Latar Belakang :Gangguan fungsi ginjal ini terjadi ketika tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolism dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan retensi urea dan sampah
nitrogen lain dalam darah. Kerusakan ginjal ini mengakibatkan masalah pada kemampuan dan
kekuatan tubuh yang menyebabkan aktivitas kerja terganggu, tubuh jadi mudah lelah dan lemas
sehingga kualitas hidup pasien menurun dengaan muncul berbagai komplikasi penyakit lainya.
Tujuan :Memberikan gambaran penatalaksanaan asuhan keperawatan pada Tn.S dengan diagnose
medis CKD DM di ICU RS KEN SARAS Kabupaten Semarang.
Metode :Metode yang digunakan yaitu dengan pendekatan studi kasus asuhan keperawatan pada
pasien
Hasil : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam pada pasien dengan diagnose medis CKD
DM muncul 2 masalah keperawatan yaitu hambatan pertukaran gas dan kelebihan volume cairan.
masalah pada klien belum teratasi, intervensi yang dilanjutkan yaitu kolaborasi dengan anggota
keluarga dan tenaga medis lain dalam perencanaan, pengajaran, dan pemantauan rencana latihan.
Simpulan :Setelah dilakukan asuhan keperawatan, masalah keperawatan hambatan pertukaran gas
dan kelebihan volume cairan belum teratasi sehingga diperlukan intervensi lanjutan agar kriteria hasil
dapat tercapai.
A. Latar Belakang
Penyakit Crhonic Kidney Desease (CKD) merupakan salah satu penyakit yang menjadi
masalah besar di dunia. Gagal ginjal kronik merupakan suatu penyakit yang menyebabkan fungsi
organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak mampu melakukan fungsinya dengan
baik. Gangguan fungsi ginjal ini terjadi ketika tubuh gagal untuk mempertahankan metabolism
dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan retensi urea dan sampah nitrogen
lain dalam darah. Kerusakan ginjal ini mengakibatkan masalah pada kemampuan dan kekuatan
tubuh yang menyebabkan aktivitas kerja terganggu, tubuh jadi mudah lelah dan lemas sehingga
kualitas hidup pasien menurun (Bruner& Suddarth,2001).
Indonesia merupakan negara dengan tingkat penderita gagal ginjal yang cukup tinggi.
Hasil survei yang dilakukan oleh perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) diperkirakan ada
sekitar 12,5 % dari populasi atau sebesar 25 juta penduduk Indonesia mengalami penurunan
fungsi ginjal. Penderita gagal ginjal di Indonesia sekitar 150 ribu orang dan yang menjalani
hemodialisis sebanyak 10 ribu orang. Prevalensi gagal ginjal kronik berdasarkan diagnosis dokter
di Indonesia sebesar 0,2%. Prevalensi gagal ginjal kronik (sekarang disebut PGK) di Indonesia
pada pasien usia lima belas tahun keatas di Indonesia yang didata berdasarkan jumlah kasus yang
didiagnosis dokter adalah sebesar 0,2%. Prevalensi gagal ginjal kronik meningkat seiring
bertambahnya usia, didapatkan meningkat tajam pada kelompok umur 25-44 tahun (0,3%),
diikuti umur 45-54 tahun (0,4%), umur 55-74 tahun (0,5%), dan tertinggi pada kelompok umur ≥
75 tahun (0,6%). Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%).
Penyebab kejadian gagal ginjal kronik pada pasien hemodialisis baru menurut data yang
dikumpulkan oleh Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) pada tahun 2011 hasilnya yaitu
penyakit hipertensi berada pada urutan pertama sebesar 34%, urutan kedua yaitu diabetes melitus
sebesar 27% dan selanjutnya ada glomerulonefritis sebesar 14%, nefropati obstruksi sebesar 8%,
pielonefritis kronik sebesar 6%, ginjal polikistik sebesar 1%, penyebab yang tidak diketahui
sebesar 1% dan penyebab lainnya sebesar 9%. Sedangkan menurut United States Renal Data
System (USRDS) tahun 2014, yang bertanggung jawab terhadap kejadian gagal ginjal kronik
urutan pertama dan kedua yaitu diabetes melitus sebesar 34% dan hipertensi sebesar 21%,
kemudian diikuti glomerulonefritis sebesar 17%, pielonefritis kronik sebesar 3,4%, ginjal
polikistik sebesar 3,4% dan lain-lain sebesar 21% (Nahas,2010).
Menurut KDIGO, PGK dengan tanda-tanda kegagalan ginjal (serositis, gangguan
keseimbangan asam-basa atau elektrolit, pruritus), kegagalan pengontrolan volume dan tekanan
darah, gangguan status gizi yang refrakter, dan gangguan kognitif membutuhkan terapi
hemodialisis. Pada penderita yang sudah mencapai PGK derajat IV (eGFR <30mL/ menit/ 1,73
m2) juga harus dimulai terapi hemodialisis.
Hemodialisis adalah proses pertukaran zat terlarut dan produk sisa tubuh. Zat sisa yang
menumpuk pada pasien PGK ditarik dengan mekanisme difusi pasif membran semipermeabel.
Hemodialisis dapat mempengaruhi gambaran klinis penderita PGK, berupa gejala mual muntah,
anoreksia, anemia, pruritus, pigmentasi, kelainan psikis, insomnia, hipertensi, maupun gejala
lainnya.
B. Web Of Caution
(Terlampir)
BAB III
PEMBAHASAN
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju
filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan berat
(Mansjoer, 2007 Penyebab kejadian gagal ginjal kronik pada pasien hemodialisis
baru menurut data yang dikumpulkan oleh Perhimpunan Nefrologi Indonesia
(Pernefri) pada tahun 2011 hasilnya yaitu penyakit hipertensi berada pada urutan
pertama sebesar 34%, urutan kedua yaitu diabetes melitus sebesar 27% dan
selanjutnya ada glomerulonefritis sebesar 14%, nefropati obstruksi sebesar 8%,
pielonefritis kronik sebesar 6%, ginjal polikistik sebesar 1%, penyebab yang tidak
diketahui sebesar 1% dan penyebab lainnya sebesar 9%.
Diagnosa keperawatan prioritas yang dapat didapatkan dari kasus gagal ginjal
kronik ini meliputi:1)Hambatan pertukaran gas dapat diatasi dengan pemberian
ooksigen dan mempertahankan jalan napas yang paten; 2) Kelebihan volume cairan
tubuh dapat diatasi dengan pemberian medikasi furosemide dan pembatasan intake
cairan
B. SARAN
Bagi perawat agar memberikan intervensi serta implementasi yang tepat sesuai
diagnosa prioritas guna mencegah terjadinya keparahan atau komplikasi yang dapat
terjadi
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth.2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC
Nahas, Meguid El & Adeera Levin.2010. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management. USA : Oxford University Press.