20 - 12 6.00 PM) - WPS Office
20 - 12 6.00 PM) - WPS Office
Terbaru
Agenda Pimpinan
Agenda Pimpinan
Agenda Pimpinan
Agenda Pimpinan
Artikel
adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21
Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana).
____________________________________________________________________________
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Bencana alam, adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa/serangkaian peristiwa oleh alam
Bencana nonalam, adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa/serangkaian peristiwa nonalam
Bencana sosial, adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa/serangkaian peristiwa oleh manusia
Bencana alam meteorologi (hidrometeorologi). Berhubungan dengan iklim. Umumnya tidak terjadi pada
suatu tempat yang khusus
Bencana alam geologi. Adalah bencana alam yang terjadi di permukaan bumi seperti gempa bumi,
tsunami, dan longsor
Posisi geologis Indonesia pada pertemuan tiga lempeng utama dunia (Indo-Australia, Eurasia, Pasifik)
____________________________________________________________________________
Mitigasi Bencana
Tujuan mitigasi bencana
Robot sebagai perangkat bantu manusia, dapat dikembangkan untuk turut melakukan mitigasi bencana.
Robot mitigasi bencana bekerja untuk mengurangi resiko terjadinya bencana.
adalah sistem untuk mendeteksi tsunami dan memberi peringatan untuk mencegah jatuhnya korban.
mitigasi Tsunami
Pemantauan aktivitas gunung api. Data hasil pemantauan dikirim ke Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi (DVMBG) di Bandung dengan radio komunikasi SSB.
Tanggap darurat
Pemetaan, peta kawasan rawan bencana gunung berapi dapat menjelaskan jenis dan sifat bahaya,
daerah rawan bencana, arah penyelamatan diri, pengungsian, dan pos penanggulangan bencana gunung
berapi.
▫ Sebelum Gempa
Mendirikan bangunan sesuai aturan baku (tahan gempa)
▫ Ketika Gempa
Tetap tenang
Hindari sesuatu yang kemungkinan akan roboh, kalau bisa ke tanah lapang
▫ Setelah Gempa
Periksa sekitar Anda. Jika ada yang terluka, lakukan pertolongan pertama.
Mitigasi Banjir
▫ Sebelum Banjir
Pengerukan sungai
▫ Saat Banjir
Matikan listrik
▫ Setelah Banjir
Bersihkan rumah
Waspada terhadap binatang berbisa atau penyebar penyakit yang mungkin ada
____________________________________________________________________________
Contoh siklus manajemen bencana:
dm-cycle
Tahap prabencana dapat dibagi menjadi kegiatan mitigasi dan preparedness (kesiapsiagaan).
Selanjutnya, pada tahap tanggap darurat adalah respon sesaat setelah terjadi bencana. Pada tahap
pascabencana, manajemen yang digunakan adalah rehabilitasi dan rekonstruksi.
Tahap prabencana meliputi mitigasi dan kesiapsiagaan. Upaya tersebut sangat penting bagi masyarakat
yang tinggal di daerah rawan bencana sebagai persiapan menghadapi bencana. Kesiapsiagaan adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian.
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian
bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan.
Tahap pascabencana meliputi usaha rehabilitasi dan rekonstruksi sebagai upaya mengembalikan
keadaan masyarakat pada situasi yang kondusif, sehat, dan layak sehingga masyarakat dapat hidup
seperti sedia kala sebelum bencana terjadi, baik secara fisik dan psikologis.
Bpbd
http://bpbd.karanganyarkab.go.id
Related Articles
Navigasi pos
Cari untuk:
Cari …
BERITA TERBARU
Agenda Pimpinan
16 Desember 2020
16 Desember 2020
16 Desember 2020
16 Desember 2020
Agenda Pimpinan
16 Desember 2020
Arsip
Arsip
Pilih Bulan
kalender
Desember 2020
S S R K J S M
« Nov
1 2 3 4 5 6
7 8 9 10 11 12 13
14 15 16 17 18 19 20
21 22 23 24 25 26 27
28 29 30 31
Komentar Terbaru
INFORMASI BERKALA
Pusdalops
INFORMASI DIKECUALIKAN
Pemutar Video
00:00
10:36
RimbaKita.com
MENU
RimbaKita.com > ILMU > Mitigasi Bencana – Pengertian, Tujuan, Jenis & Tahapan
4.2 / 5 ( 13 votes )
Mitigasi Bencana – Tinggal di daerah rawan terhadap berbagai potensi bencana alam, seharusnya
menuntut warga Indonesia melek terhadap penanggulangan bencana. Perihal solusi terhadap bencana
juga telah diatur dalam PP No.21 tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
Namun bagi yang masih awam, tentu asing dengan istilah mitigasi bencana.
Apa pengertian, tahapan-tahapan, tujuan, kegiatan, hingga contoh mitigasi bencana? Berikut berbagai
uraiannya untuk menambah pengetahuan kita.
Daftar Isi
Tujuan Mitigasi
Jenis-Jenis Mitigasi
1. Mitigasi Struktural
2. Mitigasi Non-Struktural
1. Upaya Mitigasi
2. Kesiapsiagaan
3. Tanggap
4. Pemulihan
a. Mitigasi Tsunami
Berdasarkan Pasal 1 ayat 6 PP No.21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana,
mitigasi bencana adalah rangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana. Upaya tersebut dilakukan
baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran, serta peningkatan kemampuan menghadapai
ancaman bencana.
Definisi bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam serta mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat. Penyebabnya bisa dari faktor alam dan atau faktor non-alam,
hingga faktor manusia yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, hingga dampak psikologis.
Bencana dapat berupa kebakaran, gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, longsor, banjir, badai
tropis, el nino dan la nina, serta lainnya.
Secara umum, pengertian mitigasi adalah usaha untuk mengurangi dan/atau meniadakan korban serta
kerugian yang mungkin saja timbul. Maka diperlukan perhatian pada tahap sebelum terjadinya bencana.
Terutama pada kegiatan penjinakan atau peredaman.
Pada prinsipnya, mitigasi harus dilakukan untuk semua jenis bencana. Baik bencana alam (natural
disaster) maupun man-made disaster atau bencana akibat perbuatan manusia.
Tujuan Mitigasi
Bencana bisa terjadi kapanpun dan dimanapun dan dapat menimbulkan kerugian hingga korban
manusia. Tujuan utama mitigasi adalah untuk mengurangi risiko serta dampak bencana. Adapun tujuan
lain dari mitigasi antara lain:
Menekan risiko dan/atau dampak yang mungkin terjadi karena suatu bencana. Misalnya tentang korban
jiwa, kerugian ekonomi, serta kerusakan sumber daya alam.
Pedoman bagi pemerintah dalam membuat perencanaan pembangunan di suatu tempat dengan
pertimbangan potensi bencana yang akan terjadi.
Membantu meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat dalam menghadapi risiko dan
dampak bencana.
baca juga: Cara Ternak Belut Sukses - Pemilihan Bibit, Media Kolam, Pakan & Masa Panen
Jenis-Jenis Mitigasi
Secara umum, mitigasi dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni mitigasi struktural dan non-struktural.
Mengacu pada arti mitigasi yang sudah dibahas sebelumnya, adapun jenis-jenis mitigasi sebagai berikut:
1. Mitigasi Struktural
Mitigasi struktural merupakan upaya dalam mengurangi risiko bencana dengan melakukan
pembangunan prasarana fisik. Prasarana fisik yang dibangun harus memiliki standar spesifikasi tertentu
dan memanfaatkan teknologi. Beberapa contoh yang bisa dipelajari misalnya:
Penggunaan sistem peringatan dini untuk memperkirakan adanya tsunami
Mitigasi struktural lebih mengedepankan tindakan mengurangi kerentanan terhadap bencana, yakni
dengan melakukan rekayasa bangunan yang tahan bencana. Struktur bangunan yang tahan bencana
yang dimaksud adalah yang tidak mengalami kerusakan berarti dan membahayakan manusia jika terjadi
bencana.
2. Mitigasi Non-Struktural
Merupakan upaya mengurangi dampak bencana yang mungkin terjadi melalui peraturan tertentu atau
kebijakan. Beberapa contoh mitigasi non struktural adalah:
Mitigasi non-struktural lebih berhubungan dengan pembuatan kebijakan dan peraturannya yang
bertujuan mencegah terjadinya risiko bencana.
Penanganan bencana dapat dibagi menjadi empat kategori berdasarkan siklus waktunya, yaitu:
1. Upaya Mitigasi
Mitigasi dilakukan sebagai tahapan awal penanggulangan bencana alam untuk memperkecil atau
mengurangi dampak bencana. Mitigasi juga bisa berarti kegiatan sebelum bencana alam terjadi.
Contohnya membuat peta wilayah yang rawan akan bencana, membuat bangunan atau hunian tahan
gempa, menanam pohon bakau untuk mengurangi abrasi, penghijauan hutan, memberikan penyuluhan
agar kesadaran masyarakat meningkat terhadap bencana.
2. Kesiapsiagaan
Kesiapan dan kesiagaan diperlukan ketika merespon terjadinya bencana. Perencanaan dibuat
berdasarkan bencana yang sebelumnya pernah terjadi serta bencana lain yang kemungkinan terjadi.
Tujuannya agar korban jiwa dan kerusakan sarana-prasarana dapat dihindarkan.
3. Tanggap
Dalam menghadapi bencana, diperlukan upaya tanggap untuk meminimalkan bahaya akibat bencana.
Tahap ini berlangsung sesaat pasca bencana. Rencana penanggulangan bencana dilaksanakan dengan
fokus upaya pertolongan korban serta antisipasi kerusakan akibat bencana.
4. Pemulihan
Pemulihan adalah upaya mengembalikan kondisi masyarakat seperti sediakala. Pada tahap ini, fokus
diarahkan pada penyediaan tempat tinggal sementara bagi korban dan membangun kembali sarana-
prasarana yang rusak. Selain itu, evaluasi terhadap langkah penanggulangan bencana juga perlu
dilakukan.
Berdasarkan siklus waktunya mitigasi bencana memiliki empat kategori. Dari empat kategori tersebut
terdapat kegiatan yang mengacu pada arti mitigasi, antara lain:
Mengenalkan serta memantau risiko bencana
Bagian terpenting dalam penerapan mitigasi bencana adalah pemahaman mengenai sifat bencana.
Sebab setiap tempat memiliki berbagai tipe bahaya yang berbeda-beda. Misalnya ada beberapa daerah
yang sangat rawan banjir dan ada daerah lain yang rawan gempa bumi.
Sebagian besar negara-negara di dunia sangat rentan terhadap kombinasi bencana. Maka dibutuhkan
pemahaman yang baik terhadap berbagai bahaya tersebut.
Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang rawan bencana alam, seperti banjir, gempa bumi,
tsunami, kebakaran hutan, hingga bencana letusan gunung berapi. Berikut ini beberapa contoh upaya
dalam melakukan mitigasi yang biasanya dilakukan oleh BNPB (Badan Nasional Penanggulangan
Bencana).
a. Mitigasi Tsunami
Menggunakan sistem untuk mendeteksi tsunami dan memberikan peringan untuk mencegah jatuhnya
korban
Siapkan peralatan khusus dalam 1 kotak, seperti P3K, makanan instan, senter, dll
Ketika Gempa
Hindari sesuatu yang kemungkinan dapat roboh. Jika memungkinkan, berlari ke tanah lapang
Pasca Gempa
Hindari daerah rawan longsor atau jangan membangun pemukiman di daerah rawan longsor
Sebelum Banjir
Saat Banjir
Matikan listrik
Sesudah Banjir
Membersihkan rumah
Menyiapkan air bersih agar terhindar dari diare dan penyakit pasca banjir lainnya
Waspada terhadap sebaran binatang berbisa atau penyakit yang kemungkinan mewabah pasca banjir
Demikian artikel mengenai mitigasi bencana. Sebagai masyarakat yang tinggal di kawasan rawan
bencana, tentu kesadaran akan bahaya bencana dan sikap kita dalam mempersiapkannya perlu dimiliki.
Sebarkan ini:
FacebookTwitWhatsApp
Navigasi pos
Pos sebelumnya
Rantai Makanan di Laut – Organisme, Contoh Penjelasan
Pos berikutnya
Cari Disini:
Cari untuk:
Cari …
🍃 Terbaru
🏖 Wisata
About
Kontak
Disclaimer
Menulis
Arsip
Protection
Privacy Policy
NEWS
Berada di wilayah yang diapit oleh 3 lempeng tektonik, membuat Indonesia kerap dilanda gempa bumi.
Seperti baru-baru ini, gempa bumi mengguncang Tasikmalaya dan beberapa wilayah di sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Keresahan dan kepanikan kemudian menjadi hal yang menyelimuti masyarakat setelah gempa melanda.
Tak selang lama, terminologi 'mitigasi' kerap dilontarkan untuk membekali masyarakat menghadapi
gempa bumi ke depannya.
Biasanya, Jepang adalah negara yang sering dirujuk mengenai urusan gempa bumi. Namun, siapa sangka
bahwa masyarakat Indonesia sendiri sebenarnya telah memiliki cara mitigasi gempa bumi berdasarkan
kearifan lokal mereka. Kearifan lokal sendiri adalah kepribadian, identitas kultural mayarakat yang
berupa nilai, norma, etika, kepercayaan, dan adat istiadat yang diajarkan dan dipraktikkan secara turun
menurun.
Seperti apa mitigasi gempa bumi berbasis kearifan lokal masyarakat Indonesia? Berikut ini kumparan
(kumparan.com) merangkum 4 mitigasi gempa bumi yang berbasis kearifan lokal di Indonesia.
Masyarakat Baduy merupakan salah satu suku di Indonesia yang masih mempertahankan nilai-nilai
budaya dasar yang dimiliki dan diyakininya. Masyarakat Baduy saat ini banyak yang mendiami
Pegunungan Keundeng di Kabupaten Lebak, Banten.
Dalam merespons adanya gempa bumi, seperti digambarkan Suparmini dalam jurnalnya tahun 2014
masyarakat Baduy menyiasatinya dengan membuat aturan adat atau pikukuh dan larangan dalam
membangun rumah. Dalam hal ini, bahan bangunan yang digunakan adalah bahan-bahan yang lentur,
seperti bambu, ijuk, dan kiray supaya rumah tidak mudah rusak. Rumah juga tidak boleh didirikan
langsung menyentuh tanah. Hal ini dilakukan supaya rumah tidak mudah roboh.
Selain itu, kolom bangunan dan sambungan tidak boleh menggunakan paku, hanya pasak dan tali ijuk
yang boleh digunakan. Dengan demikian, meski terjadi gempa bumi, tercatat lingkungan masyarakat
Baduy belum pernah mengalami kerusakan hebat.
ADVERTISEMENT
Masyarakat Mentawai adalah kelompok individu yang tinggal di pulau-pulau kecil di bagian barat
Provinsi Sumatera Barat. Wilayah Mentawai tercatat kerap dilanda gempa bumi dengan skala tinggi.
Oleh karena kerap dilanda gempa bumi, masyarakat Mentawai memiliki mitigasi yang berbasis kearifan
lokal tersendiri. Berdasarkan uraian Ade Rahadian, penulis berdarah Minangkabau, mereka memiliki
lagu berjudul Teteu Amusiast Loga (gempa akan datang tupai sudah menjerit).
Lagu tersebut kerap dinyanyikan oleh anak-anak Mentawai saat bermain gasing dari batang bakau atau
manggis hutan juga saat bermain petak umpet. Namun, mereka yang menyanyikannya ini tidak tahu
bahwa ada makna lain di balik lagu ini.
Kata 'Teteu' diartikan sebagai kakek atau juga bisa sebagai gempa bumi. Menurut kepercayaan
masyarakat Mentawai yang beraliran Arat Sabulungan, mereka percaya pada roh-roh penguasa alam
sejagat. Teteu adalah salah satu penguasa bumi. Jika Teteu murka, maka ia akan menggoncangkan bumi
hingga mengeluarkan gempa.
ADVERTISEMENT
Namun, sebelum gempa tersebut mengguncang, ada beberapa pertanda yang disampaikan oleh
binatang. Sebagai contohnya adalah tupai akan gelisah, begitu juga dengan ayam peliharaan akan
berkotek tanpa sebab. Lagu ini tak ubahnya seperti early warning system yang bersifat kultural bagi
masyarakat di Kepulauan Mentawai.
Masyarakat Tana Ai tinggal di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Menurut Ignasius Suban Angin
dalam jurnalnya pada 2016, mereka percaya bahwa bumi diseimbangkan oleh ular naga. Gempa bumi
kemudian akan mengguncang apabila ular naga tidak diberikan sesaji. Ular naga akan berontak karena
murka dan menggetarkan bumi.
Saat gempa bumi terjadi, masyarakat Tana Ai akan berteriak ami norang (kami ada). Hal tersebut
dilakukan untuk menjelaskan kepada ular naga yang sebelumnya merasa tidak ada lagi orang di muka
bumi yang memberinya makan.
ADVERTISEMENT
Saat daerah mereka berguncang, masyarakat Tana Ai berhamburan keluar rumah dan mencari tempat
aman, seperti lapangan terbuka. Mereka membangun barak untuk melindungi anak-anak dan orang tua.
4. Mitigasi Gempa Bumi Masyarakat Bali
Merujuk kepada penelitian I Wayan Subagia tahun 2012, masyarakat Bali belum memiliki pengetahuan
memadai mengenai gempa bumi. Soal gempa bumi, masyarakat di Pulau Dewata, khususnya yang
berada di Desa Culik, Kabupaten Karangasem dan Desa Pengastulan, Kabupate Buleleng percaya bahwa
guncangan tersebut disebabkan oleh pergerakan ular besar (naga).
Saat gempa bumi terjadi, masyarakat Bali lari bergegas keluar, masuk ke kolong tempat tidur atau
kolong meja, berangkulan satu sama lain, berteriak linuh, linuh, linuh, dan hidup, hidup, hidup.
ADVERTISEMENT
Mitigasi gempa bumi yang dilakukan masyarakat Bali digolongkan sebagai aksi spontan yang dilakukan
secara turun menurun. Aksi spontan tersebut dikelompokkan menjadi 4 macam, seperti mencari
perlindungan, memberitahu orang lain, menyampaikan keadaan diri sendiri, dan memohon
perlindungan kepada Tuhan yang Maha Esa.
News
Gempa Tasikmalaya
Gempa Bumi
Tradisi
Bali
Informasi Redaksi
Laporkan tulisan
Baca Lainnya
Mengapa Gempa Susulan Sering Terjadi Setelah Gempa Besar?
kumparanSAINS
16/12/2017
Sukabumi Update
26/05/2018
Tak Perlu Panik, 5 Hal Ini yang Harus Kamu Lakukan saat Gempa Terjadi
kumparanSTYLE
16/12/2017
kumparan
Search...
Search
youtube
twitter
Berita HarianKearifan Lokal, Mitigasi Bencana yang TerlupakanDiposting pada 9 Januari
2019KomentarReading time: 2 menitkearifan lokal
Tsunami yang menerjang pantai barat Banten dan Selatan Lampung pada 22 Desember 2018 lalu
menyebabkan ratusan orang meninggal dunia. Foto: BNPB
Jakarta (Greeners) – Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat yang berada di
suatu wilayah dan tidak dapat dipisahkan dari masyarakat itu sendiri. Kearifan lokal diwariskan secara
turun-temurun melalui cerita, syair, atau pun dongeng. Ternyata melalui cerita rakyat lahir pengetahuan
kearifan lokal yang berkaitan dengan bencana alam, seperti kisah Smong yang menyelamatkan nyawa
warga Simeulue ketika tsunami di Aceh tahun 2004 lalu.Pelaksana Tugas Kepala Pusat Penelitian
Kependudukan LIPI Herry Yogaswara mengatakan, pada tahun 1907, tsunami yang oleh warga setempat
disebut smong pernah menghantam pulau Simeulue. Kejadian itu membekas di ingatan kolektif warga.
Sebagai pengingat tsunami, ada syair yang bercerita tentang kejadian ini dan terus dituturkan dari
generasi ke generasi. Salah satu pesannya adalah jika ada gempa segera lari ke atas bukit, tak perlu
melihat laut surut.“Cerita rakyat mengenai gempa bumi dan tsunami sebetulnya sudah ada, seperti
cerita Smong di Simeulue, Aceh. Saat terjadi tsunami di Aceh pada 26 Desember 2004, meski Simeulue
yang paling awal kena, tercatat hanya tujuh korban meninggal,” tutur Herry kepada Greeners melalui
telepon, Selasa (08/01/2019). Catatan sejarah dan penelitian geologi menunjukkan pulau Simeulue
pernah terlanda tsunami tahun 1797, 1861 dan 1907.BACA JUGA: 2.564 Kejadian Bencana Alam Terjadi
di Indonesia Sepanjang Tahun 2018 Menurut Herry pengetahuan kearifan lokal bisa dijadikan pendidikan
siaga bencana yang sesuai dengan karakteristik lokal dan diperbarui sesuai dengan kejadian-kejadian
bencana terbaru. Kedekatan dengan alam juga menjadikan masyarakat lokal memiliki potensi untuk
penyelamatan mandiri.Sayangnya, tidak semua kearifan lokal diketahui masyarakat setempat. Direktur
Yayasan Merah Putih (YMP) Palu, Amran Tambaru mengatakan bahwa banyaknya korban akibat tsunami
yang terjadi di Palu pada akhir September 2018 lalu juga disebabkan kurangnya pengetahuan terhadap
kearifan lokal.“Sebenarnya dua lokasi likuifaksi di Kota Palu secara tradisional merupakan lokasi
konservasi air. Ini ditandai dengan penyebutan nama dan keterangan para tetua yang masih hidup
hingga kini,” ujar Amran kepada Greeners saat ditemui dalam diskusi media “Audit Tata Ruang:
Menelisik Pengetahuan Lokal Atas Ruang dan Kebijakan Pembangunan Nasional”.BACA JUGA: Mitigasi
Bencana Belum Maksimal, Pemerintah Diminta Audit UU Penataan Ruang Amran mengatakan di Palu
terdapat komunitas adat berbasis kearifan lokal. Komunitas adat tersebut memiliki pengetahuan cara
menyelamatkan diri ketika ada bencana, terutama gempa bumi dan tsunami. Kabupaten Sigi dan Palu
juga memiliki komunitas adat yang masih sangat taat terhadap hukum adat.“Ada komunitas adat Kulawi,
komunitas Wana Persangke, komunitas Wana Ngabulan, komunitas Tojo Una-una dan komunitas
Morowali. Mereka memiliki pengetahuan adat terkait kebencanaan cukup baik, seperti mengetahui jalur
evakuasi untuk anak dan keluarga, tahu pangan-pangan lokal sebagai makanan cadangan di tempat
evakuasi, dan tahu struktur bangunan yang terbuat dari alam sehingga adaptif terhadap bencana,” ujar
Amran.Amran menyayangkan pengetahuan tersebut tidak digunakan sebagai acuan mitigasi bencana
oleh Pemerintah Daerah. Menurutnya pengetahuan kearifan lokal terkait mitigasi bencana bisa
diapresiasi dengan dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan muatan lokal dan dilatih secara terus-
menerus agar mudah diingat.“Harapan saya sinergi pengetahuan modern dan pengetahuan kearifan
lokal ini bisa disatukan. Memang pasti ada kekurangan dan kelebihan tapi intinya bisa mengurangi
korban,” kata Amran.Penulis: Dewi Purningsih
ARTIKEL TERKAITLIPI Gaungkan Sains sebagai Dasar Kebijakan Mitigasi BencanaBerita Harian23 Okt 2020
Gus Menteri Alokasikan Dana Desa Untuk Antisipasi Dampak La NinaBerita Harian20 Okt 2020
Hari Pengurangan Bencana Internasional, BNPB Tagih Keterlibatan Semua PihakBerita Harian14 Okt
2020
ARTIKEL LAINNYAAksi Masyarakat Adat Tano Batak di Gedung KLHK. Foto: www.greeners.co/Dewi
PurningsihBerita Harian13 Agu 2019
Masyarakat Adat Tano Batak Desak Menteri LHK Lepaskan Konsesi Perusahaan Dari Wilayah Adat
Jurnalis Bersepeda
Pohon Siwalan: Alas Tulis Jadul, Bahan Baku Arak, sampai Obat Sakit Gigi
Follow on Instagram
SITEMAP
BERITA
Berita Harian
Editorial
News In English
GAYA HIDUP
Famous Opinion
Mode
Sehat
Ulasan
Tips
Komen Kamu
Sosok
Komunitas
Flora
Fauna
AKSI
GET IN TOUCH
021-72784567/48
redaksi@greenersmagz.com
© Copyright 2020, All Rights ReservedHome Terms of Use Privacy Policy About Us
Top