Anda di halaman 1dari 15

MINI RISET

PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK


PADA SEKOLAH

KELOMPOK 2
TRI BUANA TUNGGA DEWI (2181141012) DHEA ANANDA PUTRI SANUSI (2181141003)

GINA WANDIRA (2183141012) ANGELINA PARHUSIP (2183141017)

DOSEN PENGAMPU : LIDIA SIMANIHURUK, M.Pd

MATA KULIAH : PSIKOLOGI PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TARI

JURUSAN SENDRATASIK

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

APRIL 2019
KATA PENGANTAR

Puji  syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-
NYA kami dapat menyelesaikan tugas observasi pada bidang studi Psikologi Pendidikan
yang bertemakan “Perkembangan Kognitif anak”
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan hasil observasi ini masih banyak
kekurangan baik dari segi penulisan maupun dalam isinya. Untuk itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran kepada semua pihak guna perbaikan untuk observasi di masa
yang akan datang.
Tak lupa pula kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan laporan ini. Semoga laporan hasil observasi ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca. Khususnya bagi mahasiswa-mahasisiwi Fakultas Keguruaan
dan Ilmu Pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan pengembangan keterampilan
kependidikan demi terciptanya pendidik professional.

Medan, April 2019

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1   LATAR BELAKANG
Anak usia 6 sampai dengan 12 tahun merupakan usia anak memasuki Sekolah Dasar.
Anak sudah mulai belajar pengetahuan, keterampilan dan sikap dasar yang diperlukan untuk
perkembangan dan ilmunya. Ketika mulai memasuki masa sekolah, tugas mereka adalah
belajar. Ini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitik beratkan
pada pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan
(daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosional), sosial emosional, (sikap, prilaku serta nilai
agama), bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan
yang dilalui oleh anak usia dini (wikipedia.com). Bermain adalah kegiatan untuk bersenang -
senang yang terjadi secara alamiah. Anak tidak merasa terpaksa untuk melakukan permain.
Bermain akan memberikan kesenangan, pengetahuan, pengalaman, melatih motorik,
memotivasi, dan melatih bersosialisasi. Banyak sekali permainan-permainan yang sering
dilakukan anak diantaranya adalah peta umpet, dakonan, engklek, injak batu, ular naga dan
masih banyak yang lain. “Permainan merupakan alat yang dapat digunakan oleh orangtua dan
guru untuk memudahkan mereka memberikan pelajaran.” (Isnawati, 2009: 109) Sesuai
dengan karakteristik anak usia dini yang bersifat aktif dalam melakukan berbagai kegiatan
untuk mengembangkan rasa ingin tahunya 2 terhadap lingkungannya, maka aktifitas bermain
merupakan bagian dari proses pembelajaran. Pembelajaran diarahkan pada pengembangan,
pengalaman dan kemampuan potensi anak untuk berfikir, berkreatif, bersosialisasi,
berkomunikasi, melatih keberanian, serta percaya diri. Anak merupakan individu yang unik
dan sangat variatif, maka unsur variasi individu dan minat anak juga perlu diperhatikan
(Priyanto, 2014). Permendiknas RI No.41 Tahun 2007 tentang standar proses menyebutkan
bahwa proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi anak. Kreativitas dan
kemandirian yang diharapkan sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik. Permasalahannya hingga saat ini, di sekolah terutama di Sekolah
Dasar kegiatan bermain masih dianggap kurang penting. Hal ini dikarenakan bermain dapat
menyita waktu belajar, sehingga belum ada program yang terencana dan terstruktur untuk
diterapkan di sekolah. Selama ini proses pembelajaran yang sering ditemui masih
menggunakan metode-metode lama, diantaranya metode konvensional yaitu metode ceramah,

3
tanya jawab, pemberian tugas tanpa melihat kemungkinan penerapan model pembelajaran
yang lain. Hasil observasi dan wawancara dengan Ibu Ninik Supiyani S.Sn sebagai Kepala
Sekolah di SDN 060944 Medan mengatakan bahwa pembelajaran sudah dilaksanakan
dengan pembelajaran tematik, tetapi guru merasa pembelajaran 3 tematik kurang bisa
diterima di kelas. Pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru kurang mendorong keaktifan
siswa. Sebagian kecil siswa saja yang aktif dalam pembelajaran. Metode yang digunakan
guru hanya dengan metode ceramah, tanya jawab, dan penugasan. Guru hanya
menyampaikan materi dengan menerangkan dan menulis materi di papan tulis dan
menggunakan media seadanya. Sehingga siswa tidak bisa menggali ketrampilannya lebih
dalam. Selain itu, siswa juga kurang berinteraksi dan berkomunikasi dengan guru dan
temannya baik dalam bermain maupun belajar di kelas. Hal ini terbukti apabila siswa kurang
paham dengan materi pelajaran, siswa tidak mau bertanya kepada guru atau temannya yang
sudah bisa. Ini mengakibatkan potensi siswa yang ada kurang optimal untuk berkembang
sebagai seorang individu. Penggunaan model belajar inovatif dan kreatif dapat membuat
proses pembelajaran yang menyenangkan dan mengembangkan minat belajar siswa. Guru
harus mampu menggunakan inovasi dalam menentukan model pembelajaran, karena hal
tersebut akan berpengaruh terhadap keberhasilan proses belajar mengajar. Oleh karena itu,
pembelajaran tematik haruslah disajikan dengan menarik, menyenangkan dan harus
memperhatikan perbedaan individual siswa sesuai dengan karakteristik siswa yang dimiliki.
Salah satu kunci sukses Kurikulum 2013 adalah adanya kreativitas guru. Oleh karena itu agar
implementasi Kurikulum 3013 berhasil maka seorang guru juga perlu menggunakan metode
yang bervariasi (Mulyasa, 2013: 43). 4 Berdasarkan penelitian tersebut, permainan memiliki
pengaruh yang baik terhadap kompetensi anak karena sesuai dengan perkembangan dan
minatnya. Model Permainan injak kartu angka dapat digunakan sebagai alternatif model
pembelajaran yang diterapkan di sekolah, agar siswa lebih aktif dalam pembelajaran dengan
menghargai perbedaan individu maupun kelompok dan menciptakan suasana pembelajaran
yang menyenangkan. Model Permainan injak kartu angka ini dapat digunakan untuk
mengidentifikasi bentuk bangun datar, berhitung, mengetahui warna dan melatih
keterampilan. Permainan ini dilakukan dengan cara berkelompok agar siswa dapat
berinteraksi dengan siswa lainnya tanpa membedakan latar belakang setiap siswa. Sedangkan
permainan dengan instruksi akan mengembangkan kemampuan berfikir siswa dan menuntut
konsentrasinya sehingga bisa lebih memahami materi pembelajaran. Berdasarkan latar
belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengembangan pembelajaran

4
tematik berbasis permainan injak kartu pada kelas 1 di SDN 2 Pulongrambe Kecamatan
Tawangharjo Kabupaten Grobogan (Studi Kasus di Kelas I).

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH


Dari latar belakang yang kami tulis kami memberikam identifikasi masalah yang akan
dijadikan bahan penelitian sebagai berikut:
1. Pengaruh Berkembangnya zaman terhadap Perkembangan Kognitif seorang Peserta
Didik
2. Pengaruh Perbedaan Perkembangan Kognitif seorang peserta didik yang satu dengan
yang lainnya
1.3 BATASAN MASALAH

Dalam malaksanakan penelitian diperlukan keteraturan permasalahan yang akan dibahas,


untuk itu perlu ada penegasan masalah yang sekalipun dapat memberikan gambaran kearah
proses pemecahan masalah. Seperti yang dikemukan oleh Winarno Surakhmad bahwa 1994 :
149 “memiliki masalah yang telah dirumuskan dengan jelas adalah suatu kondisi yang
mempunyai fungsi tersendiri”. Dalam makalah ini, penulis membatasi permasalahan dengan
acuan permasalahan yang telah dirumuskan diatas. Penelitian dilakukan meliputi beberapa
aspek : pertama yaitu tentang pengertian perkembangan kognitif dan yang kedua yaitu tahap-
tahap perkembangan kognitif.

1.4 RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan perkembangan kognitif ?


2. Bagaimana tahap-tahap perkembangan kognitif ?
 1.5 TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk Mengetahui Perkembangan Kognitif dari Peserta Didik
2. Untuk Mengetahui Perkembangan Fisik dari Peserta Didik
3. Untuk Mengetahui Perkembangan Sosial dari Peserta Didik
1.6 MANFAAT PENELITIAN

1. Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan


2. Melatih Kemampuan Penulis Dalam Mengobservasi Perkembangan Kognitif dari
Peserta Didik
3. Untuk Menambah Pengetahuan Dan Wawasan Mengenai Perkembangan Kognitif
dengan Kehidupan Sehari-hari.

5
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 TEORI YANG RELEVAN

2.2 KERANGKA BERPIKIR

Karakteristik perkembangan kognitif pada masa pertengahan anak-anak adalah


pemikiran operasional konkret. Dimana, pada tahap ini dapat melakukan operasi-operasi
dengan mengubah tindakan secara mental, memperlihatkan keterampilan-keterampilan
konservasi; penalaran secara logis menggantikan penalaran intuitif, tetapi hanya di dalam
keadaan-keadaan konkret; tidak abstrak (misalnya, tidak dapat membayangkan langkah-
langkah persamaan aljbar); keterampilan-keterampilan klasifikasi-dapat menggolongkan
benda-benda ke dalam perangkat-perangkat dan sub-subperangkat dan bernalat tentang
keterkaitannya. Pada masa pertengahan dan akhir anak-anak, perkembangan kognitif anak-
anak sudah semakin matang sehingga memungkinkan orangtua untuk bermusyawarah dengan
mereka tentang penolakan penyimpangan dan pengendalian perilaku mereka.

Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif
diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan : pengetahuan (knowledge),
pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis),
evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk
mengembangkan kemampuan rasional (akal).

Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan
kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Oleh sebab itu kognitif berbeda
dengan teori behavioristik, yang lebih menekankan pada aspek kemampuan perilaku yang
diwujudkan dengan cara kemampuan merespons terhadap stimulus yang datang kepada
dirinya.Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata kognitif. Dari aspek tenaga
pendidik misalnya. Seorang guru diharuskan memiliki kompetensi bidang kognitif. Artinya
seorang guru harus memiliki kemampuan intelektual, seperti penguasaan materi pelajaran,
pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan cara menilai siswa dan sebagainya.
Akan tetapi apa arti kognitif yang sebenarnya? Lalu apa perkembangan kognitif itu?
Jean Piaget (1896-1980), pakar psikologi dari Swiss, mengatakan bahwa anak dapat
membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Dalam pandangan Piaget, terdapat

6
dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu pengorganisasian dan
penyesuaian (adaptasi).
Kecenderungan organisasi dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan setiap organisme
untuk mengintegasi proses-proses sendiri menjadi system – sistem yang koheren. Adaptasi
dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan setiap organisme untuk memyesuaikan diri
dengan lingkungan dan keadaan sosial.

BAB III

METODE PELAKSANAAN KEGIATAN


A. Tempat dan Waktu Kegiatan
Pengamatan dilakukan pada hari jumat 12 April 2019 di SDN060944 Tanjung Mulia
Medan.

B. Peserta Kegiatan
Siswa Kelas 2 SD

C. Prosedur/Cara Kerja
Mengajak para siswa melakukan aktivitas yang mengukur perkembangan kognitifnya.

D. Ruang Lingkup Kegiatan


Ruang Kelas

E. Metode Pelaksanaan Kegiatan


1. Menggambar sesuatu sesuai imajinasi para siswa
2. Menebak sebuah bentuk yang digambarkan di papan tulis

7
3. Menghitung sampai seratus
4. Membaca apa yang disuruh
5. Mengikuti gerakan tari yang dicontohkan
6. Menceritakan hal yang mengesankan dalam hidupnya
7. Bersosialisasi dengan teman sebaya
8. Mematuhi perintah dengan baik

F. Struktur Organisasi Pelaksanaan Kegiatan


G. Rincian Tugas Personil Kegiatan
Mengukur perkembangan kognitif anak dengan cara melakukan kegiatan yang bisa
mengukur perkembangan kmognitif dan minat belajar para siswa. Sekaligus
menemukan bakat yang mereka miliki.
H. Jadwal Kegiatan
jumat 12 April 2019 pukul 08.30 WIB s/d

BAB IV

HASIL PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

A. GAMBARAN HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN

8
B. PEMBAHASAN
Hurlock (1980: 2) menyatakan perkembangan adalah rangkaian perubahan progesif yang
terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Sedangkan menurut Hasan
(2006: 13), perkembangan berarti segala perubahan kualitatif dan kuantitatif yang menyertai
pertumbuhan dan proses kematangan manusia

Perkembangan adalah tahapan-tahapan perubahan yang progresif yang terjadi dalam rentang
kehidupan manusia dan organisme lainnya, tanpa membedakan aspek-aspek yang terdapat
dalam diri organisme tersebut. (Dictionary of Psychology : 1972). Selanjutnya Dictionary of
Psychology secara lebih luas merinci pengertian perkembangan manusia, yaitu :

1. Perkembangan merupakan perubahan yang progresif dan terus menerus dalam diri
organisme sejak lahir hingga mati.
2. Perkembangan itu berarti pertumbuhan
3. Perkembangan berarti perubahan dalam bentuk dan penyatuan bagian-bagian yang
bersifat jasmaniah ke dalam bagian-bagian yang fungsional
4. Perkembangan adalah kematangan atau kemunculan pola-pola dasar tingkah laku yang
bukan hasil belajar.

Sehingga dapat disimpulkan perkembangan adalah suatu perubahan yang diperoleh dari
kematangan psikologis dan psikis dalam rentang waktu tertentu yang dipengaruhi oleh faktor
lingkungan dan proses belajar anak didik.

9
Perkembangan memiliki faktor-faktor yang mempengaruhi berdasarkan aliran-aliran, yaitu :

1. Aliran Nativisme (Arthur Schopenhauer :1788-1860)


Aliran ini memiliki pandangan “pesimisme pendagogis” dimana perkembangan manusia
ditentukan pembawaannya, sedangkan pendidikan dan pengalaman tidak berpengaruh
apa-apa.
2. Aliran Empirisme (John Locke : 1632-1704)
Aliran ini memiliki doktrin “tabula rasa” dimana pendidikan dan pengalaman memiliki arti
yang penting, sedangan bakat dan pembawaan tidak ada pengaruhnya.
3. Aliran Konvergensi (Louis William Stern : 1871-1938)
Merupakan gabungan dari Aliran Nativisme dan Aliran Empirisme, dimana hereditas
dengan lingkungan sebagai faktor yang berpengaruh dalam perkembangan manusia

Maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan manusia dipengengaruhi 2 hal, yaitu pembawaan
(hereditas) dan lingkungan berupa pengalaman pendidikannya dan didikan orangtua, keluarga
serta masyarakat. Oleh karena itu manusia tidak pernah dalam keadaan statis (diam). Sejak
terjadi proses pembuahan hingga ajal tiba, manusia selalu berubah, mengalami perubahan dan
perkembangan. Seorang anak akan melalui beberapa perkembangan, diantaranya
perkembangan fisik, kognitif, dan sosial.

A. PERKEMBANGAN FISIK (MOTOR)

Pada perkembangan fisik menurut Gleitman (1987), seorang anak yang baru lahir memiliki
bekal sebagai dasar perkembangan kehidupan anak, yaitu : bekal kapasitas motor (jasmani)
dan bekal kapasitas pancaindera (sensori). Sebab semua kapasitas tersebut menjadi modal
dasar dalam perkembangan peserta didik.

Menurut Muhibbin Syah dalam bukunya Psikogi Pendidikan mengelompokkan 4 macam


faktor yang mendorong kelanjutan motor skills (kecakapan-kecakapan jasmani) anak yang
memungkinkan adanya campur tangan orangtua dan guru dalam mengarahkannya, yaitu :

1. Pertumbuhan dan perkembangan sistem saraf


2. Pertumbuhan otot-otot
3. Perkembangan dan pertumbuhan fungsi kelenjar endokrin
4. Perubahan struktur jasmani

10
Untuk belajar keterampilan fisik (motor learning) tidak hanya dengan latihan dan praktik,
tetapi diperlukan juga kegiatan perceptual learning (belajar berdasarkan pengamatan) atau
sensory-motor learning (belajar keterampilan indrawi-jasmani). Dalam ini seorang guru
dituntut kepiawaiannya dalam melatih keterampilan peserta didik dan kepiawaiannya dalam
menjelaskan alasan atau cara keterampilan tersebut dilakukan.

Maka dapat disimpulkan bahwa proses pendidikan (terutama di sekolah) merupakan


pendukung yang sangat berarti dalam perkembangan fisik dan motorik anak.

B. PERKEMBANGAN KOGNITIF

Ada 2 teori sebagai pendekatan dasar untuk memahami perkembangan kognitif. Pendekatan
pertama adalah Piagetian approach dan pendekatan kedua adalah Teori Vygotsky.

Jean Piaget (1896-1980) mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi 4 tahapan :

1. Tahap sensory-motor, terjadi pada usia 0-2 tahun.


2. Tahap pre-operational, terjadi pada usia 2-7 tahun.
3. Tahap concrete-operational, terjadi pada usia 7-11 tahun.
4. Tahap formal-operational, terjadi pada usia 11-15 tahun

a. Tahap Sensori Motor


Intelegensi Sensori-Motor dipandang sebagai intelegensi praktis dimana anak usia 0-2
tahun untuk belajar berbuat terhadap lingkungannya sebelum ia mampu berfikir mengenai
hal yang sedang ia perbuat. Maka disimpulkan anak mengalami perkembangan melalui
indera motoriknya.

b. Tahap Pra-Operasional
Perkembangan ini dimulai saat anak sudah menyadari adanya eksistensi suatu
benda yang harus ada atau biasa ada. Kemampuan ini muncul akibat kapasitas kognitif baru
yang disebut mental representation (gambaran mental) yang memungkinkan anak
mengembangkan deferred-imitation (peniruan yang tertunda). Perilaku yang ditiru
adalah orang lain yang sebelumnya pernah ia lihat (terutama orangtua dan guru). Maka
dalam tahap ini anak berfikir hanya dengan sudut pandangnya sendiri (egosentrik).

11
c. Tahap Konkret-operasional
Tahap ini anak mendapatkan tambahan kemampuan yang disebut system of operations
(satuan langkah berfikir) dimana anak dapat menkoordinasikan pemikiran dan idenya
dengan peristiwa tertentu ke dalam sistem pemikirannya sendiri, akan tetapi masih
memiliki keterbatasan kapasitas. Maka dalam tahap ini anak masih berfikir secara
konkret.

d. Tahap Formal-operasional
Dalam perkembangan kognitif tahap akhir ini seorang remaja telah memiliki kemampuan
mengkoordinasikan baik secara serentak maupun berurutan. Maka dalam tahap ini anak
sudah mampu berfikir secara abstrak.

Piaget menjelaskan bahwa perkembangan kognitif seseorang dipengaruhi oleh empat, yaitu :
1. Kematangan (maturation) otak dan sistem syarafnya.
2. Pengalaman (experience) yang terdiri atas:
 Pengalaman fisik (physical experience), yaitu interaksi manusia dengan
lingkungannya.
 Pengalaman logika-matematis (logico-mathematical experience), yaitu
kegiatan-kegiatan pikiran yang dilakukan manusia.
3. Transmisi sosial (social transmission)
4. Penyeimbangan (equilibration)
Maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan kognitif menurut teori Piaget adalah hasil
gabungan dari kedewasaan otak dan sistem saraf dan adaptasi pada lingkungan kita. Tahapan
perkembangan kognitif menguraikan ciri khas perkembangan kognitif tiap tahap dan
merupakan suatu perkembangan yang saling berkaitan dan berkesinambungan.

Salah satu konsep penting dari teori Vygotsky adalah Zone of Proximal Development (ZPD).
Vygotsky mendefinisikannya untuk tugas-tugas yang sulit dikuasai sendiri oleh siswa, tetapi
dapat dikuasai dengan bimbingan dan bantuan orang dewasa atau siswa yang lebih terampil
(Santrock, 1995). Vygotsky telah mengubah cara pendidik berpikir tentang interaksi anak-
anak dengan orang lain. Ia yakin bahwa seorang siswa pada sisi pembelajaran konsep baru
dapat memperoleh manfaat dari interaksi dengan seorang pendidik atau teman kelas. Bantuan

12
yang pendidik atau teman sebaya berikan sebagai scaffolding. Scaffolding diartikan sebagai
kerangka pengetahuan yang disiapkan saat masa kematangan tiba. Dengan cara yang sama,
orang dewasa dan teman sebaya dapat membantu seorang anak “mencapai” konsep atau
kecakapan baru dengan memberikan informasi yang mendukung.

Maka dengan memahami teori perkembangan kognitif seorang pendidik akan mampu memahami
kecakapan kognitif yang dimiliki siswa dan sebagai petunjuk bahwa siswa berada dalam
perkembangan tertentu, misalnya seperti tahap konkret-operasional atau formal-operasional
pada teori pendekatan Piaget dan hubungan kognitif peserta didik dengan lingkungannya
seperti teori pendekatan Vygotsky .

C. PERKEMBANGAN SOSIAL
Menurut Bruno (1987), Perkembangan sosial adalah proses pembentukan social-self (pribadi
dalam masyarakat), yakni pribadi dalam keluarga, bangsa, dan setererusnya.
Kualitas hasil perkembangan sosial siswa sangat bergantung pada kualitas proses belajar siswa,
baik di lingkungan sekolah dan keluarga maupun di lingkungan yang lebih luas.
Vygotsky (Berk, L. E & Winsler, A., 1995) menekankan pentingnya konteks sosial untuk proses
belajar anak, dan pengalaman interaksi sosial ini sangat berperan dalam mengembangkan
kemampuan berpikir anak. Menurut Piaget, interaksi dengan teman sebaya lebih bermanfaat
dibandingkan dengan orang dewasa, karena ada negosiasi sosial.
Hal ini didukung oleh seorang tokoh bernama Albert Bandura yang mengemukakan teori belajar
sosial, dimana secara umum teori ini mengatakan bahwa manusia bukanlah seperti robot yang
tidak mempunyai pikiran dan menurut saja sesuai dengan kehendak pembuatnya. Namun,
manusia mempunyai otak yang dapat berpikir, menalar, menilai, ataupun membandingkan
sesuatu sehingga dapat memilih arah bagi dirinya. Lebih lanjut Bandura memperjelas
teorinya lebih mendalam dengan menamakan teori belajar sosial kognitif. Bandura sangat
yakin bahwa perilaku seseorang itu merupakan hasil dari mengamati perilaku orang lain,
dengan kata lain secara kognitif, perilaku individu itu mengadopsi dari perilaku orang lain.

D. PENERAPAN BELAJAR DALAM KONTEKS PERKEMBANGAN FISIK,


KOGNITIF DAN SOSIAL
Dalam situasi belajar peserta didik terlibat langsung dalam situasi memperoleh pemecahan
masalah. Dengan demikian tingkah laku peserta didik bergantung kepada responnya terhadap
apa yang terjadi dalam suatu situasi belajar. Dalam hal ini guru sebagai seorang pendidik

13
harus mampu menjalankan perannya menerapkan proses belajar dalam ketiga konteks
tersebut, yaitu :
Pertama, guru dalam menunjang kegiatan profesionalnya memiliki kecakapan yang bersifat
jasmaniah (fisik), seperti duduk, berdiri, berjalan, berjabat tangan dan sebagainya ataupun
mengekspresikan diri secara verbal maupun non-verbal.

Kedua, guru harus memiliki kapasitas kognitif tinggi yang menunjang kegiatan pembelajaran
yang dilakukannya. Menurut Muhibbinsyah (1997), keterampilan yang menunjang profesinya
secara kognitif ada 2 kategori yaitu : 1.) ilmu pengetahuan kependidikan (psikologi
pendidikan, metode pembelajaran dan sebagainya) dan 2.) Ilmu pengetahuan materi bidang
studi. Maka dengan bekal kemampuan kognitif tersebut seorang guru dapat menguasai materi
secara mendalam di sertai dengan penyampaian yang baik dalam proses belajar, sehingga
seorang guru mampu memaksimalkan kemampuan kognitif peserta didik.

Ketiga, Seorang guru harus memiliki keterampilan sosial yang baik. Guru hendaknya
memiliki sifat empati, ramah dan bersahabat kepada orang lain terutama kepada peserta didik.
Jika guru menerapkan perilaku tersebut maka akan menumbuhkan keterlibatan aktif siswa
dalam proses pembelajaran. Sebagai seorang pendidik guru harus memiliki keyakinan dalam
kemampuannya dalam meningkatkan kegiatan pembelajaran. Seperti menurut Muhibbinsyah
(1997) Guru yang memiliki keyakinan yang tinggi tentang kemampuannya mengajarnya
ternyata juga menghasilkan siswa yang memiliki prestasi tinggi.

E. KETERPADUAN PROSES FISIK, KOGNITIF DAN SOSIAL DALAM


BELAJAR
Perkembangan Peserta Didik merupakan bagian dari pengkajian dan penerapan Psikologi
Pendidikan, dimana dalam hal ini Perkembangan peserta didik difokuskan pada
perkembangan individu sebagai peserta didik pada institusi pendidikan. Sebab ciri yang ada
pada masing-masing individu yang akan membedakan cara berpikir, berperasaan, dan
bertindak.
Dalam konteks perkembangan fisik, kognitif dan sosial masing-masing menekankan aspek
khusus dari perkembangan, akan tetapi memiliki kaitan satu sama lain. Misalnya kemampuan
kognitif seseorang dapat bergantung pada kesehatan fisik dan pengalaman sosial, atau
perkembangan sosial yang dipengaruhi kematangan fisik maupun kognitif.
Menurut Muhibbin Syah (2010), ranah psikologis yang terpenting adalah ranah kognitif sebab

14
tanpa ranah kognitif, seorang siswa akan sulit berfikir dan sulit memahami materi pelajaran
yang di sajikan kepadanya. Dengan mengembangkan fungsi kognitif maka akan berdampak
posifif pada fungsi yang lain (afektif dan psikomotor). Misalnya siswa yang berprestasi baik
dalam bidang agama tentu akan lebih rajin beribadah. Dia tidak akan segan memberikan
pertolongan pada orang yang membutuhkan. Sebab ia merasa memberi bantuan itu adalah
kebajikan (afektif), sedangkan perasaan yang berkaitan dengan kebajikan tersebut berasal
dari pemahaman yang mendalam terhadap materi pelajaran agama yang ia terima dari
gurunya (kognitif).
Maka dengan meningkatkan proses belajar dalam konteks kognitif akan mempengaruhi
konteks fisik (motor) dan sosial peserta didik menjadi alasan ketiga konteks perkembangan
ini tidak dapat dipisahkan serta saling berkaitan satu sama lain. Selain itu dapat menjadi salah
satu Indikator keberhasilan dari upaya seorang guru dalam meningkatkan perkembangan
keterampilan dan kemampuan peserta didik dalam proses belajar.

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kognitif adalah salah satu ramah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif
diartikan potensi intelektualyang terdiri dari evolusi: pengetahuan, pemahaman,
penerapan, analisa, sintesa, evaluasi. Kognitif yang berarti memerlukan kemampuan
untuk mengembangkan rasional.

15

Anda mungkin juga menyukai