Anda di halaman 1dari 16

Abstrak

Pembuatan insuline glargine dengan menggunakan teknik protein rekombinan plasmid p-ET28a
dengan sel inang Escherichia coli. Penyisipan dilakukan dengan enzim restriksi HindIII dan
EcoRI dan dilakukan seleksi transformasi dengan kanR dan dilakukan produksi dengan
fermentasi fed-batch dan dihasilkan protein pro-insulin dengan protein fusi His-tag. Dan
purifikasi dengan Sehingga dilakukan pemutusan rantai C dengan menggunakan enzim protease
dan sitrakonat anhidrat.
Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Percobaan
1.3 Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Karakteristik dan sifat dari Insulin Glargine
Insulin glargine adalah protein yang mempunyai 2 rantai peptida yang mengandung 53 asam
amino. Rantai A mengandung 21 asam amino dan rantai B mengandung 52 asam amino.
Struktur primer identik dengan insulin manusia kecuali berbeda hanya di asam amino No. 21 di
rantai A. Dan juga penambahan 2 asam amino di C-terminal rantai B. Pada insulin manusia asam
amino No. A21 adalah Asparagin sedangkan pada insulin glargine No. A21 adalah Glisin dan
juga penambahan asam amino Arginin pada B31 dan B31.
Insulin glargine berwarna putih atau hampir putih, serbuk higroskopis. Praktis tidak larut dalam
air dan dalam etanol anhidrat. Tetapi larut di asam mineral. Insulin glargine digunakan untuk
pemberian insulin dari luar kepada pasien penderita diabetes melitus yang defisiensi insulin.
Insulin glargine mempunyai berat molekul 6063 g/mol (PubChem). Insuline glargine mempunyai
titik isoelektrik (pI) pada pH 6.7 sehingga dapat larut di pH asam namun kelarutannya berkurang
di pH fisiologis (www.care.diabetesjornal.org). Dalam penyimpanannya di dalam tubuh, insulin
glargine dapat membentuk struktur heksamer yang mempunyai kestabilan lebih panjang namun
kondisinya inaktif. Sehingga dapat meningkatkan durasi kerja insulin glargine. Bentuk heksamer
distabilkan oleh ion Zn+

2.2 Sediaan Insulin Glargine yang beredar di pasaran


Bentuk sediaan Insuline Glargine di pasaran adalah larutan steril yang digunakan dengan cara
diinjeksikan melalui subkutan dengan bantuan pen insulin atau alat suntik konvensional.
Beberapa
produsen Insulin
Glargine adalah
Sanofi Aventis
(Lantus®) dan
Kalbe (Ezelin).
Gambar 1. Injeksi Insulin Glargine di Pasaran (Lantus®) Gambar 2. Injeksi Insulin Glargine di
Pasaran (Ezelin)
2.3 Penggunaan dan Penjelasan Penggunaan Sediaan Insulin Glargine
Cara menggunakan sediaan injeksi Insulin Glargine dapat dilakukan dengan alat suntik
konvensional dan pen insulin. Untuk penggunaan dengan alat suntik konvensional, dapat
digunakan alat suntik dengan penyesuaian volume sesuai dosis anjuran. Area kulit yang
dianjurkan untuk injeksi insulin adalah paha, perut, atau lengan atas bagian belakang. Insulin
diinjeksikan dengan posisi 90 derajat terhadap kulit (Diabetes Digital Media, 2019). Penggunaan
dengan pen insulin dilakukan dengan mengatur dosis sesuai anjuran. Insulin dapat disuntikkan
pada paha, perut, atau lengan atas bagian belakang. Insulin diinjeksikan dengan posisi 90 derajat
terhadap kulit (Diabetes Digital Media, 2019).
Insulin Glargine biasa digunakan untuk pasien diabetes mellitus tipe 1, yaitu diabetes
dengan kondisi kronis saat pankreas memproduksi insulin sedikit atau tidak sama sekali. Insuline
Glargine juga digunakan untuk beberapa pasien diabetes mellitus tipe 2 walaupun jarang.
Diabetes mellitus type 2 adalah kondisi kronis yang mempengaruhi cara tubuh memproses gula
darah, biasa dibutuhkan injeksi insulin ketika tubuh tidak memproduksi cukup insulin (American
Academy of Family Physicians, 1999). Insulin bekerja sebagai analog insulin manusia yang
meregulasi penyimpanan glukosa dalam tubuh (MIMS, 2019).
2.4 Pengembangan Genetik
Pada produksi yang kami rancang adalah dengan menggunakan plasmid pET-28 plasmid
tersebut merupakan plasmid ekspresi karena ada komponen transkripsi dan translasi sehingga
dapat mengekspresikan protein. Komponen transkripsi diantaranya adalah T7 promotor, lac
operator, dan T7 terminator. Komponen translasi diantaranya adalah kodon start, RBS, dan
kodon stop.
Plasmid yang dipilih sebagai vektor dari DNA rekombinan untuk ekpresi insulin glargine
yaitu plasmid pET-28. Plasmid pET-28 digunakan dengan pertimbangan keberadaan komponen
transkipsi yang diperlukan untuk ekspresi protein insulin glargine, juga komponen untuk seleksi
DNA rekombinan. Komponen transkripsi yang terdapat pada plasmid pETDNA rekombinan
sebaiknya tidak mengandung gen resisten ampisilin dan streptomisin karena dapat menyebabkan
terjadinya reaksi hipersensitivitas.
Pertama-tama kita harus mempersiapkan gen yang diinginkan. Gen yang kita inginkan
adalah gen insulin yang mengkode protein insulin pada manusia. Namun kita akan memproduksi
insulin glargine yaitu modifikasi dari insulin manusia. Pada rantai A21 insulin manusia
disubsitusi aspargin menjadi glysin dan penambahan 2 arginin pad rantai B31 dan 32. Substitusi
bergua untuk mencegah deamidasi dari glysin yg bersifat pH asam. Penambahan arginin
menggeser nilai pI dari pH 5,4 -6,7 sehingga molekul menjadi lebih larut dalam pH asam (foto).
Diamplifikasi dengan PCR. Sebelum di amplikasi ditambahin enzim reverse primer dan situs
restriksi EcoR1 pada forward primer dan Hind III pada reverse primer.
Setelah itu mempersiapkan plasmid. Yaitu dengan cara memotong plasmid agar
bentuknya linear. Diperlukan enzim restriksi untuk memotong plasmid menggunakan EcoR1 dan
Hind III. EcoR1 akan memotong di di G!AATTC dan Hind III A!AGCTT menghasilkan ujung
sticky end. Penggunaan 2 enzim ini diginakan untuk menghindari religasi. Gen yang telah
dipersiapkan dicampurkan ke dalam plasmid. Sehingga sudah terbentuk plasmid rekombinan
Setelah plasmid berisi gen yang kita inginkan. Tahap selanjutnya adalah memasukkan
plasmid ke dalam inang. Inang yang digunakan adalah E. Coli karena terdapat ori yang sesuai
dengan prokariotik yaitu f1 origin. Selain itu, pada plasmid terdapat juga lac operon yang
merupakan gen polisistronik yang dapat mengkode enzim yang terlibat pada penggunaan laktosa
oleh E. Coli sehingga E. Coli digunakan untuk memperbanyak plasmid dan ekspresi protein.
Untuk menyisipkan gen yang diinginkan, kita menggunakan cara kejut listrik yaitu dengan cara
mengalirkan listrik ke sampel plasmid yang sudah disisipi 1200 Volt per mL.
Ketika dilakukan ligasi pada vektor, beberapa vektor mengalami self-legation sehingga
tidak memiliki DNA sisipan. Beberapa vektor juga mengalami ligasi dengan benar sehingga
terbentuk DNA rekombinan yang benar. Campuran plasmid rekombinan kemudian ditransfer ke
sel inang E. coli (transformasi). Sel inang yang telah mengalami transformasi memiliki
kemungkinan mengandung plasmid rekombinan yang benar, atau mengandung plasmid tanpa
DNA rekombinan karena mengalami self-ligation. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
mengonfirmasi atau mendeteksi sel inang yang memiliki plasmid yaitu dengan seleksi vektor
berdasarkan resistensi antibiotik dan auksotrop. Yang disebut seleksi transforman. Pada
plasmid pET28 terdapat gen resistensi kanamisin. Sehingga saat ingin menyeleksi transforman,
kita taruh di media yang diberi antibiotik kanamisin. Bakteri yang tidak membawa plasmid
akan mati, karena tidak memunyai gen resisten kanamisin. Penggunaan kanamisin dikarenakan
antibiotik seperti streptomisin ataupun ampisilin akan menimbulkan hipersensitivitas jika
dikonsumsi pasien. Namun untuk mengetahui apakah plasmid tersebut terisi gen yang
diinginkan dapat digunakan metode konfirmasi dengan elektroforesis
Setelah dilakukan ligasi dan seleksi untuk menghasilkan vektor rekombinan, perlu
dilakukan deteksi untuk mengonfirmasi keberadaan DNA sisipan yang diinginkan pada vektor
plasmid. Deteksi DNA sisipan dalam vektor dilakukan dengan prinsip perbandingan ukuran,
analisis restriksi, PCR, dan sequencing. Jumlah pasangan basa dari vektor rekombinan yang
benar lebih banyak dibanding jumlah pasangan basa vektor plasmid yang tidak mengandung
DNA sisipan. Oleh karena itu, deteksi DNA sisipan dapat dilakukan dengan elektroforesis gel.
Analisis restriksi perlu dilakukan untuk mengonfirmasikan pemotongan vektor plasmid
dengan enzim restriksi yang digunakan. Vektor plasmid pET28 memiliki banyak situs restriksi,
dan untuk pengembangan genetik insulin glargine ini dipilihlah situs restriksi dengan enzim
restriksi EcoRI dan HindIII. Vektor plasmid pET28 yang mengalami pemotongan pada kedua
situs restriksi oleh EcoRI dan HindIII memliki jumlah pasangan basa sebanyak 5350 bp untuk
plasmid dan 159bp untuk insulin glargine, ditunjukkan oleh hasil elektroforesis yang
dibandingkan dengan marka.

Selain dengan elektroforesis gel, deteksi DNA sisipan dapat dilakukan dengan sequencing
DNA rekombinan, untuk mengonfirmasikan kesesuaian urutan pasangan basa pada
plasmid dan DNA rekombinan.
ATAS
a. Regulasi atau ekspresi Pada plasmid terdapat lacI sehingga harus diregulasi. Regulasi
dapat dilakukan dengan memberikan inducer berupa laktosa atau IPTG. Repressor yang
dihasilkan LacI akan berikatan dengan laktosa atau IPTG sehingga akan mengubah
bentuk konformasi, dengan demikian RNA polimerase dapat mengkatalisis transkripsi
dan menghasilkan protein insulin glargine
b. Lokasi ekspresi? Lokasi ekspresi protein terletak di sitoplasma karena E. Coli merupakan
prokariotik
c. Ilustrasi protein? Ukuran protein (5369 : 3) x110 = 19683,333 Da = 19,683 kDa

N- HIS INSULIN -C
GLARGINE

Pertanyaan :

 Bedanya + dan – pada plasmid gimana?


 Ada pengaruh dari pemilihan plasmid A/B, +/- terhadap

2.5 Alur produksi insulin glargine


Pada produksi proinsulin, dibuat terlebih dahulu master cell bank (MCB) untuk
working stock produksi awal dan working stock produksi selanjutnya. Master Cell Bank (MCB)
terdiri dari sejumlah sel kloning yang dikarakterisasi dengan baik dan berasal dari bibit sel utama
dan dibagi ke dalam beberapa wadah, dengan teknik kriopreservasi, dan disimpan dalam keadaan
beku di bawah kondisi yang telah ditentukan, seperti dalam bentuk gas atau fase cair dari larutan
nitrogen pada aliquot. Tujuan pembuatan master cell bank (MCB) yaitu untuk mencegah
kontaminasi pada substrat sel dari sel yang tidak diinginkan dan agen adventif seperti bakteri,
jamur, mikoplasma, mikobakteri dan virus, menghindari menurunnya availabilitas pada produk
dan untuk memastikan sel yang akan diproduksi tetap memenuhi kualifikasi dan karakteristik
dari sel yang diinginkan (identitas, kemurnian, kestabilan genetic dan tumorigenitas dari garis
sel). Working Cell Bank (WCB) berasal dari master cell bank pada spesific PDL, dibagi menjadi
beberapa wadah, kriopreservasi dan disimpan dalam keadaan beku seperti master cell bank
(MCB). WCB disiapkan dari satu kumpulan sel yang homogen, dan setiap satu atau lebih wadah
dari WCB digunakan untuk setiap produksi kultur.
Produksi proinsulin glargine digunakan metode fermentasi fed batch. Proses fermentasi
fed-batch diawali dengan fase batch dengan volume awal yaitu 1,3 liter medium segar yang telah
diinokulasi dengan 100 mL prekultur. Jumlah prekultur yang ditambahkan pada fermentor
dihitung berdasarkan jumlah kinerja dari konsentrasi awal yang diinginkan untuk memulai
budidaya batch dan untuk mencapai titik saat kultivasi fed-batch dapat berjalan. Pada akhir dari
fase logaritmik dan setelah kehabisan glukosa, pemberian makanan diawali dengan penambahan
medium pakan. Pada produksi proinsulin, pH dijaga pada pH 7 dengan penambahan 10 M NaOH
dan suhu dijaga pada 37°C karena sesuai dengan pH dan suhu optimal pada tubuh manusia.
Aerasi diatur pada laju 0,5 – 2 (vvm) dan oksigen yang terlarut dijaga dibawah 40% secara
manual dengan meningkatkan agitasi dari 300 hingga 900 rpm. Peningkatan laju aerasi dapat
menyebabkan peningkatan jumlah oksigen terlarut pada medium dan diikuti dengan
pertumbuhan lanjutan dengan peningkatan laju penyerapan oksigen. Antifoam A (Sigma) dapat
digunakan jika dibutuhkan. Pada 7 jam sebelum proses berakhir, sel dapat diinduksi dengan
penambahan 1 Mm reagen IPTG (Isopropyl-beta-D-thiogalactose). IPTG digunakan merupakan
analog dari galaktosa yang tidak dimetabolisme dan membuat lac respresor tidak aktif sehingga
dapat menginduksi sintesis beta-galaktosidase pada Escherichia coli.
Setelah dilakukan fermentasi maka tahap selanjutnya adalah isolasi protein. Karena tidak ada
sinyal peptida pada plasmid, maka proinsulin yang dihasilkan diproduksi di sitoplasma. Isolasi
proinsulin dilakukan dengan sentrifugasi proinsulin kemudian endapan diambil. Endapan berupa
pelet sel disonikasi dan disentrifugasi untuk mendapatkan badan inklusi atau protein intrasel
yang tidak larut. Setelah didapatkan badan inklusi, protein terlarut dan debris sel dibuang dengan
sentrifugasi. Setelah sentrifugasi, presipitat diambil (Hwang, 2016). Selama proses isolasi,
digunakan suhu rendah untuk mencegah protein rusak akibat proses sentrifugasi dan sonikasi
pada kecepatan tinggi yang dapat meningkatkan temperatur pada sistem.
Badan inklusi dilarutkan dalam larutan buffer untuk memasuki tahap refolding. Pada tahap ini
badan inklusi sebelumnya diberikan beta-merkaptoetanol untuk memutus ikatan disulfida agar
memudahkan pelipatan. Hasil sentrifugasi berupa supernatan yang mengandung protein yang
sudah megalami pelipatan ulang diambil. Hasil pelipatan ulang proinsulin dikonversi menjadi
insulin glargin dengan bantuan enzim protease.
Purifikasi his-tag protein. Lebih dari 4 gram dari 6xHis-GFP yang over-expressed yang telah
dipurifikasi selama 3 jam dengan 200 mL kolom yang mengandung HisPur Ni-NTS Superflow
agarosa. Satu liter lisat dimasukkan dengan laju aliran 20 mL/min, lalu dibilas hingga baseline
dengan dapar pembilas yang mengandung 30 mM imidazole. Protein yang berikatan dielusi
dengan dapar yang mengandung 300 mM imidazole. Fraksi yang mengandung 6xHis-GFP yang
dipurifikasi akan dikumpulkan dan dikuantifikasi dengan Pierce 660 nm Protein Assay.
Penambahan, pengaliran, pembilasan dan elusi fraksi dipisahkan dengan SDS-PAGE, diwarnai
dengan Imperial Protein Stain dan dievaluasi dengan perangkat lunak myImageAnalysis untuk
menentukan kemurnian protein.
2.6 Persyaratan Farmakope dalam karakterisasi Insulin Glargine
Purifikasi intermediate pada protein proinsulin dapat menggunakan kromatografi
reserved-phase dengan kolom C4-100 Kromasil 4,6/150 , fase gerak yaitu forfat/preklorat
dengan pH 2,5 , elusi dengan asetonitril dan volume yang diinjeksikan sebanyak 25 mikroliter.
Tahap pertama pada proses kromatografi yaitu menyeimbangkan kolom dengan medium sebagai
fase gerak dibawah kondisi awal fase gerak yaitu pH, kekuatan ionik dan polaritas (hidrofobisitas
fase gerak). Polaritas pada fasek gerak diatur dengan penambahan senyawa organik pengubah
seperti asetonitril. Polaritas fase gerak harus cukup rendah untuk melarutkan zat terlarut
hidrofobik sebagian hingga cukup tinggi untuk mengikat zat terlarut dari fase gerak matriks
kromatografi.
Tahap kedua yaitu sampel yang mengandung zat terlarut yang telah dipisahkan
ditambahkan, lalu dilarutkan pada fase gerak untuk menyeimbangkan alas kromatografi. Sampel
ditambahkan pada kolom dengan laju aliran optimum untuk terjadinya pengikatan. Setelah
sampel ditambahkan, alas kromatografi akan dibilas dengan fase gerak A untuk menghilangkan
molekul terlarut yang sudah tidak berikatan atau yang tidak diinginkan.
Pada tahap ketiga, ikatan zat terlarut akan desorpsi dari medium fase balik dengan
meningkatkan polaritas fase gerak sehingga ikatan pada molekul terlarut akan berurutan
mengalami desorpsi dan elusi dari kolom. Biasanya, pH awal dan akhir fase gerak dari larutan
akan sama. Penurunan bertahap pada polaritas fase gerak akan terjadi dengan peningkatan
gradien linier dari 100% fase gerak awal A yang mengandung sedikit atau tidak mengandung zat
organik pengubah. Ikatan zat terlarut akan desorpsi dari medium fase balik berdasarkan sifat
hidrofobisitas zat.
Tahap keempat yaitu proses yang melibatkan penghapusan senyawa yang tidak dapat
desorpsi pada tahap sebelumnya. Proses ini dapat terjadi dengan mengubah fase gerak B untuk
mendekati 100% zat organik pengubah untuk memastikan pengahpusan sempurna dari semua
ikatan senyawa prior agar kolom dapat kembali digunakan.
Tahap kelima yaitu re-ekuilibrasi medium kromatografi dari 100% fase gerak B kembali ke
kondisi fase gerak awal.
Polishing adalah tahap terakhir purifikasi yang dilakukan untuk menghilangkan agregat, produk
degradasi, dan target protein yang termodifikasi. Insulin yang dihasilkan dimurnikan dengan
kromatografi size exclusion. Kromatografi size exclusion adalah metode pemisahan molekul
dalam larutan berdasarkan ukurannya atau bobot molekularnya (Paul-Dauphin, 2007). Insulin
memiliki ukuran 53 asam amino dan bobot molekul 6063g/mol. Insulin dilewatkan dalam kolom
kromatografi dengan resin berupa beads berpori. Digunakan kromatografi size-exclusion dengan
fase gerak asam asetat anhidrat 200ml, asetonitril 300ml, dan air 400ml dengan pH 3,0 dengan
ammonia terkonsentrasi dan diencerkan hingga 1 liter dengan air, flow rate 0,5ml/menit, serta
deteksi UV pada 276 nm. 10 μL fase gerak diinjeksikan sebagai blanko kemudian diinjeksikan
insulin. Protein yang lebih kecil dari insulin akan diretensi sehingga insulin dikeluarkan terlebih
dahulu karena tidak tertahan resin (Palaniswamy, 2016).
Secara umum, persyaratan spesifikasi bahan baku menurut farmakope dari segi mutu adalah
identitas, kemurnian dan ketidakmurnian, potensi dan kuantitas. Uji identitas bersifat spesifik
dan harus dilakukan lebih dari 1 pengujian dan bersifat kualitatif, dapat dilakukan dengan
menggunakan kromatografi cair kerja tinggi untuk melihat perbandingan waktu retensi antara
USP Insulin Glargine dan Insulin Glargine hasil produksi, juga dapat digunakan metode peptide
mapping dengan spesifikasi sebagai berikut
Buffer fosfat/perklorat : Larutkan 11.6 g asam fosfat dan 42.1g natrium perklorat dalam 1600 ml
air. Adjust dengan trietilamin hingga pH 2.3 kemudian encerkan dengan
air hingga volume final yaitu 2000 mL.
Larutan A : Siapkan campuran asetonitril dan buffer fosfat/perklorat yang sudah melalui preoses
filter dan deggased ( 7:93)
Larutan B : Siapkan campuran asetonitril dan buffer fosfat/perklorat yang sudah melalui preoses
filter dan deggased ( 57:43)
Fase gerak:
Time (min) Larutan A (%) Larutan B (%)
0 90 10
30 20 80
35 20 80
36 90 10
Larutan tris buffer : Larutkan 11.2g tris (hidroksimetil)aminometana dalam 90 mL akuades.
Adjust dengan asam hidroklorida hingga pH7.5, kemudian encerkan
dengan akuades hingga volume final 100 mL.
Larutan enzim : Siapkan larutan Staphylococcus aureus V-8 Protease dalam larutan Tris buffer
dengan aktivitas 20 Unit/mL
Larutan standar: Pindahkan ke dalam vial 35 mL larutan standar Staphylococcus aureus dari
Assay. Ke dalam vial ditambahkan 1.0 mL larutan Tris buffer dan 100 mL
larutan enzim, kemudian inkubasi pada suhu 45°C selama 2-3 jam. Llakukan
penambahan 2 µL asam fosfat untuk menghentikan digesti.
Larutan sampel: Pindahkan ke dalam vial 35 mL larutan sampel dari Assay. Ke dalam vial
ditambahkan 1.0 mL larutan Tris buffer dan 100 mL larutan enzim, kemudian
inkubasi pada suhu 45°C selama 2-3 jam. Lakukan penambahan 2 µL asam
fosfat untuk menghentikan digesti.
Sistem kromatografi
Detektor : UV 214 nm
Kolom : 3mm x 25 cm; 4µm packing L1
Temperatur kolom : 35°C
Flow rate : 0.6 mL/min
Volume injeksi : 50 µl

System suitability
Sample : Larutan standar
Suitability requirements
Dalam kromatogram dari larutan standar, identifikasi puncak dari proses digest fragmen
I, II, III, IV. Kromatogram dari larutan standar korespon dengan kromatogram tipikal yang
dihasilkan oleh USP Insulin Glargine
Resolution : NLT 3.4 antara puncak – puncak yang diindikasikan sebagai fragmen II dan III
Analisis
Sampel : Larutan srandar dan Larutan sampel
Uji blanko, catat kromatogram.
Acceptance criteria : Profil kromatografik dari larutan sampel korespon dengan larutan standar.
Keempat fragmen, I, II, III, IV harus ada.
Untuk menguji mutu terutama pada efikasi dari produk preotein rekombinan potensi
bahan baku, dapat dilakukan biodentitas assay dengan spesifikasi sebagai berikut
Prosedur :
Buffer: Larutkan 20.7 gram natrium fosfat monobasa anhidrat dalam 900 mL akuades, adjust
dengan asam fosfat hingga pH 2.5 kemudian diencerkan dengan akuades hingga volume akhir,
yaitu 1000 Ml
Larutan A : Larutkan 18.4 gram natrium klorida dalam 250 mL larutan buffer,
kemudian ditambahkan 250 mL asetonitril dan dicampurkan. Encerkan larutan dengan air hingga
volume final yaitu 1000 mL.
Larutan B : Larutkan 3.2 gram natrium klorida dalam 250 mL larutan buffer,
kemudian ditambahkan 650 mL asetonitril dan dicampurkan. Encerkan larutan dengan air hingga
volume final yaitu 1000 mL.

Fase gerak
Time (min) Larutan A (%) Larutan B (%)
0 96 4
20 83 17
30 63 37
33 96 4
Catatan : Adjust komposisi fase gerak dan gradiennya dengan pergesran parallel untuk
mendapatkan waktu retensi 18-23 menit untuk puncak utama insulin glargine
Larutan System suitability : Larutkan isi satu vial USP Insulin Glargine RS untuk identifikasi
puncak RS dalam 0.3 mL 0.01N asam hidroklorida, tambahkan
1.7 mL akuades.
Larutan standar: Larutkan isi satu vial USP Insulin Glargine RS dalam 1.5 mL 0.01 N asam
hidroklorida, pindahkan larutan ke labu volumetric 10 mL dan encerkan
dengan air hingga volume 10 mL.
Larutan sampel : Larutkan 15mg Insuline Glargine dalam 1.5 mL 0.01 N asam hidroklorida,
encerkan dengan air hingga volume 10 mL.
Sistem kromatografi
Detektor : UV 214 nm
Kolom : 3mm x 25 cm; 4µm packing L1
Temperatur kolom : 35°C
Flow rate : 0.6 mL/min
Volume injeksi :5µl
Kesesuaian sistem
Sampel : Larutan kelayakan sistem dan larutan standar
Syarat kesesuaian
Resolusi : NLT 2.0 untuk rasio tinggi puncak 0 A-Arg-Insulin glargine dengan tinggi lembah
antara puncak 0A-Arg-Insulin dan puncak insulin glargine, larutan system suitability
Tailing factor : NMT 1.8 untuk puncak insulin glargine, larutan System suitability
Deviasi standar relatif : NMT 2% untuk 6 injeksi replikasi, larutan standar
Analisis Assay
Sampel : Larutan standard an Larutan sampel
Hitung potensial (dalam persen) insulin glargine ( C267H404N72O78S6) dalam porsi insulin glargine
yang diuji :
Hasil : (ru/rs) x (Cs/Cu)
ru : Respons puncak insulin glargine dari larutan sampel
rs : Respons puncak insulin glargine dari larutan standar
Cs : Konsentrasi sampel USP Insulin Glargine RS dalam larutan standar (mg/ml)
Cu: Konsentrasi larutan sampel ( dikoreksi dengan konten akuades) ( mg/Ml)

Untuk menjamin keamanan produk, dilakukan uji Size – exclusion chromatography


dimana kromatografi yang menggunakan partikel berpori untuk memisahkan molekul
dengan  ukuran yang berbeda. Molekul yang lebih kecil dari ukuran pori dapat memasuki
partikel dan mempunyai  jalur dan waktu transit yang lebih panjang dibandingkan molekul besar
yang tidak  dapat memasuki partikel. Semua molekul yang lebih besar dari ukuran pori
tidak  tertahan dan terelusi bersama. Molekul yang memasuki pori akan mempunyai
waktu  tinggal dalam partikel yang tergantung pada ukuran dan bentuk molekul. Berikut
spesifikasi uji ketidakmurnian untuk pengotor dengan berat molecular yang lebih besar dari
insulin glargine:
Larutan uji : Larutkan 15 Mg zat yang diuji dalam 1.5 mL dari larutan 1 g/L asam
hidroklorida R, dan encerkan ke 10 mL air untuk kromatografi R.
Larutan referensi (a) : Keringkan sekitar 200mg zat yang akan diuji dalam oven pada
suhu 100°C selama 1.5 – 3 jam. Larutkan 15 Mg zat yang sudah dikeringkan dalam 1.5 mL dari
larutan 1 g/L asam hidroklorida R, dan encerkan ke 10 mL air untuk kromatografi R.
Larutan referensi (b) : Larutkan 1mL larutan uji ke 100 mL air untuk kromatografi R.
Encerkan 3 mL dari larutan ini ke 20 mL dengan air untuk kromatografi R.
Kolom : 2 kolom coupled in series, volume penambahan diantara 2 kolom dijaga tetap
minimum
Ukuran tiap kolom : l=0.3mm Ø= 8mm
Fase diam : gel silica hidrofilik untuk kromatografi R (5µm) dengan ukuran pori
15µm,sesuai kelas untuk fraksinasi protein globular dalam berat molekul relative rentang 2000-
80.000
Fase gerak : Campurkan 200 Ml asam asetat anhidrat R, 300 Ml aseetonitril untuk
kromatografi R, adjust hingga pH 3.0 dengan ammonia terkonsentrasi R, encerkan ke 1000 mL
air untuk kromatografi R.
Detektor : Spektrofotometer 276 nm
Flow rate : 0.5 mL/min
Run time 1,5 kali waktu retensi insulin glarginr
Waktu retensi insulin glargine adalah sekitar 35 menit
System suitability
- Signal to noise ratio : minimal 20 untuk principal peak pada kromatogram yang didapat
dengan larutan referensi (b)
- Symmetry factor : maksimum 2 untuk puncak yang didapat karena insulin glargine dalam
kromatogram yang didapat dengan larutan referensi (a)
- Peak to valley ratio : minimum 2 dimana Hp ( tinggi diatas baseline puncak karena
protein dengan massa molecular yang besar) dan Hv( tinggi diatas baseline dari titik
terendah pada kurva yang memisahkan puncak ini dengan puncak insulin glargine dalam
kromatogram yang didapat dari larutan referensi (a)

Limits
Total pengotor dengan waktu retensi kurang dari insulin glargine tidak lebih dari 0.3%
dari total area pada puncak; mengabaikan puncak manapun dengan waktu retensi lebih besar
dari puncak insulin glargine.

Uji khusus juga harus dilakukan untuk produk akhir dari Insulin Glargine. Uji yang dilakukan
adalah uji sterilitas untuk validasi proses sterilisasi dan melakukan control kualitas sediaan
insulin glargine, uji pH dimana pH untuk produk bersifat spesifik dan merupakan identitas dari
protein rekombinan insulin glargine tersebut. dan uji partikulat untuk partikulat asing, untuk
memastikan tidak ada partikulat asing yang terdapat dalam bahan baku dan produk, dimana
partikulat/ zat asing dapat menyebabkan emboli dan juga reaksi hipersensitivitas jika dikenali
sebagai antigen oleh tubuh pengguna.
DAFTAR PUSTAKA
Hwang, Hae-Gwang, et al. 2016. “Recombinant Glargine Insuline Production Process Using
Escherichia coli”. Journal Microbiology Biotechnology, 26(10), 1781-1789
Hasan, Mahbub. 2015. Gene Construction and Clone Development for Insulin Glargine
Precursors (IGP) Production into P. pastoris Expression System. Department of Genetic
Engineering and Biotechnology, University of Chittagong, Bangladesh. Pg 2.
MIMS. 2019. "Insulin Glargine". www.mims.com. Diakses 8 November 2019
Palaniswamy, M. Sundaram et Andrew Coffey. 2016. Size Exclusion Chromatography of
Biosimilar and Innovator Insulin. USA : Agilent Technologies, Inc., 1-3
Paul-Dauphin, S; Karaca, F; Morgan, TJ; et al. 2007. "Probing Size Exclusion Mechanisms of
Complex Hydrocarbon Mixtures: The Effect of Altering Eluent Compositions". Energy &
Fuels. 6. 21 (6): 3484–3489
American Academy of Family Physicians. 1999. "Diabetes: How to Use Insulin".
https://www.aafp.org/afp/1999/0801/p649.html. Diakses 27 Oktober 2019 pukul 13.52
Diabetes Digital Media. 2019. "How to Inject Insuline". https://www.diabetes.co.uk/insulin/how-
to-inject-insulin.html. Diakses 27 Oktober 2019 pukul 11.46

Anda mungkin juga menyukai