Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PANCASILA MERUPAKAN SISTEM FILSAFAT

DOSEN PENGAMPU : Dody Ariyantho K. Wijaya., S.Hut., M.Si.

Kelompok 4 :

Aftri Sa Putra 193010504004


Andinu Wahyu Saputra 193030504056
Desra Prihel Sinuhaji 193020504033
Iqramina Sista Dewi 193030504034
Muhammad Adi Yusuf 193030504041
Ni Wayan Resa Anugrahni 193010504005
Sofi Miftah Alrasyid 193030504048
Tiya Rianti 193010504007
Yulinda Br Surbakti 193020504032

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN


TINGGI
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
2019/2020

MAKALAH PANCASILA MERUPAKAN SISTEM FILSAFAT ii


KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang pada akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang
berjudul “Pancasila Merupakan Sistem Filsafat”. Tidak lupa kami ucapkan terima
kasih kepada dosen mata kuliah “Pancasila” yang telah banyak membimbing kami
sehingga bisa menyelesaikan makalah ini.

kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, dikarenakan


keterbatasan pengetahuan dan pengalaman dalam penulisan makalah, untuk itu
kami mengaharapkan saran dan kritik yang membangun agar kami dapat
memperbaiki makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi
kami dan umumnya untuk semua pihak yang membacanya.

Palangka Raya, 28 September 2019

Kelompok 4

MAKALAH PANCASILA MERUPAKAN SISTEM FILSAFAT


i
DAFTAR ISI
Kata pengantar ......................................................................................... i
Daftar isi .................................................................................................... ii
BAB I Pendahuluan................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang................................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ...........................................................................1

1.3. Tujuan ............................................................................................. 1


BAB II Pembahasan...............................................................................2
2.1. Pengertian Pancasila sebagai Sistem Filsafat..................................2

2.2. Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai Satu Kesatuan yang


Sistematis, Hierarkis, dan Logis......................................................3
2.3. Makna Butir-butir Pancasila............................................................4
BAB III Studi Kasus
3.1. Anarkisme Demonstrasi Mahasiswa
3.2. Faktor Pemicu Kekerasan
3.3 Motif Gerakan Mahasiswa
BAB IV Penutup.....................................................................................9
3.1. Kesimpulan...................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................10

MAKALAH PANCASILA MERUPAKAN SISTEM FILSAFAT ii


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pancasila dari bahasa Sansekerta terdiri dari dua suku kata yaitu panca
yang berarti lima, dan sila yang berarti dasar. Secara bahasa pancasila berarti lima
dasar. Pancasila sebagai sistem filsafat adalah satu kesatuan yang saling
berhubungan dan tak dapat dipisahkan guna mencapai satu tujuan tertentu.
Menurut Notonagoro (1983:59-60) susunan pancasila adalah hierarkis dan
mempunyai bentuk piramidal. Kalau dilihat dari inti-isinya, urut-urutan lima sila
menunjukkan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya isi, tiap-tiap sila yang di
belakang sila lainnya merupakan pengkhususan dari sila-sila yang di mukanya.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan pancasila sebagai sistem filsafat?
2. Bagaimana kesatuan sila-sila pancasila sebagai satu kesatuan yang
sistematis, hierarkis, dan logis?
3. Apa makna dari setiap butir-butir sila pancasila?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui arti dari pancasila sebagai sistem filsafat.

2. Untuk mendeskripsikan kesatuan sila-sila pancasila sebagai satu kesatuan


yang sistematis, hierarkis, dan logis.

3. Untuk mengetahui makna dari setiap butir-butir sila pancasila.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Pancasila sebagai Sistem Filsafat


Pancasila dari bahasa Sansekerta terdiri dari dua suku kata yaitu “Panca”
yang berarti lima, dan “sila” yang berarti dasar. Secara bahasa pancasila berarti
lima dasar. Sedangkan sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling
berhubungan, saling bekerja sama untuk suatu tujuan tertentu dan secara
keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Falsafah atau filsafat berasal dari kata Yunani: “Philos” dan “sophia”.
Philos artinya mencari atau mencintai; sedang sophia artinya kebijakan atau
kebenaran. Jadi kata majemuk: “Philosophia” kira-kira berarti: “daya upaya
pemikiran manusia untuk mencari kebenaran atau kebijakan”. Dalam bahasa lain,
filsafat dikenal dengan sebutan philosophy (Inggris), philosophie (Prancis dan
Belanda), falsafah (Arab), sedangkan orangnya disebut filsuf/filosof/philosophus
yang artinya pecinta kebijaksanaan.
Jadi, pancasila sebagai sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu
kesatuan organis. Artinya, antara sila-sila pancasila itu saling berkaitan, saling
berhubungan, bahkan saling mengkualifikasi. Selain itu, pancasila sebagai sistem
filsafat juga dapat diartikan dengan satu kesatuan yang saling berhubungan dan
tak dapat dipisahkan guna mencapai satu tujuan tertentu.

2.2. Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai Satu Kesatuan yang Sistematis,


Hierarkis, dan Logis
Menurut Notonagoro (1983:59-60) susunan pancasila adalah hierarkis dan
mempunyai bentuk piramidal. Kalau dilihat dari inti-isinya, urut-urutan lima sila
menunjukkan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya isi, tiap-tiap sila yang di
belakang sila lainnya merupakan pengkhususan dari sila-sila yang di mukanya.
Dalam susunan hierarkis dan piramidal ini, maka Ketuhanan Yang Maha
Esa menjadi basis daripada Kemanusiaan (perikemanusiaan), Persatuan Indonesia
(kebangsaan), kerakyatan dan keadilan sosial.
Dalam susunan yang demikian, menurut Effendi (1995: 106-107) maka
sila yang ada di belakangnya merupakan pengkhususan dari sila yang ada
dimukanya dan oleh karena itu pelaksanaannya tergantung pada pelaksanaan sila
yang ada dimukanya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa:
1. Sila kelima merupakan pengkhususan dari sila keempat dan pelaksanaannya
tergantung pada pelaksanaan sila keempat.

2. Sila keempat merupakan pengkhususan dari sila ketiga dan pelaksanaannya


tergantung pada pelaksanaan sila ketiga.

3. Sila ketiga merupakan pengkhususan dari sila kedua dan pelaksanaannya


tergantung pada pelaksanaan sila kedua.

4. Sila kedua merupakan pengkhususan dari sila pertama dan pelaksanaannya


tergantung pada pelaksanaan sila pertama.
Secara filosofis, pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki
beberapa dasar seperti dasar ontologis, dasar epistemologis, dan dasar aksiologis.
Dasar-dasar tersebut berbeda dengan dasar-dasar sistem filsafat lainnya seperti
materialisme, liberalisme, pragmatisme, komunisme, idealisme, dan lain-lain.

2.3. Makna Butir-butir Pancasila


1. Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa
Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung suatu pengertian, kepercayaan
dan keyakinan dari bangsa Indonesia tentang adanya Tuhan Yang Maha Esa,
Yang Maha Tunggal, sebab pertama dari segala sesuatu; Maha Kuasa dan
lain-lain sifatnya yang Maha Sempurna.
Pasal 29 UUD 1945 ayat (1) menyatakan bahwa sila pancasila yang
pertama mengandung (nilai-nilai pengertian akan pengakuan) ketaqwaan dan
keimanan bangsa dan warga Indonesia kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sedangkan ayat (2) menyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-
tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Makna dari sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” adalah sebagai
berikut:
 Adanya keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Tunggal, yang
menciptakan alam semesta beserta isinya.
 Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama
masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya.

 Mencerminkan sifat bangsa Indonesia yang percaya bahwa adanya


kehidupan lain di masa nanti setelah kehidupan kita di dunia sekarang.

2. Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab


Perkataan Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yakni makhluk ciptaan
Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki potensi, pikir, rasa, karsa dan cipta. Kata
adil mengandung makna bahwa suatu keputusan dan tindakan didasarkan atas
ukuran/norma-norma yang obyektif dan tidak subyektif, sehingga tidak
sewenang-wenang. Sedangkan kata beradab berasal dari kata adab yang artinta
budaya. Jadi adab mengandung arti berbudaya, yaitu sikap hidup, keputusan dan
tindakan yang selalu dilandasi oleh nilai-nilai budaya, terutama norma sosial dan
kesusilaan atau moral.
Makna dari sila kedua “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” adalah
sebagai berikut:
 Adanya kesadaran sikap dan perbuatan manusia yang didasarkan kepada
potensi budi nurani manusia dalam hubungannya dengan norma-norma dan
kebudayaan umumnya, baik pada diri pribadi, sesama manusia maupun pada
alam sekitarnya atau lingkungan hidup.

 Manusia diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya


sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

 Adanya kesadaran untuk senantiasa menjunjung tinggi norma-norma hukum


dan moral hingga memperlakukan sesama manusia, bahkan makhluk-makhluk
hewani secara adil dan beradab menurut norma-norma tersebut.

3. Sila Ketiga: Persatuan Indonesia


Persatuan berasal dari kata satu ,yang berarti utuh, tidak terpecah- pecah,
persaatuan mengandung pengertian bersatunya macam- macam corak yang
beraneka ragam menjadi satu kebulatan.
Sedangkan Persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami
wilayah Indonesia. Bangsa yang mendiami wilayah Indonesia ini bersatu
karena didorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas dalam
wadah negara yang merdeka dan berdaulat. Persatuan Indonesia merupakann
faktor yang dinamis dalam kehidupan bangsa Indonesia, dengan tujuan
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta
mewujudkan perdamaian dunia yang abadi.
Persatuan Indonesia merupakan perwujudan dari paham kebangsaan
Indonesia yang dijiwai oleh sila Keruhanan Yang Maha Esa dan sila
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, sehingga paham kebangsaan Indonesia
bukan paham kebangsaan yang sempit (chauvinisme), tetapi paham kebangsaan
yang menghargai bangsa lain sesuai dengan sifat kehidupan bangsa yang
bersangkutan.
Makna dari sila ketiga “Persatuan Indonesia” adalah sebagai berikut:
 Persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami wilayah
Indonesia. Artinya, bahwa rakyat Indonesia sebagai keseluruhan
mempunyai tempat tersendiri di atas bumi ini sebagai tanah air dan
tumpah darahnya.

 Merupakan faktor yang dinamis dalam kehidupan bangsa Indonesia.

 Merupakan perwujudan dari paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai


oleh sila pertama dan sila kedua pancasila.
 Sila ini tidak menghendaki adanya perpecahan baik sebagai bangsa,
maupun sebagai negara.

4. Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan


dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Sila kerakyatan ini merupakan sendi penting daripada asas kekeluargaan,
karena pancasila sendiri tidaklah lahir dari sumber asing, tetapi digali dari sifat
kepribadian Indonesia, yaitu kekeluargaan yang harmonis, dimana terdapat
adanya keseimbangan antara kepentingan individu dengan kepentingan
keseluruhan atau masyarakat.
Makna dari sila keempat “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan” adalah sebagai berikut:
 Kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat.

 Adanya penggunaan pikiran atau rasio yang sehat dengan selalu


mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan rakyat dan
dilakukan dengan sadar, jujur dan bertanggung jawab serta didorong oleh
iktikad baik sesuai dengan hati nurani.

 Dalam menjalankan kekuasaan dengan mengatasnamakan rakyat itu


ditempuh melalui sistem perwakilan, dan keputusan-keputusan yang diambil
diselenggarakan melalui jalan musyawarah yang dipimpin oleh pikiran yang
sehat serta rasa tanggung jawab, baik kepada Tuhan Yang Maha Esa
maupun kepada khalayak masyarakat.

 Kebebasan dan kekuasaan rakyat di dalam lapangan kenegaraan atas dasar


“TRI TUNGGAL” .

5. Sila Kelima: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Sila kelima pancasila, menurut Notonagoro mengandung prinsip bahwa di
dalam lapangan sosial dan ekonomi ada kesamaan, di samping kesamaan
politik. Di dalam lapangan sosial ekonomi ada kebebasan dan kekuasaan
perseorangan, dalam keseimbangan dengan sifat manusia sebagai makhluk
sosial, untuk mengusahakan dan memenuhi kebutuhan hidup, yang sesuai
dengan sifat-sifat mutlak dari manusia sebagai individu.
Makna dari sila kelima “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”
adalah sebagai berikut :
 Bahwa setiap orang di Indonesia mendapat perlakuan yang adil dalam
bidang hukum, politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
 Bahwa keadilan tersebut berlaku di segala kehidupan masyarakat, baik
materiil maupun spirituil.

 Sila ini merupakan tujuan dari empat sila yang mendahuluinya, sebagai
tujuan bangsa Indonesia dalam bernegara, yang perwujudannya ialah tata
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

BAB III
STUDI KASUS
3.1 Anarkisme Demonstrasi Mahasiswa
Fakta kontemporer dalam dekade terakhir menunjukkan bahwa pusat
kekerasan demonstrasi mahasiswa di Indonesia adalah Makassar. Hal ini ditandai
oleh serangkaian demonstrasi mahasiswa yang sering anarkis. Penulis, dalam
tulisan ini, memposisikan mahasiswa pada dua kondisi mahasiswa sebagai
individu dan mahasiswa sebagai kelompok.
Demonstrasi yang dilakukan khususnya oleh mahasiswa (hampir selalu)
berujung kekerasan. Bahkan, pola dan kecenderungan kekerasan yang timbul
relatif sama. Sebenarnya, dengan mengamati lebih jauh mengenai karakter
gerakan mahasiswa dapat diperkirakan bahwa apakah demonstrasi yang dilakukan
nantinya akan mengarah pada kekerasan atau tidak. Bentrok dengan aparat
keamanan merupakan ‘pilihan utama’ bagi mahasiswa karena memiliki alasan
kuat. Aparat keamanan dinilai tidak pro-mahasiswa karena aksi-aksinya terus
diawasi dan dihalangi. Hal ini menunjukkan bahwa kekerasan merupakan
fenomena sosial yang terus terjadi secara berulang-ulang dan disengaja.
3.2 Faktor Pemicu Kekerasan
Kekerasan ini adalah kekerasan yang didesain sehingga cara kerjanya pun
sangat rapi. Istilah kekerasan sendiri digunakan untuk menggambarkan prilaku,
baik yang terbuka maupun yang tertutup atau yang bersifat menyerang atau
bertahan.
Gerakan mahasiswa yang berbentuk demonstrasi sangat sulit dipisahkan
dengan perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Pada perubahan rezim
pemerintahan misalnya, mahasiswa memiliki andil besar mewujudkan hal
tersebut. Pada pergantian rezim dari Orde lama ke orde baru, mahasiswa
melakukan berbagai aksi menentang rezim yang berkuasa.
Demikian pula, yang masih degar diingatan kita, ketika rezim Orde Baru
mendapat gugatan dari beberapa kalangan. Mahasiswa menempatkan diri
sebagai agen perubahan. Demonstrasi yang dilakukan menuntut rezim berkuasa
turun membuahkan hasil meskipun dibarengi dengan kekerasan.
Pemahaman mahasiswa dalam menterjemahkan tuntutan masyarakat luas
merupakan poin penting yang menajdi modal utama dalam gerakan mahasiswa.
Mahasiswa melakukan demonstrasi didasarkan pada kepekaan terhadp kondisi
sosial yang menuntut adanya respons dari kalangan kaum terpelajar. Fenomena
politik pada level nasional dengan cepat direspons oleh mahasiswa di berbagai
daerah. Ini merupakan indikasi tingginya sensitivitas mahasiswa terhadap
problematika bangsa dan tuntutan publik terhadap penguasa.

3.3 Motif Gerakan Mahasiswa


Dalam melakukan demonstrasi tentu memiliki berbagai permasalahan
yang dinilai merugikan masyarakat umum, Ada sejumlah pasal kontroversial di
RUU KUHP yang dinilai bermasalah dan memantik demo ribuan mahasiswa di
berbagai kota, antara lain:
1. Pasal RUU KUHP soal korupsi yang memuat hukuman yang lebih rendah
daripada UU Tipikor.
2. Pasal RUU KUHP tentang penghinaan presiden dan wakil presiden yang
mengancam pelaku dengan penjara maksimal 3,5 tahun.
3. Pasal RUU KUHP tentang makar yang bisa diancam hukuman mati,
seumur hidup atau bui 20 tahun.
4. Pasal RUU KUHP soal penghinaan bendera.
5. Pasal RUU KUHP soal alat kontrasepsi.
6. Pasal RUU KUHP soal aborsi.
7. Pasal RUU KUHP soal Gelandangan.
8. Pasal RUU KUHP tentang Zina dan Kohabitasi.
9. Pasal RUU KUHP soal Pencabulan.
10. Pasal Pembiaran Unggas dan Hewan Ternak.
11. Pasal RKUHP tentang Tindak Pidana Narkoba.
12. Pasal tentang Contempt of Court Pasal di RUU KUHP tentang penghinaan
terhadap badan peradilan atau contempt of court juga dikritik.
13. Pasal Tindak Pidana terhadap Agama.
14. Pasal terkait Pelanggaran HAM Berat (pasal 598-599).
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Pancasila sebagai sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu
kesatuan organis. Artinya, antara sila-sila pancasila itu saling berkaitan,
saling berhubungan, bahkan saling mengkualifikasi. Selain itu, pancasila
sebagai sistem filsafat juga dapat diartikan dengan satu kesatuan yang
saling berhubungan dan tak dapat dipisahkan guna mencapai satu tujuan
tertentu.

2. Dalam susunan satu kesatuan yang sistematis, hierarkis, dan logis sila
pancasila yang ada di belakang merupakan pengkhususan dari sila yang
ada dimukanya dan oleh karena itu pelaksanaannya tergantung pada
pelaksanaan sila yang ada dimukanya.

3. Sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung suatu


pengertian, kepercayaan dan keyakinan dari bangsa Indonesia tentang
adanya Tuhan Yang Maha Esa.

4. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab berarti menjunjung tinggi nilai-nilai


kemanusiaan, gemar melakukan kegiatan-kegiatan kemanusiaan, dan
berani membela kebenaran dan keadilan.

5. Persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami wilayah


Indonesia dan bersatu untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas
dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat.

6. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan Perwakilan berarti kebebasan dan kekuasaan rakyat di
dalam lapangan kenegaraan atas dasar “TRI TUNGGAL”.

7. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia berarti bahwa setiap
orang di Indonesia mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum,
politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
8. Demonstrasi yang selama ini dilakukan oleh mahasiswa merupakan bentuk
kepedulian yang tinggi terhadap nasib bangsa yang serba tidak
menentu. Respons mahasiswa terhadap barbagai kebijakan pemerintah
yang dianggap tidak sesuai dengan konstitusi ditanggapi dan diprotes
melalui media demonstrasi. Demonstrasi merupakan media yang paling
efektif bagi mahasiswa dalam melakukan kritik terhdapa pemerintah.
Berbagai penyimpangan di level elite menimbulkan kekhawatiran di
kalangan mahasiswa. Demonstrasi merupakan satu-satunya jalan yang
harus ditempuh oleh mereka untuk menyampaikan aspirasi yang diklaim
sebagai aspirasi rakyat.

DAFTAR PUSTAKA
Drs. H. MBM. Munir, MH., Umi Salamah, S.Pd., M.Pd., Dr. Suratman, SH.,
M.Hum., Pendidikan Pancasila, Malang: Madani Media, 2016.
Prof. Dr. H. Tukiran Taniredja, Muhammad Afandi, S.Pd., M.Pd., Efi Miftah
Faridli, S.Pd., M.Pd., Paradigma Baru PENDIDIKAN PANCASILA untuk
Mahasiswa, Bandung: ALFABETA, cv, 2013.
Dr. H. Kabul Budiyono, M.Si., PENDIDIKAN PANCASILA Untuk Perguruan
Tinggi, Bandung: ALFABETA, cv, 2012.
H. Subandi Al-Marsudi, S.H., M.H, PANCASILA DAN UUD 45 DALAM
PARADIGMA REFORMASI, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003.
Https://aztaryuan.wordpress.com/2014/10/22/dasar-dasar-ilmiah-pancasila-
sebagai-satu-kesatuan-yang-sistematis-hierarkis-dan-logis-pengetahuan-sistem-
filsafat-perbandingan-sistem-filsafat-lainnya-di-dunia-dan-pengertian-sistem-dan-
unsur/

Anda mungkin juga menyukai