Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

Insulin adalah hormon yang memiliki efek pada metabolisme tubuh. Insulin

menyebabkan sel hati, otot dan jaringan lemak mengambil glukosa dari darah,

menyimpannya sebagai glikogen di hati dan otot serta menghentikan penggunaan

lemak sebagai sumber energi. Apabila insulin berkurang, glukosa tidak dapat diambil

oleh sel tubuh dan tubuh mulai menggunakan lemak sebagai sumber energi.

Insulin adalah hormon peptida dengan berat molekul 6000 Dalton, dihasilkan

oleh sel B dari pankreas, yang memasuki sirkulasi darah melalui vena portal dan hati.

Insulin dilepaskan secara pulsatif setiap 2 menit yang berkaitan dengan kadar glukosa.

Insulin terdiri dari 2 rantai polipeptida yaitu rantai α yang terdiri dari 21 asam amino

dan rantai β yang terdiri dari 30 asam amino. Biosintesis dari insulin terjadi pada sel

B pulau Langerhans dalam bentuk rantai tunggal yang disebut preproinsulin yang

segera dipecahkan menjadi proinsulin. Protease spesififik akan memecahkan

proinsulin menjadi Connecting peptide (peptida-C) dan insulin yang beredar di dalam

aliran darah secara simultan.

Peptida-C disimpan di dalam hati sedangkan insulin akan bersirkulasi dengan

waktu paruh 3 – 5 menit dan akan didegradasi oleh hati, sedangkan inaktivasi dari

proinsulin dan peptida-C akan dikeluarkan lewat ginjal. Kadar insulin yang rendah

dapat terjadi pada penderita diabetes melitus (DM), hal ini disebabkan oleh destruksi

sel β yang terjadi pada DM tipe 1 atau berkurangnya aktivitas insulin atau

berkurangnya sintesis insulin yang terjadi pada DM tipe 2. Hasil pemeriksaan

peptida-C menggambarkan sekresi insulin endogen. Insulin dan peptida-C ke dalam

1
sirkulasi melalui vena portal. Peptida-C terdiri dari 31 asam amino dengan berat

molekul 3021 Dalton.

Peptida-C ini dapat diukur dalam darah maupun urine. Tujuan pemeriksaan

peptida-C untuk mengetahui fungsi residual dari sel β pada DM tipe 1 dan untuk

membedakan dengan DM tipe 2. Peptida-C dalam urin mempunyai kadar 20 – 50x

kadar dalam serum, oleh karena itu kadar peptida-C serum akan meningkat pada

kelainan ginjal. Peptida-C biasanya diperiksakan dalam bentuk sampel berupa

serum.

Peningkatan kadar peptida-C menandakan peningkatan aktivitas sel β seperti

pada hiperinsulinisme, gagal ginjal dan obesitas yang dalam keadaan tersebut dapat

dijumpai hiperlipoproteinemia dan hipertensi. Penurunan kadar peptida-C didapatkan

pada kelaparan, factitious hypoglicemia, hipoinsulinisme, penyakit Addison, setelah

operasi pengangkatan sebagian atau seluruh organ pankreas.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peptida-C

2.1.1 Sejarah penggunaan peptida-C

Peptida-C pertama kali digambarkan oleh Steiner pada tahun 1967 sebagai

suatu produk sampingan dari biosintesa insulin. Selama bertahun-tahun dianggap

bahwa peptida-C merupakan molekul biasa yang tidak mempunyai peran fisiologis

intrinsik. Pandangan ini dibuat oleh ketidakmampuan peneliti untuk menunjukkan

aktivitas biologi yang nyata dari peptida-C dalam penelitiannya, dan belum adanya

penjelasan yang memuaskan dari peran peptida-C sebagai suatu substan dari hasil

pemecahan molekul proinsulin. Pandangan ini perlahan- lahan berkurang selama

dekade terakhir setelah banyaknya data dari penelitian pada peptida-C.

2.1.2 Biokimia dan Fisiologi dari peptida-C

Peptida-C merupakan rantai tunggal 31 asam amino dengan berat molekul

3021 dalton (Da), menghubungkan polipeptida A dan B pada molekul proinsulin.

Dalam proses biosintesa insulin, peptida-C dibentuk sebagai suatu produk bersama

dengan insulin oleh pemecahan proteolitik dari molekul prekusor proinsulin,

disimpan di dalam granul sekretori dalam kompleks Golgi dari sel beta pankreas.

Proinsulin sendiri dipecah dari preporinsulin oleh enzim peptidase.

Peptida-C mempunyai suatu fungsi yang penting dalam penggabungan

2 rantai struktur insulin (rantai A dan B) dan pembentukan dari 2 ikatan disulfida

dalam molekul proinsulin. Insulin dan peptida-C disekresi dalam jumlah ekuimolar

dan dilepaskan ke dalam sirkulasi melalui vena porta. Sebagian dari insulin
3
dimetabolisme di hepar, tapi hampir tidak ada peptida-C dimetabolisme di hepar

sehingga peptida-C mempunyai waktu paruh yang lebih panjang (± 35 menit)

dibandingkan dengan insulin. Konsentrasi peptida-C di dalam sirkulasi perifer 5-10

kali lebih tinggi dibandingkan insulin, dan kadar ini berfluktuasi sedikit

dibandingkan dengan insulin.

Gambar 1. Struktur peptida-C

Hepar tidak mengekstraksi peptida-C, tapi peptida-C ini diekskresi dari

sirkulasi oleh ginjal dan dibuang melalui urine. Konsentrasi peptida-C di urine kira-

kira 20-50 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dalam serum, oleh karena itu

konsentrasi peptida-C akan meningkat pada penderita gagal ginjal

2.1.3 Indikasi Klinis Pemeriksaan peptida-C

Dahulu peptida-C dianggap tidak aktif secara biologi, tetapi pada beberapa

penelitian terakhir menunjukkan bahwa peptida-C sebenarnya adalah suatu peptida

bioaktif.

Pengukuran peptida-C, insulin, glukosa digunakan sebagai bantuan dalam

diagnosa banding hipoglikemia untuk memastikan suatu manajemen dan terapi yang

tepat pada pasien. Pemeriksaan peptida-C dapat digunakan untuk mengukur sekresi

insulin endogen. Prevalensi yang tinggi dari antibodi anti insulin endogen,

konsentrasi peptida-C menggambarkan sekresi insulin endogen pankreas lebih dapat

4
dipercaya pada pasien DM yang diobati dengan insulin dibandingkan dengan

pengukuran kadar insulin sendiri. Pengukuran peptida-C dapat digunakan sebagai

bantuan dalam penilaian fungsi sekresi sel beta pankreas

Peningkatan kadar peptida-C dapat terjadi pada keadaan-keadaan seperti

hiperinsulinemia dan gagal ginjal. Penurunan kadar peptida-C dijumpai pada

keadaan seperti hipoinsulinemia, factitious hypoglycemia, setelah operasi

pengangkatan sebagian atau seluruh organ pankreas.

2.1.4 Nilai Referensi Interval dari peptida-C

Masing-masing laboratorium sebaiknya mempunyai nilai referensi interval

untuk peptida-C. Konsentrasi peptida-C serum puasa pada orang normal berkisar

antara 0,78 - 1,89 ng/ml (0,25 – 0,6 nmol/L). Nilai peptida-C berkisar antara 2,73 –

5,64 ng/ml (0,9 – 1,87 nmol/L setelah stimulasi dengan glukosa atau glukagon, ), atau

3 sampai 5 kali dari nilai sebelum stimulasi. Kadar peptida-C urin biasanya berkisar

antara 74 ± 26 μg/L (25 ± 8,8 μmol/L). peptida-C diekskresi terutama oleh ginjal, dan

konsentrasinya pada serum meningkat pada gagal ginjal.

2.2 Pengukuran dan Metode pemeriksaan C-peptida

Pemeriksaan peptida - C dapat dilakukan dengan beberapa cara dan metode

pemeriksaan, diantaranya dilakukan dengan metode Electrochemiluminescence

immunoassay (ECLIA), Enzyme linked immunoassay (ELISA), Radioimmunoassay

(RIA).

2.2.1 Pemeriksaan peptida-C dengan metode ECLIA

Pemeriksaan peptida-C dengan metode ECLIA berdasarkan prinsip sandwich

assay. Pada pemeriksaan peptida-C ini digunakan 2 antibodi monoclonal yang spesifik
5
langsung terhadap peptida-C manusia. Pemeriksaan peptida-C berdasarkan prinsip

sandwich assay. Lamanya pemeriksaan 18 menit pada suhu 370 C.

Selama tahap pertama inkubasi pemeriksaan peptida-C, antigen dari sampel

(20 μl) membentuk kompleks sandwich dengan biotynilated monoclonal peptida-C

specific antibody (dari tikus) dan suatu monoclonal antibody peptida-C specific

antibody yang dilabel dengan suatu kompleks ruthenium.

Pada tahap kedua, streptavidin–coated microparticle ditambahkan dan

kompleks tersebut menjadi terikat pada fase solid melalui interaksi dari biotin dan

streptavidin ( Gambar 2 )

Gambar 2. Prinsip tes pe1meriksaan C-Peptida.

Muatan mikropartikel yang dilapisi streptavidin dengan kompleks imun

diambil ke permukaan elektroda secara magnetis. Komponen reagen yang tidak

terikat material sampel yang berlebih dibuang dari measuring cell dengan Procell

system buffer. Voltase yang dihasilkan oleh elektroda akan menginduksi reaksi

electrochemiluminence dan emisi cahaya yang dihasilkan diukur secara langsung

dengan photomultiplier.

6
Jumlah cahaya yang dihasilkan berbanding lurus dengan kadar analit dalam

sampel. Pada akhir reaksi Electrochemiluminescence , mikro partikel akan dibuang

dengan larutan measuring cell cleaning ( cleancell ). Measuring cell kemudian siap

untuk melakukan pengukuran berikutnya ( Gambar 3)

Gambar 3 Pengukuran peptida-C dengan metode ECLIA


Gambar 4. Reaksi kimia pada metode Eclia
Reaksi kimia yang terjadi pada metode ECLIA ini adalah reaksi kimia antar

reagen Tripropylamine dengan unsur rutheneum pada komplek sandwich yang telah

terbentuk. Reaksi tersebut berupa reaksi oksidasi reduksi. Adapun reaksi oksidasi

reduksi ini ialah jika unsur tersebut mengalami oksidasi maka akan melepas atom H

dan akan mengikat atom O, pelepasan elektron dan kenaikan bilangan oksidasi.

Sedangkan unsur yang mengalami reduksi maka akan mengikat atom H dan melepas

atom O, menangkap elektron dan pengurangan bilangan oksidasi. Unsur rutheneum

tersebut akan bersinar pada saat mengalami proses penurunan bilangan oksidasi.

2.2.2 Metode ELISA

ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay) atau nama lainnya enzyme

immunoassay (EIA) merupakan teknik biokimia yang banyak digunakan di bidang

imunologi untuk mendeteksi adanya antibodi atau antigen pada suatu sampel. ELISA

diperkenalkan pada tahun 1971 oleh Peter Perlmann dan Eva Engvall untuk

menganalisis adanya interaksi antigen dengan antibodi di dalam suatu sampel

dengan menggunakan enzim sebagai reporter label.


Terdapat beberapa jenis teknik ELISA, yaitu (1) Indirect ELISA; (2) Direct

ELISA; (3) ELISA Sandwich; (4) ELISA Multiplex dan (5) ELISA Biotin Streptavidin.

Penggunaan ELISA bisa digunakan untuk melabel suatu antigen atau mengetahui

antibodi yang ada dalam tubuh. Apabila kita ingin mengetahui antigen apa yang ada di

dalam tubuh, maka yang diendapkan adalah antibodinya, begitu pula sebaliknya,

sebagai contoh :

Gambar 4. Prinsip metode Elisa Sandwich

1. Antigen/sampel ditambahkan ke sumuran.


2. Blocking buffer ditambahkan untuk menghalangi tempat pengikatan
protein.
3. Antibodi primer yang sesuai ditambahkan
4. Konjugat antibodi sekunder-enzim sesuai yang mengenali dan berikatan
dengan antibodi primer ditambahkan.
5. Substrat TMB yang akan dikoversi oleh enzim menjadi bentuk yang
terdektesi ditambahkan
2.2.3 Metode Radioimmunoassay
RIA didasarkan pada reaksi antara suatu antibodi dalam konsentrasi yang

terbatas dengan berbagai konsentrasi antigen. Metode RIA ini ditemukan oleh Yallow

dan Berson pada akhir tahun 1950 dengan menggunakan Radioisotop sebagai label

seperti : 125 I, 3H.

Metode RIA mempunyai 2 metode yaitu prinsip non kompetitif dan prinsip

kompetitif. Prinsip kompetitif yaitu antigen yang dideteksi berkompetisi dengan

antigen yang berlabel Radioisotop untuk berikatan dengan antibodi.

Gambar 5. Prinsip Radioimmunoassay prinsip kompetitif

Metode pemeriksaan ini diawali dengan bahan yang mengandung antigen

yang akan ditentukan dicampur dengan antibodi (yang diketahui dan dalam kadar

yang terbatas) spesifik terhadap antigen tersebut di dalam kuvet. Antigen yang

ditambahkan adalah antigen sampel dan antigen yang dilabel radioisotop sehingga

akan terjadi ikatan antara antibodi dan antigen.

Adanya kompetisi antara antigen sampel dan antigen yang berlabel maka

akan tersisa dari antigen yang tidak terikat dengan antibodi. Dilakukan pencucian

supaya tidak terjadi pengaruh terhadap radiasi yang dihasilkan kemudian dilakukan
radiation counter menggunakan alat Betacounter atau Gamacounter. Metode RIA

yang menggunakan prinsip kompetitif akan didapatkan diagram yang berbanding

terbalik antara radiasi yang dihasilkan dengan kadar dari sampel (M. Bishop et al.

2005).

Radiasi

Konsentrasi

Gambar 6. Grafik pembacaan hasil Radioimmunoassay prinsip kompetitif.


DAFTAR PUSTAKA

1. Jones A , Hattersley A. The Clinical utility of peptida-C measurement in the care


of patients with diabetes. DIABETIC Medicine, UK 2013 : 803-817.
2. Kelana E, Nasrul E. Korelasi indeks 20/(peptida-C x Glukosa Darah Puasa)
dengan Homa-IR untuk menilai resistensi Insulin Diabetes Melitus tipe 2. MKA
Volume 38, Padang 2015 ; 3 : 155-164.
3. Leighton E, Sainsbury C, Jones G. A Practical Review of peptida-C Testing in
Diabetes. Diabetes Ther 2017 ; 8 : 475-487.
4. Roche Diagnostic GmbH. Product Information : Elecsys® C- peptide. Refference
Guide. Roche Diagnostics GmbH, Mannheim, Germany, 2004 : 1-36
5. R. Joshi et al. 2007. Insulin history, biochemistry, physiology and Pharmacology.

Supplement of Japi.2007. vol. 55.19-25.

Anda mungkin juga menyukai