Anda di halaman 1dari 18

A.

KLASIFIKASI TIPE IKLIM DAN POLA IKLIM GLOBAL


1. Pengertian Iklim
Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun yang
penyelidikannya dilakukan dalam waktu yang lama (minimal 30 tahun) dan
memiliki wilayah yang luas. Misalnya Indonesia memiliki iklim tropis.
2. Jenis-jenis Iklim
a. Klasifikasi Iklim Matahari
Iklim matahari adalah iklim yang pembagiannya berdasarkan
banyaknya sinar matahari yang diterima oleh permukaan bumi. Intensitas
panas yang diterima oleh suatu tempat dipengaruhi oleh letak lintangnya
sehingga iklim ini disebut dengan “iklim garis lintang”. Adapun pembagian
daerah iklim matahari adalah sebagai berikut:
1) Iklim Tropis (0-23,5o LU dan 0-23,5o LS)
a) Matahari selalu vertikal sehingga suhu udara rata-rata tinggi (20o C -
30o C)
b) Tekanan udaranya lebih rendah dan berubah secara perlahan dan
beraturan.
c) Kejadian hujan lebih banyak daripada banyak wilayah lainnya.
2) Iklim Subtropis (23,5o – 40o LU dan 23,5o – 40o LS)
a) Daerah peralihan antar iklim tropis dan iklim sedang.
b) Terdapat empat musim, yaitu musim semi, musim panas, musim
gugur, dan musim dingin.
c) Pada musim panas, suhu tidak terlalu panas dan pada musim
dingin, suhu juga tidak terlalu dingin.
d) Jika hujannya jatuh pada musim dingin disebut iklim Mediterania.
Jika hujannya jatuh pada saat musim panas, disebut iklim
Tiongkok.
e) Wilayah yang memiliki iklim subtropis antara lain meliputi sebagian
besar Eropa (kecuali Skandinavia), kawasan Asia Tengah, Asia Timur
dan Asia Barat sebelah utara, Amerika Serikat, selatan Amerika
Selatan, Afrika Utara, selatan Afrika dan Australia.
3) Iklim Sedang (40o – 66, 5o LU dan 40o – 66, 5o LS)
a) Tekanan udara sering berubah-ubah.
b) Arah angin yang bertiup berubah-ubah tidak menentu. Kadang
menimbulkan badai yang tiba-tiba.
4) Iklim Dingin (40o – 66, 5o LU dan 40o – 66, 5o LS)
a) Terdapat iklim tundra, yaitu musim dingin yang berlangsung lama,
sedangkan musim berlangsung singkat, udaranya kering. Pada
musim dingin, tanah selalu membeku karena tertutup oleh lapisan
es dan salju sepanjang tahun. Di musim panas, terdapat banyak
rawa akibat es yang mencair di permukaann tanah. Terdapat lumut-
lumutan dan semak-semak. Wilayahnya meliputi Amerika Utara,
pulau-pulau di utara Kanada, pantai selatan Greendland, dan
Serbia bagian utara.
b) Terdapat iklim es, yaitu terdapat salju abadi akibat suhu yang terus-
menerus rendah. Wilayahnya meliputi Kutub Utara, yaitu Greenland
dan Antartika di Kutub Selatan.

Gambar 29. Iklim Matahari (sumber http://1.bp.blogspot.com/ diakses 13


Maret 2017 pukul 09.30 WIB)

b. Iklim Fisis
Iklim fisis adalah klasifikasi iklim yang pembagiannya berdasarkan
kondisi sebenarnya suatu daerah sebagai hasil pengaruh keadaan alam
dan lingkungan sekitarnya. Faktor yang berpengaruh antara lain daratan
yang luas, lautan, angin, arus laut, vegetasi, dan topografi. Iklim ini dapat
dibedakan menjadi:
1) Iklim Laut
Iklim laut terletak di daerah yang dikelilingi oleh lautan. Ciri-cirinya
antara lain penguapan tinggi, udara selalu lembab, langitnya tertutup
awan, perbedaan suhu antara siang dan malam hari rendah, serta
memiliki curah hujan yang rendah, serta memililki curah hujan yang
tinggi.
2) Iklim Darat
Iklim darat adalah iklim yang tidak dipengaruhi oleh angin laut karena
letaknya di tengah-tengah benua. Ciri-cirinya antara lain kelembaban
udara rendah, perbedaan suhu antara siang dan malam hari sangat
mencolok sehingga memungkinkan adanya padang rumput.
3) Iklim Gunung
Iklim gunung adalah iklim yang terdapat di dataran tinggi. Ciri-cirinya
antara lain terdapat di daerah yang beriklim sedang, hujan banyak
terjadi di lereng yang menghadap angin dan kadang banyak turun salju.
4) Iklim Musim
Iklim musim adalah iklim yang terdapat di daerah yang dilalui oleh
angin musim sehingga musim berganti setiap setengah tahun. Ciri-
cirinya antara lain setengah tahun angin laut basah yang menimbulkan
hujan dan setengah tahun bertiup angin darat yang kering sehingga
menimbulkan musim kemarau.
c. Iklim Menurut Koppen

Contoh : Af
(kebekuan wilayah)
Huruf Kedua (f, w, s, m)
Huruf Pertama (A, B, C, D, E)
Koppen membuat klasifikasi iklim seluruh dunia berdasarkan suhu dan
kelembaban udara. Kedua unsur iklim tersebut sangat besar pengaruhnya
terhadap permukaan bumi dan kehidupan diatasnya. Berdasarkan
ketentuan itu Koppen membagi iklim dalam lima daerah iklim pokok.
Masing-masing daerah iklim diberi simbol A, B, C, D, dan E.
Klasifikasi iklim Koppen menggunakan sistem huruf.
Tingkat Kelembaban (Kebekuan Wilayah)

Karakter suhu atau curah hujan


Tingkat

Karakter suhu atau curah hujan Karakter


suhu atau curah hujan dibagi menjadi:

1) Iklim A (iklim tropis). Iklim tropis memiliki rata-rata suhu bulanan yang
terdingin lebih dari 18O C sehingga kelembaban udaranya tinggi
2) Iklim B (iklim arid atau kering). Pada iklim kering, proses penguapan air
kelembaban

lebih tinggi dibandingkan dengan kejadian hujannya sehingga tidak


terdapat kelebihan air tanah dan sungai permanen.
3) Iklim C (iklim sedang hangat). Iklim sedang memiliki rata-rata suhu
bulanan sekitar -3O C - 18O C. Paling tidak, ada satu bulan yang suhu rata-
rata bulanannya melebihi 10O C. Iklim C memiliki empat musim yaitu
musim semi, panas, gugur dan dingin.
4) Iklim D (iklim salju). Iklim salju memilki suhu rata-rata bulanan kurang
dari -3O C.
5) Iklim E (Iklim es atau salju abadi). Iklim es memiliki suhu rata-rata
bulanan terpanas kurang dari 10O C. Selain itu, musim panas pada
daerah ini tidak jelas.
Tingkat kelembaban atau kebekuan wilayah dibagi menjadi:

1) Huruf f menunjukkan kondisi lembab, tidak terdapat musim kering,


dan curah hujan cukup setiap bulannya.
2) Huruf w menunjukkan musim kering jatuh pada musim dingin
3) Huruf s menunjukkan musim kering jatuh pada musim panas
4) Huruf m menunjukkan monsun, yaitu musim kering yang jelas
walaupun periodenya sebentar.
Khusus untuk tipe B, huruf keduanya adalah sebagai berikut:
1) Huruf s (stepa atau semiarid), rata-rata curah hujan tahunannya
sekitar 380 mm – 760 mm per tahun.
2) Huruf w (gurun atau arid), rata-rata curah hujan tahunannya kurang
dari 250 mm per tahun.
Khusus untuk tipe E, huruf keduanya adalah sebagai berikut:
1) Huruf t artinya tundra.
2) Huruf f artinya salju abadi.
3) Huruf h artinya iklim salju pegunungan tinggi.

Koppen membagi daerah iklim di bumi menjadi lima kelompok utama, yaitu
sebagai berikut:

1) Iklim A, yaitu iklim tropis yang terdiri atas :


a) Af : Iklim hutan hujan tropis
b) Aw : Iklim sabana tropis
c) Am : Monsun tropis
2) Iklim B, yaitu iklim kering yang terdiri atas:
a) Bs : Iklim stepa
b) Bw : Iklim gurun
3) Iklim C, yaitu iklim sedang hangat yang terdiri atas:
a) Cf : Iklim lembab, lembab sepanjang tahun
b) Cw : Iklim lembab dan musim kering terjadi pada musim
dingin
c) Cs : Iklim lembab dan musim kering terjadi pada musim
panas
4) Iklim D, yaitu iklim dingin yang terdiri dari:
a) Df : Iklim hujan salju dingin dan lembab sepanjang tahun
b) Dw : Iklim hutan salju dingin dan musim kering terjadi pada
musim dingin
5) Iklim E, yaitu iklim arktik atau iklim salju abadi yang terdiri atas:
a) Et : Iklim tundra
b) Ef : Iklim kutub
c) Eh : Iklim salju pegunungan tinggi

Gambar 30. Klasifikasi Iklim Koppen


(Sumber http://hanschen.org/koppen/img/koppen_major_1901-2010.png diakses
tanggal 13 Maret 2017 pukul 09.05 WIB)

Menurut Koppen di Indonesia terdapat tipe-tipe iklim Af, Aw, Am, C, dan
D. Af dan Am terdapat di daerah Indonesia bagian barat, tengah, dan utara,
seperti Jawa Barat, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi Utara. Aw terdapat di
Indonesia yang letaknya dekat dengan benua Australia seperti daerah-daerah di
Nusa Tenggara, Kepulauan Aru, dan Irian Jaya pantai selatan. C terdapat di
hutan-hutan daerah pegunungan. D terdapat di pegunungan salju Irian Jaya.

d. Iklim Menurut Schmidt-Ferguson


Klasifikasi iklim menurut Schmidt-Fergusson adalah klasifikasi iklim yang
banyak digunakan dalam bidang perkebunan dan pertanian. Klasifikasi
iklim ini dibuat berdasarkan kondisi iklim di daerah tropis. Dasarnya
adalah jumlah curah hujan yang jatuh setiap bulan dan tingkat kebasahan
yang disebut gradien (Q). Gradien Q adalah persentase nilai perbandingan
antara jumlah rata-rata bulan kering dan jumlah rata-rata bulan basah.
Bulan kering memiliki tebal curah hujan <60 mm, bulan lembab memiliki
tebal curah hujan 60 mm- 100 mm, dan bulan basah memiliki tebal curah
hujan >100 mm.
Cara penentuannya adalah sebagai berikut:
1) Untuk menentukan tipe curah hujan, Schmidt-Fergusson
menggunakan tingkat keabsahan yang disebut gradien (Q).
2) Untuk menentukan nilai Q, digunakan rumus :

Keterangan :
Q = Perbandingan bulan kering dan bulan basah (%)

Md = mean (rata-rata) bulan kering, yaitu jumlah bulan kering dibagi


jumlah tahun pengamatan
Mw = mean (rata-rata) bulan basah, yaitu perbandingan antara
jumlah bulan basah dibagi dengan jumlah tahun pengamatan

Gambar 31. Iklim menurut Schmidt-Fergusson

Tabel 1. Nilai Q
e. Iklim Oldeman
Klasifikasi iklim Oldeman tergolong klasifikasi yang baru di
Indonesia dan pada beberapa hal masih mengundang diskusi mengenai
batasan atau kriteria yang digunakan. Namun demikian untuk keperluan
praktis klasifikasi ini cukup berguna terutama dalam klasifikasi lahan
pertanian tanaman pangan di Indonesia. Klasifikasi iklim ini diarahkan
kepada tanaman pangan seperti padi dan palawija. Dibandingkan dengan
metode lain, metode ini sudah lebih maju karena sekaligus
memperhitungkan unsur cuaca lain seperti radiasi matahari dikaitkan
dengan kebutuhan air tanaman.
Oldeman membuat sistem baru dalam klasifikasi iklim yang
dihubungkan dengan pertanian menggunakan unsur iklim hujan. Ia
membuat dan menggolongkan tipe-tipe iklim di Indonesia berdasarkan
pada kriteria bulan-bulan basah dan bulan-bulan kering secara berturut-
turut. Kriteria dalam klasifikasi iklim didasarkan pada perhitungan bulan
basah (BB), bulan lembab (BL) dan bulan kering (BK) dengan batasan
memperhatikan peluang hujan, hujan efektif dan kebutuhan air tanaman.
Kriteria bulan basah, lembab, dan bulan kering sesuai Oldeman
adalah sebagai berikut:
1) Bulan kering : curah hujan kurang dari 100 mm
2) Bulan lembab : curah hujan 100-200 mm
3) Bulan basah : curah hujan lebih dari 200 mm

Selanjutnya dalam penentuan klasifikasi iklim Oldeman


menggunakan ketentuan panjang periode bulan basah dan bulan kering
berturut-turut. Tipe utama klasifikasi Oldeman dibagi menjadi 5 tipe yang
didasarkan pada jumlah pada jumlah bulan basah berturut-turut.
Sedangkan sub divisinya dibagi menjadi 4 yang didasarkan pada jumlah
bulan kering berturut-turut. Oldeman membagi tipe iklim menjadi 5
katagori yaitu A, B, C, D dan E.

Tabel 2. Tipe Utama


No. Tipe Utama Panjang Bulan Basah (Bulan)
1. A >9
2. B 7-9
3. C 5-6
4. D 3-4
5. E <3

Tabel 3. Sub Tipe


No. Sub Tipe Panjang Bulan Kering (Bulan)
1. 1 <= 1
2. 2 2-3
3. 3 4-6
4. 4 >6

Berdasarkan kriteria di atas kita dapat membuat klasifikasi tipe


iklim Oldeman untuk suatu daerah tertentu yang mempunyai cukup
banyak stasiun/pos hujan. Data yang dipergunakan adalah data curah
hujan bulanan selama 10 tahun atau lebih yang diperoleh dari sejumlah
stasiun/pos hujan yang kemudian dihitung rata-ratanya.

Gambar 32. Iklim menurut Oldeman

Berdasarkan 5 tipe utama dan 4 sub divisi tersebut, maka tipe iklim
dapat dikelompokkan menjadi 17 wilayah agroklimat Oldeman mulai dari
A1 sampai E4 sebagaimana tersaji pada gambar segitiga Oldeman.
Oldeman mengeluarkan penjabaran tiap-tiap tipe agroklimat sebagai
berikut.

Tabel 4. Penjabaran Agroklimat


f. Iklim Junghuhn
Seperti halnya Schmidt dan Ferguson, untuk keperluan
pola pembudidayaan tanaman perkebunan, seperti tanaman teh, kopi,
dan kina, seorang ahli Botani dari Belanda bernama Junghuhn
membuat penggolongan iklim khususnya di negara Indonesia terutama
di Pulau Jawa berdasarkan pada garis ketinggian. Indikasi tipe
iklim adalah jenis tumbuhan yang cocok hidup pada suatu
kawasan. Junghuhn membagi lima wilayah iklim berdasarkan
ketinggian tempat di atas permukaan laut sebagai berikut ini:
1) Zona Iklim Panas, antara ketinggian 0–600 meter di atas permukaan
laut, dengan suhu 26,3–22°C. Daerah ini sangat cocok untuk ditanami
padi, jagung, kopi, tembakau, tebu, karet, kelapa & kakao.
2) Zone Iklim Sedang, antara ketinggian 600–1.500 meter di atas
permukaan laut, dengan suhu 22-17,1°C. Daerah ini sangat cocok
untuk ditanami padi, tembakau, teh, kopi, cokelat, kina & sayuran.
3) Zone Iklim Sejuk, antara ketinggian 1.500–2.500 meter di atas
permukaan laut, dengan suhu 17,1–11,1°C. Daerah ini sangat cocok
untuk ditanami teh, kopi, kina, dan sayur-sayuran.
4) Zone Iklim Dingin, antara ketinggian lebih dari 2.500 meter di
atas permukaan laut, dengan suhu 11,1–6,2°C. Tumbuhan yang masih
mampu bertahan adalah lumut dan beberapa jenis rumput dan Tidak
ada tanaman budidaya.

Gambar 33. Iklim menurut Junghuhn

B. PENGARUH PERUBAHAN IKLIM GLOBAL TERHADAP KEHIDUPAN


1. Pengertian dan Gejala Perubahan Iklim Global
Kemajuan pesat pembangunan ekonomi khususnya dimulai pada awal
reformasi industri memberikan dampak yang serius terhadap iklim dunia,
antara lain lewat pembakaram secara besar-besaran batu bara, bahan bahan
bakar fosil serta alih fungsi lahan yang dapat menyebakan suhu bumi menjadi
naik. Perubahan suhu rata-rata permukaan bumi secara tidak wajar ini
nantinya menyebabkan terjadinya perubahan pada unsur-unsur iklim lainnya,
seperti naiknya suhu air laut, meningkatnya penguapan di udara, serta
berubahnya pola curah hujan dan tekanan udara yang pada akhirnya
merubah pola iklim dunia. Peristiwa ini kemudian di kenal dengan Perubahan
Iklim.
Iklim global sebenarnya sudah berubah dari jutaan tahun yang lalu,
sebagai contoh dahulunya sebagian wilayah di bumi ini tertutupi oleh es
namun kini berubah menjadi lebih hangat. Perubahan tersebut awalnya
karena proses alam seperti suhu yang naik turun secara musiman sebagai
akibat fluktuasi radiasi matahari , misalnya akibat letusan gunung api.
Namun, yang terjadi saat ini perubahan iklim yang terjadi bukan hanya terjadi
akibat peristiwa alam melainkan lebih karena berbagai aktivitas manusia.
Perubahan iklim sendiri merupakan sebuah fenomena global karena
penyebabnya bersifat global. Selain itu, dampaknya juga bersifat global,
dirasakan oleh seluruh mahluk hidup diberbagai belahan dunia.
Kesimpulannya, perubahan iklim global dapat diartikan sebagai berubahnya
iklim di bumi yang dapat disebabkan karena proses internal (peristiwa alam)
ataupun eksternal (seperti aktivitas manusia) yang dapat merubah komposisi
atmosfer secara global, yang bisa diamati dalam kurun waktu tertentu ( jangka
panjang).
Perubahan iklim terjadi secara global namun dampak yang dirasakan
bervariasi secara local dan global. Indikator utama perubahan iklim terdiri dari
perubahan dan pola intensitas berbagai parameter iklim antara lain suhu,
curah hujan, kelembaban, angin, tutupan awan, dan penguapan (evaporasi).
Di tingkat global perubahan iklim dapat dirasakan diseluruh dunia antara lain
menyebabkan terjadinya:
a. Perubahan dalam siklus hidrologi
Kenaikan temperature telah mempercepat siklus hidrologi, atmosfer yang
lebih hangat akan menyimpan lebih banyak uap air, sehingga menjadi
kurang stabil dan menghasilkan lebih banyak presipitasi, terutama dalam
bentuk hujan lebat. Panas yang lebih besar juga mempercepat proses
evaporasi. Dampak dari perubahan-perubahan tersebut dalam siklus air
adalah menurunnya kuantitas dan kualitas air bersih di dunia.
Sementara itu, pola angin dan jejak badai juga akan berubah. Intensitas
siklon tropis akan semakin meningkat (namun tidak berpengaruh
terhadap frekuensi siklon tropis), dengan kecepatan angin maksimum
bertambah dan hujan yang semakin lebat.
b. Meningkatnya resiko kesehatan
Perubahan iklim akan mengubah distribusi nyamuk-nyamuk malaria dan
penyakit-penyakit menular lainnya, sehingga mempengaruhi distribusi
musiman penyakit alergi akibat serbuk sari dan meningkatkan penyakit-
penyakit pada saat gelombang panas (heat waves).
c. Kenaikan muka air laut
Prediksi paling baik untuk kenaikan muka laut akibat perluasan lautan
dan pencairan gletser pada akhir abad 21 (dibandingkan dengan keadaan
pada 1989-1999) adalah 28-58 cm. Hal ini akan menyebabkan
memburuknya bencana banjir di daerah pantai dan erosi. Kenaikan muka
laut yang besar hingga 1 meter pada 2100 diperkirakan akan melebihi 1
meter, apabila lapisan es terus mencair seiring dengan kenaikan
temperatur. Saat ini terdapat bukti yang menunjukan bahwa lapisan es di
Antartika dan Greenland perlahan berkurang dan berkontribusi terhadap
kenaikan muka laut. Sekitar 125.000 tahun yang lalu, ketika daerah
kutub lebih hangat daripada saat ini selama periode waktu tertentu,
pencairan es kutub telah menyebabkan kenaikan muka laut naik 4-6
meter. Kenaikan muka laut memiliki kelembaban besar dan akan terus
berlangsung selama berabad-abad. Lautan juga akan mengalami
kenaikan temperature yang akan berpengaruh terhadap kehidupan
bawah laut. Selama empat dekade terakhir, sebagai contoh, plankton di
Atlantik Utara telah bermigrasi ke arah kutub sebanyak 10 o lintang.
Selain itu juga, lautan mengalami proses pengasaman seiring dengan
diserapnya lebih banyak karbondioksida. Hal ini akan menyebabkanbatu
karang, ki yang juga disebabkan oleh keong laut, dan spesies lainnya
kehilangan kemampuan untuk membentuk cangkang atau kerangka.
d. Mempengaruhi kekayaan keanekaragaman hayati
Musnahnya berbagai jenis keanekaragaman hayati yang juga disebabkan
oleh kejadian hujan badai yang meningkat frekuensi dan intensitasnya,
angin topan, dan banjir, meningkatnya jumlah tanah kering yang
potensial menjadi gurun karena kekeringan yang berkepanjangan,
meningkatnya frekuensi kebakaran hutan,, daerah-daerah
tertentumenjadi padat dan sesak karena terjadi arus pengungsian.
Beberapa fakta perubahan iklim yang menghilangkan keanekaragaman
hayati, diantaranya:
1) Populasi penguin Antartika menurun lebih dari 80% sejak 1975
akibat hilangnya es lautan
2) Kijang Karibu Artik mengalami penurunan tajam karena kelaparan
akibat perubahan iklim saat pencairan awal es dan pembekuan, yang
mengakibatkan ereka sulit mhan menjangkau tumbuhan
makanannya.
3) Burung yang bermigrasi nyaris mati akibat perjalanan yang tidak
tepat waktu membuat mereka tidak mendapat persediaan makanan
yang cukup saat mereka tiba di tempat tujuan dan/ atau tempat-
tempat seperti lahan basah yang sudah mongering sehingga tidak
menyediakan habitat bagi mereka.
e. Menimpa komunitas yang paling rentan
Komunitas yang paling miskin akan menjadi komunitas yang paling
rentan terhadap dampak dari perubahan iklim, sebab mereka akan sulit
untuk melakukan usaha untuk menceah dan mengatasi dampak dari
perubahan iklim dengan kurangnya kemampuan. Beberapa komunitas
yang paling rentan adalah buruh tani, suku-suku asli dan orang-orang
yang tinggal di tepi pantai. Beberapa fakta saat ini menunjukan bahwa
kekurangan pangan terjadi di Negara-negara yang rentan terhadap
perubahan iklim dan masih berkembang.
Ditingkat nasional, menurut Edvin, A dkk.(2011), meskipun ketersediaaan
data parameter perubahan iklim dalam rentang waktu 30 tahun belum
memadai di Indonesia, para ahli di Indonesia telah berupaya menjelaskan
adanya fenomena perubahan iklim di Indonesia, dengan beberapa
indicator diantaranya:
1) Perubahan suhu daratan, menggambarkan perubahan situasi lokal
yang meliputi suhu maksimum, suhu minimum, dan suhu rata-rata
baik harian maupun bulanan. Pengamataan yang dilakukan
menunjukan bahwa di Indonesia terjadi perubahan suhu udara yang
diamati antara lain di Padang, Jakarta, Cilacap, Biak, Jayapura
mengalami kenaikan suhu minimum, sementara Sibolga, Manado,
Ambon, Wamena mengalami penurunan.
2) Peningkatan curah hujan ekstrim, perubahan iklim merupakan
perubahan energi dan siklus air yang menyebabkan terjadinya pola
curah hujan berubah eksrim (melebihi ambang batas statistik) yang
disebabkan fenomena cuaca seperti banjir, kekeringan, berkurangnya
jumlah hari hujan, serta penambahan periode hari hujan secara
berturut-turut.
3) Maju mundurnya musim, di Indonesia yang dikenal sebagai Negara
agraris, informasi yang paling penting bagi pertanian adalah informasi
awal datangnya musim kemarau dan musim hujan.Pengamatan yang
dilakukan oleh BMKG dibeberapa wilayah Sumatera, Jawa , dan
Sulawesi selama 30 tahun (1971-2000) dan periode 2001-2010 telah
terjadi pergeseran musim, misalkan musim kemarau di Jawa Barat
mengalami pergeseran maju (lebih cepat dating) sekitar 20 hari
dibanding 30 tahun lalu.
4) Perubahan Jumlah Volume Hujan, informasi akumulasi curah hujan
harian, bulanan dan tahunan menjadi catatan penting yang
menunjukan potensi kapasitas sumber daya air tercurah, informasi ini
penting untuk pengelolaan sumber daya air jangka panjang. Secara
global, hasil kajian IPCC (2007) menunjukan bahwa sejak tahun
1850
tercatat ada 12 tahun terpanas berdasarkan data temperatur
permukaan global. Sebelas dari dua belas tahun terpanas tersebut
terjadi dalam waktu 12 tahun terakhir ini. Laporan IPCC juga
menyatakan bahwa kegiatan manusia ikut berperan dalam pemanasan
global sejak pertengahan abad ke 20. Pemanasan global akan terus
meningkat dengan percepatan yang lebih tinggi pada abad ke-21
apabila tidak ada upaya menanggulanginya.
2. Faktor-faktor Penyebab Perubahan Iklim Global
Seperti yang telah diterangkan pada bagian sebelumnya perubahan iklim
global memang suatu perubahan yang pasti terjadi karena faktor internal
berupa proses alamiah seperti aktivitas vulkanisme. Namun pada
kenyataannya, perubahan iklim global yang terjadi saat ini faktor utamanya
disebabkan oleh aktivitas manusia. Selain itu, pertambahan populasi
penduduk dan pesatnya pertumbuhan teknologi dan industri ternyata juga
member kontribusi besar pada pertambahan Gas Rumah Kaca (GRK).
Akibat jenis aktivitas yang berbeda-beda, maka GRK yang
dikontribusikan oleh setiap negara ke atmosfer pun porsinya berbeda-beda. Di
Indonesia sendiri Gas Rumah Kaca (GRK) yang berasal dari manusia dapat
dibedakan atas beberapa hal, yaitu:
a. Kehutanan
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dengan luas hutan
terbesar, yaitu 120,3 juta hektar. Sekitar 17% dari luasan tersebut adalah
hutan konservasi dan 23% hutan lindung, sementara sisanya adalah hutan
produksi (FWI/GFW, 2001). Namun dari tahun ke tahun luas hutan
berkurang. Hal ini disebabkan oleh penebangan liar atau juga kebakaran
hutan (disengaja ataupun tidak disengaja). Padahal hutan sangat berperan
sebagai penyerap CO2 dan penghasil O2. Dengan kemampuan hutan tersebut
dapat mengurangi kadar GRK di udara.
b. Pemanfaatan Energi Bahan Bakar Fosil
Saat ini kehidupan manusia sangat tergantung pada energi listrik dan
bahan bakar fosil. Ketergantungan tersebut sangat berdampak buruk bagi
kehidupan umat manusia. Penggunaan energi fosil seperti, minyak bumi,
batu bara, dan gas alam dalam berbagai kegiatan akan memicu
bertambahnya emisi GRK di atmosfer.
c. Pertanian dan Peternakan
Sektor pertanian juga berperan banyak terhadap meningkatnya emisi
GRK, khususnya gas metana (CH4) yang dihasilkan dari sawah yang
tergenang. Berdasarkan penelitian sektor pertanian menghasilkan emisi gas
metana tertinggi di banding sektor-sektor lainnya. Sektor peternakan juga
tidak kalah dalam mengemisikan GRK, hal tersebut dikarenakan kotoran
ternak yang membusuk akan melepaskan gas metana ke atmosfer.
d. Sampah
Kegiatan manusia selalu menghasilkan sampah. Sampah merupakan
maslah besar yang dihadapi oleh kota-kota besar di Indonesia. Data dari
Kementerian Lingkungan Hidup mengatakan bahawa pada tahun 1995 rata-
rata orang di perkotaan Indonesia menghasilkan sampah 0,8 kg per hari dan
terus meningkat hingga 1 kg per orang per hari pada tahun 2000.
Diperkirakan timbunan sampah pada tahun 2020 untuk tiap orang per hari
adalah sebesar 2,1 kg.
Sampah sendiri turut menghasilkan emisi GRK berupa gas metana,
walaupun dalam jumlah yang cukup kecil dibandingkan emisi GRK yang
dihasilkan dari sector kehutanan dan energy. Diperkirakan 1 ton sampah
padat menghasilkan sekitar 50 kg gas metana. Dengan jumlah penduduk
yang terus meningkat, diperkirakan pada tahun 2020 sampah yang
dihasilkan per hari sekitar 500 juta kg atau sekitar 190 ton per tahun.
Dengan jumlah sampah yang sedemikian besar, maka Indonesia akan
menghasilkan gas metana ke atmosfer sekitar 9500 ton per tahun. Jika
sampah kota tidak dikelola secara benar, maka laju pemanasan global dan
perubahan iklim akan semakin cepat.
3. Dampak atau Pengaruh Perubahan Iklim Global terhadap Kehidupan
Perubahan iklim itu sendiri terjadi secara perlahan dalam jangka waktu yang
cukup panjang, antara 50-100 tahun. Walaupun terjadi secara perlahan,
perubahan iklim memberikan dampak yang sangat besar pada kehidupan
umat manusia. Sebagian besar wilayah di dunia akan menjadi semakin panas,
sementara bagian lainnya akan berubah semakin dingin. Saat ini pun
dampaknya sudak mulai kita rasakan. Berikut ini beberapa dampak
perubahan iklim:
a. Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pertanian
Perubahan iklim akan menyebabkan pergeseran musim, sehingga musim
kemarau menjadi lebih panjang. Hal ini akan menyebabkan gagal panen,
krisis air bersih dan kebakaran hutan. Sehingga Indonesia harus
mengimpor beras dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhannya. Secara
otomatis, produktivitas di bidang pertanian juga akan menurun.
b. Dampak Perubahan Iklim terhadap Kenaikan Muka Air Laut
Kenaikan temperatur menyebabkan es dan gletser di Kutub Utara dan
Selatan mencair. Peristiwa ini menyebabkan terjadinya pemuaian massa
air laut dan kenaikan permukaan air laut. Hal ini membawa banyak
perubahan bagi kehidupan di bawah laut, seperti pemutihan terumbu
karang dan punahnya berbagai jenis ikan. Sehingga akan menurunkan
produksi tambak ikan dan udang serta mengancam kehidupan masyarakat
pesisir pantai. Kenaikan muka air laut akan menyebabkan hancurnya
tambak-tambak ikan di beberapa daerah, juga dapat merusak terumbu
karang yang ada di laut Indonesia.
c. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Ekosistem
Meningkatnya tingkat keasaman dari laut karena bertambahnya
karbondioksida di atmosfer akan membawa dampak negatif pada
organisme-organisme laut. Misalnya, hilangnya jenis flora dan fauna
khususnya di Indonesia.
d. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Sumber Daya Air
Pada pertengahan abad ini, rata-rata aliran air sungai dan kelestarian air
di daerah sub polar serta daerah tropis basah diperkirakan akan
meningkat sebanyak 10-40%. Sementara di daerah subtropis dan daerah
tropis yang kering, air akan berkurang sebanyak 10-30% sehingga daerah-
daerah yang sekarang sering mengalami kekeringan akan semakin parah
kondisinya.
e. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan
Frekuensi timbulnya penyakit seperti malaria dan demam berdarah akan
meningkat. Penduduk dengan kapasitas beradaptasi rendah akan semakin
rentan terhadap diare, gizi buruk, serta berubahnya pola distribusi
penyakit-penyakit yang ditularkan melalui berbagai serangga dan hewan.
Hal tersebut menunjukan bahwa perubahan iklim merupakan
ancaman serius bagi kelangsungan hidup umat manusia serta mahluk hidup
lain. Selain itu dampakanya tidak hanya terjadi di satu Negara atau di satu
wilayah, tapi di seluruh dunia, melintasi batas negara. Walaupun begitu,
tingkat perekonomian yang jauh di bawah negara maju serta perekonomian
yang berbasis sumber daya alam yang menyebabkan negara berkembang
lebih rentan terhadap dampak-dampak yang di timbulkan akibat perubahan
iklim dibandingkan negara maju. Dalam prosesnya perubahan iklim terjadi
sangat lamban, sehingga dampaknya tak langsung dirasakan saat ini, namun
sangat terasa bagi generasi mendatang. Dan ketika perubahan iklim telah
terjadi, maka tak satu upaya pun yang dapat
dilakukan untuk mengembalikan kondisi ke
keadaan semula.
4. Upaya Mengurangi Terjadinya Perubahan Iklim Global
Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan sebagai untuk
mengurangi, diantaranya yaitu:
a. Mengurangi pembakaran bahan bakar fosil dan deforestasi.
b. Menggunakan kendaraan umum agar polusi gas dapat
berkurang.
c. Mengelola tempat pembuangan sampah.
d. Mengurangi penggunaan AC.

Selain yang di atas, hal sederhana yang dapat dilakukan juga


adalah 5R (Rethink, Reduce, Reuse, Recycle, Replace) yaitu :
a. Rethink : yaitu merubah pola perilaku dalam hal produksi
dan konsumsi suatu barang (produk) yang dihasilkan
sehingga dapat dianalisis cara melakukan daur ulang
terhadap produk tersebut.
b. Reduce : yaitu sebisa mungkin mengurangi penggunaan
barang-barang atau material yang dipergunakan setiap
hari karena semakin banyak barang yang digunakan
maka makin banyak juga sampah yang dihasilkan.
c. Reuse : yaitu sebisa mungkin memilih barang-barang yang
dapat digunakan kembali dan harus menghindari
penggunaan barang-barang yang dispossable (sekali
pakai). Hal ini dilakukan untuk memperpanjang waktu
penggunaan suatu barang sebelum menjadi sampah.
d. Recycle : Sebisa mungkin barang-barang yang sudah tidak
dipakai lagi dapat didaur ulang atau dimanfaatkan
kembali misalnya plastik bekas detergen bisa kita gunakan
untuk membuat berbagai hasta karya yang unik dan
menarik contohnya tas.Dimana tas itu bisa kita jual,selain
mendapatkan hasilnya kita pun juga telah melindungi alam
kita dari bahaya global warming.
e. Recovery/Replace : Meneliti barang-barang yang dipakai
sehari-hari kemudian mengganti barang-barang sekali
pakai dengan barang yang lebih tahan lama.

Anda mungkin juga menyukai