nista atau paling profan. Kedua arah ini menjadi dasar penetapan zona nista
mandala (jaba sisi) dalam area pura (lihat gambar 1).
Jika dilihat dari sesayut yang dihaturkan pada pelinggih Meru Tumpang
Sia yaitu Sesayut Siwa muka dan Sesayut Wisnu ayu, maka dapat dipastikan
bahwa Ida Bhatara utama yang melinggih adalah Ida Bhatara Siwa dan Wisnu.
Karena memang “Tirta Pradana Urip dan Tirta Pradana Pati” yang berupa air
merupakan simbol dari Ida Bhatara Wisnu namun tidak terlepas dari
panugrahan/pemarisudha Ida Bhatara Siwa.
SEKILAS SEJARAH
Melihat keberadaan dari Pura Siwa Muka Bulakan sangatlah memiliki
keterkaitan yang sangat erat dengan perjalanan dari keturunan / preti sentana Ida
Dalem Tamblingan beserta pengiringnya pada abad ke-14 dari wilayah
pemukiman danau tamblingan (alas merta jati) ke daerah Gobleg, tepatnya di areal
Pura Batu Madeg dan kemudian pengiring beliau dan juga penduduk membuat
pemukiman di daerah Unusan Gobleg. Singkat cerita, selanjutnya preti sentana
Ida Dalem Tamblingan melakukan yoga semadi di karang kedas (Pura Batur
sekarang), dan pada saat itulah beliau mendapatkan suatu petunjuk bahwa diarah
kaja kangin dari tempat bertapa ada bembengan / kandengan (mata air) yang
ditandai dengan adanya kukus (asap). Kemudian hingga saat ini, mata air ini
disebut sebagai “Tirta Pradana Urip dan Tirta Pradana Pati” yang mana berfungsi
untuk muput saluiring seraja karya (Panca Yadnya) atas panugrahan Dane
Pengerajeg Dalem (Ngurah Manca Warna).
Selama Ida Dalem Tamblingan berstana di alas merta jati untuk srada dan
bakti beliau kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, telah tercipta cukup banyak
pura berdasarkan fungsi dan tujuannya. Pura-pura yang berada di kawasan ini