Anda di halaman 1dari 63

I.

Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari modul, mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan menjelaskan
mekanisme tanda dan gejala yang berhubungan dengan buang air besar (BAB) berdarah,
menentukan penyakit-penyakit yang memiliki gejala BAB berdarah, insidensi, etiologi,
patomekanisme, langkah-langkah penegakan diagnosis, komplikasi, penatalaksanaan, dan
pencegahan dari masing-masing penyakit
II. Kasus 1
Seorang anak Laki-laki berumur 5 tahun dibawa oleh ibunya ke puskesmas dengan
keluhan utama berak encer yang disertai darah dan lendir. Keluarnya darah baru saja dialami
kira-kira 3 jam sebelum datang ke puskesmas sedangkan keluhan berak encer disertai lendir
hingga >10x sehari sebenarnya sudah dialami sejak 2 hari yang lalu namun berusaha diobati
sendiri dengan obat antidiare yang dibeli ditoko obat. Dikeluhkan pula sang anak sangat
rewel, tidak mau makan dan minum, mengeluh sakit perut dan muntah dua kali selama sakit.
Pemeriksaan fisis diperoleh BB 14 kg, suhu tubuh 38OC, denyut nadi 98x/menit, mata
tampak cekung, perut agak kembung dan nyeri abdomen. Colok dubur diperoleh adanya
ampas tinja, lendir dan sedikit darah pada sarung tangan pemeriksa.

III. Kata Sulit


 Diare : buang air besar lebih dari tiga kali sehari dapat atau tanpa disertai darah serta
konsistensinya cair
 Mata tampak cekung : penampakan mata yang cekung akibat dari penciutan
palpebra karena dehidrasi
 Berak encer : Buang air besar yang dengan terjadi perubahan konsistensi.
 Colok dubur : Pemeriksaan rektum bagian bawah. Dokter menggunakan jari dalam
sarung tangan yang dilumasi untuk memeriksa adanya kelainan.
IV. Kata / Kalimat Kunci
1. Anak Laki-laki berumur 5 tahun.
2. Keluhan utama berak encer yang disertai darah dan lendir.
3. Keluarnya darah baru saja dialami kira-kira 3 jam sebelum datang ke puskesmas

1
4. keluhan berak encer disertai lendir hingga >10x sehari sebenarnya sudah dialami sejak
2 hari yang lalu namun berusaha diobati sendiri dengan obat antidiare yang dibeli ditoko
obat.
5. Dikeluhkan pula sang anak sangat rewel, tidak mau makan dan minum, mengeluh sakit
perut dan muntah dua kali selama sakit.
6. Pada Pemeriksaan fisis diperoleh :
 BB 14 kg
 Suhu tubuh 38 oC
 Denyut nadi 98x/menit
 Mata tampak cekung
 Perut agak kembung
 Nyeri abdomen.
 Colok dubur diperoleh adanya ampas tinja, lendir dan sedikit darah pada sarung
tangan pemeriksa.
V. Pertanyaan
1. Jelaskan Anatomi, histologi, fisiologi organ yang terkait dengan kasus
2. Sebutkan penyakit-penyakit yang memiliki gejala BAB berdarah
3. Jelaskan patomekanisme tiap gejala serta hubungannya
4. Jelaskan skor dehidrasi dan berat badan anak pada kasus
5. Mengapa keluarnya darah baru saja dialami kira-kira 3 jam sebelum datang ke
puskesmas?
6. Mengapa obat anti diare tidak berefek?
7. Jelaskan langkah-langkah diagnosis
8. Jelaskan Differential diagnosis dari kasus

2
VI. Jawaban pertanyaan
1. Anatomi, histologi, dan fisiologi organ terkait dengan kasus

1.1 Anatomi organ terkait


A. Gaster

Adalah bagian yang terbesar dari tractus digestivus, mempunyai benuk yang sesuai dengan
usia, jenis kelamin dan fase pencernaan, tetapi pada umumnya mempunyai bentuk seperti
huruf “J”. Bagian-bagian dari gaster adalah:
1) Curvatura minor yang merupakan tepi kanan dari gaster, letaknya hampir vertikal.
2) Curvatura major yang merupakan tepi kiri, yang dapat berubah sesuai dengan kondisi.
3) Fundus yang merupakan bagian disebelah kiri dari muara oesophagus, yang dapat
dianggap sebagai puncak dari gaster.
4) Pylorus merupakan ujung caudal dari gaster yang makin mengecil dn melanjutkan diri
menjadi duodenum.
Secara keseluruhan gaster terletak disebelah kiri dari linea mediana, berada dalam regio
hypochondrium sinister dan regio epigastrium dan berbatasan dengan diaphragma, hepar, lien,
ren sinister, pancreas, intestinum tenue dan dinding ventral abdomen.
Muara oesopgahus ke dalam gaster disebut cardia, tidak diperlengkapi dengan sphincter,
sedangkan ujuang caudal pylorus terdapat m. Sphincter pylori sehingga terbentuk suatu
sphincter pylori.

3
Didalam mucosa gaster terdapat banyak kelenjar yang memproduksi getah lambung (asam
lambung= hydrochloric acid).

Lokalisasi
1) Holotopi: gaster terletak dalam regio hypochondrium sinister dan regio epigastrium.
Lokalisasi ini tergantung dari berbagai faktor, seperti bentuk gaster, isi gaster, konstitusi
tubuh dan sikap tubuh.
2) Skeletopi: tepi cranialis dari cardia terletak setinggi costa 7 dan vertebra thoracalis 9. Tepi
cranialis fundus ventriculi terletak setinggi costa 5. Letak pylorus dalam keadaan kosong
setinggi vertebra lumbalis 1.
3) Syntopi: facies ventralis langsung berhadapan dengan dinding ventral abdomen dan
diaphragma thoracis, dan berada di sebelah kiri dari hepar, sebagian dari gaster berada di
bagian caudo-posterior hepar. Facies dorsalis letak berbatsan dengan:
a) Corpus pancreaticus, a. Lienalis
b) Ujung ren sinister, glandula suprarenalis sinister, disebelah dorso-lateral terdapat lien.
Di sebelah caudal terdapat colon transversum.
Vascularisasi

1) Arteria gastrica sinister, sebagai cabang dari A. coliaca, berjalan ascendens menuju ke
foramen oesophagum, lalu membelok ke ventral masuk dan berjalan mengikuti curvatura
minor ke caudal di antara kedua lembaran omentum minus, mengadakan anastomose
dengan a. gastrica dextra.
2) Arteria gastrica dextra, cabang dari A. hepatica, berjalan disebelah dorsal pylorus, di
sebelah ventral vena portae, mengikuti curvatura minor ke cranial, berada di kedua
lembaran omentum minus.

4
3) Arteria gastrica brevis, cabang dari A. lienalis, yang berjalan menuju ke fundus ventriculi
melalui ligamentum phrenicolienale dan ligamentum gastrilinale.
4) Arteria gastroepiploica sinistra, cabang dari A. lienalis ketika arteri ini berada di hilus
lienalis, lalu berjalan di dalam ligamentum gastrolienale ke ventral sampai pada curvatura
major, berada di antara kedua lembaran omentum majus dan mengikuti curvatura major ke
caudal, mengadakan anastomose dengan A. gastroepiploica dextra.
5) Arteria gastroepiploica dextra, cabang dari a. gastroduodenalis, berada disebelah profunda
pars superior duodeni, berjalan di antara kedua lembaran omentum majus mengikuti
curvatura major ke kiri. Memberi rami epiploica untuk omentum majus.
Aliran darah venous mengalir melalui:
1) Vena coronaria ventriculi, membawa darah venous dari facies ventralis dan facies dorsalis
ventriculi.
2) Vena gastrica brevis, yang berasal dari fundus ventriculi dan bagian sinister curvatura
major, berjalan di dalam ligamentum gastrolienale dan bermuara kedalam vena lienalis.
3) Vena gastro epiploica sinistra, yang menerima darah venous dari kedua permukaan gaster
dan omentum majus, berjalan dari kanan ke kiri sepanjang curvatura major dan bermuara
ke dalam vena lienalis.
4) Vena gastro epiploica dextra, yang berasal dari omentum majus dan kedua permukaan
gaster, berjalan dari kiri ke kanan mengikuti curvatura major, berada di antara kedua
lembaran omentum majus. Vena ini bermuara ke dalam vena mesentrica superior.
5) Vena pylorica yang berjalan dari kiri ke kanan mengikuti curvatura minor, berada pada
pylorus dan bermuara kedalam vena portae.

Lymphatic drainage
Aliran lymphe dari gaster di bagi menjadi empat bagian, yaitu:
1) Yang mengikuti a. gastrica sinistra, menerima aliran lymphe sebagian besar dari paries
ventralis dan paries dorsalis gaster, dan membawanya menuju ke ll.nn.gastrici superiores.
2) Daerah fundus ventriculi dan corpus ventriculi yang terlatk disebelah kiri garis vertical
yang melalui oesophagus, aliran lymphe mengikuti a.gastrica brevis dan a.gastroepiploica
sinister menuju ke ll.nn.pancreatico lienalis.

5
3) Daerah curvatura major di sebelah kanan garis vertikal sampai pylorus, aliran lymphe
menuju ke ll.nn. gastrici inferiores dan efferentnya menuju ke ll.nn. subpylorici.
4) Pars pylorica memberikan aliran lymphe menuju ke ll.nn.hepatici, ll.nn.subpylorici dan
ll.nn. gastrici superiores.

Innervasi
1) Nervus vagus, berjalan mengikuti oesophagus, berada di kiri kanan oesophagus, menjadi
chorda anterior yang mempersarafi facies ventralis ventriculi, memberikan cabang-cabang
rr.hepatici yang berjalan melalui omentum minus menuju ke hepar. Chorda posterior
memberikan innervasi kepada facies posterior ventriculi, mengikuti jalan kebalikan dari
a.gastrica sinistra, dan menuju ke ganglion coeliacum, pada ganglion ini tidak terjadi
pergantion neuron. Synapse terjadi pada dinding organ yang bersangkutan.
2) Nn. Splanchnici= nervus sympathicus, merupakan serabut postganlioner dari ganglion
coeliacum, berjalan mengikuti percabangan arteria coeliaca.

B. Intestinum Tenue
Dimulai dari ujung distal pylorus sampai di caecum. Terdiri dari duodenum, jejenum dan
ileum. Panjang seluruh intestinum tenue adalah kira-kira 7 meter.
1. Duodenum

Merupakan ujung cranial dari intestinum tenue, pendek dengan ukuran kira-kira 25 cm
(selebar 12 jari orang dewasa). Mulai disebelah kanan linea mediana dan berakhir kurang
lebih dari 1 inch disebelah kiri linea mediana. Duodenum dapat dibagi ke dalam 4 bagian
yaitu:
a) Pars superior duodeni

6
Mempunyai ukuran kira-kira 5 cm, berjalan ke arah cranial dan dorsal, bagian ini
dapat bergerak dan berbatasan dengan hepar.
b) Pars descendens duodeni
Berukuran kira-kira 7,5 cm berjalan vertikal di sebelah kanan corpus vertebrae
lumbalis II-III, disebelah ventral tepi media ren dexter.
c) Pars horizontalis duodeni
Berukuran kurang lebih 10 cm, berjalan horizontal ke kiri, menyilang disebelah
ventral corpus vertebrae lumbalis III.
d) Pars ascendens duodeni
Bersama dengan pars horizontalis duodenis membentuk pars inferior duodeni.
Berukuran 2,5 cm, berjalan ke cranial, disebelah kiri aorta abdominis, sampai setinggi
tepi bawah corpus vertebra lumbalis I, membelok ke ventral membentuk jejenum,
belokan disebut flexura duodeno jejenalis.

Lokalisasi
Pangkal duodenum dimulai setinggi vertebra lumbalis I, kurang lebih 2,5 cm di sebelah
kanan linea mediana dan berakhir di sebelah kiri linea mediana setinggi vertebra lumbalis
II. Pars descendens turun sampai setinggi vertebra lumbalis III. Bagian konkaf dari
duodenum ditempati oleh caput pancreatic. Batas antara pars superior duodeni dan pars
descendens duodeni disebut flexura duodeni superior, batas antara pars descendens
duodeni dan pars horizontalis duodeni disebut flexura duodeni inferior.
Antara pars superior duodeni dan hepar terdapat ligamentum hepatoduodenale yang
merupakan penebalan dari tepi bebas omentum minus. Jadi bagian ini terletak
intraperitoneal, sedangkan bagian duodenum lainnya terletak retroperitoneal.
Ductus choledochus bermuara ke dalam pars descendens duodeni melalui papilla
duodeni major, yang terletak kurang lebih 7 cm dari pylorus di bagian konkaf dari
duodenum. Kadang-kadang terdapat papilla duodeni minor di sebelah cranial papilla
duodeni major.
Flexura duodeno-jejenalis di fixir oleh ligamentum Treitz [ = lig.suspensorium
duodeni ] pada diaphragma. Ligamentum ini terdiri dari jaringan ikat dan otot.

7
Vaskularisasi
1) Arteria supra duodenalis, memberi suplai darah kepada pars superior duodeni; arteri ini
adalah suatu end arteri sehingga bagian dari duodenum ini sering mengalami ulcus
( ulcus duodeni).
2) Arteria retroduodenalis memberikan aliran darah kepada dinding posterior duodenum.
3) Arteria pancreatico duodenalis superior, yang berada di sebelah posterior pars superior
duodeni, berjalan di antara pancreas dan pars descendens duodeni, memberi suplai
darah kepada duodenum dan pancreas.
4) Arteria pancreatico duodenalis inferior, dipercabangkan oleh m.mesenterica superior,
berjalan ke cranialis di antara pancreas dan duodenum, mengadakan anastomose dengan
a.pancreatico duodenalis superior. Memberi suplai darah kepada duodenum dan
pancreas.
5) Arteria gastrica dextra, juga memberikan cabang-cabang kepada duodenum.
6) Arteria gastro epiploica dextra, memberikan cabang-cabang kepada duodenum.
Innervasi
Menerima serabut-serabut saraf dari plexus coeliacus dan plexus mesentericus superior,
berjalan sesuai dengan pembuluh darah yang dipercabangkan oleh arteria coeliaca dan
arteria mesenterica superior.
Lymphonodus
Pembuluh lymphe dari duodenum membawa lymphe menuju ke lymphonodus
pancreatico duodenalis yang terletak di antara caput pancreatis dan duodenum, kemudian
mengalir menuju ke lymphonodus hepaticus dan l.n.preaorticus.

2. Jejenum dan Ileum

8
Organ ini berkelok-kelok dan difiksasi pada dinding dorsal cavum abdominis oleh
mesenterium. Panjang seluruh jejenum – ileum adalah 6 – 7 meter; jejenum berada di
bagian proximal kurang lebih 2/5 bagian dari keseluruhnya, sedangkan ileum berada di
bagian distal (anal) dengan panjang kira-kira 3/5 bagian yang sisa.
Pada umumnya jejenum berada dalam keadaan kosong, warnanya lebih merah ( lebih
banyak mengandung pembuluh darah ), dindingnya lebih tebal, diameter lumen lebih
besar, plica circularis Kerkringi lebih besar dan jumlahnya lebih banyak, vili intestinales
lebih besar dan lebih banyak jumlahnya, percabangan pembuluh-pembuluh darah kurang
kompleks. Hal yang tersebut tadi jelas terlihat perbedaannya bila dibandingkan jejenum
bagian proximal dengan ileum bagian distal, di bagian tengah perbedaan-perbedaan
tersebut kurang jelas.
Mesenterium pada jejenum kelihatan lebih terang oleh karena jaringan lemak
extraperitoneal hanya terbatas pada pangkal pembuluh darah, sedangkan pada ileum
jaringan lemak tersebut mengikuti seluruh panjang pembuluh darah sampai pada dinding
ileum.
Kurang lebih 1 meter di sebelah proximal dari ujung terminal ileum terdapat
diverticulum ilei ( diverticulum Meckeli ), sebagai sisa dari ductus omphalomesentericus.
Ukuran diverticulum ini sebesar 5 cm.
Flexura duodeno-jejenalis dan flexura ileo-caecalis fiksir ke bagian posterior pada
dinding dorsal cavum abdominis.

9
Lokalisasi
Jejenum dan ileum menempati sebagian besar cavum abdominis bahkan sampai ke
dalam cavum pelvicum. Mesenterium berbentuk kipas dengan bagian yang terlebar di
bagian tengah sebesar 20 cm, melekat pada dinding dorsal abdomen dan tempat
melekatnya disebut radix mesenterii. Panjang radix mesenterii kira-kira 15 cm, terletak
miring dari kiri atas ke kanan bawah, dimulai dari flexura duodeno-jejenalis [ setinggi
corpus vertebrae lumbalis II ] sampai setinggi articulatio sacroiliaca dextra. Oleh karena
jejenum – ileum bentuknya lebih panjang daripada radix mesenterii maka jejenum – ileum
terletak berkelok-kelok, sangat mobil atau mudah bergerak.
Di dalam mesenterium terdapat cabang-cabang dari a.mesenterium superior, nervus,
lymphonodus, pembuluh lymphe dan jaringan lemak.
Radix mesenterii menyilang di sebelah ventral pars horizontal duodeni, corpus vertebrae
lumbalis III dan ureter dexter.
Vascularisasi
Aliran darah bersumber pada a.mesentrica superior melalui cabang aa.jejenales dan
aa.ileae. Pembuluh-pembuluh darah berjalan di dalam mesenterium.
Innervasi
Jejenum – ileum mendapatkan innervasi dari plexus mesentericus superior, dan
percabangan serabut saraf berjalan mengikuti cabang-cabang arteri.
Lymphonodus
Di dalam mesenterium terdapat banyak lymphonodus dari berbagai ukuran dan dibagi
menjadi 3 kelompok, sebagai berikut :
a) Dekat jejenum dan ileum
b) Mengikuti pembuluh-pembuluh darah
c) Pada radix mesenterii

10
C. Intestinum Crassum

Lebih pendek daripada intestinum tenue, panjang kira-kira 1,5 meter. Pangkalnya lebih
lebar daripada ujung distalnya.
Terdiri dari :
a) caecum dan processus vermiformis
b) colon
c) rectum.
Pada intestinum crassum dapat dilihat struktur-struktur sebagai berikut:
a) Taenia coli, yang dibentuk oleh bersatunya serabut-serabut stratum longitudinale lapisan
muscularis; terdapat 3 taenia yang terletak pada ketiga sisi dari intestinum crassum, yakni
taenia omentalis, taenia libera dan taenia mesocolica.
b) Haustra, yang terbentuk oleh adanya taenia tersebut tadi; taenia lebih pendek daripada
panjang dinding intestinum crassum sehingga dinding intestinum crassum tertarik.
c) Incisura, yang terdapat di antara haustra dan dibentuk oleh pertumbuuhan stratum circulare
yang terjadi lebih cepat daripada stratum longitudinale, dengan demikian terbentuk plica ke
arah mucosa dan disebut plica semilunaris.

11
d) Appendices epiploicae, yaitu lipatan peritoneum yang berisi jaringan lemak dan terdapat
pada incisura; banyak terdapat pada colon transversum.
1. Caecum
Bangunan ini merupakan permulaan dari colon; salah satu ujungnya buntu dan
menghadap ke caudal. Sedangkan ujung yang lain terbuka menghadap ke cranial. Terletak
di dalam fossa iliaca dextra, dibungkus oleh peritoneum (intra peritoneal), mudah bergerak.
Pada dinding sebelah kiri caecum terdapat muara dari ileum; mucosa dinding di bagian
ini membentuk lipatan yang dinamakan valvula ileo colica Bauhini. Valvula tersebut tadi
terdiri dari labium superior dan labium inferius, bertemu membentuk frenula valvulae coli,
yaitu frenulum anterior [ sinister ] dan frenulum posterior (dexter)
Pada caecum terdapat juga muara dari processus vermiformis (= appendix), dan pada
pangkalnya terdapat valvula processus vermiformis. Processus vermiformis mempunyai
alat penggantung, yang disebut mesenteriolum atau mesoappendix sehingga processus
vermiformis terletak intra peritoneal. Pada pangkal processus vermiformis ketiga taeniae
coli bersatu.

2. Colon
Terdiri dari:
a) Colon Ascendens
Merupakan kelanjutan dari caecum ke arah cranial, mulai dari fossa iliaca dextra,
berada di sebelah ventral m.quadratus lumborum, di ventral polus inferior ren dexter,
membelok ke kiri setinggi vertebra lumbalis II, membentuk flexura coli dextra,
selanjutnya menjadi colon transversum.
Pada facies ventralis terdapat taenia libera, pada facies dorsolateral terdapat taenia
omentalis dan pada facies dorsomedial terdapat taenia mescolica. Colon ascendens
ditutupi oleh peritoneum, disebut letak retroperitoneal.
b) Colon Transversum
Mulai dari flexura coli dextra, berjalan melintang ke kiri melewati linea mediana,
agak miring ke cranial sampai di tepi kanan ren sinister, d sebelah caudal lien, lalu
membelok ke caudal. Belokan ini disebut flexura coli sinistra, terletak setinggi vertebra
lumbalis I, difiksasi pada diaphragma oleh ligamentum phrenico colicum.

12
Pada facies ventralis terdapat taenia omentalis, pada facies inferior terdapat taenia
libera dan pada facies dorsalis terdapat taenia mesocolica.
Di sebelah cranial dari kanan ke kiri colon transversum berbatasan dengan :
1) hepar
2) vesica fellea
3) curvatura major ventriculi
4) extremitas inferior lienalis.
Di sebelah caudal berbatasan dengan jejenum. Di sebelah ventral ditutupi oleh
omentum majus. Di sebelah dorsal dari kanan ke kiri berbatasan dengan:
1) pars descendens duodeni
2) caput pancreatic
3) ren sinister.
Colon transversum dibungkus oleh peritoneum viscerale, disebut mesocolon
transversum, dan difiksir (digantung) pada dinding dorsal abdomen.

c) Colon Descendens
Dimulai dari flexura coli sinistra, berjalan ke caudal, berada di sebelah ventro-lateral
polus inferior ren sinister, di sisi lateral m.psoas major, di sebelah ventral m.quadratus
lumborum sampai di sebelah ventral crista iliaca dan tiba di fossa iliaca sinistra.
Kemudian membelok ke kanan, ke arah ventrocaudal menjadi colon sigmoideum,
berada di sebelah ventral dari vasa iliaca externa.
Taenia omentalis terletak pada permukaan dorsolateral, taenia libera berada pada
facies ventralis dan taenia mesocolica berada pada bagian medio-dorsal. Colon
descendens ditutupi oleh peritoneum parietale (letak retro peritoneal)

d) Colon Sigmoideum
Bangunan ini berbentuk huruf S dan terletak di dalam cavum pelvicum. Membuat
dua buah lekukan dan pada linea mediana menjadi rectum, setinggi corpus vertebrae
sacralis 3. pada colon ini masih terdapat haustra dan taenia.
Dibungkus oleh peritoneum viscerale dan membentuk mesocolon sigmoideum,
difiksasi pada dinding pelvis.

13
e) Rectum
Merupakan bagian caudal (anal) dari intestinum crassum, terletak retroperitoneal,
memanjang mulai setinggi corpus vertebrae sacralis 3 sampai Anus. Anus adalah muara
dari rectum ke dunia luar. Pada rectum terdapat flexura sacralis yang mengikuti
curvatura os sacrum dan flexura perinealis yang mengikuti lengkungan perineum.
Bagian cranialis disebut pars ampularis recti dan bagian caudalis disebut pars analis
recti.
Pada pars ampularis terdapat 3 buah plica transversalis yang dibentuk oleh penebalan
stratum circulare tunica muscularis. Plica yang tengah sangat tebal, disebut plica
transversalis Kohlraush, berfungsi sebagai penahan isi rectum.
Pada pars analis terdapat plica yang arahnya longitudional dan disebut columna
rectalis Morgagni. Di sebelah analis columna rectalis bersatu membentuk anulus rectalis
(= anulus haemorrhoidalis). Di sebelah profunda mucosa terdapat plexus venosus yang
disebut plexus haemorrhoidalis.

Vaskularisasi
1. Arteria mesenterica superior
a. A.ileocolica, yang mempercabangkan r.ascendens [ r.superior ] menuju ke colon
ascendens, dan r.descendens [ r.inferior ] yang mempercabangkan :
1) A.coecalis anterior
2) A.coecalis posterior
3) A.appendicularis
4) R.ilealis
b. A.colica dextra, mempercabangkan r.ascendens dan r.descendens
c. A.colica media, memberikan cabang terminal berupa ramus sinister dan ramus
dexter.
2. Arteria mesenterica inferior:
a. A.colica sinistra, mempercabangkan r.ascendens dan r.descendens
b. A.sigmoidea.
Aliran darah venous mengikuti perjalanan arteri.

14
Innervasi
N.vagus (chorda posterior) memberikan cabang-cabang yang mengikuti percabangan
arteria coeliaca dan arteria mesenterica superior untuk caecum, processus vermiformis,
colon ascendens, colon transversum.
Colon descendens dan colon sigmoideum menerima serabut-serabut parasympathis dari
segmental Sacral 3-4, melalui plexus mesentericus inferior. Saraf sympathis berpusat pada
medulla spinalis Th. 6-12 dan Lumbal 1-3.
1.2 Histologi organ terkait
a. Lambung

Lambung dibagi dalam 3 bagian histologik: kardia, fundus dan korpus, pilorus.
Fundus dan korpus adalah bagian lambung yang terluas. Dinding lambung terdiri atas 4
lapisan: mukosa , submukosa, muskularis eksterna dan serosa.

Mukosa terdiri dari atas epitel permukaan, lamina propria dan muskularis mukosa.
Permukaan lambung dilapisi oleh epitel selapis silindris yang meluas kedalam dan
melapisi foveola gastrica yaitu invaginasi tubular epitel permukaan. Dibawah epitel
terdapat jaringan ikat longgar lamina propria yang mengisi celah-celah diantara kelenjar

15
gastrika. Batas luar mukosa dibentuk oleh selapis tipis otot polos muskularis mukosa
yang terdiri atas lapisan sirkular dalam dan longitudinal luar.

Kelenjar gastrika berhimpitan di dalam lamina propria dan menempati


keseluruhan mukosa. Kelenjar mukosa bermuara ke dalam fasar foveola gastrika. Epitel
permukaan mukosa lambung mengandung jenis sel yang dama, dari daerah kardia sampai
pilorus. Dua jenis sel yang dapat diidentifikasi di kelenjar gastrika. Sel parietal asidofilik
terletak dibagian atas kelenjar, sedangkan sel zimogenik (chief cell) basofilik menempati
bagian bawah. Daerah di bawah kelenjar pada lamina propria mengandung jaringan
limfoid atau nodulus limfoid.

Mukosa lambung yang kososng memperlihatkna banyak lipatan temporer yaitu


rugae. Rugae terbentuk akibat kontraksi lapisan otot polos, muskularis mukosa. Saat
lambung terisi, rugae menghilang dan mukosa tampak licin.

Submukosa, terletak dibawah muskularis mukosa. Pada lambung kosong,


submukosa dapat meluas ke dalam rugae. Submukosa mengandung jaringan ikat padat
tidak teratur dan lebih banyak serat kolagen daipada lamina propria. Selain itu,
submukosa mengandung banyak pembuluh limfe, kapiler, arteriol dan venula. Dibagian
yang lebih dalam pada submukosa terlihat kelompok ganglion parasimpatis pleksus saraf
submukosa (Meissner) yang terisolasi.

Muskularis eksterna terdiri dari tiga lapisan otot polos, masing-masing terorientasi
dalam bidang berbeda: lapisan oblik disebelah dalam, sirkular di tengah, dan longitudinal
disebelah luar. Lapisan oblik tidak utuh dan tidak selalu tampak pada irisan dinding
lambung. Diantara lapisan otot polos sirkular dan longitudinal terdapat pleksus saraf
mienterikus (Auebach) ganglion parasimpatis dan serat saraf.

Serosa terdiri dari lapisan tipis jaringan ikat yang menutupi muskularis eskterna
dan dilapisi oleh mesotel selapis gepeng peritoneum viscerale. Serosa dapat mengandung
banyak sel adiposa.

16
b. Usus halus
 Duodenum

Dinding duodenum terdiri atas 4 lapisan: mukosa dengan epitel, lamina propria dan
muskularis mukosa, jaringan ikat submukosa di bawahnya, dengan kelenjar duodenal
(Brunner), dua lapisan otot polos muskularis eksterna dan peritoneum vescirale serosa.
Lapisan-lapisan ini menyatu dengan lapisa yang serupa dengan lapisan di lambung, usus
halus dan usus besar (kolon).

Usus halus ditandai oleh banyak tonjolan mirip jari-jari yang disebut vili, epitel sel
kolumnair dengan nikrovili yang membentuk limbus striatus; sel goblet yang terpulas
pucat dan kelenjar intestinal (kriptus lieberkuhn) tubular pendek di lamina propria.
Kelenjar duodenal di submukosa merupakan ciri khas duodenum. Kelenjar ini tidak
terdapat di bagian lain usus halus (jejenum dan ileum) dan usus besar.

Vili merupakan modifikasi permukaan mukosa. DI antara vili terdapat ruang


intervilus. Kelenjar intestinal terletak di lamina propria dan bermuara ke dalam ruang
intervilus.Lamina propria juga mengandung serat jaringan ikat halus dengan retikuler,
jaringan limfoid difus dan nodulus limfoid.

17
Sel ganglion parasimpatis pleksus saraf mienterikus (Aeurbach), ditemukan di usus
halus dan usus besar.

 Jejenum

Memperlihatkan lipatan permanen dan menonjol plika sirkularis yang meluas ke


dalam lumen jejenum. Bagian tengah plika sirkularis dibentuk oleh jaringan ikat padat
tidak teratur submukosa yang mengandung banyak arteri dan vena.

Usus halus dikelilingi oleh muskularis eksterna yang mengandung lapisan otot polos
sirkular salam dan lapisan otot polos longitudinal luar. Sel ganglion parasimpatis pleksus
mienterikus terdapat jaringan ikat di antara lapisan otot muskularis eksterna . Peritoneum
viscerale atau serosa membungkus usus halus. Di bawah lapisan serosa terdapat serat
jaringan ikat , pembuluh darah dan sel adiposa.

 Ileum

18
Ciri khas ileum adalah agregasi nodulus limfoid yaitu nodulus lymphoideus
aggregatus submucosus (Peyer’s patc). Setiap bercak peyer adalah aggregasi banyak
nodulus limfoid yang terdapat di dinding ilrum bersebrangan dengan perlekatan
mesenterium. Kebanyakan nodulus limfoid, memperlihatkan pusat germinal. Nodulus
limfoid biasanya menyatu dan batas di antara nodulus menjadi tidak jelas.

Dalam gambar ini juga terlihat epitel permukaan yang melapisi vili kelenjar intestinal,
lakteal di vili, lapisan sirkular dalam dan lapisan longitudinal luar di muskularis eksterna
dan serosa.

c. Usus Besar
 Kolon

Dinding kolon memiliki lapisan-lapisan dasar yang serupa dengan lapisan yang ada di
usus halus. Mukosa terdiri atas epitel selapis silindris, kelenjar intestinal, lamina propria
dan muskularis mukosa. Submukosa dibawahnya mengandung sel dan serat jaringan ikat,
berbagai pembuluh darah dan saraf. Serosa melapisi kolon transversum dan kolon
sigmoid. Kolon tidka memiliki vili atau plika sirkularis dan permukaan luminal mukosa

19
licin. DI kolon yang tidak melebar, mukosa dan submukosa memperlihatkan banyak
lipatan temporer.

Lapisan sirkular dalam terlihat utuh di dinding kolon, sedangkan lapisan longitudinal
luar otot polos dibagi menjadi tiga pita memanjang yang lebar yaitu, tenia coli. Kolon
transversum dan kolon sigmoid melekat pada dinding tubuh melelaui mesenterium.

 Rektum

Histologi rektum bagian atas mirip dengan kolon.

Epitel permukaan lumen dilapisi oleh sel selapis silindris dengan limbus striatus dan
sel goblet. Kelenjar intestinal, sel adiposa dan nodulus limfoid di dalam lamina propria
serupa dengan yang ada di kolon. Kelenjar intestinal lebih panjang, lebih rapat dan terisi
oleh sel goblet. DI bawah lamina propria adalah muskularis mukosa.

Lipatan longitudinal di rektum bagian atas dan kolon temporer. Lipatan ini memiliki
bagian tengah submukosa yang dilapisi oleh mukosa. Lipatan longitudinal permanen
(kolon rektal) terdapat di rektum bagian bawah dan kanalis analis.

1.3 Fisiologi Sistem Pencernaan Manusia


Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah
sistemorgan dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya
menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta

20
membuang bagian makananyang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut
dari tubuh.Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan,
lambung, usus halus,usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi
organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung
empedu.

A. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada hewan.
Mulutbiasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari sistem
pencernaan lengkap yang berakhir di anus.Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem
pencernaan.
Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ
perasa yang terdapat di permukaan lidah.Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis,
asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan olehsaraf olfaktorius di hidung dan lebih
rumit, terdiri dari berbagai macam bau.Makanan dipotong-potong oleh gigi depan
(incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar,geraham), menjadi bagianbagian
kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-
bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan danmulai mencernanya.
Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yangmemecah protein
dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan
berlanjut secara otomatis.
B. Tenggorokan ( Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari bahasa
yunani yaitu Pharynk.Skema melintang mulut, hidung, faring, dan laring. Didalam
lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung
kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak
bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut
danrongga hidung, didepan ruas tulang belakangKeatas bagian depan berhubungan
dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak
berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yangdisebut ismus

21
fausiumTekak terdiri dari; Bagian superior adalah bagian yang sangat tinggi dengan
hidung, bagian media adalah bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior
adalah bagian yang sama tinggi denganlaring.Bagian superior disebut nasofaring, pada
nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang
telinga.Bagian media disebut orofaring,bagian ini berbatas kedepan sampai diakar lidah
bagian inferior disebut laring gofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring.

C. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu
makananmengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui
kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut esofagus(dari
bahasa Yunani:, oeso membawa, dan phagus memakan´).Esofagus bertemu dengan faring
pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi.Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
 bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)  bagian tengah (campuran otot
rangka dan otot halus) serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
D. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang
keledai.Terdiri dari 3 bagian yaitu fundus, antrum dan kardia..Makanan masuk ke dalam
lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter),yang bisa membuka
dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi
lambung ke dalam kerongkongan.Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang
berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzimenzim. Sel-sel yang
melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting. Lendir-lendir melindungi sel-sel lambung
dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap kelainan padalapisan lendir ini, bisa
menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung. Asam
klorida (HCl) Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan
oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan
sebagai penghalang terhadapinfeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri. Prekursor
pepsin (enzim yang memecahkan protein).
E. Usus halus (usus kecil)

22
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara
lambungdan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-
zat yang diserapke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang
melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang
dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein,
gula dan lemak.Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot
melingkar ( M sirkuler ),lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa
( Sebelah Luar ).Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum),
usus kosong (jejunum),dan usus penyerapan (ileum).
F. Usus dua belas jari atau duodenum
Adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambungdan menghubungkannya ke
usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus
halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.Usus dua belas
jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput
peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada
usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas
jari.Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang
merupakanbagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui
sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum
akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.Usus dua
belas jari (duodenum). Usus dua belas jari (duodenum).Usus Kosong (jejenum)Usus
kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari
usushalus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada
manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian
usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan
mesenterium.Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot
usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan
dengan usus dua belas jari,yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula
dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri.
Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara

23
makroskopis.Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti lapar dalam bahasa
Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti kosong.
Diagram usus halus dan usus besar Diagram usus halus (terlabel small intestine)3. Usus
Penyerapan (illeum)Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.
Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak
setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH
antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) danberfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-
garam empedu.
G. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.
Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.Usus besar terdiri dari : Kolon
asendens, (kanan) Kolon transversum Kolon desendens (kiri). Kolon sigmoid
(berhubungan dengan rektum) Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar
berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.Bakteri di
dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini
penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi
yang bisamenyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
H. Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, buta) dalam istilah anatomi adalah
suatukantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari
usus besar.Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil.
Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif
memiliki sekum yang kecil, yangsebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
I. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ
ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat
menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau
peritonitis (infeksi rongga abdomen).Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam
bahasa Inggris, vermiform appendix (atauhanya appendix) adalah hujung buntu tabung
yang menyambung dengan caecum.Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap

24
embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa
bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung
umbai cacing bisa berbeda ± bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap
terletak di peritoneum.Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ
vestigial (sisihan), sebagian yanglain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam
sistem limfatik.Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai appendektomi.
J. Rektum dan anus Rektum
(Bahasa Latin: regere, meluruskan, mengatur) adalah sebuah ruangan yang berawaldari
ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi
sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja
disimpan ditempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens
penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar
(BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum
akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika
defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana
penyerapan air akan kembali dilakukan. Jikadefekasi tidak terjadi untuk periode yang
lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.Orang dewasa dan anak yang lebih tua
bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yanglebih muda mengalami kekurangan
dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.Anus merupakan lubang di
ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh.Sebagian anus
terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan
penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses
defekasi (buang air besar ± BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
K. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama yaitu
menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas
terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua
belas jari).Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu : Asini, menghasilkan enzim-enzim
pencernaan,Pulau pankreas, menghasilkan hormon.Pankreas melepaskan enzim
pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan hormon ke dalamdarah. Enzim yang
dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak.Enzim

25
proteolitik memecah protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh
dandilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai
saluran pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang
berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung.

L. Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan memiliki
berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan.Organ ini
memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalamtubuh
termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia juga
memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan
dengan hati biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk hati,
hepar.Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan pembuluh
darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena yang
bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati sebagai
vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluhpembuluh kecil di dalam hati, dimana
darah yang masuk diolah.Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi,
setelah darah diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum.
M. Kandung empedu
Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk buah pir yang
dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan.
Pada manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap
± bukankarena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu yang
dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari melalui
saluran empedu.Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:· Membantu pencernaan dan
penyerapan lemak · Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama
haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan
kolesterol.

26
2. Penyakit-penyakit yang memiliki gejala BAB berdarah :
 Fisura anus
 Infeksi
1. Bakteri : Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Clostridium difficile
2. Parasit : Entamoeba histolytica, Balantidium coli
3. Virus : Adenovirus, Rotavirus, Sitomegalovirus (CMV)
 Divertikulum Meckel
 Intususepsi
 Polip
 Purpura Henoch-Schoenlein
 Sindrom hemolitik-uremik
 Penyakit radang usus (Inflammatory Bowel Disease)
 Malformasi vaskular
 Duplikasi (kista enterik)

3. Patomekanisme tiap gejala serta hubungannya


A. Berak encer yang disertai darah dan lendir

Patomekanisme diare akut


 Diare Osmotik : Osmolaritas instraluminal yang meninggi
 Diare sekretorik : Sekresi cairan dan elektrolit meninggi
 Diare Inflamatorik : Inflamasi dinding usus
 Diare Infeksi : Infeksi dinding usus

27
 Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak
 Defek sistem pertukaran anion/ transport elektrolit aktif di enterosit
 Motilitas dan waktu transit usus abnormal
 Gangguan permeabilitas usus

Disertai lendir
Ketika mukosa usus (terutama pada mukosa usus besar) teriritasi oleh bakteri
seperti Shigella, C. Jejuni, E. Coli enteroinvasif, dan Salmonella. Mekanisme
infeksinya ialah dengan menginvasi mukosa dengan mengeluarkan toksin-toksin, yang
dapat menyebabkan sel goblet menjadi lebih aktif. Toksin yang dihasilkan juga
menyebabkan kerusakan jaringan dan kemungkinan juga peningkatan sekresi air dan
elektrolit. Sehingga sel-sel goblet menghasilkan banyak mucus yang berfungsi untuk
proteksi mukosa. Ketika mucus jumlahnya terlalu berlebihan, maka dapat muncul
dalam feses dan bermanifestasi sebagai feses berlendir.

Disertai darah
Feses yang disertai darah diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah pada
dinding saluran cerna. Pembuluh  darah pada dinding traktus gastrointestinal mulai
terdapat pada lamina propria tunika mukosa namun jumlah pembuluh darah yang
banyak ditemukan pada tunika submukosa. Hal ini berarti bahwa jika terdapat ulkus
yang mengenai tunika submukosa, maka dapat bermanifestasi sebagai feses disertai
darah. Darah dapat bermanisfestasi sebagai melena maupun hematokezia. Darah yang
berwarna lebih gelap terjadi akibat oksidasi hemoglobin oleh bakteri usus. Melena
atau “darah hitam” menunjukkan bahwa perdarahan saluran cerna terjadi pada bagian
usus proximal  atau bagian usus distal dengan masa transit yang lama sehingga
memberi kesempatan bakteri untuk mengoksidasi hemoglobin. Sedangkan
hematokezia atau “darah segar” dapat disebabkan oleh perdarahan saluran cerna
bagian distal (misalnya rektum) atau pada proximal usus tetapi dengan masa transit
yang singkat sehingga tidak memberi kesempatan bakteri usus untuk mengoksidasi
hemoglobin secara maksimal. Pada disentri shigellosis, pada permulaan sakit, bisa

28
terdapat diare encer tanpa darah dalam 6-24 jam pertama, dan setelah 12-72 jam
sesudah permulaan sakit, didapatkan darah dan lendir dalam tinja.

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah :


Gangguan Osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan
ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu ( misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare
timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan kesempatan usus untuk menyerap
makanan, sehingga timbul diare, sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulakan
diare pula

B. Muntah
Muntah didefinisikan sebagai suatu refleks yang menyebabkan dorongan ekspulsi
isi lambung atau usus atau keduanya ke mulut. Muntah terjadi setelah adanya
rangsangan yang diberikan kepada pusat muntah di medulla oblongata atau pada zona
pemicu kemoreseptor (chemoreceptor trigger zone, CTZ) yang berada di dalam SSP.
Ujung saraf dan saraf-saraf yang ada di dalam organ pencernaan merupakan
penstimulir muntah jika terjadi iritasi saluran pencernaan, kembung, dan tertundanya
proses pengosongan lambung.

29
Ketika pusat muntah distimulasi, maka akan menyebabkan beberapa perubahan,
yaitu kontraksi antiperistaltik di dalam usus halus meningkat, kandung kemih
berkontraksi dan sebagian isi dari duodenum masuk ke dalam lambung. Kondisi ini
diikuti dengan melambatnya gerakan peristaltic yang akan mendorong masuknya isi
usus halus dan sekresi pancreas ke dalam lambung dan menekan aktivitas lambung.
Pada saat diafragma dan semua otot dinding abdomen berkontraksi, terbentuk tekanan
intragastrik sampai ke batas yang tinggi. Akhirnya spincter esofagus bagian bawah
berelaksasi, glottis menutup, palatum molle terangkat, mulut membuka, sehingga isi
perut di keluarkan. Pada kondisi muntah, juga terjadi peningkatan produksi saliva,
peningkatan kecepatan pernapasan dan detak jantung, serta pelebaran pupil mata.

C. Demam
Kata demam merujuk pada peningkatan suhu tubuh akibat infeksi atau
peradangan, sebagai respon terhadap masuknya mikroba, sel – sel fagositik tertentu
(makrofag) yang mengeluarkan suatu bahan kimia yang dikenal sebagai pirogen
endogen yang efeknya selain melawan infeksi juga bekerja pada pusat termoregulasi
hipotalamus untuk menningkatkan patokan termostat. Secara spesifik, hipotalamus
memicu menggigil agar produksi panas segera meningkat, dan mendorong
vasokonstriksi kulit untuk mengurangi pengeluaran panas. Kedua tindakan ini
mendorong suhu naik dan menyebabkan menggigil yang sering terjadi pada permulaan
demam. Selama demam, pirogen endogen meningkatkan titik patokan hipotalamus
dengan memicu pelepasan lokal prostaglandin, yaitu mediator kimiawi lokal yang
bekerja langsung pada hipotalamus.

D. Lemas
Lemas yang dirasakan oleh anak pada kasus ini dikarenakan keadaan dehidrasi
pada BAB yang encer yang berarti banyak cairan tubuh dan elektrolit yang hilang saat
terjadinya diare tersebut sehingga timbul manifestasi lemas. Lemas juga dirasakan bisa
karena penurunan nafsu makan yang mengakibatkan malnutrisi maupun akibat
keluarnya feses memalui defekasibterus menerus yang dapat memberikan efek lemas
pada tubuh.

30
E. Mata tanpak cekung
Air merupakan komponen tubuh manusia yang paling banyak, rata-rata
membentuk 60% berat tubuh. H20 tubuh tersebar antara dua kompartemen cairan
utama: cairan intrasel dan cairan ekstrasel yang dapat dibagi lagi menjadi cairan
plasma dan cairan interstisium. Karena air merupakan komponen terbesar tubuh, maka
pada keadaan dehidrasi, sel-sel akan menciut, mengkerut, mengecil, dan menjadi
cekung. Karena palpebra mata terdiri dari jaringan ikat longgar maka manifestasi
yang tampak adalah mata menjadi cekung.

F. Perut agak kembung


Produksi gas yang berlebihan oleh bakteri-bakteri adalah penyebab umum dari
perut kembung. Bakteri-bakteri dapat memproduksi terlalu banyak dengan cara:
Jumlah gas yang diproduksi oleh bakteri-bakteri bervariasi dari individu ke individu.
Dengan kata-kata lain, beberapa individu mungkin mempunyai bakteri-bakteri yang
menghasilkan lebih banyak gas, atau karena ada lebih banyak bakteri-bakteri atau
karena bakteri-bakteri tersebut adalah bakteri yang lebih baik dalam menghasilkan gas.
   Hal ini juga dapat terjadi pada pencernaan dan penyerapan makanan yang
kurang baik didalam usus kecil, lebih banyak bakteri-bakteri mendapat makanan yang
tidak tercerna, lebih banyak gas yang mereka hasilkan. Inilah yang menyebabkan perut
kembung.

G. Nyeri abdomen
Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel usus. Di
dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel sekitarnya.
Invasi dan multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi inflamasi serta kematian sel
epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat dilepaskannya mediator seperti leukotrien,
interleukin, kinin, dan zat vasoaktif lain. Kuman Shigella juga memproduksi toksin
shiga yang menimbulkan kerusakan sel. Proses patologis ini akan menimbulkan gejala
sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain
bersifat invasif misalnya Salmonella.

31
H. Tidak mau makan dan minum
Kehilangan nafsu makan/ anoreksia adalah konsekuensi yang banyak terjadi pada
banyak penyakit inflamasi termasuk infeksi dan kanker tak terkecuali pada diare.
Sitokin pro-inflamasi yang dilepaskan oleh sel imun termasuk IL-1 (IL-1p, IL-1a), IL-
6, tumor necrosis factor-a (TNF-a), interferon (IFNs). IL-1p dan TNF-a secara
konsisten dapat menekan jalur perilaku makan baik diperifer maupun di sentral.
Terdapat pula peran dari gut hormone yang merupakan mediator fisiologis penting
nafsu makan pada keadaan patologis. Kemudian hormon-hormon glucagon seperti
peptidol, oxyntomodulin, cholecystokinin, polipeptida pankreas dan peptide YY juga
dapat menghambat nafsu makan. Peptide YY disekresikan oleh sel L di usus kecil
dengan kadar puncak terjadi pada 1 jam post prandial. Begitu dilepas ke aliran darah
hingga sampai ke hipotalamus dan menekan neuropeptida Y (NPY) yang merangang
asupan makan. Peningkatan peptide YY ini, signifikan terjadi pada diare anak dan
kelainan-kelainan malabsorpsi lainnya.

4. Derajat dehidrasi dan berat badan anak pada kasus

a) Diare tanpa dehidrasi


Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih :
- Keadaan Umum : baik
- Mata : Normal
- Rasa haus : Normal, minum biasa
- Turgor kulit : kembali cepat

b) Diare dehidrasi Ringan/Sedang


Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
- Keadaan Umum : Gelisah, rewel
- Mata : Cekung
- Rasa haus : Haus, ingin minum banyak
- Turgor kulit : Kembali lambat
c) Diare dehidrasi berat
Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
- Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar
- Mata : Cekung
- Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum
- Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)

32
Berat Badan Normal Anak Usia 5 tahun

Maka, berdasarkan kasus pada anak mengalami dehidrasi ringan/sedang yang ditandai
dengan mata cekung, dan rewel, untuk berat badan pada anak laki-laki usia 5 tahun berat
idealnya yaitu 18,3 kg sedangkan pada kasus berat badan anaknya yaitu 14 kg menandakan anak
ini mengalami penurunan berat badanyang disebabkan oleh dehidrasinya, namun tidak dapat
ditentukan dikarenakan berat badan awal anak tersebut tidak dituliskan pada kasus.

5. keluarnya darah baru saja dialami kira-kira 3 jam sebelum datang ke puskesmas
karena mekanisme terjadinya invasi bakteri terdiri atas 3 proses yaitu:
 Penempelan di mukosa
Bakteri yang berkembang biak dalam usus halus untuk menghindarkan diri dari
penyapuan. Penempelan ini menyebabkan pengurangan kapasitas penyerapan atau
menyebabkan sekresi cairan.

 Toksin yang menyebabkan sekresi


Beberapa bakteri lain mengeluarkan toksin yang menghambat fungsi sel epitel.
Toksin ini mengurangi absorpsi natrium melalui vili dan meningkatkan sekresi
klorida dari kripta, yang menyebabkan sekresi air dan elektrolit. Penyembuhan
terjadi bila sel yang sakit diganti dengan sel yang sehat setelah 2-4 hari.

 Invasi mukosa
Bakteri yg menginvasi tersebut dapat menyebabkan diare berdarah (disenteri)
melalui invasi dan perusakan sel epitel mukosa di sebagian besar kolon. Invasi ini
diikuti dengan pembentukan mikroabses dan ulkus superfisial yang menyebabkan
adanya sel darah merah dalam tinja. Toksin yang dihasilkan kuman menyebabkan
kerusakan jaringan dan juga sekresi air dan elektrolit dari mukosa

6. Obat anti diare tidak berefek terhadap anak tersebut karena obat anti diare yang diberikan
tidak menghilangkan penyebab utama dari diare oleh karena kausa dari diare pada kasus ini
masih belum jelas. Sehingga gejala-gejala yang dirasakan oleh penderita tidak menghilang
atau berkurang.

33
7. Langkah-langkah diagnosis
A. Colitis Ulcerative
Diagnosis IBD ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, temuan
patologi, radiologi, dan endoskopi. Anamnesis dilakukan dengan menjabarkan
keluhan pasien (keluhan dijabarkan pada manifestasi klinis) secara detail, sehingga
keluhan pasien dapat dibedakan dengan Irritable Bowel Syndrome (IBS). Faktor-
faktor pencetus juga perlu digali pada anamnesis. Pemeriksaan fisik meliputi
pemeriksaan fisik secara general dengan tandatanda vital, pemeriksaan fisik abdomen
dan rectal toucher. Studi laboratorium dapat membantu dalam penatalaksanaan IBD
namun sedikit membantu dalam penegakkan diagnosis. Kultur darah dapat positif
jika peritonitis maupun colitis fulminan terjadi. Pemeriksaan laboratorium dapat
digunakan sebagai penanda adanya inflamasi, menentukan status nutrisi sehingga
dapat melihat defisiensi vitamin dan mineral yang penting. Pemeriksaan serologi
dapat membantu dalam penegakkan diagnosis IBD dan dapat membedakan CD dari
UC.

(I) Pemeriksaan feses

Sebelum membuat diagnosis definitif IBD idiopatik, lakukan kultur feses untuk
mengevaluasi adanya leukosit, ova, maupun parasit, kemudian kultur bakteri
patogen, dan titer Clostridium difficile. Minimal pemeriksaan untuk toksin C
difficile dilakukan pada pasien dengan colitis yang meluas. Amebiasis biasanya
susah diidentifikasi dengan pemeriksaan feses, lebih baik dengan pemeriksaan
serologi.50-80% kasus ileitis terminal akut disebabkan oleh infeksi
Yersiniaenterocolitis, yang nanti gambarannya adalah pseudoappendicitis.
Yersiniosis juga memiliki frekuensi tinggi terjadinya manifestasi sekunder, seperti
eritema nodosum dan monoarticular arthritis, yang mirip dengan IBD.

(II) Pemeriksaan Darah Lengkap

Komponen darah lengkap yang diperiksa berguna sebagai indikator aktivitas


daripada penyakit dan adanya defisiensi vitamin maupun zat besi. Peningkatan
jumlah sel darah putih umum pada pasien dengan penyakit inflamasi yang aktif,
dan bukan selalu mengindikasikan terjadinya infeksi. anemia sering terjadi, baik
anemia oleh karena penyakit kronis (biasanya dengan mean corpuscular volume
[MCV] yang normal) ataupun anemia defisiensi besi (dengan MCV yang rendah).

34
Anemia dapat terjadi oleh karena kehilangan darah yang akut maupun kronik atau
karena malabsorpsi (zat besi, folat, vitamin B12) atau karena penyakit
kronis.Umumnya jumlah platelet normal, dapat sedikit meningkat jika terjadi
inflamasi aktif, khususnya jika terjadi perdarahan pada saluran pencernaan.Laju
endap darah (LED) merupakan penanda terjadinya inflamasi, dimana jika terdapat
inflamasi akan terjadi peningkatan nilai LED di atas normal. LED dapat
digunakan untuk menentukan apakah IBD aktif sedang berlangsung atau tidak.
Pasien dengan striktur cicatrix tidak mengalami peningkatan LED.

(III) Pemeriksaan Histologi

Kebanyakan perubahan mukosa yang terlihat pada pasien IBD sifatnya


nonspesifik, karena dapat terlihat pada sistem organ manapun yang terjadi proses
inflamasi aktif.UC utamanya melibatkan mukosa dan submukosa, dengan
pembentukan abses crypt dan ulserasi mukosa. Mukosa secara tipikal terlihat
granular dan rapuh. Pada kasus yang lebih parah, terbentuk pseudopolip, yang
terdiri dari area dengan pertumbuhan hiperplastik dengan pembengkakan mukosa
dikelilingi oleh mukosa yang terinflamasi dengan ulkus yang dangkal. Pada UC
yang parah, inflamasi dan nekrosis dapat meluas di bawah lamina propia untuk
melibatkan submukosa dan otot-otot sirkuler dan longitudinal, walaupun ini
sangat jarang terjadi. Inflamasi pada UC hampir selalu melibatkan rektum dan
berkesinambungan, hampir tanpa perluasan pada daerah kolon. Pengecualian
dapat terjadi jika inflamasi awal terlihat patchy pada colonoscopy yang dilakukan
di awal terjadinya proses UC. Inflamasi intestinal pada UC hanya melibatkan
kolon saja, sisanya tidak mengalami inflamasi.

(IV) Pemeriksaan Serologi

Perinuclear antineutrophyl cytoplasmic antibodies (pANCA) dapat ditemukan


pada beberapa pasien dengan UC, dan anti-Saccharomyces cerevisiae antibodies
(ASCA) dapat ditemukan pada pasien CD. Kemudian, pada pasien dengan
seronegatif terlihat memiliki insiden yang lebih rendah untuk mengidap penyakit
yang resisten. Namun saat ini, markermarker tersebut sudah tidak cukup sensitive
lagi untuk digunakan sebagai screening test untuk IBD dan menegakkan diagnosis
berdasarkan pemeriksaan serologi saja tidak dibenarkan.

(V) Pemeriksaan Radiologi

1. Upright Chest dan Serial Abdomen

35
Modalitas ini dilakukan untuk melihat ada tidaknya tanda obstruksi, evaluasi
colon yang edema dan ireguler, kadang terlihat pneumatosis coli (udara pada
dinding kolon), dan tanda megakolon toksik. Megakolon toksik merupakan
komplikasi UC yang mengancam nyawa dan memerlukan tindakan operasi
darurat, dan kelainan ini dominan terjadi pada kolon transversum

2. Barium Enema

Teknik pencitraan berikut salah satu dari studi pertama untuk melihat
karakteristik tipikal daripada IBD. Temuan normal pada barium enema
biasanya dapat mengeksklusi UC yang aktif, sedangkan temuan yang abnormal
dapat menjadi temuan yang diagnostic. Pada barium enema, beberapa temuan
abnormal yang dapat dijumpai disebutkan dengan beberapa istilah, yaitu:

Lead-pipe atau stove-pipe appearance, menggambarkan UC kronik oleh


karena hilangnya haustrae kolon. Rectal sparing, menggambarkan colitis Crohn
oleh karena adanya perubahan inflamasi di bagian lain daripada kolon.
Thumbprinting, mengindikasikan adanya inflamasi mukosa (dimana sering
juga terlihat pada abdominal flat plate). Skip lesion, menggambarkan area
inflamasi yang diselingi dengan area yang terlihat normal, menunjukkan colitis
Crohn. Barium bisa refluks ke ileum terminal pada beberapa kasus, dimana
dapat membantu diagnosis CD. Barium enema kontraindikasi terhadap pasien
dengan colitis sedang hingga berat, karena resiko perforasi dan dapat
mencetuskan megakolon toksik.

3. Computed Tomography Scanning

CT Scan abdomen dan pelvis digunakan secara terbatas untuk diagnosis IBD,
namun temuannya sangat menentukan IBD. Penebalan dinding pada CT Scan
tidak spesifik dan dapat terjadi bisa karena hanya kontraksi otot polos,
khususnya jika tidak ada perubahan inflamasi di ekstraintestinal. Namun,
adanya perubahan inflamasi (contohnya mesenteric fat stranding) secara
signifikan meningkatkan nilai prediktif CT Scan. CT Scan merupakan
modalitas yang ideal untuk menentukan apakah pasien memiliki abses dan bisa
digunakan sebagai panduan untuk mendrainase abses. Fistula juga dapat
dideteksi dengan CT Scan

(VI) Colonoscopy

Colonoscopy merupakan modalitas yang paling bernilai untuk diagnosis dan


penatalaksanaan IBD, walaupun ada beberapa batasannya. Yang terpenting, tidak
semua inflamasi mukosa merupakan IBD idiopatik. Infeksi juga dapat
menyebabkan inflamasi, begitu juga diverticulitis dan iskemia (jauh lebih sering

36
didiagnosa pada orang lanjut usia daripada IBD, walaupun memiliki gambaran
colonoscopy dan histologi yang mirip). Jika digunakan dengan benar,
colonoscopy membantu menentukan luas dan derajat keparahan colitis, membantu
dalam penatalaksanaan, dan dapat mengambil sampel jaringan untuk membantu
diagnosis. Colonoscope dapat meraih ileum terminal dan mengevaluasi
inflamasinya untuk membantu diagnosis atau eksklusi CD. Inflamasi kadang-
kadang terjadi di ileum terminal pada pasien dengan UC.

Colonoscopy atau sigmoidoscopy dapat memperlihatkan bahwa rektum hampir


selalu terlibat pada UC, namun sering bertahan pada CD, dimana umumnya lebih
dominan pada kolon kanan. Penyakit dapat hanya terbatas pada rektum (proctitis),
pada rektum, sigmoid dan kolon descenden (colitis kiri), atau seluruh kolon
(pancolitis).

(VII) Sigmoidoscopy fleksibel

Modalitas ini digunakan untuk persiapan diagnosis pada pasien dengan


perdarahan rektum atau diare kronis. Namun karena terbatasnya panjang pipa (60
cm) alat ini hanya dapat membantu mendiagnosis UC distal atau proctitis, bukan
pancolitis.

B. Diare
Anamnesis yang lengkap sangat penting dalam assessment penderita dengan diare
membedakan malabsorpsi kolon atau bentuk diare inflamasi, dan menduga penyebab
spesifik. Gejala mengarah dugaan organik jika didapatkan diare dengan durasi
kurang dari 3 bulan, predominan nocturnal atau kontinyu, disertai penurunan berat
badan yang signifikan.1,6 Malabsorpsi sering disertai dengan steatore, dan tinja
pucat dan dalam volume yang besar. Bentuk inflamasi atau sekretorik kolon ditandai
dengan pengeluaran tinja yang cair disertai dengan darah atau lendir.

Faktor risiko spesifik yang meningkatkan dugaan diare organik antara lain:
1. Riwayat keluarga: terutama keganasan, penyakit celiac, inflamatoriy bowel
disease.
2. Riwayat operasi sebelumnya: reseksi ekstensif ileum dan kolon kanan
menyebabkan diare karena penurunan jumlah permukaan absorpsi, peningkatan
malabsorpsi karbohidrat dan lemak, penurunan transit time, malabsorpsi asam
empedu. Pertumbuhan bakteri berlebih juga dapat terjadi pada situasi ini,

37
terutama pada operasi bypass seperti pada operasi lambung, dan bypass
jejunoileal pada obesitas.
3. Penyakit pankreas sebelumnya.
4. Penyakit sistemik: tirotoksikosis dan penyakit parathyroid, diabetes mellitus,
penyakit kelenjar adrenal, dan sklerosis sistemik dapat menjadi predisposisi
diare melalui berbagai mekanisme termasuk efek endokrin, disfungsi autonomik,
pertumbuhan bakteri berlebih diusus halus dan pemakaian obat-obatan.
5. Alkohol: diare banyak terjadi pada pemakai alkohol. Mekanismenya meliputi
transit usus yang cepat, penurunan aktifitas disakaridase usus, dan penurunan
fungsi pankreas.
6. Obat-obatan: lebih dari 4% kasus diare kronis terjadi karena obat-obatan,
terutama produk yang mengandung magnesium, antihipertensi, non steroid anti
inflammatory drugs (NSAIDs), theophyline, antibiotik, antiaritmia dan anti
neoplastik agen.
Perjalanan luar daerah dalam waktu dekat atau sumber infeksi potensial terhadap
gastrointestinal yang patogen. Pemakaian antibiotik dan infeksi clostridium dificille.
Defisiensi laktase Perlu juga di cari anamnesis khusus tentang kemungkinan diare
kronis yang terjadi pada pada penderita dengan infeksi HIV/ AIDS.
Pemeriksaan fisik abdomen dengan melihat dan meraba distensi usus, nyeri
terlokalisir atau merata, pembesaran hati atau massa, dan mendengarkan bising usus.
Perubahan kulit dapat dilihat pada mastositosis (urtikaria pigmentosa), amiloidosis
berupa papula berminyak dan purpura pinch.
Pemeriksaan tinja Sulit untuk menilai diare hanya berdasarkan anamnesis saja.
Inspeksi feses merupakan pemeriksaan yang sangat membantu. Pemeriksaan feses
dibedakan menjadi tes spesifik dan tes non spesifik. Osmolalitas feses yang rendah <
290 mosmol/kg menandakan kontaminasi urine, air atau intake cairan hipotonik
berlebihan. Osmolalitas cairan feses sama dengan serum jika pasien menggunakan
laksansia, daire osmotik atau diare sekretorik.. Osmotik gap pada diare osmotik >125
mosmol/kg, sedangkan pada diare sekretorik < 50 mosmol/kg.6,9 Pada diare kronik
dengan dugaan penyebab agen infeksius dilakukan kultur feses dan pemeriksaan
mikroskopis. Infeksi oleh protozoa seperti amoeba dan giardia lamblia dapat

38
menimbulkan diare yang kronis. Pemeriksaan tinja segar dalam 3 kali ulangan untuk
menemukan telur, kista, parasit masih merupakan alat diagnostik utama dengan
sensitifitas 60 – 90%.6,11

C. Shigella Disentri
Walaupun tanda-tanda klinis memberi kesan shigellosis, tanda-tanda tersebut tidak
cukup spesifik untuk memeberikan diagnosis yang menyakinkan. Infeksi dengan
campylobacter jejuni, salmonella sp, E. coli enteroinvasif, E.coli enterohemoragi,
Yersinia enterolitic, dan Entamoeba histolitica juga penyakit radang usus yang dapat
menyebabkan keracunan dengan shigella dysentriae. Oleh karena itu, diperlukan
penegakan diagnosis dengn pemeriksaan berikut :
– Usapan atau swab rectum
Dilkukan usapan pada mukosa rectum dengan menggunakan swab, lalu hasil
usapn diletakkan pada gelas objek daan diamati dengan mikroskop. Specimen
juga dapat diambil dari tukak pada mukosa usus pada saat pemeriksaan
sigmoidoskopi.
Bahan pemeriksaan lainnya adalah tinja segar yang mengandung darah, lender,
potongan jaringan untuk pembiakan mikroorgnisme. Dalam hal ini harus
diperhatikan bahwa kuman shigella hidupnya singkat sekali dan peka terhadap
asam-asam yang ada didalam tinja sehingga jarak waktu sejak pengambilan bahan
sampai penanaman bahan dilaboratorium harus sesingkat mungkin. Bila specimen
tidak dapat dikirim secara cepat ke laboratorium, sebaiknya digunakan medium
transport.
– Serologi
Termasuk tanda leukosit tinja memperkuat adanya colitis dan adanya leukositosis
darah perifer dengan pergeseran ke kiri yang dramatis sering dengan neutrophil
bentuk pita daripada bentuk segmen . angka lekosit perife total biasanya 5.000-
15.000sel, walaupun leukopenia dan reaksi leukomoid terjadi. Orang normal
sering mempunyai agglutinin terhadap berbagai spesies shigella. Tetapi,
serangkaian penetapan titer antibody dengan selang waktu 10 hari dapat
menunjukkan kenaikan antibody spesifik. Namun serologi tidak digunakan untuk
mendiagnosis infeksi shigella. Pada anak yang tampak toksis, biakan darah harus

39
diambil, ini terutama penting pada bayi yang sangat muda karena risiko
bacteremia bertambah.

40
8. Differential diagnosis dari kasus
A. Disentri Amoeba (Amoebiasis)

Definisi

Infeksi atau peradangan pada usus yang diakibatkan karena parasit entamoeba
hystolytica.

Epidemiologi

Disentri amuba dapat ditemukan di seluruh dunia, bersifat kosmopolit dengan


insiden vervariasi antara 3-10%, umumnya terdapat di wilayah tropis dan sub-tropis
dengan tingkat sosio-ekonomi rendah dan hygiene-sanitasi yang buruk I, 10, 16 Namun
di daerah dengan iklim dingin dan kondisi sanitasi yang buruk, tingginya angka kejadian
penyakit setara dengan di daerah tropis. Insiden tertinggi disentri amuba ditemukan pada
kelompok usia 10-25 tahun. Amebiasis jarang terjadi pada usia di bawah 5 tahun dan
terutama di bawah usia 2 tahun. Di Amerika Serikat insiden amebiasis berkisar antara 3--
7%.6, 8, 17 Setiap tahunnya sampai tahun 1978, 3.500 kasus amebiasis dilaporkan ke
CDC dan 2.300 kasus diantaranya positif. 17Di beberapa negara bagian menunjukkan
prevalensi kurang dari 2%, terkecuali pada 6 negara bagian seperti California, Texas,
Illinois, dan Pennsylvania (2-3%), Oklahoma dan New York City (4-9%), dan Arizona
(8%).6 Insiden amebiasis lebih tinggi umumnya ditemukan pada imigran yang berasal
dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Asia Tenggara. Pada tahun 1993, dari total
2.970 kasus amebiasis yang dilaporkan ke CDC: sebanyak 33% terdapat pada imigran
Hispanic dan 17% pada imigran dari Asia dan Pacific." Penduduk Amerika Serikat yang
tinggal di wilayah tenggara dan barat daya cenderung mengidap infeksi parasit usus yang
lebih tinggi, hal ini juga terdapat pada para penderita gangguan jiwa. 10Para wisatawan
dari Amerika Serikat yang baru kembali dari daerah endemis, sekitar 10% diantaranya
mempunyai risiko tertular amebiasis, infeksi amebiasis ekstraintestinal di hati dilaporkan
terjadi pada para wisatawan yang berkunjung dalam waktu lebih dari 4 hari." Beberapa
studi menunjukkan bahwa 33% dari para homoseksual mengidap amebiasis dan
menularkannya secara veneral. 6, 10, 12Di Jepang, E. histolytica umumnya ditemukan
pada para homoseksual yaitu dari 25 penderita HIV sebanyak 22 orang didiagnosis positif

41
E. histolytica. 12,18Di RRC, Mesir, India dan Belanda insiden penyakit berkisar antara
10-11,5%; di wilayah Eropa Utara antara 5-20% sedangkan wilayah Eropa Selatan
berkisar antara 20-51 %.7 Di Mesir, sebanyak 38% penderita insiden diare akut pada
pasien rawat jalan di rumah sakit temyata positif E. histolytica. Demikian juga di
Meksiko, berdasarkan studi sero-prevalens diperoleh angka sebesar lebih 8% dari
populasi temyata positif amebiasis tanpa gejala dan di Brazil sekitar 11%.8 Di Indonesia,
amebiasis intestinal banyak dijumpai secara endemis dengan angka insidens yang cukup
tinggi berkisar antara 10-18%.

Etiologi

Disebabkan oleh parasit entamoeba histolytica

Patogenesis

Patologi dan Gejala Klinis Masa inkubasi bervariasi, dari bebe- rapa hari sampai
beberapa bulan atau tahun tetapi secara umum berkisar antara 1 sampai 4 minggu.
Sebanyak 90% individu yang terinfeksi E. histolytica tidak mem perlihatkan gejala klinis
dan hospes dapat mengeliminasi parasit tanpa tanda adanya penyakit. Walaupun
demikian, sebanyak 10% individu yang asimtomatik dapat berkembang menjadi
simtomatik dalam waktu lebih dari 1 tahun, sehingga kelompok ini harus diobati selain
itu kelompok ini akan menjadi sumber penularan bagi sekelilingnya. Diare didahului
dengan kontak antara stadium trofozoit E. histolytica dengan sel epitel kolon, melalui
antigen Gal Gal Nac-lectin yang terdapat pada permukaan stadium trofozoit. Antigen
terdiri atas dua kompleks disulfida dengan berat molekul masing-masing 170 kDa dan
35/31 kDa Kedua rantai tersebut dihubungkan dengan protein 150 kDa.4 Sel epitel usus
yang berikatan dengan stadium trofozoit E histolytica akan men- jadi immobile dalam
waktu beberapa menit, kemudian granula dan struktur sitoplasma menghilang yang
diikuti dengan hancurnya inti sel. Proses ini diakibatkan oleh amoebapores, yang terdapat
pada sitoplasma trofozoit E.histolytica. Amoebapores terdiri atas 3 rangkaian peptida
rantai pendek dan dapat membuat pori pori pada kedua lapisan lemak (lipid bilayer).
Selanjutnya invasi ameba ke dalam jaringan ekstra sel terjadi melalui sistein proteinase

42
yang dikeluarkan stadium trofozoit parasit. Sistein proteinase E histolytica yang terdiri
atas amebapain dan histolisin akan melisiskan matriks protein ekstra sel, sehingga
mempermudah invasi trofozoit ke jaringan submukosa. Stadium trofozoit memasuki s
dengan menembus lapisan muskularis mukosae, bersarang di submukosa dan membuat
kerusakan yang lebih luas dari pada di mukosa usus. Akibatnya terjadi luka yang disebut
ulkus ameba. Lesi biasa nya merupakan ulkus kecil yang letaknya tersebar di mukosa
usus. Bentuk rongga ulkus seperti botol dengan lubang sempit dan dasar yang lebar,
dengan tepi yang tidak teratur agak meninggi dan menggaung. Proses yang terjadi
terutama nekrosis dengan lisis sel jaringan (histolisis). Bila terdapat infeksi sekunder,
terjadilah proses peradangan. Proses ini dapat meluas di submukosa dan melebar ke
lateral se- panjang sumbu usus, maka kerusakan dapat menjadi luas sekali sehingga ulkus
saling berhubungan dan terbentuk sinus-sinus di bawah mukosa. Stadium trofozoit E.
histo- lytica ditemukan dalam jumlah besar di dasar dan dinding ulkus. Dengan peristaltik
usus, stadium trofozoit dikeluarkan ber- sama isi ulkus ke rongga usus kemudian
menyerang lagi mukosa usus yang sehat atau dikeluarkan bersama tinja. Tinja itu disebut
tinja disentri yaitu tinja yang ber- campur lendir dan darah. Tempat yang sering
dihinggapi (predileksi)adalah sekum, rektum, sigmoid. Seluruh kolon dan rektum dapat
dihinggapi bila infeksi berat.

Faktor Risiko

Standar kebersihan dan sanitasi yang rendah, terutama yang berkaitan dengan
kepadatan, iklim tropis, kontaminasi makanan dan air dengan kotoran, dan
pembuangan kotoran yang tidak memadai, semuanya memperhitungkan tingkat infeksi
yang tinggi yang terlihat di negara-negara berkembang. Di negara maju, faktor risiko
meliputi kehidupan komunal, seks oral dan anal, sistem kekebalan tubuh yang
terganggu, dan migrasi atau perjalanan dari daerah endemik.

43
Gejala Klinis

Bentuk klinis yang dikenal adalah (1) amebiasis intestinal dan (2) amebiasis ekstra- intestinal.

1. Amebiasis intestinal (amebiasis usus, amebiasis kolon) terdiri atas:

a. Amebiasis kolon akut Gejala klinis yang biasa di temukan adalah nyeri perut dan diare
yang dapat berupa tinja cair, tinja berlendir atau tinja berdarah. Frekuensi diare dapat
mencapai 10 x perhari. Dapat ditemukan pada sepertiga penderita Pasien terkadang tidak
napsu makan sehingga berat badannya dapat menurun. Pada stadium akut ditinja dapat di
temukannya darah, dengan sedikit leukosit serta stadium trofozoit E. Histolytica. Diare
yang disebabkan E. histo- lvtica secara klinis sulit dibedakan dengan diare yang
disebabkan bakteri (Shigella, Salmonella, Escherichia coli, Campylobacter) yang sering
ditemukan di daerah tropik. Selain itu juga harus dibedakan dengan non infectious diare
seperti ischemic colitis, inflammatory bowel disease, diverticulitis, karena pada ame-
biasis intestinalis penderita biasanya tidak demam.
b. Amebiasis kolon menahun Amebiasis kolon menahun mem- punyai gejala yang tidak
begitu jelas. Biasanya terdapat gejala usus yang ringan, antara lain rasa tidak enak di
perut, diare yang diselingi obstipasi (sembelit). Gejala tersebut dapat diikuti oleh
reaktivasi gejala akut secara periodik. Dasar penyakit ialah radang usus besar dengan
ulkus menggaung, disebut juga kolitis ulserosa amebik.

2. Amebiasis ekstra-intestinal

Abses hati merupakan manifestasi ekstra-intestinal yang paling sering di temukan.


Sebagian besar penderita memperlihatkan gejala dalam waktu yang relatif singkat (2-4
minggu). Penderita memperlihatkan gejala demam, batuk dan nyeri perut kwadran kanan
atas. Bila permukaan diafragma hati terinfeksi, maka pada penderita dapat terjadi nyeri
pleura kanan atau nyeri yang menjalar sampai bahu kanan. Pada 10%-35% penderita dapat
ditemukan gangguan gastrointestinal berupa mual, muntah, kejang otot perut, perut
kembung, diare dan konstipasi Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hepatomegali.
Pada fase sub-akut dapat ditemukan penurunan berat badan, demam dan nyeri abdomen
yang Abses hati lebih banyak ditemukan pada orang dewasa dibandingkan anak-anak.

44
Kebanyakan abses terbentuk di lobus kanan hati, biasanya soliter. Abses berisi nanah yang
berwarna coklat Pada pemeriksaan tinja, E. histolytica hanya ditemukan pada sebagian
kecil penderita abses hati.

Diagnosis

Diagnosis yang akurat merupakan hal yang sangat penting, karena 90% penderita. matik
E. histolytica dapat menjadi sumber infeksi bagi sekitarnya.

a. Pemeriksaan mikroskopik tidak dapat membedakan Ehistolytica dengan E. dispar. Selain


itu pemeriksaan berdasarkan satu kali pemeriksaan tinja sangat tidak sensitif. Sehingga
pemeriksaan mikroskopik sebaiknya dilakukan paling sedikit 3 kali dalam waktu minggu
baik untuk kasus akut maupun kronik.
b. Pemeriksaan serologi untuk mendeteksi antibodi Sebagian besar orang yang tinggal di
daerah endemis E. histolytica akan terpapar parasit berulang kali. Kelompok tersebut
sebagian besar akan asimtomatik dan pemeriksaan antibodi sulit membedakan antara
current atau previous infections.
c. Deteksi antigen, Antigen ameba yaitu GalGal-Nac lectin dapat dideteksi dalam tinja,
serum, cairan abses dan air liur pende- rita. Hal ini dapat dilakukan terutama
menggunakan teknik ELISA, sedangkan dengan teknik CIEP ternyata sensiti- vitasnya
lebih rendah.
d. Polymerase chain reaction (PCR) Metode PCR mempunyai sensiti. vitas dan spesifisitas
yang sebanding dengan deteksi antigen pada tinja penderita amebiasis intestinal.
Kekurangannya adalah waktu yang diperlukan lebih lama, tekniknya lebih sulit dan juga
lebih mahal. Untuk penelitian polimorfisme E histolytica, teknik PCR merupakan metode
unggulan. Walaupun demikian, hasilnya sangat dipengaruhi oleh berbagai konta minan
pada tinja. Selain itu kemungkinan terjadi false negatif karena berbagai inhibitor pada
tinja. Hal ini dapat juga dilakukan pada pus penderita dengan abses hati ameba.

45
Komplikasi
Disentri amuba dapat berkembang menjadi amoeboma, kolitis fulminan, megakolon
toksik, dan borok kolon, dan dapat menyebabkan perforasi. Amoeboma mungkin salah
untuk karsinoma kolon atau abses pyogenic. Disentri amoebik juga dapat menyebabkan
kereta kronis dan kelahiran kronis dari kista amoebik.

Prognosis
Disentri amoebik Fulminant dilaporkan memiliki mortalitas 55% sampai 88%.
Diperkirakan lebih dari 500 juta orang terinfeksi dengan E histolytica di seluruh dunia.

Antara 40.000 dan 100.000 meninggal setiap tahun, menempatkan infeksi ini kedua pada
malaria dalam kematian yang disebabkan oleh parasit protozoa.
Pengobatan
Pengobatan Pengobatan yang diberikan pada penderita amebiasis yang invasif dengan
berbeda non-invasif. Pada penderita amebiasis non-invasif dapat diberikan paromo-
misin. Pada penderita amebiasis invasif terutama diberi golongan metronidazol. Obat lain
yang dapat diberikan adalah tinidazol, sekni dazol dan ornidazol. Lebih kurang 90%
penderita dengan amebiasis koli ringan sedang, penyakitnya sembuh dengan pem berian
metronidazol. Pada penderita dengan ulminant colitis, dapat ditambahkan pemberian
antibiotik spektrum luas untuk mem bunuh bakteri. Setelah pemberian nitroimidazol,
biasanya sebanyak 40%-60% penderita masih mengandung parasit, karena itu sebaiknya
diikuti dengan pemberian paromomisin atau diloksanidfuroat untuk mengeliminasi
infeksi dalam lumen usus Pemberian metronidazol sebaiknya tidak bersamaan dengan
paromomisin, sebab yang terakhir dapat menyebabkan diare sebagai efek samping obat.
Pada penderita abses hati ameba dapat dilakukan drainase abses selain pemberian obat
anti ameba. Hal ini dapat dilakukan pada penderita abses hati yang setelah pengobatan 5-
7 hari tidak memperlihatkan perbaikan klinis Pada penderita dengan risiko tinggi ruptur
abses misalnya dengan lesi berdiameter 5 cm atau di lobus kiri.

46
Pencegahan

Kondisi higiene perorangan dan sanitasi lingkungan merupakan faktor utama pencegahan
disentri amuba. Selain itu faktor perilaku dari individu dalam menjalani pola hidup bersih
dan sehat merupakan hal penting dalam menghindari infeksi amebiasis intestinal. Pada
prinsipnya pencegahan penyebaran infeksi amebiasis adalah terputusnya rantai penularan
dari sumber infeksi (tinja) ke manusia. Ada dua aspek utama pencegahan yaitu dari aspek
higiene perorangan dan sanitasi lingkungan. Higiene perorangan lebih terfokus dalam hal
perilaku individu dalam upaya memutus rantai penularan. Sedangkan sanitasi lingkungan
fokus pencegahan terletak dalam hal rekayasa lingkungan dalam mengisolir sumber
infeksi. Pencegahan terhadap aspek higiene perorangan adalah:

 Mencuci tangan dengan sabun setelah keluar dari kamar kecil dan sebelum
menjamah makanan.
 Mengkonsumsi air minum yang sudah dimasak (mendidih). Jika minum air yang
tidak dimasak, dalam hal ini air minum kemasan hendaknya diperhatikan tutup botol
atau gelas yang masih tertutup rapi dan tersegel dengan baik.
 Tidak memakan sayuran, ikan dan daging mentah atau setengah matang.
 Mencuci dengan bersih buah-buahan yang akan dikonsumsi.
 Mencuci dengan bersih alat makan-minum bayi/anak-anak dan merendam dalam air
mendidih sebelum digunakan.
 Membuang kotoran, air kotor dan sampah organik secara baik dengan tidak
membuangnya secara sembarangan.
 Segera berobat ke petugas kesehatan jika frekuensi buang air meningkat, sakit pada
bagian abdomen dan kondisi tinja encer, berlendir dan terdapat darah. Sebelum
berobat atau minum obat, minum cairan elektrolit guna mencegah timbulnya
kekurangan cairan tubuh.

47
Pencegahan terhadap aspek sanitasi lingkungan adalah:

 Pembuangan kotoran manusia yang memenuhi syarat. Prinsip pembuangan kotoran


manusia yang memenuhi syarat adalah tinja yang dibuang terisolir dengan baik
sehingga tidak dihinggapi serangga (lalat, kecoak! lipas), tidak mengeluarkan bau,
dan tidak mencemari sumber air.
 Menggunakan air minum dari sumber air bersih yang sanitair (air ledeng, pompa
sumur dangkal atau dalam, penampungan air hujan).
 Menghindari pemupukan tanaman dengan kotoran manusia dan hewan. Jika
menggunakan pupuk kandang dan kompos, pastikan bahwa kondisi pupuk kandang
atau kompos tersebut benar-benar kering.

B. Disentri Shigella
Diare pada anak karena Shigella sering disebut shigellosis yang merupakan
penyebab utama disentri basiler. Shigellosis adalah infeksi usus akut yang dapat
sembuh sendiri. Penyakit ini ditandai dengan nyeri perut hebat diare yang sering
dan sakit, dengan volume feses sedikit disertai lendir kadang-kadang darah.

Epidemiologi

Shigellosis di negara berkembang merupakan penyebab utama diare infantil,


karena higiene dan sanitasi yang kurang baik. Penyakit ini tersering pada musim
panas di daerah beriklim sedang sedangkan di Indonesia (daerah beriklim tropis)
puncaknya terjadi selama musim hujan.

Infeksi dapat terjadi pada semua kelompok umur, tersering pada usia di bawah 10
tahun, dengan angka kejadian pada laki-laki dan perempuan yang hampir sama.
Makanan dan minuman yang terkontaminasi vektor merupakan sumber yang penting.

Etiologi
Disentri basiler berat umumnya disebabkan oleh Shigella dysenteriae, kadang-
kadang dapat juga disebabkan oleh Shigella flexneri, sedangkan Shigella sonnei
adalah yang paling ringan.

48
Patogenesis
Infeksi Shigella hampir selaly terbatas pada saluraa pencernaan, invasi ke aliran
darah sangat jarang. Kuman masuk dan berada di usus halus, menuju ileum terminalis
dan kolon, melekat pada permukaan mukosa dan menembus lapisan epitel kemudian
berkembang biak dengan lapisan mukosa.
Selanjutnya terjadi reaksi peradangan hebat yang ditandai dengan adanya
proliferasi dan mikroorganisme di dalam lumen usus (difagosom) kemudian melekatvdi
permukaan mukosa yang menyebabkan terlepasnya sel-sel dan timbulnya tukak pada
permukaan mukosa usus. Reaksi peradangan yang hebat ini menyebabkan organisme
jarang menembus dinding usus dan menyebar ke bagian tubuh lain.

Gejala Klinis

Gejala shigellosis sangat bervariasi tergantung pada status gizi, usia pasien, strain
penginfeksi dan dosis infeksi. Masa inkubasi atau masa awitan 2 - 4 hari atau bisa lebih
lama sampai 1 minggu. Setelah masa inkubasi yang pendek, secar mendadak timbul nyeri
perut, demam, muntah, anoreksia, malaise, toksisitas menyeluruh, mendadak ingin buang
air besar, erjadi nyeri defekasi dan diare cair. Pemeriksaan fisis pada saat ini dapat
menunjukkan kembung perut dan nyeri, suara usus hiperaktif, dan nyeri rektum pada
pemeriksaan digital. Sehari atau beberapa hari kemudian, terjadi penurunan volume diare
tetapi sering mengandung darah, lendir, dan nanah. Setiap gerakan usus disertai dengan
"mengejan" dan tenesmus (spasme rektum) yg menyebabkan nyeri perut bagian bawah.

Disentri dapat menimbulkan dehidrasi dari ringan sampai dengan dehidrasi berat,
walaupun kejadiannya lebih jarang jika dibandingkan dengan diare cair akut.

Terapi

Seperti pada diare sebab lain, perhatian pertama mengenai anak dengan dicurigai
shigellosis harus dikorekai dengan cairan dan elektrolit.

Tabel 1. Upaya Rehidrasi Oral

49
Usia Dehidrasi Ringan 3 jam Tanpa Dehidrasi jam
pertama (50ml/kg) selanjutnya (10-20
ml/kg/setiap diare)

Bayi < 1 tahun 1,5 gelas 0,5 gelas

Bayi < 5 tahun 3 gelas 1 gelas

Bayi > 5 tahun 6 gelas 2 gelas

Tabel 2. Terapi Cairan Standar (Iso Hiponatremia) untuk Segala Usia, kecuali Neonatus

Plan Derajat Kebutuhan Cairan Jenis Cairan Cara/Lama


Dehidrasi Pemberian

C Berat > 10% + + 30 ml/kgBB/1 jam RL T.I.V/3 jam


syok = 10 tetes/kg/menit atau lebih
cepat

B Sedang 6 - 9% + 70 ml/kgBB/3 jam HSD atau T.I.V/3 jam


= 5 tetes/kg/menit Oralit
T.I.G/3 jam

Oral 3 jam

B Ringan 4 - 5% + 10 ml/kgBB/1 jam HSD atau T.I.V/3 jam


= 3 - 4 Oralit
T.I.G/3 jam
tetes/kg/menit

A Tanpa + 10 - 20 ml/kgBB/3 RL atau Oralit Oral sampai


Dehidrasi jam setiap kali diare diare berhenti

Pemberian terapi cairan meliputi pemberian cairan yang ditujukan untuk :

1. Memperbaiki dinamika sirkulasi (bila ada syok)

50
2. Mengganti defisit yang terjadi
3. Rumatan (maintenence) untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit yang sedang
berlangsung (ongoing loss)

Penatalaksanaan pemberian terapi cairan dapat dilakukan secara oral atau


parenteral. Pemberian secara oral dapat dilakukan untuk dehidrasi ringan sampai sedang,
sedangkan pemberian parenteral dilakukan untuk dehidrasi berat dengan gangguan
sirkulasi, muntah hebat atau penderita dengan pengeluaran air tinja yang hebat (> 100
ml/kgBB/hari).

Cairan yang biasanya dipakai adalah oralit. Namun bahaya hipernatremia dapat
terjadi pada pemberian oralit yang berlebihan dan lama. Modifikasi lain dari laruran
elektrolit oral adalah larutan oralit untuk anak (Pedialyte) yang mengandung Na lebih
rendah sehingga mengurangi kemungkinan hipernatremia.

Pada umumnya, Kotrimoksasol merupakan antibiotik yang banyak dianjurkan


untuk Shigella dengan dosis untuk Trimetoprim 5 - 10 mg/kgBB/hari dan
Sulfametoxazole 25 - 50 mg/kgBB/haru dibagi dalam 2 dosis selama 5 hari. Efek
samping dari Kotrimoksasol adalah mual, muntah, stomatitis, leukopenia, dan
trombositopenia. Obat ini tidak dianjurkan untuk bayi prematur dan neonatus.

Untuk strain yang resisten terhadap obat-obatan biasa dapat diberikan Sefiksim 8
mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi diberikan secara oral selama 5 hari atau Seftriakson
50 mg/kgBB/hari sebagai dosis tunggal perhari diberikan secara parenteral selama 2 - 5
hari.

Dosis Asam Nalidiksat untuk anak adalah 55 mg/kgBB dibagi dosis 4 kali sehari
selama 5 hari. Penggunaannya pada bayi usia kurang dari 3 bulan atau yang pernah
mengalami kejang harus dilakukan dengan hati-hati. Efek samping obat tersebut yaitu
nausea, diare dan nyeri perut.

Dosis Ampisillin untuk anak adalah 55 mg/kgBB dibagi dalam dosis 4 kali sehari
selama 5 hari. Efek samping meliputi alergi, mual, muntah, dan diare.

51
Obat-obatan yang memperlambat motilitas usus tidak boleh digunakan karena
risiko memperlama sakit. Opiat harus dihindari pada disentri Shigella.

Komplikasi

Komplikasi disentri dapat terjadi lokal di saluran cerna maupun sistemik


walaupun jarang. Hemolisis, anemia dan sindrom hemolitij uremik merupakab
komplikasi sistemik yang lazim.

Pencegahan

Dua cara sederhana mengurangi risiko shigellosis pada anak. Pertama adalah
mendorong pemberian ASI yang lama terutama pada masyarakat dengan prevalensi
shigellosis tinggi. Cara kedua adalah mendidik keluarga dan anak dalam mencuci tangan
terutama setelah buang air besar dan sebelum mempersiapkan dan mengonsumsi
makanan. Sampai saat ini, belum ada vaksin yang efektif untuk mencegah shigellosis.

C. Diare

Definisi
Diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar tersebut
dapat/tanpa disertai lendir dan darah.

Epidemiologi
Data dari WHO tahun 2009 menunjukan angka kejadian diare akut diseluruh dunia
mencapai 2miliar kasus per tahun. Di Amerika Serikat, ditemukan 100 juta kasus diare
akut pada dewasa tiap tahunnya, menyebabkan 250.00 diantaranya dirawat di rumah sakit
dan 5000 meninggal dunia.

Etiologi

52
Diare disebabkan oleh banyak penyebab antara lain infeksi (bakteri, virus, parasit)
keracunan makanan, efek obat-obat dan lain-lain.

Gejala Klinis
Biasanya Pasien hanya mengeluhkan “mencret” atau berak-berak. Kalau anamnesis
dilakukan dengan seksama, maka sebelum terjadi mencret atau berak-berak, pasien sudah
ada keluhan perut penuh, mual,keringat dingin. Gejala klinik diare dibagi atas:
Fase prodromal : yang dapat juga di sebut sebagai sindrom pradiare
- Perut terasa penuh
- Mual
- Bisa sampai muntah
- Keringat dingin
- Pusing

53
Fase Diare :
- Diare dengan segala akibatnya berlanjut yaitu dehidrasi, asidosis, syok
- Mules
- Dapat sampai kejang
- Dengan atau tanpa panas
- Pusing

Fase penyembuhan:
- Diare makin jarang
- Mules berkurang
- Rasa lemas atau lesu

Patofisiologi/Patomekanisme
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisologi atau patomekanisme sebagai
berikut:
1) Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotik;
2) Sekresi cairan dan elektrolit meninggi disebut diare sekretorik;
3) Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak;
4) Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di
enterosit; 5) Motalitas dawaktu transit usus abnormal;
6) Gangguan premebilitas usus;
7) Inflamsi dinding usus, disebut diare inflamatorik;
8) Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi.
Diare osmotik: diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari
usus halus yangdisebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik (a.l.MgSO4, Mg (
OH)2, malabsorbsi umum dan defek dalam absorbsi mukosa usus misal pada defisiensi d
isararidase, malabsorpsi glukosa/laktosa.
Diare sekretorik : diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit
dari usus, menurunnya absorbsi. Penyebab diare tipe ini antara lain karena enterotoksin
pada infeksi Vibrio cholerae, atau Escherica col, penyakit yang menghasilkan hormon
(VIPoma), reseksi ileum (ganguan absorbsi garam empedu), dan efek obat laksatif dioctyl
sodium sulfosuksinat.
54
Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak: Diare tipe ini didapatkan pada gangguan
pembentukan/produksi micelle empedu dan penyakit-penyakit bilier dan hati.
Defek sistem pertukaran aninon/transport elektrolit aktif di enterosit : diare tipe ini
disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif Na+K+ATP ase di enterosit dan
absorpsi Na+ dan air yang abnormal.
Motilitas dan waktu transit usus abnormal: diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan
ireguralitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorbsi yang abnormal di usus halus.
Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes melitus, pasca vogotomi, hipertiroid.
Gangguan premeabilitas usus: diare tipe ini disebabkan premeabilitas usus yang abnormal
disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus halus
Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik) : diare tipe ini disebabkan adanya kerusakan
mukosa usus krena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mukus yang berlebihan
dan eksudasi air dan elektrolit kedalam lumen, gangguan absorbsi air-elektrolit.
Diare infeksi: infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari
sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif dan invasif. Bakteri non
invasif menyebabkan diare karena toksin yang disekresi oleh bekteri tersebut yang
disebut diare toksigenik.

Penatalaksanaan
Rehidrasi : Bila pasien dalam keadaan umum baik tidak dehidrasi, asupan cairan yang
adekuat dapat dicapai dengan minuman ringan, sari buah, dan sup. Bila pasien kehilangan
cairan yang banyak dan dehidrasi, pentalaksanaan yang agresif seperi cairan intravena
atau rehidrasi oral dengan cairan isotonik mengandung elektrolit dan gula. Cairan oral
antara lain : pedialit, oralit dll. Cairan infus antara lain: ringer laktat. Cairan diberikan 50-
200ml/kgBB/24 jam tergantung kebutuhan dan status hidrasi.
Diet :Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah hebat. Pasien
dianjurkan justru minum minuman sari buah, teh, minuman tidak bergas, makanan mudah
dicerna.
Obat abti diare : obat ini dapat mengurangi gejala a). yang paling efektif adalah derivat
opioid misal loperamide, difenoksilat-atropin dan tinkur opium. b). Obat yang
mengeraskan tinja: atapulgite 4x2 tab/hari, smectite 3 x 1 saset diberikan tiap diare/ BAB

55
encer sampai diare berhenti. c). Obat anti sekretorik atau anti enkephalinase : Hidrasec 3
x 1 tab/hari.
Obat anti mikroba: obat piliha yaitu kuinolon (misal siprofloksasin 500mg 2x/hari selama
7hari).

D. Kolitis Ulseratif
1. Definisi
Kolitis ulserativ adalah penyakit ulserativ dan iflamasi akut atau kronis dari
rektum dan kolon, dengan tanda-tanda yang khas yaitu adanya diare, perdarahan
per rektal, nyeri diperut, panas, anoreksia dan penurunan berat badan
2. Etiologi
Sampai sekarang penyebab kolitis ulserativ yang pasti belum diketahui dengan
jelas, walaupun demikian, beberapa sarjana mencoba untuk menerangkan
penyebab – penyebabnya
a. Infeksi
Perubahan yang terjadi dimukosa yang berupa inflamasi karena
kemungkinan ada infeksi. Misalnya : infeksi oleh
1. Bakteri
- Bacillus dysentriae
- Diplostreptococcus
- Bact. Necrophorum

56
- Staphylococcus aureus
2. Virus
- Lymphogranuloma venareum
- Enterovirus
3. Fungi
- Histoplasma capsulatum
- Geotrichium
4. Parasit
- Entamoeba histolytica
b. Gangguan imunologis
Andersen 1942 menemukan bahwa 2/3 penderita menunjukkan alergi
terhadap makanan, misalnya : susu sapi, telur, tomat, jeruk dan kentang.
Selanjutnya WRIGHT dan TRUELOVE 1965 menemukan bahwa pada
penderita kolitis ulserativ yang diberi diit bebas susu ternyata jarang timbul
relpas jika dibandingkan dengan yang tanpa diberi diit.
c. Nutri
Adanya defisiensi dari beberapa vitamin atau makanan spesifik lainnya
yang diduga dapat menyebabkan kolitis ulserativ. Perubahan pada intestinal
dapat terjafi pada beberapa penyakit defisiensi, misalnya pada pellargra, tapi
defisiensi tersebut tak dapat menyebabkan kolitis ulserativ, kadang kadang
timbul gejala tersebut.
d. Psikhosomatik
Beberapa teori mengakatan adanya hubungan kolitis ulserativ dengan kelainan
psikhosomatik. Hal ini dapat diterangkan bahwa :
 Dkolitis ulserativ terdapat pada orang tertentu
 Ada yang mengatakan bahwa karena kelainan jiwa (emosi) yang dapat
menyebabkan kolitis ulserativ
 Dapat terlihat bahwa dengan diberikan psikhoterapi pada beberapa
penderita kolitis ulserativ memberikan hasil yang baik

3. Epidemiologi

57
Penyakit ini banyak dijumpai pada kaum wanita dari pada laki –laki. Dapat
menyerang semua umur, tetapi serangan yang pertama yaitu pada orang dewasa
muda. Umur yang paling banyak terserang antara 20 – 40 tahun. Dapat terjadi
serangan yang pertma pada orang tua, apabila penyakitnya dalam keadaan berat.
4. Patofisiologi
Pada mukosa kolon, terlihat tanda –tanda inflamasi yang difus. Terlihat
mukosa yang hiperemis dan granuler tanpa menunjukkan tanda – tanda ulserasi,
pada penyakit yang sudah berat, maka ulserasi akan timbul pada tempat inflamasi.
Mikroskopik mukoa terlihat hiperemi, adanya infiltrat yang berat dari sel –
sel inflamasi yang termasuk lekosit polimorfonukler, dan sering kripte dari
liebekuhn mengalami dilatasi dengan sela –sel inflamasi disebut “crypt absces”
bila penyakit tersebut jadi kronik, maka mukosa akan mendatar, dengan banyak
sel sel inflamasi kronik tersebut plasma sel dan limfosit dalam propia dan kripte
lieberkuhn menjadi jarang.
Pada lapisan dalam kolon mula – mula tidak terjadi perubahan, pada waktu
penyakit sudah berat makan proses inflamasi akan menembus muskularis mukosa
kedalam submukosa. Akibatnya terjadi abses submukosa dan dapat pecah
kedalam lumen akan terjadi ulkus. Pada pederita yang lebih berat lagi lapisan
muskularis juga terserang dapat timbul porforasi.
Proses inflamasi ini dimulai dari retum bagian atas dan kolonsigmoideum.
Kemudian meluas ke proximal hingga dapat meluas seluruh kolon. Kadang dapat
meluas hingga beberapa cm dibagian terminal ileum, tetapi biasanya hanya
divalvula ileo seokal.
Pada sel sel epitel dalam dinding dari kripte, akan terjadi nekrosis dan akan
terbentuk ‘crypt abses” pada sitologis akan terlihat sel sel epitel yang sering
membesar dengan nuklei abnormal.
5. Manifestasi klinik
Gejala yang pertama yaitu keluarnya darah segar per rektum terutama
setelah defekasi dan atau adanya diare. Pada akhirnya terjadi diare campur darah.
Pada sebagian penderita dapat timbul secara akut dari permulaan dengan disertai
diare berdarah dan penderita terlihat sakit berat untuk beberapa hari atau minggu.

58
Gelaja – gejala akut ini timbul apabila terjadi perdarahan dari kolon yang difus.
Tak jarang penyakit ini timbul sejak si penderita hamil menyebabkan keadaan jadi
berat. Apabila penyakit ini hanya dibagian colon sigmoid (prokto sigmoid), maka
terjadi perdarahan kronis sehingga timbul anemi.
Tetapi bila terjadi perluasan dari penyakit dan merupakan stadium akut
maka terjadi panas, takikardi, HB menurun (anemia normositik), berat badan
menurun, badan merasa lemah dan lesu, otot – otot lemah. Serangan yang berat
dapat disertai dengan diare yang dapat lebih dari 20 kali sehari. Tinja cair dan
bercampur dengan darah,mukopurulen.
6. Langkah – langkah diagnosis
a. Anamnesis
Kolitis ulserativ terbagi atas ringan, sedang, dan berat
- Berdasarkan frekuensi diare, ada tidaknya demam, derajat berat-
ringannya anemia yang terjadi dan laju endap darah,
- Perjalanan penyakit kolitis ulserativ dimulai dengan serangan pertama
yang berat atau dimulai dengan tampilan ringan yang bertambah berat
secara gradual setiap minggu. Berat ringanya serangan pertama sesuai
panjang kolon yang terlibat. Nyeri perut relatif lebih mencolok. Hal ini
disebabkan oleh sifat besi yang transmural

b. Pemeriksaan fisik

59
Pasien terlihat lemah, pucat, ada tanda-tanda dehidrasi, dinding abdomen yang
lembek, nyeri tekan. Penderita mengalami dilatasi kolon sehingga abdomen
terlihat mengembung.
c. Pemeriksaan laboratorium
 DPL : anemia defisiensi besi
 Kultur feses : menyingkirkan kolitis inftif sebelum terapi
 Radiologi abdomen polos : dilatasi kolon atau udara dibawah
diafragma mengindikasikanperforasi pada kolitis fulminan
 Barium enema : terlihat mokosa tidak rata, haustra menghilang, lumen
mengecil terlihat seperti memendek, terlihat banyak ulserasi, beberapa
tempat terlihat sisa sisa tinja ditempat yang ireguler, postevakuasi
terlihat gambaran seperti sarang lebah (honeycomb pattem). Gambaran
kolon umumnya terlihat mengecil, seperti memendek, tonus menurun,
kaku.
 Sigmoidoskopi : mukosa yang meradang, berdarah jika disentuh
 Kolonoskopi : perluasan penyakit saat pertama muncul, evaluasi
respon terhadap terapi setelah eksaserbasi, skrinning pada penyakit
lama untuk mendeteksi displasia
 Biopsi : gambaran histopatologi khas
7. Penatalaksanaan
MedikaMentosa
 Dasar : diet tinggi – serat, obat-obatan anti diare (kodein fosfat,loperamid)
 Lini pertama : obat antiinflamasi (salazopyrin, asam % aminosalisilat (5-
ASA). Kortikosteroid).
 Lini kedua : obat imunosupresif lainnya (azatioprin, siklosporin A)
 Gunakan enema jika penyakit terbatas pada rectum
 Sediaan oral untuk penyakit yang lebih luas.
 Imunosupresif intavena untuk eksaserbasi akut

Indikasi pembedahan

60
 Kegagalan terapi medikamentosa untuk mengontrol gejala kronik
 Komplikasi : perdarahan hebat, perforasi?kolitis akut berat, resiko kanker
(lebih hebat pada penyakit lama, onset lebih agresif dan penyakit lebih
luas ).
 Displasia atau perkerbangam kearah karsinoma

Operasi

 Untuk serangan akut/kompilkasi – kolektomi total, ileostomi ujung (end


ileostomy) dan menyelamatkan ujung rectum.
 Elektif –proktokolektomi dengan ileostomi ujung (brooke) atau
proktokolektomi dengan menyelamatkan sfingter anal dan membuat
kantong ileoanal (misalnya kantong berbentuk J)
8. Komplikasi
1. Dapat terjadi komplikasi dikolon
 Poliposis
 Stiktura
 Degenerasi karsinoma
 Perdarahan
 Perforasi
 Dilatasi dari kolon
2. Komplikasi direktum/anal
 Haemorroid
 Fisura
 Fistula
 Rektovaginal fistul
3. Komplikasi dikulit dan mukosa
 Ulserativ bukal
 Erupsi noduler atau pustuler
 Lesi nekrotik
 Pioderma gangrenosum

61
 Ulserasi yang meluas
 Purpura
 Eritemia atau urtikaria
 Eritema nodosum
 Ulserasi dikaki
 pellagra
4. Komplikasi pada mata
 Konjunktifitis iritis
5. Komplikasi pada articulatio
 artritis
6. hepatitis , pankreatitis, amiloidosis
7. Kelainan pada darah
 Anemia
 Hipoalbuminemia
 Gangguan keseimbangan elektrolit
9. Prognosis
Kolotis ulserativ merupakan masalah kronis yang membutuhkan pemantauan
konstan kecuali dilakukan pembedahan yang drastis tetapi kuratif.

62
Daftar pustaka
1. Basri, Muh Iqbal,. dkk. 2015. Buku Ajar Biomedik 2. Makassar: Departemen Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
2. Paulsen F, Waschke. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia: Anatomi Umum dan
Muskuloskeletal Edisi 23 Jilid 2. Penerjemah: Brahm U. Penerbit. Jakarta: EGC.
3. Rudolph, Abraham M., dkk. 2014. Buku Ajar Pediatri Rudolph, Edisi 20, Volume 2.
Jakarta : EGC.
4. Sherwood Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem. Edisi 6.Jakarta :
Penerbit buku kedokteran EGC
5. Zein Umar, dkk. 2004. Diare akut disebabkan bakteri. FK USU Bagian Ilmu Penyakit
Dalam Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi : e- USU Repository.
6. Price, Sylvia Anderson. 2015. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC
7. Sherwood, Lauralee. 2014. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
8. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid I. Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Hal.
534. 549. 554
9. Beck., Amy L. 2010. The Effects of Diarrhea on Appetite in Children Ages One to Five.
University of Connecticut: University of Connecticut Health Center Graduate School.
10. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi Keempat. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
11. Grace,pierce.Borley,Neil.2007.At a Glance Ilmu Bedah edisi tiga.jakarta:Erlangga
12. http://who.int/growthref/who2007_bmi_for_age/en/
diakses pada tanggal 16 november 2017

63

Anda mungkin juga menyukai