Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN

DENGAN KANER TULANG

OLEH:

INTAN NOVIA INDRIA DARNA


201702065

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

PRODI S1 KEPERAWATAN

BANYUWANGI

2020
LEMBAR PENGESAHAN
Tugas Laporan Pendahuluan dan Konsep Asuhan Keperawatan Dengan Kasus :

KANKER TULANG
Nama Mahasiswa : Intan Novia Indria Darna
NIM : 201702065

Tugas Proposal telah disetujui


Pada Tanggal, Juli 2020

Oleh:
Pembimbing

Annisa Nur Nazmi, S.Kep, Ns.,M.Kep


NIK : 06.094.0815

Mengetahui
Ketua Program Study S1 Keperawatan

Anita Dwi Ariyani, S.Kep.Ns, M.Kep


NIK : 06.058.0510
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Osteosarkoma adalah tumor ganas tulang primer yang berasal dari sel
mesenkimal primitif yang memproduksi tulang dan matriks osteoid. kanker tulang
atau sering juga disebut dengan tumor ganas pada tulang. Kanker tulang dapat bersifat
jinak atau ganas, primer atau skunder, tumbuh lambat atau agresif (Kneale & Davis,
2011).
Kanker tulang merupakan penyakit yang relatif langka, dimana sel-sel kanker
tumbuh pada jaringan tulang. Kanker tulang terjadi ketika sel-sel di dalam tulang
membelah atau berkembang dengan tidak teratur. Biasanya sel - sel akan membelah
dan berkembang dengan teratur. Jika sel-sel tulang terus membelah tak teratur,
sementara sel-sel baru yang tumbuh itu tidak dibutuhkan tubuh, maka akan
membentuk massa atau jaringan, yang disebut sebagai tumor. Berbeda dengan tumor
jinak yang tidak menyebar, kanker adalah tumor yang ganas dan cepat penyebarannya
(Syah, 2013).

B. Klasifikasi
Penyakit Osteosarkoma memiliki klasifikasi sebagai berikut:
1. Local Osteosarkoma
Dalam Local Osteosarkoma ini sel kanker yang terdapat pada seseorang
belum menyebar ke bagian tubuh / tulang yang lainnya. Hal ini bisa disebabkan
oleh tingkat sensitifitas seseorang terhadap keadaan tubuhnya sehingga sedikit
saja merasakan kelainan maka akan segera mengidentifikasi dan atau pergi ke
dokter untuk melakukan diagnosa. Maka dari itu, untuk mencegah penyakit ini
semakin berkembang peranan diagnosa dini sangat diperlukan.
2. Metastatic Osteosarkoma
Sel kanker telah menyebar ke bagian tubuh yang lain. Kanker yang paling
sering menyebar ke paru-paru. Mungkin juga menyebar ke tulang lain. Tentang
satu dari lima pasien dengan osteosarkoma dengan kanker yang telah
metastasized pada saat itu dapat terdiagnosa. Dalam multifocal osteosarcoma,
tumor muncul dalam 2 atau lebih tulang, tetapi belum menyebar ke paru-paru.

3. Osteosarkom Berulang
Osteosarkoma berulang artinya penyakit kanker yang tadinya telah
tertangani, kambuh lagi (recurred). Hal ini bisa terjadi pada bagian tulang yang
sama dengan ketika pertama kali osteosarkoma muncul, atau bisa juga pada
bagian tubuh yang lainnya. Osteosarkoma berulang memang langka terjadi,
namun bukannya tidak mustahil.
Penentuan Stadium
Terdapat 2 jenis klasifikasi stadium, yaitu berdasarkan Musculoskeletal Tumor
Society (MSTS) untuk stratifikasi tumor berdasarkan derajat dan ekstensi lokal serta
stadium berdasarkan American Joint Committee on Cancer (AJCC) edisi ke 7.
1. Sistem Klasifikasi Stadium MSTS (Enneking)
• IA : derajat keganasan rendah, lokasi intrakompartemen, tanpa metastasis
• IB : derajat keganasan rendah, lokasi ekstrakompartemen, tanpa metastasis
• IIA : derajat keganasan tinggi, lokasi intrakompartemen, tanpa metastasis :
derajat keganasan tinggi, lokasi ekstrakompartemen,
• IIB : tanpa metastasis
• III : ditemukan adanya metastasis
2. Sistem Klasifikasi AJCC edisi ke 7
• IA derajat keganasan rendah, ukuran ≤ 8
• IB derajat keganasan rendah, ukuran > 8 atau adanya diskontinuitas
• IIA derajat keganasan tinggi, ukuran ≤ 8
• IIB derajat keganasan tinggi, ukuran > 8
• III derajat keganasan tinggi, adanya diskontinuitas
• IVA metastasis paru
• IVB metastasis lain

C. Etiologi
Penyebab pasti kanker tulang belum diketahui. Akan tetapi, kondisi ini diduga
dipicu oleh perubahan atau mutasi pada gen pengendali pertumbuhan sel. Mutasi
tersebut menjadikan sel tumbuh secara tidak terkendali, dan membentuk tumor di
tulang. Kanker yang terbentuk di tulang dapat menyebar ke bagian tubuh lain melalui
aliran darah atau aliran getah bening.

Terdapat sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena


kanker tulang, yaitu:
1. Menderita kelainan genetik yang disebut sindrom Li-Fraumeni.
2. Pernah menjalani pengobatan dengan radioterapi.
3. Pernah menderita kanker mata yang disebut retinoblastoma, sewaktu kecil.
4. Pernah menderita hernia umbilikalis, sewaktu
5. Menderita penyakit Paget, yaitu suatu kondisi di mana tulang menjadi lemah.

D. Patofisiologi

Keganasan sel pada mulanya berlokasi pada sumsum tulang (myeloma) dari
jaringan sel tulang (sarkoma) atau tumor tulang (carsinomas). Pada tahap selanjutnya
sel-sel tulang akan berada pada nodul-nodul limpa, hati limfe dan ginjal. Akibat
adanya pengaruh aktivitas hematopoetik sumsum tulang yang cepat pada tulang, sel-
sel plasma yang belum matang / tidak matang akan terus membelah. Akhirnya terjadi
penambahan jumlah sel yang tidak terkontrol lagi.
Osteogeniksarcoma sering terdapat pada pria usia 10-25 tahun, terutama pada
pasien yang menderita penyakit paget’s. Hal ini dimanifestasikan dengan nyeri
bengkak, terbatasnya pergerakan serta menurunnya berat badan. Gejala nyeri pada
punggung bawah merupakan gejala yang khas, hal ini disebabkan karena adanya
penekanan pada vertebra oleh fraktur tulang patologik. Anemia dapat terjadi akibat
adanya penempatan sel-sel neoplasma. Pada sumsum tulang hal ini menyebabkan
terjadinya hiperkalsemia, hiperkalsuria dan hiperurisemia selama adanya kerusakan
tulang. Sel-sel plasma ganas akan membentuk sejumlah immunoglobulin / bence
jones protein abnormal. Hal ini dapat dideteksi dalam serum urin dengan teknik
immunoelektrophoesis. Gejala gagal ginjal dapat terjadi selama presitipasi
immunoglobulin dalam tubulus (pada pyelonephritis), hiperkalsemia, peningkatan
asam urat, infiltrasi ginjal oleh plasma sel (myeloma ginjal) dan thrombosis pada pena
ginjal.
Kecederungan patologik perdarahan merupakan ciri-ciri myeloma dengan dua alasan
utama, yaitu :
a. Penurunan platelet (thrombositopenia) selama adanya kerusakan megakaryosit,
yang merupakan sel-sel induk dalam sel-sel tulang.
b. Tidak berfungsinya platelets, microglobin menghalangi elemen-elemen dan
turut serta dalam fungsi hemostatik.
E. Pathway
G.
Keturunan Radiasi sinar Virus Karsinogen
Radio aktif Onkogenik

Kerusakan gen
(Mutasi gen)

Proliferasi sel
tulang secara

Jaringan lunak di
invasi sel tumor

Neoplasma

KARSINOMA TULANG

Respon osteolitik
dan osteoblastik

Penimbunan Menekan sel


periosteum di sekitar sarsaraf

meneruskan
Pertumbuhan Tulang Inflamasi Lokal impuls ke
menjadi tidak normal hipotalamus

Kerusakan struktur
Tindakan
tulang Rangsangan
Medis
kimia bradikinin

Tulang lebih
Cacat, botak Perubahan Status rapuh Serabut saraf C
Kesehatan

Gangguan
otak
Citra Tubuh Resiko fraktur
Anxietas Gangguan
Mobilitas Fisik
Nyeri Akut
Resiko Cedera
F. Tanda dan Gejala
Berikut ini adalah tiga tanda dan gejala utama penyakit kanker tulang, yakni:
1. Nyeri : penderita kanker tulang akan merasakan nyeri pada area tulang
yang terkena. Awalnya, nyeri hanya terasa sesekali, namun akan menjadi
makin sering seiring pertumbuhan kanker. Nyeri akan makin terasa saat
bergerak, dan biasanya memburuk di malam hari.
2. Pembengkakan : pembengkakan dan peradangan muncul di area sekitar
tulang yang terkena kanker. Apabila pembengkakan terjadi di tulang dekat
persendian, penderita akan sulit menggerakkan sendi.
3. Tulang rapuh : kanker tulang menyebabkan tulang menjadi rapuh. Bila
semakin parah, cedera ringan saja dapat menyebabkan patah tulang.

Beberapa gejala lain yang dapat menyertai tiga tanda utama di atas adalah:

1. Berat badan turun tanpa sebab.


2. Berkeringat di malam hari.
3. Tubuh mudah lelah.
4. Demam.
5. Sensasi kebas atau mati rasa, bila kanker terjadi di tulang belakang dan
menekan saraf.
6. Sesak napas, bila kanker tulang menyebar ke paru-paru.

Perlu diketahui, nyeri tulang pada orang dewasa terkadang disalahartikan


sebagai radang sendi. Sedangkan pada anak-anak dan remaja, terkadang dianggap
sebagai efek samping pertumbuhan tulang. Segera periksakan ke dokter bila Anda
atau anak Anda merasakan nyeri tulang yang hilang dan timbul, memburuk di malam
hari, dan tidak membaik meski telah mengonsumsi obat pereda nyeri.

H. Klomplikasi
4. Gangguan produksi antibody
5. Infeksi yang biasa disebabkan oleh kerusakan sumsum tulang yang luas dan
merupakan efek kemoterapi, radioterapi, maupun steroid
6. Leucopenia
7. Fraktur patologis
8. Gangguan ginjal
9. Gangguan system hematologi
10. Hilangnya ekstremitas
11. Apatis
12. Kelemahan

G. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah menghancurkan atau mengangkat jaringan
ganas dengan metode seefektif mungkin.
Teknik Pembedahan :
13. Eksisi luas, tujuan adalah untuk mendapatkan batas-batas tumor secara histologis,
tetapi mempertahankan struktur-struktur neurovaskuler yang utama.
14. Amputasi, tindakan pengangkatan tumor biasanya dengan mengamputasi. Indikasi
amputasi primer adalah lesi yang terjadi secara lambat yang melibatkan jaringan
neurovaskuler, menyebabkan firaktur patologis (terutama raktur proksimal),
biopsi insisi yang tidak tepat atau mengalami infeksi, atau terkenanya otot dalam
area yang luas.
15. Reseksi enblock, taknik ini memerlukan eksisi luas dari jaringan normal dari
jaringan disekitarnya, pegangkatan seluruh serabut otot mulai dari origo sampai
insersinya dan reseksi tulang yang terkena termasuk struktur pembuluh darah.
16. Prosedur tikhoff linberg, teknik pembedahan ini digunakan pada lesi humerus
bagian proksimal dan meliputi reaksi enblock skapula, bagian humerus dan
klavikula.
17. Pilihan Rekonstruksi
Kriteria pasien untuk pembedahan mempertahankan ekstremitas, usia, insisi biopsi
dan fungsi pasca bedah ekstremitas yang dipertahankan lebih dari fungsi alat
prostesis, rekonstruksi dapat dilakukan dengan penggunaan berbagai bahan logam
maupun sintesis.
18. Kemoterapi
Kemoterapi mengurangi massa tumor dengan agen alkilating kemoterapi yang
dikombinasikan yang dilaksanakan sebelum dan sesudah pembedahan dengan
tujuan untuk membasmi lesi mikrometastik.
19. Terapi Radiasi
Percobaan untuk sakoma jaringan lunak saat ini dengan menggunakan
doksorubisin / sisplatin diikuti radiasi sebesar 2800 cGy.
Penatalaksanaan Keperawatan :
1) Manajemen nyeri
Teknik manajemen nyeri secara psikologik (relaksasi napas salam,
visualisasi, dan bimbingan imaginasi) dan farmakologi (pemberian
analgetik).
2) Mengajarkan mekanisme koping yang efektif
Motivasi klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka, dan
berikan dukungan secara moril serta anjurkan keluarga untuk berkonsultasi
ke psikolog atau rohaniawan.
3) Memberikan nutrisi yang adekuat
Berkurangnya nafsu makan, mual, muntah, sering terjadi sebagai efek
samping kemoterapi dan radioterapi, sehingga perlu diberikan nutrisi yang
adekuat. Antiemetik dan teknik relaksasi dapat mengurangi reaksi
gastrointestinal. Pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan sesuai
dengan indikasi dokter.
4) Pendidikan kesehatanProgram terapi
Pasien dan keuargadiberikan pendidikan kesehatan tentang kemungkinan
terjadinya komplikasi, program terapi, dan teknik perawatan luka di
rumah.
Program terapi
Berbagai jenis perawatan tersedia untuk pasien dengan osteosarkoma. Beberapa
perawatan yang standar (yang saat ini digunakan terapi), dan beberapa sedang diuji
dalam uji klinis. Perawatan klinis dalam percobaan adalah penelitian studi yang
dimaksudkan untuk membantu meningkatkan perawatan saat ini atau memeroleh
informasi tentang perawatan baru untuk pasien dengan kanker. Ketika uji klinis
menunjukkan bahwa perlakuan yang lebih baik dari standar perawatan, pengobatan
baru yang dapat menjadi standar perawatan. Jika diduga bahwa masalah adalah
osteosarkoma, sebelum pertama biopsy, penderita dapat merekomendasikan dokter
spesialis yang disebut pembedahan tulang ahli onkologi.

I. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis didasarkan pada riwayat, pemeriksaan fisik, dan penunjang diagnosis
seperti :
1. CT Scan (Computed Tomography Scan)
2. Myelogram : adalah jenis khusus dari tes x-ray dimana pewarna khusus
disuntikkanke dalam kantung tulang belakang.
3. Arteriografi : atau angiografi, yaitu pemeriksaan arteri (setelah injeksi
pewarna) untuk mencari kerusakan dan penyumbatan.
4. MRI ((Magnetic Resonance Imaging)
5. Biopsi
6. Pemeriksaan biokimia darah dan urine
7. Pemindaian tulang
Pemeriksaan foto toraks dilakukan sebagai prosedur rutin serta untuk follow-up
adanya stasis pada paru-paru. Fosfatase alkali biasanya meningkat pada sarkoma
osteogenik. Hiperkalsemia terjadi pada kanker tulang metastasis dari payudara, paru,
dan ginjal. Gejala hiperkalsemia meliputi kelemahan otot, keletihan, anoreksia, mual,
muntah, poliuria, kejang dan koma. Hiperkalsemia harus diidentifikasi dan ditangani
segera. Biopsi bedah dilakukan untuk identifikasi histologik. Biopsi harus dilakukan
untuk mencegah terjadinya penyebaran dan kekambuhan yang terjadi setelah eksesi
tumor., (Rasjad, 2003).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
1. Identitas Klien
Identitas klien : Identits klien( nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
status marietal, pekerjaan, pendidikan, alamat, tanggal MRS, diagnose medis ).
Kanker tulang ( osteosarkoma ) lebih sering menyerang kelompok usia 15 – 25
tahun (pada usia pertumbuhan). Status ekonomi yang rendah merupakan salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya osteosarkoma ditinjau dari pola makan,
kebersihan dan perawatan. Gaya hidup yang tak sehat misalnya merokok, makanan
dan minuman yang mengandung karbon. Alamat berhubungan dengan epidemiologi
(tempat, waktu dan orang). Pekerjaan yang memicu terjadinya osteosarkoma adalah
yang sering terkena radiasi seperti tenaga kesehatan bagian O.K, tenaga kerja
pengembangan senjata nuklir, tenaga IT. Pendidikan berkisar antara SMP samapai
Sarjana. Angka kejadian pada anak laki-laki sama dengan anak perempuan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Biasanya pasien datang ke RS dengan keluhan nyeri di daerah kaki atau tangan
yang mengalami pembengkakan, terjadi pembengkakan biasanya di daerah
tulang panjang.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya pasien mengalami adanya masa / pembengkakan pada tulang, demam,
nyeri progresif, kelemahan, parestesia, paraplegia, retensi urine, anemia.
Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang
terbatas. Peningkatan kadar kalsium dalam darah. Tempat yang paling sering
terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut. Sarkoma
sering sudah menyebar ke paru ketika pasien pertama kali berobat.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan pernah terpapar sering dengan radiasi sinar radio aktif dosis
tinggi. Kemungkinan sering mengkonsumsi kalsium dengan batas tidak normal.
Kemungkinan sering mengkonsumsi zat-zat toksik seperti : makanan dengan zat
pengawet, merokok dan lain-lain.

d. Riwayat kesehatan keluarga


Biasanya adanya keluarga ( keturunan sebelumnya) yang menderita kanker
tulang dan kanker lainnya.
3. Pola-Pola Fungsi Kesehatan Gordon
1) Pola persepsi terhadap Kesehatan
 Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan
persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan.
 Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan
penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
 Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi
pasien.
 Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS
pasien dengan kanker tulang akan mengalami penurunan nafsu makan akibat
dari rasa nyeri yang berlebihan.
3) Pola eliminasi
 Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
defekasi sebelum dan sesudah MRS.
 Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest
sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada
struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus
degestivus.
4) Pola aktivitas dan latihan
 Pasien aktivitasnya akan berkurang akibat adanya nyeri pada lokasi tumor
tulang.
 Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu
oleh perawat dan keluarganya.
5) Pola tidur dan istirahat
 Adanya nyeri pada kanker tulang akan berpengaruh terhadap pemenuhan
kebutuhan tidur dan istitahat . Selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan
dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana
banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
6) Pola Neurosensori
Pola ini yang ditanyakan adalah keadaan mental, cara berbicara normal atau
tidak, kemampuan berkomunikasi, kemampuan memahami, keadekuatan alat
sensori, seperti penglihatan pendengaran, pengecapan, penghidu, persepsi nyeri,
tingkat ansietas, kemampuan fungsional kognitif.
7) Peran hubungan
Klien akan mengalami kehilangan peran dalam keluarga dan masyarakat
karena klien harus menjalani rawat inap.
8) Pola Persepsi dan konsep diri
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya.
9) Seksualitas
Klien tidak dapat melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat
inap, mengalami keterbatasan gerak, serta merasa nyeri. Selain itu juga, perlu
dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak dan lama perkawinan.
10) Pola mekanisme koping
Masalah timbul jika pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah
kesehatannya, termasuk dalam memutuskan untuk menjalani pengobatan yang
intensif.
Pola koping yang umum, perhatian utama tentang perawatan di rumah sakit
atau penyakit (finansial, perawatan diri), hal yang dilakukan saat ada masalah,
toleransi stress, sistem pendukung, kemampuan yang dirasakan untuk
mengendalikan dan menangani situasi, penggunaan obat-obatan dalam menangani
stress, dan keadaan emosi sehari-hari. Masalah timbul jika pasien tidak efektif
dalam mengatasi kesehatannya, termasuk dalam memutuskan untuk menjalani
pengobatan yang intensif.
11) Nilai kepercayaan/ spiritual
Klien kanker tulang tidak dapat melakukan ibadah dengan baik, hal ini
disebabkan oleh rasa nyeri dan keterbatasan gerak klien.

4. Pemeriksaan Fisik Kanker Tulang


a. Kepala : kesemitiras muka, warna dan distibusi rambut serta kondisi kulit kepala.
Wajah tampak pucat.
b. Mata : Amati mata conjunctiva adakah anemis, sklera adakah icterus. Reflek mata
dan pupil terhadap cahaya, isokor, miosis atau midriasis. Pada keadaan diare yang
lebih lanjut atau syok hipovolumia reflek pupil (-)
c. Hidung : dapat membedakan bau wangi,busuk.
d. Telinga : bisa mendengarkan suara dengan baik.
e. Paru
1) Inspeksi : bentuk simetris. Kaji frekuensi, irama dan tingkat kedalaman
pernafasan, adakah penumpukan sekresi. dipsnea (-), retraksi dada (-), takipnea
(+)
2) Palpasi : kaji adanya massa, nyeri tekan , kesemitrisan.
3) Perkusi : Sonor
4) Auskultasi : dengan menggunakan stetoskop kaji suara nafas vesikuler,
intensitas, nada dan durasi. Adakah ronchi, wheezing untuk mendeteksi
adanya penyakit penyerta seperti broncho pnemonia atau infeksi lainnya.
f. Jantung
1) Inspeksi : iktus kordis tak terlihat
2) Palpasi : iktus kordis biasanya teraba serta adanya pelebaran vena, nadi
meningkat.
3) Perkusi : batas normal (batas kiri umumnya tidak lebih dari 4-7 dan 10 cm ke
arah kiri dari garis midsternal pada ruang interkostalis ke 4,5 dan 8.
4) Auskultasi : disritmia jantung.
g. Abdomen
1) Inspeksi : Kontur permukaan kulit menurun, retraksi dan kesemitrisan
abdomen. Ada konstipasi atau diare.
2) Auskultasi : Bising usus
3) Perkusi : mendengar adanya gas, cairan atau massa, hepar dan lien tidak
membesar suara tymphani.
4) Palpasi : adakah nyeri tekan, superfisial pemuluh darah.
h. Ekstremitas
1) Inspeksi : px tampak lemah, aktivitas menurun, rentang gerak pada
ekstremitas pasien menjadi terbatas karena adanya masa, nyeri,
pembengkakan ekstremitas yang terkenal.
2) Palpasi : teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta
adanya pelebaran vena, terjadi kelemahan otot pada pasien.
3) Pengkajian Integumen : inspeksi : warna biru sekitar benjolan.
Palpasi : CRT : >2 detik pada ektremitas yang terkena
kanker tulang, akral teraba hangat.

2. Diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi jaringan saraf atau inflamasi
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan dan kerusakan
muskuloskeletal .
3. Gangguan citra tubuh / perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan
kemampuan untuk melaksanakan tugas umum, peningkatan penggunakan energi,
ketidakseimbangan mobilitas
4. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian dan perubahan status kesehatan
5. Resiko cedera berhubungan dengan kegagalan mekanisme pertahanan tubuh

3. Analisa Data

Analisa data adalah kemmapuan meningkatkan data dan menghubungkan tersebut


dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam
menentukan masalah kesehatan dan keperawatan pasien.

4. Perencanaan / Intervensi
1. Dx 1 : Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi jaringan saraf atau
inflamasi (D.0077)
Tujuan : nyeri akut menurun
Kriteria hasil :

- Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat


- Keluhan nyeri menurun
- Meringis menurun
- Sikap protektif menurun
- Gelisah menurun

Intervensi

1) Pemberian Analgesik
Menyiapkan dan memberikan agen farmakologis untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa sakit.
a. Observasi
- Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi, durasi)
- Identifikasi riwayat alergi obat
- Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. Narkotika, non-narkotik,
atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
- Monitor tanda – tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik
- Monitor efektifitas analgesik
b. Terapeutik
- Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia
optimal, jika perlu
- Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus olpioid untuk
mempertahankan kadar dalam serum
- Tetapkan target efektifitas analgesik untuk mengoptimalkan respon
pasien.
- Dokumentasikan respon terhadap efek analgesik dan efek yang tidak
diinginkan
c. Edukasi
- Jelaskanefek terapi dan efek samping obat
d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi

2. Dx 2 : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan dan


kerusakan muskuloskeletal. (D.0054)
Tujuan : gangguan mobilitas fisik meningkat
Kriteria Hasill
- Pergerakan ekstremitas meningkat
- Kekuatan otot meningkat
- Rentang gerak (ROM) meningkat
Intervensi
1) Dukungan ambulasi
Memfasilitasi pasien untuk meningkatkan aktivitas berpindah
a. Observasi
- Identifikasi adanya nyeri atau keluahan fisik lainnya
- Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
- Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
b. Terapeutik
- Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu ( mis. tongkat, kruk)
- Fasilitas melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
ambulasi
c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
- Anjurkan melakukan ambulasi dini
- Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis. Berjalan dari
tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi.
3. Dx 3 :Gangguan citra tubuh / perubahan penampilan peran berhubungan dengan
perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas umum, peningkatan
penggunakan energi, ketidakseimbangan mobilitas (D.0083)
Tujuan : citra tubuh meningkat
Kriteria Hasil :
- Verbalisasi kehilangan bagian tubuh meningkat
- Verbalisasi perubahan gaya hidup menurun
- Fokus pada bagian tubuh menurunhubungan sosial membaik.
Intervensi
1). Promosi ciitra tubuh
Meningkatkan perbaikan perubahan persepsi terhadap fisik pasien
a. Observasi
- Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan
- Identifikasi budaya, agama, jenis kelamin, dan umur terkait citra tubuh
- Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi sosial
- Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri sendiri
- Monitor apakah pasien bisa melihat bagian tubuh yang berubah
b. Terapeutik
- Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
- Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga diri
- Diskusikan perubahan akibat pubertas, kehamilan, dan penuaan
- Diskusikan kondisi stress yang mempengaruhu citra tubuh (mia. Luka,
penyakit, pembedahan)
- Diskusikan cara mengembangkan harapan citra tubuh secara realistis
- Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra tubuh
c. Edukasi
- Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan perubahan citra tubuh
- Anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh
- Anjurkan menggunakan alat bantu (mis. Pakaian, wig, kosmetik)
- Ajurkan mengikuti kelompok pendukung(mis. Kelompok sebaya)
- Latih fungsi tubuh yang dimiliki
- Latih peningkatan penampilan diri
- Latih pengungkapan kemampuan diri kepada orang lain maupun
kelompok.

4. Dx 4 : Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap kematian dan perubahan status


kesehatan (D.0080)

Tujuan :

Kriteria hasil :

- Verbalisasi kebingungan menurun


- Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
- Perilaku gelisah menurun

Intervensi

1). Reduksi ansietas

Meminimalkan kondisi individu dan pengalaman subyektif terhadap obyek yang


tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinksn individu
melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.
a. Obsevasi
- Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis. Kondisi, waktu, stressor)
- Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
- Monitor tanda – tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
b. Terapeutik
- Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
- Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
- Pahami situasi yang membuat ansietas
- Dengarkan dengan penuh perhatian
- Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
- Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
- Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
- Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang

c. Edukasi

- Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami


- Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan
prognosis
- Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
- Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai kebutuhan
- Anjurkan mengungkapkan perasaan persepsi

d. kolaborasi

- Kolaborasi pemberian obat anti ansietas, jika perlu

5. Dx 5 : Resiko cedera berhubungan dengan kegagalan mekanisme pertahanan tubuh


(D.0136)
Tujuan : resiko cedera menurun
Kriteria hasil :
- Toleransi aktivitas meningkat
- Kejadian cidera menurun

Intervensi

1). Pencegahan Cedera


Mengidentifikasi dan menurunkan resiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik.

a. Observasi

- Identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan cedera


- Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cedera
- Identifikasi kesesuain alas kaki stoking elastis pada ekstremitas bawah

b. Terapeutik

- Sediakan pencahayaan yang memadai


- Gunakan lampu tidur selama jam tidur
- Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan ruang rawat (mis.
penggunaan telepon, tempat tidur, penerangan ruangan dan lokasi kamar
mandi)
- Gunakan alas lantai jika berisiko mengalami cedera serius
- Pastikan bel panggilan atau telepon mudah dijangkau

d. Edukasi

- Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh kepasien dan keluarga


- Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk selama beberapa menit
sebelum berdiri.

5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan asuhan keperawatan merupakan realisasi dari pada rencana tindakan
yang telah ditetapkan, meliputi tindakan dependent, interdependent. Pada pelaksanaan
terdiri dari beberapa kegiatan, validasi, rencana keperawatan, mendokumentasikan
keperawatan, memberikan asuahan keperawatan dan pengumpulan data
6. Evaluasi
Penentuan masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi adalah dengan cara
membandingkan antara SOAP/SOAPIER dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah
ditetapkan.
S (Subjective) : adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah
tindakan diberikan.
O (Objective) : adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan.
A (Analisis) : adalah membandingkan antara informasi subjective dan objective
dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi,
teratasi sebahagian, atau tidak teratasi.
P (Planning) : adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analis.
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer & Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume III Edisi
8. Jakarta : EGC
Price, Sylvia & Loraine M. Wilson. 1998. Patofisiolgi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi
4. Jakarta : EGC
Reeves, J. Charlene. Et al. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi I. Jakarta: Salemba
Medika.
Lembar Konsultasi LP dan Konsep Askep

Nama : Intan Novia Indria Darna


NIM : 201702065
Dosen Pembimbing : Annisa Nur Azmi, M.kep

Tanggal Saran Tanda tangan pembimbing

17 Juli 2020 1. Perbaiki Pathway setelah terjadi inflamasi


lokal lanjutkan ke meneruskan impuls ke
hiotalamus,pengeluaran mediator
kimia,serabut saraf c, dan lanjutkan.
2. Pada pemeriksaan fisik masukkan pengkajian
integumen terkait akral,CRT

20 Juli 2020 1. ACC Laporan Pendahuluan dan KonsepAskep

Anda mungkin juga menyukai