulyono,Tri.,dkk. 2012. Pengembangan Analisis Spot Secara Kuantitatif pada Metode
Kromatografi Lapis Tipis menggunakan LabVIEW
Surabaya : FMIPA Universitas Jember

Tim Dosen Kimia. 2013. Kromatografi Lapis(an) Tipis (KLT) Bab III. Yogyakarta: UGM

Wiryawan, Adam. 2008. Kimia Analitik. Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah

Anda mungkin juga menyukai