Anda di halaman 1dari 34

“PERILAKU KESEHATAN MASYRAKAT MODERN”

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Antropologi Kesehatan

Dosen Pengampu : Wahyu, S. Pd I, M. Pd

Disusun oleh :

Anisa Dwi Anggita 1440120026

Dhea Mutiara 1440120005

Heni Suniarsih 1440120010

May Nur Hasanah 1440120014

Rika Qoriyah 1440120021

Shella Octalia 1440120021

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RAFLESIA DEPOK

2021/2022

Jl. Mahkota Raya 32-B, Komplek Pondok Duta I, Tugu, Cimanggis, Tugu, Kec.
Cimanggis, Kota Depok, Jawa Barat 16451
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu, Tanpa pertolongan-Nya tentunya
kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik, Sholawat beserta
salam semoga tetap terlimpah curahkan kepada nabi Muhammad SAW yang telah membawa
kita dari zaman jahiliyah menuju zaman islamiah ini. Penulis mengucapkan syukur kepada
Allah atas limpah karunianya baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga
penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah
Antropologi Kesehatan .
Penulis tentu menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan jauh dari kata
sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar bisa
menjadi makalah yang lebih baik lagi, apabila ada kesalahan dalam makalah ini mohon
dimaafkan sebesar besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terimakasih.

Depok, 20 Februari 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 1

1.3 Tujuan...................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 2

2.1 Perilaku..................................................................................................... 2

2.1.1 Pengertian Perilaku..................................................................... 2

2.1.2 Domain Perilaku.......................................................................... 4

2.1.3 Perubahan Perilaku.................................................................... 5

2.1.4 Proses Perubahan Perilaku........................................................ 8

2.2 Perngertian Sehat.................................................................................... 10

2.3 Perilaku Kesehatan.................................................................................. 10

2.3.1 Pengertian Perilaku Kesehatan.................................................. 11

2.3.2 Bentuk – bentuk perilaku kesehatan ........................................ 13

2.4 Upaya – upaya Kesehatan Masyarakat................................................. 13

2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Derajat Kesehatan Masyarakat........... 14

BAB III PENUTUP......................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 17

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan
dipengaruhi oleh adat, sikap, etika, kekuasaan, persuasi, dan genetika.
Perilaku seseorang dikelompokkan ke dalam perilaku wajar, perilaku dapat
diterima, perilaku aneh, dan perilaku menyimpang. Dalam sosiologi perilaku
dianggap sebagai sesuatu yang tidak ditujukan kepada orang lain danoleh karenanya
merupakan suatu tindakan sosial manusia yang sangat mendasar.
Perilaku tidak boleh disalah artikan sebagai perilaku sosial, yang merupakan
suatu tindakan dengan tingkat lebih tinggi, karena perilaku sosial adalah perilaku
yang secara khusus ditujukan oleh orang lain. Penerimaan terhadap perilaku
seseorang diukur relatif terhadap norma sosial dan diaur oleh berbagai kontrol sosial.
Dalam kedokteran, perilaku seseorang dan keluarga dipelajari untuk
mengidentifikasi faktor penyebab, pencetus atau yang memperberat timbulnya
masalah kesehatan. Intervensi terhadap perilaku seringkali dilakukan dalam rangka
penatalaksanaan yang holistik dan komprehensif.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu perilaku ?
2. Apa saja ruang lingkup perilaku ?
3. Apa itu sehat ?
4. Apa itu perilaku kesehatan dan ruang lingkupnya ?
5. Apa saja upaya kesehatan masyarakat ?
6. Faktor apa saja yang mempengaruhi derajat kesehatan ?
1.3 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini dibuat untuk pembaca dan penulis agar
memahami apa itu Perilaku Kesehatan Masyarakat Modern.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perilaku
2.1.1 Pengertian Perilaku
Perilaku berasal dari kata “peri” dan “laku”. Peri berarti cara berbuat kelakuan
perbuatan, dan laku berarti perbuatan, kelakuan, cara menjalankan. . Belajar dapat
didefinisikan sebagai satu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya
sebagai akibat pengalaman. Skinner membedakan perilaku menjadi dua, yakni
perilaku yang alami (innate behaviour), yaitu perilaku yang dibawa sejak organisme
dilahirkan yang berupa refleks-refleks dan insting-insting. Perilaku operan (operant
behaviour) yaitu perilaku yang dibentuk melalui proses belajar. Pada manusia,
perilaku operan atau psikologis inilah yang dominan. Sebagian terbesar perilaku ini
merupakan perilaku yang dibentuk, perilaku yang diperoleh, perilaku yang
dikendalikan oleh pusat kesadaran atau otak (kognitif). dibentuk, perilaku yang
diperoleh, perilaku yang dikendalikan oleh pusat kesadaran atau otak (kognitif). Ada
tiga asumsi yang saling berkaitan mengenai perilaku manusia. Pertama, perilaku itu
disebabkan; Kedua, perilaku itu digerakan; Ketiga, perilaku itu ditujukan pada sasaran
atau tujuan”. dalam hal ini berarti proses perubahan perilaku mempunyai kesamaan
untuk setiap individu, yakni perilaku itu ada penyebabnya, dan terjadinya tidak
dengan spontan, dan mengarah kepada suatu sasaran baik secara ekslusif maupun
inklusif. “Perilaku pada dasarnya berorientasi tujuan (Goal oriented )”. Dengan
perkataan lain, perilaku kita pada umumnya dimotivasi oleh suatu keinginan untuk
mencapai tujuan tertentu‖. Senada dengan itu Ndraha, mendefinisikan perilaku
sebagai operasionalisasi dan aktualisasi sikap seseorang atau suatu kelompok dalam
atau terhadap sesuatu (situasi atau kondisi) lingkungan (masyarakat, alam, teknologi
atau organisasi). (Irwan. 2017. Etika dan Perilaku Kesehatan. Yogyakarta: CV
Absolute).
Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas
organisme yang bersangkutan. Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada
kegiatan organisme tersebut dipengaruhi baik oleh faktor genetik (keturunan) dan
lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan
merupakan penentu dari perilaku makhluk hidup termasuk perilaku manusia.
Hereditas atau faktor keturunan adalah konsepsi dasar atau modal untuk

3
perkembangan perilaku makhluk hidup untuk selanjutnya. Sedangkan lingkungan
adalah kondisi atau lahan untuk perkembangan perilaku tersebut (Notoatmodjo,
2007).
Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan
bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus
terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner
ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon.
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan
menjadi dua yaitu :
1. Perilaku tertutup (Convert behavior) Perilaku tertutup adalah respon
seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert).
Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,
persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang
menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang
lain.
2. Perilaku terbuka (Overt behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam
bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah
jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati
atau dilihat oleh orang lain. (Notoatmodjo, 2003).
2.1.2 Domain perilaku
Benyamin Bloom (1908) seorang ahli pendidikan, membedakan adanya 3 area,
wilayah, ranahatau domain perilaku ini, yakni kognitif (cognitive), afektif (affective),
dan psikomotor (psychomotor). Kemudian oleh ahli pendidikan di Indonesia, ketiga
domain ini diterjemahkan kedalam cipta (kognitif), rasa (afektif), dan karsa
(psikomotor), atau peri cipta, peri rasa, dan peri tindak. (Benyamin Bloom, 1908).
Dalam perkembangan selanjutnya, berdasarkan pembagian domain oleh Bloom
ini, dan untuk kepentingan pendidikan praktis, dikembangkan menjadi 3 tingkat ranah
perilaku sebagai berikut:
1. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan adalah hasil pengeindraan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan
sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sampai
mengahasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas
4
perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang
diperoleh melalui indra pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata).
Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkatan
yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan,
yaitu:
1. Tahu (know)
2. Memahami (comprehension)
3. Aplikasi (application)
4. Analisis (analysis)
5. Sintesis (synthesis)
6. Evaluasi (evaluation) ((Notoatmodjo, 2018)
2. Sikap (Attitude)
Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau
objek tertentu, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga
manifestasinya tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan
terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup tersbeut. Sikap secara realitas
menunjukkan adanya kesesuaian respons Pengukuran sikap dapat dilakuan
secara langsung atau tidak langsung, melalui pendapat atau pertanyaan
responden terhadap suatu objek secara tidak langsung dilakukan dengan
pertanyaan hipotesis, kemudian dinyatakan pendapat responden.
Menurut Notoatmodjo (2005), sikap merupakan reaksi atau respon
yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap
juga merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan juga merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Menurut Gerungan (2002), sikap merupakan
pendapat maupun pendangan seseorang tentang suatu objek yang mendahului
tindakannya. Sikap tidak mungkin terbentuk sebelum mendapat informasi,
melihat atau mengalami sendiri suatu objek. (Notoatmodjo (2005).
3. Praktik atau Tindakan
Tindakan adalah realisasi dari pengetahuan dan sikap suatu perbuatan
nyata.Tindakan juga merupakan respon seseorang terhadap stimilus dalam
bentuk nyata atau terbuka (Notoatmodjo, 2003). Suatu rangsangan akan
direspon oleh seseorang sesuai dengan arti rangsangan itu bagi orang yang
bersangkutan. Respon atau reaksi ini disebut perilaku, bentuk perilaku dapat
bersifat sederhana dan kompleks. Dalam peraturan teoritis, tingkah laku dapat
5
dibedakan atas sikap, di dalam sikap diartikan sebagai suatu kecenderungan
potensi untuk mengadakan reaksi (tingkah laku). Suatu sikap belum otomatis
terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu
tindakan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi fasilitas
yang memungkinkan. (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Notoatmodjo (2005), tindakan adalah gerakan atau perbuatan


dari tubuh setelah mendapat rangsangan ataupun adaptasi dari dalam maupun
luar tubuh suatu lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu
akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya
terhadap stimulus tersebut. Secara biologis, sikap dapat dicerminkan dalam
suatu bentuk tindakan, namun tidak pula dapat dikatakan bahwa sikap tindakan
memiliki hubungan yang sistematis. Respon terhadap stimulus tersebut sudah
jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat
diamati atau dilihat oleh orang lain. (Notoatmodjo (2005).

2.1.3 Perubahan Perilaku


Dalam perkembangannya, perilaku seseorang dapat berubahubah sesuai
dengan hal-hal yang memungkinkan perubahan itu terjadi dalam perkembangannya di
kehidupan, perilaku manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor intern dan ekstern
yang memungkinkan suatu perilaku mengalami perubahan. Berikut diuraikan faktor-
faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku pada manusia.
1. Faktor Internal
Tingkah laku manusia adalah corak kegiatan yang sangat dipengaruhi oleh
faktor yang ada dalam dirinya. Faktor-faktor intern yang dimaksud antara lain
jenis ras/keturunan, jenis kelamin, sifat fisik, kepribadian, bakat, dan
intelegensia. Faktor-faktor tersebut akan dijelaskan secara lebih rinci seperti di
bawah ini.
a) Jenis Ras/ Keturunan
Setiap ras yang ada di dunia memperlihatkan tingkah laku yang khas.
Tingkah laku khas ini berbeda pada setiap ras, karena memiliki ciri-ciri
tersendiri.
b) Jenis Kelamin
Perbedaan perilaku berdasarkan jenis kelamin antara lain cara
berpakaian, melakukan pekerjaan sehari-hari, dan pembagian tugas

6
pekerjaan. Perbedaan ini bisa dimungkinkan karena faktor hormonal,
struktur fisik maupun norma pembagian tugas. Wanita seringkali
berperilaku berdasarkan perasaan, sedangkan orang laki-laki cenderug
berperilaku atau bertindak atas pertimbangan rasional.
c) Sifat Fisik
Kretschmer Sheldon dalam (Irwan 2014) membuat tipologi perilaku
seseorang berdasarkan tipe fisiknya. Misalnya, orang yang pendek, bulat,
gendut, wajah berlemak adalah tipe piknis. Orang dengan ciri demikian
dikatakan senang bergaul, humoris, ramah dan banyak teman.
d) Kepribadian
Kepribadian adalah segala corak kebiasaan manusia yang terhimpun
dalam dirinya yang digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri
terhadap segala rangsang baik yang dating dari dalam dirinya maupun
dari lingkungannya, sehingga corak dan kebiasaan itu merupakan suatu
kesatuan fungsional yang khas untuk manusia itu. Dari pengertian
tersebut, kepribadian seseorang jelas sangat berpengaruh terhadap
perilaku sehari-harinya. ((Irwan. 2017. Etika dan Perilaku Kesehatan.
Yogyakarta: CV Absolute)
e) Intelegensia
Intelegensia adalah keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan
bertindak secara terarah dan efektif. Bertitik tolak dari pengertian
tersebut, tingkah laku individu sangat dipengaruhi oleh intelegensia.
Tingkah laku yang dipengaruhi oleh intelegensia adalah tingkah laku
intelegen di mana seseorang dapat bertindak secara cepat, tepat, dan
mudah terutama dalam mengambil keputusan.
f) Bakat
Bakat adalah suatu kondisi pada seseorang yang memungkinkannya
dengan suatu latihan khusus mencapai suatu kecakapan, pengetahuan
dan keterampilan khusus, misalnya berupa kemampuan memainkan
musik, melukis, olah raga, dan sebagainya.
2. Faktor Eksternal
a) Pendidikan
Inti dari kegiatan pendidikan adalah proses belajar mengajar. Hasil dari
proses belajar mengajar adalah seperangkat perubahan perilaku. Dengan
7
demikian pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku
seseorang. Seseorang yang berpendidikan tinggi akan berbeda
perilakunya dengan orang yang berpendidikan rendah.
b) Agama
Agama akan menjadikan individu bertingkah laku sesuai dengan norma
dan nilai yang diajarkan oleh agama yang diyakininya.
c) Kebudayaan
Kebudayaan diartikan sebagai kesenian, adat istiadat atau peradaban
manusia. Tingkah laku seseorang dalam kebudayaan tertentu akan
berbeda dengan orang yang hidup pada kebudayaan lainnya, misalnya
tingkah laku orang Jawa dengan tingkah laku orang Papua. ((Irwan.
2017. Etika dan Perilaku Kesehatan. Yogyakarta: CV Absolute).
d) Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik
lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh
untuk mengubah sifat dan perilaku individu karena lingkungan itu dapat
merupakan lawan atau tantangan bagi individu untuk mengatasinya.
Individu terus berusaha menaklukkan lingkungan sehingga menjadi jinak
dan dapat dikuasainya.
e) Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi seseorang akan menentukan tersedianya suatu
fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial
ekonomi ini akan mempengaruhi perilaku seseorang.
Perubahan perilaku adalah merupakan suatu paradigma bahwa manusia akan
berubah sesuai dengan apa yang mereka pelajari baik dari keluarga, teman, sahabat
ataupun ataupun belajar dari diri mereka sendiri, proses pembelajaran diri inilah yang
nantinya akan membentuk seseorang tersebut, sedangakan pembentukan tersebut
sangat disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan orang tersebut baik dalam
kesehariannya ataupun dalam keadaan tertentu. ((Irwan. 2017. Etika dan Perilaku
Kesehatan. Yogyakarta: CV Absolute)
2.2 Perilaku Kesehatan
2.2.1 Pengertian Perilaku Kesehatan
Kesehatan terkait erat dengan perilaku. Ada perilaku yang cenderung
menunjang kesehatan dan ada pula perilaku yang cenderung membahayakan
8
kesehatan. Perilaku yang dimaksudkan dapat berupa perilaku perorangan maupun
kelompok. Menurut Glanz dan Maddock (dalam Sunarto 2014) “perilaku kesehatan
merujuk pada tindakan individu, kelompok, dan organisasi termasuk pula hal-hal yang
menyebabkan, berkorelasi dengan, dan diakibatkan oleh tindakan tersebut-yang
mencakup perubahan sosial, perkembangan dan penerapan kebijakan, peningkatan
kemampuan penanggulangan, dan peningkatan kualitas hidup” (the action of
individuals, groups, and organizations, as well as the determinants, correlates, and
consequences, of these action-which include social change, policy development and
implementation, improved caping skills, and enhanced quality of life).
Perilaku sehat adalah tindakan yang dilakukan seseorang yang merasa dirinya
sehat, dan bertujuan memelihara, mempertahankan dan meningkatkan kesehatan. 3
tujuan yang ingin dicapai dalam perilaku sehat ini adalah :
1. Perilaku preventive
2. Protective
3. Promotive (Sunarto, Kamanto. 2014. Materi Pokok: Sosiologi
Kesehatan. Jakarta: Universitas Terbuka.

Sejalan dengan batasan perilaku menurut Skiner , maka perilaku kesehatan


(health behavior) adalah respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang
berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-
sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan.
Dengan perkataan lain perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan
seseorang, baik yang dapat diamati (observablé) maupun yang tidak dapat diamati
(unobservable), yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit
dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan, dan mencari penyembuhan
apabila sakit atau terkena masalah kesehatan. Oleh sebab itu, perilaku kesehatan pada
garis besarnya dikelompokkan menjadi dua, yakni:

1. Perilaku orang yang sehat agar tetap sehat dan meningkat Perilaku ini
disebut perilaku sehat (healthy behavior), yang mencakup perilaku-
perilaku (overt dan covert behavior) dalam mencegah atau menghindar
dari penyakit dan penyebab penyakit/masalah, atau penyebab masalah
kesehatan (perilaku preventif), dan perilaku dalam mengupayakan
meningkatnya kesehatan (perilaku promotif). Contoh: makan dengan gizi

9
seimbang, olah raga teratur, tidak merokok dan meminum minuman keras,
menghindari gigitan nyamuk, menggosok gigi setelah makan, cuci tangan
pakai sabun sebelum makan, dan sebagainya.
2. Perilaku orang yang sakit atau telah terkena masalah kesehatan, untuk
memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah kesehatannya.
Perilaku ini disebut perilaku pencarian pelayanan kesehatan (health
seeking behavior). Perilaku ini mencakup tindakan-tindakan yang diambil
seseorang atau anaknya bila sakit atau terkena masalah kesehatan untuk
memperoleh kesembuhan atau terlepas dari masalah kesehatan yang
dideritanya. Tempat pencarian kesembuhan ini adalah tempat atau fasilitas
pelayanan kesehatan, baik fasilitas atau pelayanan kesehatan tradisional
(dukun, sinshe, paranormal), maupun pengobatan modern atau profesional
(rumah sakit, puskesmas, poliklinik, dan sebagainya). (Notoatmodjo,
2018)

Becker (1979) membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan, dan


membedakannya menjadi tiga, yaitu:

1. Perilaku sehat (healthy behavior)


Perilaku sehat adalah perilaku-perilaku atau kegiatan- kegiatan yang
berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan, antara
lain:
a. Makan dengan menu seimbang (appropriate diet). Menu seimbang
di sini adalah pola makan sehari-hari yang memenuhi kebutuhan
nutrisi yang memenuhi kebutuhan tubuh baik menurut jumlahnya
(kuantitas), maupun jenisnya (kualitas).
b. Kegiatan fisik secara teratur dan cukup. Kegiatan fisik di sini tidak
harus olah raga. Bagi seseorang yang pekerjaannya memang sudah
memenuhi gerakan-gerakan dikategorikan berolah raga. Bagi
seseorang yang pekerjaannya tidak melakukan kegiatan fisik
seperti manager, administrator, sekretaris, dan sebagainya, fisik
secara rutin dan teratur, sebenarnya sudah dapat memerlukan olah
raga secara teratur.
c. Tidak merokok dan meminum minuman keras serta menggunakan
narkoba. Merokok adalah kebiasaan yang tidak sehat, namun di

10
Indonesia jumlah perokok cendeg meningkat. Hampir 50 % pria
dewasa di Indonesia adalah perokok. Sedangkan peminum
minuman keras dan penggunaaan narkoba meskipun masih rendah
(sekitar 1,0%), tetapi makin meningkat.
d. Istirahat yang cukup. Istirahat cukup bukan saja berguna untuk
memelihara kesehatan fisik, tetapi juga untuk kesehatan mental.
Dengan berkembangnya iptek dewasa ini, juga memacu orang
untuk meningkatkan kehidupan nya, baik di bidang sosial dan
ekonomi, yang akhirnya mendorong orang bersangkutan untuk
bekerja keras, tan menghiraukan beban fisik dan mentalnya.
Istirahat yane cukup adalah kebutuhan dasar manusia untuk
memper tahankan kesehatannya.
e. Pengendalian atau manajemen stres. Stres adalah bagian dari
kehidupan setiap orang, tanpa pandang bulu. Semua orang terlepas
dari tingkat sosial, ekonomi, jabatan atau kedudukan, dan
sebagainya, mengalami stres. Stres tidak dapat dihindari oleh siapa
saja, namun yang dapat dilakukan adalah mengatasi,
mengendalikan atau mengelola stres tersebut agar tidak
mengakibatkan gangguan kesehatan, baik kesehatan fisik maupun
kesehatan mental (rokhani).
f. Perilaku atau gaya hidup positif yang lain untuk kesehatan. Inti dari
perilaku ini adalah tindakan atau perilaku seseorang, agar dapat
terhindar dari berbagai macam penyakit dan masalah kesehatan,
termasuk perilaku untuk meningkat-kan kesehatan. (Notoatmodjo,
2018)
2. Perilaku sakit (Illness behavior)
Perilaku sakit adalah berkaitan dengan tindakan atau kegiatan
seseorang yang sakit dan/atau terkena masalah kesehatan pada dirinya atau
keluarganya, untuk mencari penyembuhan, atau untuk mengatasi masalah
kesehatan yang lainnya. Pada saat orang sakit atau anaknya sakit, ada
beberapa tindakan atau perilaku yang muncul, antara lain:
g. Didiamkan saja (no action), artinya sakit tersebut diabai- kan, dan
tetap mejalankan kegiatan sehari-hari.

11
h. Mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri (self
treatment atau self medication), Pengobatan sendiri ini ada 2 cara,
yakni: cara tradisional (kerokan, minum jamu, obat gosok, dan
sebagainya), dan cara mo- dern, misalnya minum obat yang dibeli
dari warung, toko obat atau apotek.
i. Mencari penyembuhan atau pengobatan keluar yakni ke fasilitas
pelayanan kesehatan, yang dibedakan menjadi dua, yakni: fasilitas
pelayanan kesehatan tradisional (dukun, sinshe, dan paranormal),
dan fasilitas atau pela- yanan kesehatan modern atau profesional
(Puskesmas, poliklinik, dokter atau bidan praktik swasta, rumah
sakit, dan sebagainya)
3. Perilaku peran orang sakit (the sick role behavior)
Dari segi sosiologi, orang yang sedang sakit mempunyai peran (roles),
yang mencakup hak-haknya (rights), kewajiban sebagai orang sakit
(obligation). Menurut Becker, hak dan kewajiban orang yang sedang sakit
adalah merupa- kan perilaku peran orang sakit (the sick role behavior).
Perilaku peran orang sakit ini antara lain:
a. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.
b. Tindakan untuk mengenal atau mengetahui fasilitas kesehatan yang
tepat untuk memperoleh kesembuhan.
c. Melakukan kewajibannya sebagai pasien antara lain mematuhi
nasihat-nasihat dokter atau perawat untuk mempercepat
kesembuhannya.
d. Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi proses
penyembuhannya.
e. Melakukan kewajiban agar tidak kambuh penyakitnya, dan
sebagainya. (Notoatmodjo, 2018)
2.2.2 Pengukuran dan Indikator Perilaku Kesehatan
Seperti telah diuraikan sebelumnya, bahwa perilaku mencakup 3 domain,
yakni: pengetahuan (knowledge), sikap (atti tude), dan tindakan atau praktik (pretice).
Oleh sebab itu. mengukur perilaku dan perubahannya, khususnya perilaku kesehatan
juga mengacu kepada 3 domain tersebut. Secara rinci dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Pengetahuan kesehatan (health knowledge)
12
Pengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang diketahui
oleh seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan. Pengetahuan
tentang cara-cara memelihara kesehatan ini meliputi:
1) Pengetahuan tentang penyakit menular dan tidak menular (Genis
penyakit dan tanda-tandanya atau gejalanya, penyebabnya, cara
penularannya, cara pencegahannya, cara mengatasi atau menangani
sementara).
2) Pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait dan/atau
mempengaruhi kesehatan antara lain: gizi makanan sarana air
bersih, pembuangan air limbah, pembuangan kotoran manusia,
pembuangan sampah, perumahan sehat, polusi udara, dan
sebagainya.
3) Pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang profesional
maupun yang tradisional.
4) Pengetahuan untuk menghindari kecelakaan baik kecelakaan rumah
tangga, maupun kecelakaan lalu lintas, dan tempat-tempat umum.
(Notoatmodjo, 2018)
Oleh sebab itu, untuk mengukur pengetahuan kesehatan seperti
tersebut di atas, adalah dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara
langsung (wawancara) atau melalui pertanyaan-pertanyaan tertulis atau
angket. Indikator pengetahuan kesehatan adalah "tingginya pengetahuan"
responden tentang kesehatan, atau besarnya persentase kelompok
responden atau masyarakat tentang variabel-variabel atau komponen-
komponen kesehatan. Misalnya, berapa % sesponden atau masyarakat
yang tahu tentang cara-cara mencegah penyakit demam berdarah, atau
berapa % masyarakat atau responden yang mempunyai pengetahuan yang
tinggi tentang ASI eksklusif, dan sebagainya.
b. Sikap terhadap kesehatan (health attitude)
Sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian orang
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan, yang
mencakup sekurang-kurangnya 4 variabel, yaitu:
1) Sikap terhadap penyakit menular dan tidak menular (jenis penyakit
dan tanda-tandanya atau gejalanya, penyebabnya, cara

13
penularannya, cara pencegahannya, cara mengatasi atau
menanganinya sementara).
2) Sikap terhadap faktor-faktor yang terkait dan/atau mem- pengaruhi
kesehatan, antara lain: gizi makanan, sarana air bersih,
pembuangan air limbah, pembuangan kotoran manusia,
pembuangan sampah, perumahan sehat, polusi udara, dan
sebagainya.
3) Sikap tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang profes- sional
maupun tradisional.
4) Sikap untuk menghindari kecelakaan, baik kecelakaan rumah
tangga, maupun kecelakaan lalu lintas, dan kecelakaan di tempat-
tempat umum.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak
langsung. Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang stimulus atau objek yang
bersangkutan. Misalnya, bagaimana pendapat responden tentang imunisasi
pada anak balita, bagaimana pendapat responden tentang keluarga
berencana, dan sebagainya. dapat dilakukan dengan cara memberikan
pendapat dengan menggunakan kata "setuju" atau "tidak setuju" terhadap
pernyataan-pernyataan terhadap objek tertentu, dengan menggunakan
skala Lickert. (Notoatmodjo, 2018)
Sikap juga dapat diukur dari pertanyaan-pertanyaan secar tidak
langsung, misalnya:
a. Apabila Anda diundang untuk mendengarkan ceramah tentang
Napza, apakah Anda mau hadir?
b. Seandainya Anda mau membantu dana?, dan sebagainya. akan
dibangun Polindes di desa ini, apakah
3. Praktik Kesehatan (health practice)
Praktik kegehatan atau tindakan untuk hidup sehat adalah semua
kegiatan atau aktivitas orang dalam rangka meme lihara kesehatan.
Tindakan atau praktik kesehatan ini jugs meliputi 4 faktor seperti
pengetahuan dan sikap kesehatan tersebut di atas, yaitu:

14
a. Tindakan atau praktik sehubungan dengan pencegahan penyakit
menular dan tidak menular dan praktik tentang mengatasi atau
menangani sementara) penyakit yang diderita.
b. Tindakan atau praktik sehubungan dengan gizi makanan, sarana air
bersih, pembuangan air limbah, pembuangan kotoran manusia,
pembuangan sampah, perumahan sehat, polusi udara, dan
sebagainya.
c. Tindakan atau praktik sehubungan dengan penggunaan (utilisasi)
fasilitas pelayanan kesehatan.
d. Tindakan atau praktik untuk menghindari kecelakaan baik
kecelakaan rumah tangga, maupun kecelakaan lalu lintas, dan
kecelakaan di tempat-tempat umum.
Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua
cara, secara langsung, maupun secara langsung. Pengukuran perilaku yang
paling baik adalah secara langsung, yakni dengan pengamatan (observasi),
yaitu mengamati tindakan subjek dalam rangka memelihara kesehatannya,
misalnya: di mana responden membuang air besar, makanan yang
disajikan ibu dalam keluarga untuk mengamati praktik gizi, dan
sebagainya.
2.2.3 Bentuk –Bentuk Perilaku Kesehatan
Menurut Green dalam buku Notoatmodjo (2003), menganalisis bahwa
perilaku manusia dari tingkatan kesehatan. Tingkat kesehatan seseorang atau
masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yakni faktor perilaku (behaviour causer)
dan faktor dari luar perilaku (non behaviour causer). Selanjutnya perilaku itu sendiri
ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu :
1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
2. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam
lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitasfasilitas atau
sarana-sarana kesehatan misalnya Puskesmas, obatobatan, alat-alat
kontrasepsi, jamban dan sebagainya.
3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap
dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan
kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
15
Di simpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang
kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan
sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu
ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap
kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.
Menurut Leavel dan Clark yang disebut pencegahan adalah segala
kegiatan yang dilakukan baik langsung maupun tidak langsung untuk
mencegah suatu masalah kesehatan atau penyakit. Pencegahan
berhubungan dengan masalah kesehatan atau penyakit yang spesifik dan
meliputi perilaku menghindar (Notoatmodjo, 2007).
2.2.4 Upaya-upaya Kesehatan Masyarakat
Masalah Kesehatan Masyarakat adalah multikausal, maka pemecahanya harus
secara multidisiplin. Oleh karena itu, kesehatan masyarakat sebagai seni atau
prakteknya mempunyai bentangan yang luas. Semua kegiatan baik langsung maupun
tidak untuk mencegah penyakit (preventif), meningkatkan kesehatan (promotif), terapi
(terapi fisik, mental, dan sosial) atau kuratif, maupun pemulihan (rehabilitatif)
kesehatan (fisik, mental, sosial) adalah upaya kesehatan masyarakat.
Secara garis besar, upaya-upaya yang dapat dikategorikan sebagai seni atau
penerapan ilmu kesehatan masyarakat antara lain sebagai berikut:
a. Pemberantasan penyakit, baik menular maupun tidak menular.
b. Perbaikan sanitasi lingkungan.
c. Perbaikan lingkungan pemukiman.
d. Pemberantasan Vektor.
e. Pendidikan (penyuluhan) kesehatan masyarakat.
f. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak.
g. Pembinaan gizi masyarakat.
h. Pengawasan Sanitasi Tempat-Tempat Umum Konsep Dasar Kesehatan
Masyarakat 7.
i. Pengawasan Obat dan Minuman.
j. Pembinaan Peran Serta Masyarakat.
2.2.5 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Derajat Kesehatan Masyarakat
Menurut Hendrik L. Bloom ada empat faktor yang mempengaruhi status
kesehatan masyakarat yaitu lingkungan , perilaku, pelayanan kesehatan dan
keturunan. Dari bagian tersebut dapat dilihat bahwa faktor yang paling mempengaruhi
16
derajat kesehatan adalah faktor lingkungan, kemudian disusul oleh faktor perilaku
pelayanan kesehatan dan terakhir keturunan. Uraian faktor - faktor tersebut adalah :
1. Lingkungan hidup
a. Fisik: sampah, air, udara, perumahan dsb.
b. Sosial : kebudayaan , pendidikan, ekonomi ( interaksi manusia )
c. Biologi : hewan , jasad remik, tetumbuhan.
2. Perilaku Merupakan adat atau kebiasaan dari masyarakat. Sehat tidaknya
lingkungan dan keluarga tergantung perilaku.
3. Pelayanan kesehatan Peranan pelayanan kesehatan adalah :
a. Menentukan dalam pelayanan pemulihan kesehatan, pencegahan
penyakit pengobatan, dan perawatan kesehatan.
b. Dipengaruhi oleh faktor lokasi atau jarak ke tempat pelayanan
kesehatan sumber daya manusia, informasi kesesuaian program
pelayanan kesehatan dengan kebutuhan masyarakat.
4. Keturunan Faktor keturunan adalah faktor yang telah ada dalam diri
manusia yang dibawa sejak lahir. Sebagai contoh : diabetes mellitus, asma,
epilepsy, retardasi mental, hipertensi, buta warna.
2.2.6 Aspek Sosial Budaya yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan dan Status
Kesehatan
1. Aspek Sosial yang Mempengaruhi Status Kesehatan dan Perilaku
Kesehatan
Ada beberapa aspek sosial yang mempengaruhi status kesehatan,
antara lain adalah: 1) umur, 2) jenis kelamin, 3) pekerjaan, 4) sosial
ekonomi. Jika dilihat dari golongan umur, maka ada perbedaan pola
penyakit berdasarkan golongan umur. Misalnya di kalangan balita banyak
yang menderita penyakit infeksi, sedangkan pada golongan usia lanjut
lebih banyak menderita penyakit kronis seperti hipertensi, penyakit
jantung koroner, kanker, dan lain-lain. Demikian juga ada perbedaan jenis
penyakit yang diderita oleh golongan berdasarkan jenis kelamin. Misalnya
di kalangan wanita lebih banyak menderita penyakit kanker payudara,
sedangkan pada laki-laki banyak yang menderita kanker prostat.
Disamping itu, ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan pola penyakit.
Misalnya saja, petani mempunyai pola penyakit yang berbeda dengan pola
penyakit pekerja di industry. Di kalangan petani banyak yang menderita
17
penyakit cacing akibat kerja yang banyak dilakukan di sawah dengan
lingkungan yang banyak cacing. Sebaliknya, buruh yang bekerja di
industri, misalnya di pabrik tekstil, banyak yang menderita penyakit
saluran pernapasan karena banyak terpapar dengan debu. Keadaan sosial
ekonomi juga berpengaruh pada pola penyakit, bahkan juga berpengaruh
pada kematian. Misalnya, angka kematian lebih tinggi di kalangan
golongan yang status ekonominya rendah dibandingkan dengan mereka
dari golongan status ekonomi tinggi. Demikian pula obesitas, lebih banyak
ditemukan pada golongan masyarakat yang berstatus ekonomi tinggi, dan
sebaliknya, mainutrisi lebih banyak ditemukan di kalangan masyarakat
yang status ekonominya rendah.
Menurut H. Ray Elling, (1970), ada beberapa faktor sosial yang
berpengaruh pada perilaku kesehatan, antara lain: 1) self concept, dan 2)
image kelompok. Di samping itu, G.M Foster (1973) menambahkan,
bahwa identifikasi individu kepada kelompoknya juga berpengaruh
terhadap perilaku kesehatan.
a. Pengaruh Self Concept terhadap Perilaku Kesehatan
Self concept kita ditentukan oleh tingkatan kepuasaan atau
ketidakpuasan yang kita rasakan terhadap diri kita sendiri, terutama
bagaimana kita ingin memperlihatkan diri kita kepada orang lain.
Apabila orang lain melihat kita positif dan menerima apa yang kita
lakukan, kita akan meneruskan perilaku kita. Tetapi apabila orang
lain berpandangan negatif terhadap perilaku kita dalam jangka
waktu yang lama, kita akan merasa suatu keharusan untuk
melakukan perubahan perilaku. Oleh karena itu, secara tidak
langsung self concept kita cenderung menentukan, apakah kita
akan menerima keadaan diri kita seperti adanya atau berusaha
untuk mengubahnya. Misalnya, apabila seseorang memandang diri
kita negatif karena tubuh kita terlalu gemuk, maka kita merasa
tidak bahagia dengan keadaan tubuh kita dan akan segera
berkonsultasi kepada ahli diet, atau mulai berolah raga untuk
menurunkan berat badan. Hal tersebut kita lakukan untuk
menghilangkan pandangan yang negatif terhadap diri kita. Self
concept adalah faktor yang penting dalam kese-hatan, karena
18
mempengaruhi perilaku masyarakat dan juga perilaku petugas
kesehatan.
b. Pengaruh Image Kelompok terhadap Perilaku Kesehatar
Image seorang individu sangat dipengaruhi oleh image
kelompok. Sebagai contoh, anak seorang dokter akan terapar oleh
organisasi kedokteran dan orang-orang dengan pendiakan tinggi,
sedangkan anak buruh atau petani tidak tenpapar dengan
Lingkungan medis, dan besar kemungkinan juga tidak bercita-cita
untuk menjadi dokter. Dengan demikian, kedua anak tersebut
mempunyai perbedaan konsep tentang peranan dokter. Atau
dengan kata lain, perilaku dari masing-masing anak cenderung
merefleksikan kelompoknya. Contoh lain, keluarga di pedesaan
yang mempunyai kebiasaan untuk menggunakan pelayanan dukun,
akan berpengaruh terhadap perilaku anaknya dalam mencari
pertolongan pengobatan pada saat mereka sudah berkeluarga.
c. Pengaruh indentifikasi individu kepada kelompok sosialnya
terhadap perilaku kesehatan
Indentifikasi individu kepada kelompok kecilnya sangat
penting untuk memberikan keamanan psikologis dan kepuasan
dalam pekerjaan mereka, dikalangan kelompok teman, kelompok
kerja desa yang kecil, dan lain-lain. Sebagai contoh, di sebagai
besar desa di Amerika Latin, wnita biasanya mencuci pakaiannya
di tepi sungai, bekerja bersama teman-temannya sambil ngobrol.
Keadaan tersebut sangat membahagiakan mereka, dan mereka
merasa pekerjaan yang dilakukan menjadi ringan. Hal tersebut
menunjukkan bahwa faktor sosial bukan faktor keindahan sungai.
Di sisi lain, dengan bekerja di sungai, petugas menemukan banyak
ibu yang menderita cacingan, sehingga mereka berupaya untuk
mengatasi masalah tersebut dengan membangun tempat cuci yang
jauh dari sungai. Tempat cuci tersebut disekat-sekat dan setiap
ruangannya dilengkapi dengan tempat penampungan air. Pada
beberapa bulan pertama, banyak wanita yang mencuci di tempat
cuci baru itu, tetapi lama-kelamaan tempat cuci tersebut tidak
digunakan lagi. Petugas merasa heran dengan keadaan tersebut dan
19
mulai mengindentifikasi masalahnya. Ternyata masalahnya adalah,
ibu-ibu tidak mau lagi menggunakan tempat pencucian tersebut
karena ruangan yang disekat-sekat mereka tidak bisa bekerja
bersama sambil ngobrol sehingga pekerjaan mencuci dirasakan
sebagai pekerjaan yang berat. Petugas tanggap terhadap masalah
tersebut, kemuadia merombak bangunan tempat cuci dengan
menghilangkan sekat-sekatnya sehingga ibu-ibu dapat melakukan
pekerjaannya dengan teman-temannya sambil ngobrol G.M.
(Foster, 1973). Dengan kasus tersebut dapat disimpulkan, bahwa
inovasi akan berhasil jika kebutuhan sosial masyarakat
diperhatikan. Dari diskusi penulis dengan mahasiswa S2 Kesehatan
Masyarakat FKMUI, kebiasaan mencuci di tepi sungai juga terjadi
di kalangan masyarakat di Provinsi Sumatera Selatan. Petugas
berusaha untuk membangun tempat cuci yang disekat tetapi
dinding yang memisahkan ruang cuci yang satu dengan ruang cuci
yang lain diberi lubang sehingga ibu-ibu yang sedang mencuci
tetap dapat berkomunikasi dan mengobrol. Dengan keadaan
tersebut ibu-ibu merasa senang menggunakan tempat cuci yang
dibangun pemerintah itu.
2. Aspek Budaya yang Mempengaruhi Status Kesehatan dan Perilaku
Kesehatan
Menurut G.M. Foster, (1973), aspek budaya dapat mem- pengaruhi
kesehatan seseorang antara lain adalah: 1) tradisi, 2) sikap fatalism, 3)
nilai, 4) ethnocentrism, 5) unsur budaya dipelajari pada tingkat awal dalam
proses sosialisasi.
a. Pengaruh Tradisi terhadap Perilaku Kesehatan dan Status
Kesehatan
Ada beberapa tradisi di dalam masyarakat yang dapat
berpengaruh negatif terhadap kesehatan masyarakat. Misalnya di
New Guinea, pernah terjadi wabah penyakit "kuru". Penyakit ini
menyerang susunan saraf otak dan penyebabnya adalah virus.
Penderitanya hanya terbatas pada wanita dan anak-anak kecil.
Setelah dilakukan penelitian, ternyata penyakit ini menyebar luas
karena adanya tradisi kanibalisme, yaitu kebiasaan memenggal
20
kepala orang, dan tubuh serta kepala manusia yang dipenggal
tersebut hanya dibagikan kepada wanita dan anak-anak sehingga
kasus epidemi penyakit kuru ini hanya terbatas di kalangan wanita
dan anak-anak.
b. Pengaruh Sikap Fatalistis terhadap Perilaku dan Status Kesehatan
Hal lain adalah sikap fatalistis yang juga mempengaruhi
perilaku kes kelompok yang beragama Islam percaya bahwa anak
adalah titipan Tuhan, dan sakit atau mati itu adalah takdir, sehingga
masyarakat kurang berusaha untuk segera mencari pertolongan
pengobatan bagi anaknya yang sakit. atau menyelamatkan
seseorang dari kematian. Sebagai contoh dari penelitian Proyek
ASUH (Awal Sehat Untuk Hidup Sehat) di Kabupaten Cianjur
ditemukan bahwa di kalangan ibu-ibu yang beragama Islam
percaya bahwa bayi yang mati akan menarik ibunya ke surga
sehingga ibu-ibu pasrah dan tidak mendorong mereka untuk segera
mencari pertolongan pengobatan bagi bayinya yang sakit (Hadi
Pratomo, dkk, 2003.). Hal tersebut ditemukan juga oleh penulis di
kalangan masyarakat yang beragama Islam di Kalimantan Selatan.
Sikap fatalistis tersebut juga ditemukan pada masyarakat Islam
di pedesaan Mesir. Menurut Dr. Fawzy Gandala dari Mesir yang
dikutip oleh Foster dalam bukunya Traditional Societies and
Technological Change (1973), menyatakan bahwa masyarakat
Mesir di pedesaan percaya bahwa kematian adalah kehendak Allah,
dan tidak seorang pun yang dapat memperpanjang kehidupan. Hal
tersebut dituliskan dalam Al Quran yang menyatakan bahwa ke
mana saja kamu pergi, kematian akan mencari kamu meskipun
kamu berada dalam rumah yang bangunannya kuat. Sikap fatalistis
tersebut sebagai salah satu penyebab tingginya angka kematian
bayi di negara itu. Hal lain yang disampaikan Zeinab Shahin dan
dikutip oleh Foster, di Mesir terdapat pepatah yang
mengungkapkan sebagai berikut: meskipun anda lari secepat
binatang buas tetapi tetap anda tidak akan terhindar dari apa yang
telah ditakdirkan Tuhan (Foster, 1973)
c. Pengaruh Sikap Ethnocentris terhadap Perilaku Kesehatan
21
Sikap ethnocentris adalah sikap yang memandang
kebudayaannya sendiri yang paling baik jika dibandingkan dengan
kebudayaan pihak lain. Misalnya, orang-orang Barat merasa
bangga terhadap kemajuan ilmu dan teknologi yang dimilikinya,
dan selalu beranggapan bahwa kebudayaannya yang paling maju,
sehingga merasa superior terhadap budaya dari masyarakat yang
sedang berkembang. Tetapi di sisi lain, semua anggota dari budaya
lainnya menganggap bahwa apa yang dilakukan secara alamiah
adalah yang terbaik. Contohnya, orang Eskimo beranggapan bahwa
orang Eropa datang ke negrinya untuk mempelajari sesuatu yang
baik dari bangsa Eskimo. Menurut pandangan kaum relativists
tidak benar menilai budaya lain dari kacamata budaya sendiri,
karena kedua budaya tersebut berbeda. Oleh karena itu, sebagai
petugas kesehatan, kita harus menghindari sikap yang menganggap
bahwa petugas adalah orang yang paling pandai, paling mengetahui
tentang masalah kesehatan karena pendidikan petugas lebih tinggi
dari masyarakat setempat sehingga tidak perlu mengikutsertakan
masyarakat tersebut dalam mengatasi masalah kesehatan
masyarakat. Dalam hal ini, memang petugas lebih menguasai
tentang masalah kesehatan, tetapi masyarakat di mana mereka
bekerja lebih mengetahui keadaan di masya- rakatnya sendiri.
d. Pengaruh Perasaan Bangga pada Statusnya, terhadap Perilaku
Kesehatan
Suatu perasaan bangga terhadap budayanya berlaku pada
semua orang. Hal tersebut berkaitan dengan sikap ethnocentris.
Sebagai contoh, Merle S. Farland menyampaikan pengalaman
kerjanya di Taiwan dalam program kesehatan ibu dan anak. Di
Taiwan, extended family atau keluarga luas masih berpengaruh
kuat terhadap perilaku anggota keluarganya. Ia menemukan kasus
seorang ibu muda dicegah oleh wanita dari generasi yang lebih tua
untuk memeriksakan kehamilannya kepada bidan meskipun ibu
muda tersebut sudah termotivasi untuk menggunakan pelayanan
bidan (Foster, 1973). Hal tersebut terjadi juga di Jakarta. Dalam
pengalaman penulis melakukan upaya perbaikan gizi di kecamatan
22
Pasar Minggu tahun 1976, masalah yang ditemukan penulis adalah
masyarakat petani di daerah tersebut menolak untuk makan daun
singkong (ketela pohon) meskipun mereka mengetahui dari petugas
kesehatan bahwa kandungan vitaminnya tinggi. Setelah dilakukan
pertemuan dengan masya- rakat, baru diketahui bahwa masyarakat
beranggapan daun singkong hanya pantas untuk makanan kambing
dan mereka menolaknya karena status mereka tidak dapat
disamakan dengan kambing. (Kresno, Sudarti: 1976).
e. Pengaruh Norma terhadap Perilaku Kesehatan
Seperti halnya dengan rasa bangga terhadap statusnya, norma
yang berlaku di masyarakat sangat mempengaruhi perilaku
kesehatan dari anggota masyarakat yang mendukung norma
tersebut. Sebagai contoh, upaya untuk menurunkan angka kematian
ibu dan bayi banyak mengalami hambatan karen adanya norma
yang melarang hubungan antara dokter seha pemberi pelayanan
dengan ibu hamil sebagai pengguna pelayanan. Misalnya, di
beberapa negara di Amerika Latin dan negara-negara lainnya yang
masyarakatnya beragama Islam berlaku norma untuk tidak
diperbolehkannya seorang wanita berhubungan dengan laki-laki
yang bukan muhrimnya. Norma tersebut berdampak pada perilaku
wanita yang tidak men memeriksakan kandungannya kepada
dokter laki-laki karena bukan muhrimnya. Untuk memecahkan
masalah tersebut, maka pemeriksaan kehamilan bisa dilakukan oleh
dokter wanita. Meskipun demikian, hal tersebut tidak memecahkan
masalahnya terutama bagi masyarakat Micronesia di Pulau Yap.
Seorang wanita menolak dokter laki-laki untuk memeriksa
genitalnya, tetapi lebih menolak untuk diperiksa oleh dokter wanita
karena wanita Yap memandang wanita lain sebagai saingan yang
sangat potensial dalam menarik perhatian laki laki. Mereka percaya
bahwa hal tersebut akan mengancam hilangnya perhatian laki-laki
terhadap mereka (G.M. Foster. 1973 ). Masalah tersebut juga
terjadi pada masyarakat yang beragama Islam di Indonesia pada
awal program KB diperkenalkan kepada masyarakat. Misalnya
saja, penemuan penulis di daerah Serpong sekitar tahun 1976,
23
akseptor KB menurun pada Puskesmas yang pelayanan KB-nya
dipegang oleh dokter laki-laki.
f. Pengaruh Nilai terhadap Perilaku Kesehatan
Nilai yang berlaku di dalam masyarakat berpengaruh terhadap
perilaku kesehatan. Nilai-nilai tersebut, ada yang menunjang dan
ada yang merugikan kesehatan. Beberapa nilai yang merugikan
kesehatan misalnya adanya penilaian yang tinggi terhadap beras
putih meskipun masyarakat mengetahui bahwa beras merah lebih
banyak mengandung vitamin B1 jika dibandingkan dengan beras
putih. Masyarakat lebih memberikan nilai yang tinggi bagi beras
putih, karena mereka menilai beras putih lebih enak dan lebih
bersih. Hal tersebut terjadi juga di negara lain, misalnya di
kalangan petani Amerika Spanyol di lembah Rio Grande, New
Mexico. Departemen pertanian di Rio Grande mengintroduksikan
jagung hibrida kepada petani yang basilnya 3 kali lipat jagung
biasa. Pada awal sosialisasi jagung tersebut, banyak petani yang
menanam jagung tersebut tetapi 4 tahun kemudian, hampir semua
petani kembali menanam jagung biasa, karena istri mereka
menolak memasak jagung hibrida sebab tidak menyukai warnanya
dan juga rasanya tidak eak jika dibandingkan dengan jagung biasa.
Mereka lebih mementingkan kualitas jagung daripada kuantitas
jagung. Contoh lain adalah, masih banyaknya petugas kesehatan
yang merokok meskipun mereka mengetahui bagaimana bahaya
merokok terhadap kesehatan. Mereka memberikan nilai tinggi
untuk perilaku merokok karena rokok memberikan kenikmatan,
sedangkan bahaya merokok tidak dapat segera dirasakan.
g. Pengaruh Unsur Budaya yang Dipelajari pada Tingkat Awal dari
Proses Sosialisasi terhadap Perilaku Kesehatan
Pada tingkat awal proses sosialisasi, seorang anak diajarkan
antara lain bagaimana cara makan, bahan makanan apa yang
dimakan, cara buang air kecil dan besar, dan lain- lain. Kebiasaan
tersebut terus dilakukan sampai anak tersebut dewasa, dan bahkan
menjadi tua. Kebiasaan tersebut sangat mempengaruhi perilaku
kesehatan dan sulit untuk diubah. Misalnya saja, manusia yang
24
biasa makan nasi sejak kecil, akan sulit untuk diubah kebiasaan
makannya setelah dewasa. Oleh karena itu, upaya untuk
menganjurkan kepada masyarakat untuk makan makanan yang
beranekaragam harus dimulai sejak kecil.
h. Pengaruh Konsekuensi dari Inovasi terhadap Perilaku Kesehatan
Tidak ada perubahan yang terjadi dalam isolasi, atau dengan
perkataan lain, suatu perubahan akan menghasilkan perubahan
yang kedua dan perubahan yang ketiga. Apabila seorang pendidik
kesehatan ingin melakukan perubahan perilaku kesehatan
masyarakat, maka yang harus dipikirkan adalah konsekuensi apa
yang akan terjadi jika melakukan perubahan, menganalisis factor-
faktor yang terlibat/berpengaruh pada perubahan, dan berusaha
untuk memprediksi tentang apa yang akan terjadi dengan
perubahan tersebut. Apabila ia tahu budaya masyaraka setempat
dan apabila ia tahu tentang proses perubahan kebudayaan, maka ia
harus dapat mengantisipasi reaksi yang akan muncul yang
mempengaruhi outcome dari perubahan yang telah direncanakan,
Misalnya, masyarakat India di pedesaan menggunakan kayu untuk
memasak dan di dapur tidak ada cerobong asap sehingga dapur
penuh dengan asap yang mengakibatkan banyaknya ibu-ibu yang
sakit ISPA dan mata. Petugas menyadari, keadaan tersebut akan
membahayakan kesehatan penduduk sehingga mereka menjual
cerobong asap kepada penduduk dengan harga yang ma meskipun
demikian sangat kecil keberhasilannya. Bebera penyebab
kegagalan tersebut adalah karena di rumah penduduk banyak semut
putih yang merusak kayu dan semut tersebut mati jika terkena asap.
Dengan dibuatnya cerobong asap maka tidak ada lagi yang dapat
mematikan semut sehingga semut putih makin banyak dan merusak
kayu rumahnya dan akibatnya semakin banyak biaya yang
dikeluarkan untuk perbaikan rumahnya. Jadi, ide tentang
pemasangan cerobong asap tidak bisa diterima bukan karena tradisi
masyarakat yang kuat, bukan karena ketidakmengertian mereka
tentang manfaat cerobong asap, bukan juga karena biaya cerobong

25
asap, tetapi karena kerugian memasang cerobong asap lebih tinggi
daripada keuntungannya (Foster, 1973).
2.3 Peran Perawat Kesehatan Masyarakat
Dari beberapa peran yang telah dikemukakan, baik oleh beberapa ahli maupun
peran perawat berdasarkan Konsorsium Ilmu Kesehatan tahun 1989 dan hasil
Lokakarya Keperawatan tahun 1983, maka banyak sekali peran yang dijalankan oleh
perawat kesehatan masyarakat dalam mengorganisasikan upaya-upaya kesehatan yang
dijalankan. Peran tresebut dilakukan melalui pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas)
yang merupakan bagian dari institusi pelayanan dasar utama, baik program di dalam
gedung maupun diluar gedung, pada keluarga, kelompo-kelompok khusus, dan
sebagainya sesuai dengan peran, fungsi dan tanggungjawabnya. Peran perawat yang
dapat dilaksanakan diantaranya adalah sebagai pelaksana pelayanan keperawatan,
sebagai pendidik, sebagai koordinator pelayanan kesehatan, innovator (pembaharu),
organisator (pengorganisasi pelayanan kesehatan), role model (panutan), fasilisator
(tempat bertanya), dan pengelola (manajer).
1. Peran sebagai pelaksana kesehatan
Peran perawat sebagai pelaksana kesehatan yaitu seluruh kegiatan
pelayanan kesehatan masyarakat dan puskesmas dalam mencapai tujuan
kesehatan melalui kerjasama dengan tim kesehatan lainya sehingga
tercipta keterpaduan dalam system pelayanan kesehatan. peran sebagai
pelaksana dapat berupa Clinical nurse specialist (CNS) dan Family Nurse
Practitioner (FNP).
2. Peran sebagai pendidik
Perawat memberikan pendidikan dan pemahaman kepada individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat. Hal ini dilakukan, baik dirumah,
puskesmas dan di masyarakat. Pelaksanaan peran ini dilakukan secara
terorganisir untuk menanamkan perilaku sehat, sehingga terjadi perubahan
perilaku sehingga mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Peran ini
dapat dilakukan oleh petugas kesehatan (perawat komunitas) dan anggota
profesi lain dalam bentuk formal maupun nonformal. Pengajaran yang
dilakukan bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan
masyarakat. Berikut ini adalah focus pengajaran pada peran perawat
sebagai pendidik :
a. Penanaman perilaku sehat
26
b. Peningkatan nutrisi dan pengaturan diet
c. Olahraga
d. Pengelolaan atau manajemen stress
e. Pendidikan tentang proses penyakit dan pentingnya pengobatan
yang berkelanjutan
f. Pendidikan tentang penggunaan obat
g. Pendidikan tentanf perawatan mandiri
3. Peran sebagai Administrasi
Perawat kesehatan masyarakat diharapkan dapat mengelola berbagai
kegiatan pelayanan kesehatan puskesmas dan masyarakat sesuai dengan
beban, tugas dan tanggungjawab yang diembannya. Tanggung jawab
perawat pada peran ini adalah melakukan pengelolaan terhadap suatu
permasalahan, mengambil keputusan dalam pemecahan masalah,
pengelolaan tenaga, membuat kualitas mekanisme control, kerja sama
lintas sektoral dan lintas program, bersosalisasi dengan masyarakat, serta
memasarkan atau mempromosikan.
4. Peran sebagai Konseling
Perawat kesehatan masyarakat dapat dijadikan sebagai tempat bertanya
oleh individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat untuk memecahkan
berbagai permasalahan dalam bidang kesehatan dan keperawatan yang
dihadapi oleh masyarakat. Sebagai konseling, perawat menjelaskan kepada
klien konsep dan data data kesehatan, mendemostrasikan prosedur seperti
aktivitas perawatan diri, menilai apakah klien memahami hal hal yang
dijelaskan dan mengevaluasi kemajuan dalam pembelajaran. Perawat
menggunakan metode pengajaran yang sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhan klien serta melibatkan sumber-sumber yang lain, misalnya
merencanakan pengajaran pada keluarga.
5. Peran sebagai peneliti
Sebagai peneliti perawat melakukan identifikasi terhadap fenomena yang
terjadi di masyarakat dapat berpengaruh pada penurunan kesehatan atau
yang mengancam kesehatan. selanjutnya dilaksanakan penelitian untuk
menemukan faktor yang menjadi pencetus atau penyebab terjadinya
permasalahan tersebut dan hasil dari penelitian diaplikasikan dalam praktik
keperawatan.
27
6. Sebagai Advokator
Berkaitan dengan legal aspek, bukan pemberi layanan hukum. Misalnya
pada kerusakan lingkungan terkait dampak terhadap kesehatan dan
penyelesaian yang perlu dilakukan oleh masyarakat.
7. Perawat Kesehatan Mayarakat Sekolah
Permasalahan kesehatan yang dilaksanakan sesuai dengan tahap
perkembangan pada anak usia presekolah, usia sekolah, dan adolescent.
Kegiatan yang dilakukan diantaranya skiring, penemuan kasus, surveilence
status imunisasi, pengelolaan keluhan ringan dan pemberian obat-obat.

8. Perawatan kesehatan di Rumah


Perawatan kesehatan di rumah merupakan bagian dari rangkaian
perawatan kesehatan umum yang disediakan bagi individu dan keluarga
untuk meningkatkan, serta memelihara, memulihkan kesehatan guna
memaksimalkan kesehatan dan meminimalkan penyakit.
9. Peran Perawat di Puskesmas
Di puskesmas, selain sebagai pemberi layanan kesehatan, perawat juga
berperan sebagai manajer. Tugas pokok perawat di puskesmas adalah
mengusahakan agar fungsi puskesmas dapat diselenggarakan dengan baik
dan dapat member manfaat kepada masyarakat di wilayah kerjanya.
Kegiatan pokok yang dilakukan oleh perawat di puskesmas adalah sebagai
berikut :
a. Melaksanakan fungsi-fungsi manajerial.
b. Melakukan pelayanan asuhan keperawatan.
c. Mengoordinasi kegiatan penyuluhan kesehatan masyarakat.
d. Mengoordinasi pembinaan peran serta masyarakat melalui
pendekatan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD).
e. Mengoordinasikan kegiatan lain seperti kegiatan lintas sektoral
10. Sebagai pengamat kesehatan (health monitor )

28
Monitoring terhadap perubahan yg terjadi pada individu, keluarga,
kelompok, komunitas mengenai masalah kes/kep yg timbul serta dampak
thd status kes melalui :
a. Kunjungan rumah
b. Pertemuan-pertemuan
c. Observasi
d. Pengumpulan data
11. Koordinator pelayanan kesehatan (coordinator of servises)
Mengkoordinir seluruh kegiatan upaya pelayanan kesehatan masyarakat
dalam mencapai tujuan kesehatan melalui kerjasama dengan team kes
lainya agar tercipta keterpaduan dalam sistem pelayanan kesehatan karena
pelayanan kesehatan merupakan kegiatan yg menyeluruh dan tidak
terpisah-pisah.

12. Sebagai pembaharu ( inovator )


Pembaharu terhadap individu, keluarga, kelompok, komunitas untuk
merubah perilaku dan pola hidup sebagai upaya peningkatan dan
pemeliharaan kesehatan
13. Pengorganisir pelayanan kesehatan (organisator)
Berperan serta dalam memberikan motivasi dalam rangka meningkatkan
peran serta individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat dalam setiap
upaya yankes yang dilaksanakan oleh masyarakat , misalnya : kegiatan
posyandu, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan
tahap penilaian atau ikut berpartisipasi dalam kegiatan pengembangan dan
pengorganisasian masyarakat dalam bid kesehatan.
14. Sebagai panutan ( Role Model )
Dapat memberikan contoh yang baik dalam bidang kesehatan kepada
individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat tentang bagaimana tata cara
hidup sehat yang dapat ditiru dan dicontoh oleh masyarakat.
15. Sebagai Tempat Bertanya ( Fasilitator )
Tempat bertanya oleh individu, keluarga, kelompok dan masyarakat untuk
memecahkan berbagai permasalahan dalam bidang kesehatan/
keperawatan yang dihadapi sehari-hari. Dapat membantu memberikan
29
jalan keluar dalam mengatasi masalah kesehatan dan keperawatan yang
mereka hadapi. Penghubung antara masyarakat dengan unit yankes dan
instansi terkait
16. Sebagai Pengelola ( Manager )
Dapat mengelola berbagai kegiatan playanan kesehatan dan masyarakat
sesuai dengan beban tugas dan tanggung jawab yang diembankan
kepadanya. Mengkoordinasikan upaya-upaya kesehatan yang dijalankan,
melalui puskesmas sebagai institusi pelayanan dasar utama, baik di dalam
atau di luar gedung ataukah di keluarga, terhadap kelompok-kelompok
khusus seperti kelompok ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas/menyususi, anak
balita, usia lanjut, sesuai dengan peran , fungsi dan tanggung jawabnya.

30
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

31
DAFTAR PUSTAKA

Irwan. 2017. Etika dan Perilaku Kesehatan. Yogyakarta: CV Absolute.


https://repository.ung.ac.id/get/karyailmiah/1784/Irwan-Buku-Etika-dan-Perilaku-
Kesehatan.pdf (diakses, 18 Februauri 2021)

Effendi, Ferry dan Makhfudli. 2013. Keperawatan Kesehatan Komunitas : teori dan Praktik
dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Mubarak, Wahid Iqbal dan Nurul Chayatin. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat : Teori dan
Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika.

Notoatmodjo, Soekidjo.2018. Promosi Kesehatan Teori Dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka


Cipta

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan, teori dan aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo.2003. Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Sunarto, Kamanto. 2014. Materi Pokok: Sosiologi Kesehatan. Jakarta: Universitas Terbuka.

Sarwono, S. 1993. Sosiologi Kesehatan Beberapa konsep beserta aplikasinya. Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press.

32

Anda mungkin juga menyukai