BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
DHF merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang termasuk
golongan Arbovirus melalui gigitan nyamuk aedes agypti betina. Gejala klinis
DHF (Dengue Hemoragic Fiver) dibagi menjadi 4 tingkatan, yaitu derajat 1
ditandai dengan adanya panas 2-7 hari dengan gejala umum tidak khas, tetapi uji
touniquet positif, derajat 2 sama, seperti derajat1, tetapi sudah ada tanda-tanda
perdarahan spontan, seperti peteki, epitaksis, hematemesis, melena perdarahan
gusi, telinga, dan lain-lain, derajat 3 ditandai adanya kegagalan dalam peredaran
darah, seperti adanya nadi lemah dan cepat serta tekanan darah menurun, derajat 4
ditandai adanya nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur, akral dingin,
berkeringat, dan adanya sianosis. Kadang-kadang dijumpai gejala seperti
pembesaran hati, adanya nyeri asietas, dan tanda-tanda ensefalopati, seperti
kejang, gelisah, sopor, dan koma.
Kasus DBD di indonesia masih terjadi setiap tahun, sejak ditemukan 1968.
Untuk menekan jumlah dan penderita angka kematian akibat DBD, kementrian
kesehatan terus menggalangkan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Hingga
saat ini PSN masih merupakan upaya paling efektif dalam menekan kasus DBD.
jumlah kasus DBD fluktuatif setiap tahunnya. Data dari direktoran penceghan dan
pengendalian penyakit tular vektor dan zonatik,kemengkes RI,pada tahun 2014
jumlah penderita mencapai 100,347,907 orang diantaranya meninggal.Pada tahun
2015,sebanyak 129,650 penderita dan 1071 kematian. Sedangkan tahun 2016
sebanyak 202,314 penderita dan 1,593 kematian. Ditahun 2017, terhitung sejak
januari hingga mei tercatat sebanyak 17.877 kasus, dengan 115 kematian.
Angka kesakitan atau incidence rate (IR) di 34 provinsi di 2015 mencapai
50,75 per 100 ribu penduduk,dan IR di 2016 mencapai 78,85 per 100 ribu
penduduk. Angka ini lebih tinggi dari target IR nasional yaitu 49 per 100 ribu
penduduk. Untuk mengurangi angka itu, kepala biro komunikasi dan pelayanan
masyarakat,kemenkes RI,drg.Oscar Primadi,MPH mengatakan harus dilakukan
PNS secara optimal melalui gerakan 1 rumah 1 jumantik.
1
PADA
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DHF PADA ANAK
Upaya pemberantasan vektor ini harus dilakukan dengan PNS. PNS paling
efektif dalam mencegah DBD,” kata drg.Oscar , rabu (14/6). PNS dilakukan
dengan 3 langkah. Pertama,menguras/membersihkan tempat yang sering dijadikan
tempat penampungan air seperti drum,kendi,toren air dan lain sebagainya,dan
ketiga, memanfatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki
potensi untuk jadi tempat kembangbiakan nyamuk DBD.
Selain itu,perlu juga melakukan segala bentuk kegiatan pencegahan lain
seperti diantaranya menaburkan atap meneteskan larvasida (lebih dikenal dengan
abt atau biolavasida) pada tempat penampungan air yang sulit dibersihkan,
menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk, menggunakan kelambu saat
tidur,dan menghidari kebiasaan menggantung pakaian didalam rumah yang bisa
menjadi tempat istirahat nyamuk. Program 3M plus, yakni menguras,menutup dan
mendaur ulang. Masih tetap berlaku dalam kasus ini, melipat baju-baju yang
bergantungan perlu dilakukan mengingat itu menjadi sarang nyamuk disana.
Terlebih lagi yang berada diruangan gelap.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengkajian DHF pada anak.
2. Untuk mengetahui diagnosa kasus DHF pada anak.
3. Untuk mengetahui intervensi kasus DHF pada anak.
4. Untuk mengetahui evaluasi kasus DHF pada anak.
2
PADA
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DHF PADA ANAK
BAB II
KONSEP MEDIK
3
PADA
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DHF PADA ANAK
KOMPLIKASI
1. Pneumonia
2. Syok
3. Perdarahan KLASIFIKASI
1. DD : Demam disertai sakit kepala,
nyeri
PENATALKASAAN
2. DHF1 : Trombositopenia kurang dari
1. Fase Demam ( >39oC ) 100.000
Pemberian nutrisi seperti makanan 3. DHF2: Perdarahan spontan
lunak, disertai cairan yang adekuat 4. DHF3:Kegagalan sirkulasi, kulit
2. Fase Kronis dingin, serta gelisah
a. D1 dan D2 rawat inap, beri 5. DHF4 : Syok berat
cairan isotonik, seperti vingger
laknat dan asetat
b. D3 dan D4 pemberian terapi 02 PEMERIKSAAN
dan cairan IV dengan larutan DIAGNOSTIK
klistaloid 20ml/kg BB dengan 1. Laboratorium
tetesan secepatnya (bilas a. Hitung trombosit
selama 10 m) b. Hitung leukosit
c. Pemulihan istirahat, bila terjadi c. Hitung hematrokit
overload diberikan diuretik d. Hitung hemoglobin
furosimid 1 mg/kg BB 2. Radiologi
3. Rumple leed
4
PADA
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DHF PADA ANAK
A. Pengertian
Dengue hemorrhagic fever/ DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan aedes
albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir diseluruh pelosok Indonesia,
kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 m di atas permukaan laut.
Demam dengue /DF dan DBD atau DHF adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam,nyeri otot dan
nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
diathesis hemoragik.
Penyakit DHF mempunyai perjalanan penyakit yang sangat cepat dan sering
menjadi fatal karena banyak pasien yang meninggal akibat penanganan yang
terlambat.Demam berdarah dengue (DBD) disebut juga dengue hemoragic fever
(DHF),Dengue Fever(DF),demam dengue, dan dengue shock sindrom (DSS).
B. Etiologi
Disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus flavivirus
keluarga floviviridae. Terdapat 4 serotip virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3,
DEN-4, yang semuanya dapat menyebabkan demam berdarah. Virus dengue dapat
beraplikasi pada nyamuk genius Aedes (stegomya) dan toxorhynchites (Sudoyo,
2010).
5
PADA
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DHF PADA ANAK
D. Klasifikasi DHF
6
PADA
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DHF PADA ANAK
7. Trombositopenia.
8. Hemokonsentrasi.
9. Hari ke 3-5 ==> fase kritis (saat suhu turun), perjalanan
penyakit dapat berkembang menjadi syok
SSD 1. Manifestasi klinis seperti DBD, disertai kegagalan
(syok syndrom dengue) sirkulasi (syok).
2. Gejala syok :
a. Anak gelisah, hingga terjadi penurunan kesadaran,
sianosis.
b. Nafas cepat, nadi teraba lembut hingga tidak teraba.
c. Tekanan darah turun, tekanan nadi < 10 mmHg.
d. Akral dingin, capillary refill turun.
e. Diuresis turun, hingga anuria.
Keterangan:
7
PADA
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DHF PADA ANAK
DHF dapat terjadi disemua tempat yang terdapat nyamuk penularannya. Oleh
karena itu tempat potensial untuk terjadi penularan DHF adalah wilayah yang
banyak kasus DHF (rawan atau endemis), tempat-tempat umum yang menjadi
tempat berkumpulnya orang-orang yang datang dari berbagai wilayah sehingga
kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue yang cukup besar
seperti sekolah, hotel, pertokoan, pasar, restoran, tempat ibadah, rumah sakit atau
puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya. Pemukiman baru dipinggir
kota, peduduk pada lokasi ini umumnya berasal dari berbagai wilayah maka ada
kemungkinan diantaranya terdapat penderita yang membawa tipe virus dengue
yang berbeda dari masing-masing lokasi.
G. Patofisiologi
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan
viremia.Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di
hipotalamus sehingga menyebabkan (pelepasan zat bradikinin, serotinin, trombin,
histamin) terjadinya : peningkatan suhu. Selain itu viremia menyebabkan
pelebaran pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan perpindahan cairan
dan plasma dari intravaskular ke intersisial yang menyebabkan
hipovolemia.Trombositopenia dapat terjadi akibat dari,penurunan produksi
trombosit sebagai reaksi dari antibodi melawan virus (Murwani,2011).
Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit
seperti ptekie atau perdarahan mukosa di mulut.Hal ini mekanisme hemostatis
secara normal.Hal tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan jika tidak
tertangani maka akan menimbulkan syok.Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari,
rata-rata 5-8 hari(Soegijanto,2006).
Menurut Ngastiyah (2005) virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan
nyamuk aedes aegypty.Pertama tama yang terjadi adalah viremia yang
mengakibatkan penderita mengalami demam,sakit kepala,mual,nyeri otot pegal
pegal di seluruh tubuh,ruam atau bintik-bintik merah pada kulit,hiperemia
tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi pembesaran kelenjar getah
bening,pembesaran hati (hepatomegali).
8
PADA
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DHF PADA ANAK
H. Pencegahan
Untuk mencegah penyakit DBD, nyamuk penularnya (Aedes aegypti) harus
diberantas sebab vaksin untuk mencegahnya belum ada. Cara yang tepat dalam
pencegahan penyakit DBD adalah dengan pengendalian vector , yaitu
nyamuk Aedes aegypti.
Cara yang tepat untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti adalah
memberantas jentik-jentiknya di tempat berkembang biaknya.
Cara ini dikenal dengan pemberantasan Sarang Nyamuk DBD (PSN-DBD).
Oleh karena tempat-tempat berkembang biaknya terdapat di rumah-rumah dan
tempat-tempat umum maka setiap keluarga harus melaksanakan PSN-DBD secara
teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali.
9
PADA
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DHF PADA ANAK
10
PADA
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DHF PADA ANAK
I. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka
DHF adalah melalui pemeriksaan kadar hemaglobin, hematokrit , jumlah
trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif
disertai gambran limfosit plasma biru.
Diagnosis pasti didaptakan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (reverse
transcriptase polmense chain reaction). Namun karena teknik yang lebih
rumit, saat ini tes serelogis yang mendeteksi adanya antibodi spsifik terhadap
dengue berupa antibodi total, lgM maupun lgG.
Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:
a. Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulain hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relatif (˂45% dari total leukosit) disertai adanya
limfositplasma biru (LPB) ˂15% dari jumlah total leukosit yang pada
fase syok akan meningkat.
b. Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
c. Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya
peningkatan hematokrit ≥20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai
pada hari ke-3 demam.
d. Hemostatis: dilakukan pemeriksaan PT,APTT, fibronogen, D-Dimer,
atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan
pembekuan darah.
e. Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocaran plasma .
f. SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): daat meningkat.
g. Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
h. Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
i. Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi): bila akan diberikan
tranfusi darah atau komponen darah.
j. Imuno serologi dilakukan pemeriksaan lhM dan lgG terhadap dengeu.
1) IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-,
menghilang setelah 60-90 hari.
11
PADA
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DHF PADA ANAK
2) IgG: pada infeksi primer, igG mulai terdeteksi pada hari ke-14 pada
infeksi sekunder igG mulai terdeteksi hari ke-2.
k. Uji Hl: dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang
dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
2. Perawatan Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pluera, terutama pada hemitoraks kanan
tetapi apabila terjadi pembesaran plasma hebat, efusi pluera dapat dijumpai
pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam
posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan).
Asites dan efusi pluera dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.
12
PADA
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DHF PADA ANAK
BAB III
KONSEP ASKEP
A. Pengkajian
Adapun pemeriksaan fisik pada anak DHF diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Keadaan umum
Berdasarkan tingkatan (grade) DHF keadaan umum adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2 Grade pada DHF
Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda – tanda vital
Grade I
dan nadi lemah.
Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan
Grade II spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil,
dan tidak teratur.
Keadaan umum lemah, kesadaran apatis, somnolen, nadi lemah, kecil,
Grade III
dan tidak teratur serta tensi menurun.
Kesadaran koma, tanda – tanda vital : nadi tidak teraba, tensi tidak
Grade IV terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin berkeringat dan
kulit tampak sianosis.
13
PADA
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DHF PADA ANAK
Keterangan :
a. Wajah: Kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi
dan fotobia, pergerakan bola mata nyeri.
b. Mulut: Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor, (kadang-
kadang) sianosis.
c. Hidung: Epitaksis
d. Tenggorokan: Hiperemia
e. Leher: Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas rahang daerah
servikal posterior.
3. Dada (Thorax).
Nyeri tekan epigastrik, nafas dangkal.
a. Palpasi : Vocal – fremitus kurang bergetar.
b. Perkusi : Suara paru pekak.
c. Auskultasi : Didapatkan suara nafas vesikuler yang lemah.
4. Abdomen.
Saat dipalpasi teraba pembesaran hati dan limfe, pada keadaan dehidrasi
turgor kulit dapat menurun, suffiing dulness, balote ment point.
5. Anus dan genetalia.
a. Eliminasi alvi : Diare, konstipasi, melena.
b. Eliminasi urin : Dapat terjadi oligouria sampai anuria.
6. Ekstrimitas atas dan bawah.
Tabel 2.3 Ekstremitas
Stadium Keterangan
Stadium I Ekstremitas atas nampak petekie akibat RL test
B. DIAGNOSA
14
PADA
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DHF PADA ANAK
C. INTERVENSI
15
PADA
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DHF PADA ANAK
16
PADA
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DHF PADA ANAK
17
PADA
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DHF PADA ANAK
18
PADA
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DHF PADA ANAK
tidur.
Manajemen Nyeri
Definisi :
Pengurangan atau reduksi nyeri
sampai pada tingkat kenyamanan
yang dapat diterima oleh pasien.
Aktivitas-aktivitas :
1. Gunakan strategi komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri dan
sampaikan penerimaan
pasien terhadap nyeri.
2. Kurangi atau eliminasi
faktor-faktor yang dapat
mencetuskan atau
meningkatkan nyeri
(misalnya ketakutan,
kelelahan, keadaan monoton,
dan kurang pengetahuan).
3. Berikan individu penurun
nyeri yang optimal dengan
peresepan analgesik.
4. Gunakan tindakan
pengontrol nyeri sebelum
nyeri bertmabah berat
5. Libatkan keluarga dalam
modalitas penurun nyeri, jika
memungkinkan.
19
PADA
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DHF PADA ANAK
Monitor Nutrisi
Definisi :
Pengumpulan dan analisa data
pasien yang berkaitan dengan
asupan nutrisi
Aktivitas-aktivitas :
1. monitor pertumbuhan dan
perkembanagan anak
2. identifikasi abnormalitas kulit
(misalnya, memar berlebihan,
penyembuhan luka buruk dan
perdarahan)
3. identifikasi perubahan nafsu
makan dan aktivitas-aktivitas
akhir ini
4. monitor adanya [warna]
pucat, kemerahan dan
jaringan kongjungtiva yang
kering
5. lakukan pemeriksaan
20
PADA
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DHF PADA ANAK
laboratorium, monitor
hasilnya (misalnya, kolestrol,
serum albumin, transferin
prealbumin, nitrogen urin
selama 24 jam, BUN,
Kreatinn, Hb, Ht, imunitas
seluler, hitung limfosit total,
dan nilai elektrolit
21
PADA
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DHF PADA ANAK
22
PADA
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DHF PADA ANAK
1 = Sangat terganggu
2 = Sebagian besar terganggu
3 = Cukup terganggu Pengurangan perdarahan:
4 = Sedikit terganggu gastrointestinal
5 = Tidak terganggu Definisi :
Pembatasan jumlah kehilanagan
darah dari saluran gastrointestinal
bagian atas dan bawah dan
komplikasi yang terkait
Aktivitas-aktivitas
1. Monitor tanda dan gejala
perdarahan yang terus
menerus (misalnya, periksa
semua sekresi terhadap
adanya darah)
2. Hindari penggunaan
antikoagulan
3. Kaji status nutrisi pasien
4. Lakukan bilas lambungjika
diperlukan
5. Dokumentasikan warna,
jumlah dan karakter dari feses
23
PADA
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DHF PADA ANAK
Peningkatan koping
Definisi :
Fasilitasi usaha kognitif dan
perilaku untuk mengelola stressor
yang dirasakan, perubahan, atau
ancaman yang mengganggu
dalam rangka memenuhi
kebutuhan hidup dan peran
Aktivitas-aktivitas :
1. berikan penilaian
[kemampuan] penyesuaian
pasien terhadap perubahan-
perubahan dalam citra tubuh,
sesuai dengan indikasi
2. berikan penilaian mengenai
pemahaman pasien terhadap
proses penyakit
3. berikan suasana penerimaan
4. bantu pasien dalam
mengembangkan penilaian
terkait dengan kejadian
dengan lebih objektif
5. dukung pasien untuk
mengidentifikasi kekuatan
dan kemampuan diri
24
PADA
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DHF PADA ANAK
25
PADA
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DHF PADA ANAK
Aktivitas-aktivitas :
1. Monitor tekanan darah, nadi,
suhu, dan status pernafasan
dengan tepat
2. Inisiasi dan pertahankan
perangkat pemantau suhu
tubuh secara terus-menerus
dengan tepat
3. Monitor dan laporkan tanda
dan gejala hipotermia dan
hipertermia
4. Monitor warna kulit, suhu dan
kelembaban
26
PADA
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DHF PADA ANAK
Peningkatan Tidur
Definisi :
Memfasilitasi tidur/siklus bangun
27
PADA
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DHF PADA ANAK
yang teratur.
Aktivitas-aktivitas :
28
PADA
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DHF PADA ANAK
Aktivitas- Aktivitas :
1. Lakukan pengkajian nyeri
komprehensif yang meliputi
lokasi, karakteristik,
onset/durasi,frekuensi,
kualitas, intensitas atau
beratnya nyeri dan faktor
pencetus.
2. Observasi adanya petunjuk
non verbal mengenai
ketidaknyamanan terutama
pada mereka yang tidak dapat
berkomunikasi secara efektif.
3. Pastikan perawatan analgesic
bagi pasien dilakukan dengan
pemantauan yang tepat.
4. Tentukan akibat dari
pengalaman nyeri terhadap
kualitas hidup pasien
(misalnya, tidur, nafsu makan,
pengertian,
perasaan,hubungan,peforma
kerja dan tanggung jawab
peran).
5. Bantu keluarga dalam
mencari dan menyediakan
dukungan.
29
PADA
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DHF PADA ANAK
Aktivita-aktivitas:
1. monitor kemungkinan
penyebab kehilangan cairan
30
PADA
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DHF PADA ANAK
D. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir proses keperawatan untuk melengkapi
proses keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan telah berhasil dicapai,
melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor apa yang terjadi
selama tahap pengkajian, analisa perencanaan dan pelaksanaan tindakan.
Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan, tetapi
evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan.
Diagnosa juga perlu dievaluasi untuk menentukkan apakah realistis dapat dicapai
dan efektif. Diharapkan klien dapat menjaga makanan dan ingkungan keluraga
dan memantau anaknya dengan baik. Dan berharap rencana tindakannya dpaat
dilakukan dengan baik.
Tindakan yang bisa dilakukan dirumah adalah anjurkan klien untuk banyak
minum, memantau tanda dan gejala yang terjadi. Tujuan dari minum air atau
cairan yang mengandung elektrolit yang banyak yaitu untuk mengantikan cairan
yang hilang akibat demam, muntah.
Dan anjurkan klien untuk tidak makan-makanan yang keras dan mengajarkan
keluarga untuk memantau tanda-tanda perdarahan dapat ditingkatkan dengan
salah satu melihat ada tidaknya perdarahan pada klien. Dan diharapkan klien
dapat menjaga dan memantau anaknya dengan baik.
31
PADA
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DHF PADA ANAK
32
PADA
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DHF PADA ANAK
BAB IV
KESIMPULAN
Dengue hemorrhagic fever/ DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan aedes
albopictus, vektor utama penyakit DHF di Indonesia adalah nyamuk Aedes
aegypti sedangkan Aedes albopictus dianggap vektor potensial. Nyamuk aedes
aegypti berwarna hitam dengan belang-belang (loreng) putih pada seluruh
tubuhnya, hidup di dalam dan di sekitar rumah, juga ditemukan di tempat umum,
mampu terbang sampai 100 m.
Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum
demam. Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus dengue merupakan
sumber penular DHF dan apabila penderita digigit nyamuk penular, maka virus
akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk temasuk
di kelenjar air liurnya. Satu minggu kemudian nyamuk tersebut siap untuk
menularkan virus kepada orang lain karna saat nyamuk menghisap darah, air liur
yang ada di alat tusuknya akan dikeluarkannya agar darah yang dihisap tidak
beku.
Diagnosa DHF secara klinis menunjukkan gejala demam tinggi mendadak 2-7
hari dengan suhu tubuh 38-40℃. terjadinya pendarahan kecil di dalam kulit,
pendarahan pada mata, pendarahan pada hidung, pendarahan gusi, muntah darah,
buang air besar bercampur darah, dan adanya darah dalam urin. Rasa sakit pada
otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya
pembuluh darah. Sedangkan, pada diagnosa laboratoris pada hari ke 3-7
ditemukan penurunan trombosit hingga 100.000/mmHg. Tidak ada terapi yang
spesifik untuk DHF, prinsip utama adalah terapi sportif. Dengan terapi sportif
yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%.
Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting
dalam penanganan kasus DHF. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama
cairan oral. Jika asupan cairan tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan
suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan
hemokonsentrasi secara bermakna.
33
PADA
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DHF PADA ANAK
DAFTAR PUSTAKA
Buku Ajar. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III edisi IV. Jakarta
Perry, Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. EGC. Jakarta.
Nurarif.H.A & kusuma.H. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis. Jilid I. Mediacion. Jogja
Herdman, T. Heater. 2015. Diagnosa Keperawatan Nanda Internasional. EGC. Jakarta
Gurdeep S.D, Deepak B. Profil klinis dan Hasil pada anak demam berdarah dengue di
Indonesia India Utara. Iran Journal of pediatrics 2008; 18 (Tidak: 3): 222-228.
Raghunath D, Rao Durga C (Ed); Atana Basu. Interaksi dengue dengan trombosit; Fitur
klinis dan manajemen; Status saat ini dan Penelitian, Vol 8, Tata Mc Graw Hill, New
Delhi, 2008: 147-151.
Aggarwal A, Chandra J, Aneja S, Patwari AK, Dutta AK. Epidemi demam berdarah dengue
dan Sindrom syok demam pada anak-anak di Delhi . Indian Pediatr 2008; 35: 727-732.
Agarwal A, Chandra J, Aneja S, Parwari AK, Dutta AK. Epidemi demam berdarah dengue
dan sindrom syok dengue pada anak-anak di Delhi. Indian pediatri 2008; 35: 727-
732.
34