2 Nilai Agama
Struktur halaman Kahyangan Jagat Batukaru terdiri dari tiga bagian, yaitu: (1)
Jeroan, (2) Jaba Tengah, dan (3) Jaba sisi, dengan orientasi tata letak (lay out) kaje-
kelod (Utara/Gunung-Selatan/Laut). Ketiga struktur halaman tersebut sering di
asosiasikan dengan representasi dari kromologi Hindu, yaitu Bhuana Agung
(Makrokosmos) yang strukturnya terdiri atas tiga dunia/alam, yaitu: Bhur-Loka (Dunia
Bawah/alam bhuta), Bwar-Loka (Dunia Tengah/ alam manusia), dan Swar-Loka (Dunia
Atas/alam Dewa). Ketiga struktur halaman Pura Batukaru tersebut juga disebut Bhuana
Alit (Mikrokosmos), yaitu halaman tersuci (jeroan) sebagai representasi Swar-Loka, Jaba
Tengah (Jaba Tandeg) representasi Bwar-Loka, dan Jaba Sisi representasi Bhur-Loka.
Status masing-masing halaman tersebut sangat terkait dengan fungsina masing-masing
dalam aktivitas ritual religius. Fungsi yang berbeda-beda tersebut ditandai oleh
keberadaan bangunan-bangunan suci (palinggih) maupun bangunan semi sakral atau
bangunan profane sebagai karakteristiknya.
Upacara piodalan di Pura Batukaru jatuh setiap Kamis Wuku Dungulan sehari
setelah hari raya Galungan setiap 210 hari sekali menurut Penanggalan Pawukon. Suatu
yang unik di Pura Luhur Batukaru adalah mengenai upacara piodalan dan upacara besar
lainnya tidak pernah dipimpin oleh pandita, melainkan cukup dipimpin oleh pemangku
yang disebut Jero Kubayan. Orang yang ingin melakukan persembahyangan ke Pura
Luhur Batukaru beberapa diantaranya terlebih dahulu sembahyang di Pura Jero Taksu.
Pura Jero Taksu yang letaknya agak jauh dari Pura Luhur Batukaru. Langkah awal
dimaksudkan sebagai permakluman agar persembahyangan di Pura Luhur Batukaru
mendapatkan keberhasilan. Disana terdapat palinggih Padmasari linggih Ida Bhatara
Taksu yang dilengkapi dengan bale pesandekan. Pura Taksu ini merupakan bagian yang
tak terpisahkan dengan Pura Luhur Batukaru. Prosesi selanjutnya barulah menuju
pancuran yang letaknya di bagian tenggara dari pura utama namun tetap berada dalam
areal Pura Luhur Batukaru. Disebelah Timur Pura terdapat saren kangin yaitu Palinggih
Taman Beji. Di palinggih ini terdapat dua Padmasari yaitu Palinggih Ida Ratih dan Dewi
Gangga. Di sebelah Barat bale sekenem disebut Bale Pangiasan. Di sebelah selatan juga
terdapat bale sekenem disebut Bale Pesandekan, terdapat juga bale sakepat yang disebut
Bale Panganteg/Bale Pawedan. Di sisi Timur terdapat Pancoran yang disucikan,
mengitari tembok penyengker yang disebut sebagai Beji Luhur, sedangkan di sebelah
Selatan terdapat 6 pancoran yang digunakan untuk melukat untuk umat yang tangkil ke
pura disebut Beji Pakoleman. Air pancuran ini dimanfaatkan untuk menyucikan diri
dengan jalan berkumur, cuci muka dan cuci kaki di pancuran dan dilanjutkan
sembahyang di Palingih Pura Pancuran. Ini dilakukan sebagai tanda penyucian sekala dan
niskala atau lahir batin yang merupakan syarat utama agar pemujaan dapat dilakukan
dengan kesucian jasmani dan rohani. . Di sebelah selatan Pura Beji terdapat Laba yang
2
merupakan lambang Danau Tamblingan di tengah terdapat dua palinggih yaitu Padma
linggih Pasimpangan Danau Tamblingan dan Gedong Rong Dua.
Di sebelah Barat Daya terdapat palebahan pura yairu Pura Dalem Batukaru. Pada
bagian Utama Mandala terdapat Gedong linggih Ida Bhatara Dalem dan sebelah timut
ada Padmasari linggih Ida Bhatari Durga dilengkapi dengan Bale Sakaulu disebut Bale
Pasandekan dan Bale Sakapat disebut Bale Pangantegan.
Terkait dengan ista dewata yang beristana di Pura Batukaru, berdasarkan purana
Pura Batukaru dan secara turun-temurun yang diyakini oleh penyungsung Pura Batukaru
adalah Panembahan Sakti Penataran Bali. Terkait dengan konsep Padma Bhuana maka
ista dewata yang beristana di Pura Luhur Batukaru adalah Dewa Mahadewa, yaitu dewa
penguasa alam. Pura Batukaru adalah pusat pelaksanaan yadnya Wanakerti,yaitu upaya
untuk menjaga kesucian dan pelestarian hutan sehingga gelar beliau yang beristana di
Pura Luhur Batukaru adalah Ida Sang Hyang Tumuh.
Ratu De Made, Bale Sekepat yang disebut sebagai Bale Aket , Meru Tumpang
Lima linggih Ida Ratu Made Kobetan, Meru Tumpang Tiga linggih Ratu Mas,
3) Di sebelah selatan Gedong Tarip linggih Pangayatan Pakedungan, Gedong Bata
linggih Kariinan Cokorda Tabanan, dan di paling selatan Gedong Bata linggih
Kariinan Cokorda Badung.
4) Di sisi sebelah Timur candi utama terdapat Candi Tumpang Tiga tempat
beristananya Ratu Ayu Mas Layang Petak, Padma linggih De Bagus Panji, Maru
Tumpang Lima linggih Ratu Ngejawa Ngebalian, Meru Tumpang Lima Linggih
Ratu Mas, Meru Tumpang Tiga linggi Taksu Jagat
5) Pada halaman tengah di depan candi utama terdapat Bale Sekepat sebagai Bale
Pelahpah , Gedong Rong Dua linggih Manik Galih Rangda Rambut Sedana, Bale
Sekenem yang disebut sebagai Bale Panggungan, dan paling selatan terdapat Bale
Sekenem tempat menabuh gong duwe Pura Luhur Batukaru.
tanda penyucian sekala dan niskala atau lahir batin yang merupakan syarat utama agar
pemujaan dapat dilakukan dengan kesucian jasmani dan rohani.
Bagi krama pengempon yang belum melakukan upacara Peregemulak di Pura Pagakan
Pasek maka dilarang mengaturkan ayah-aya an di prayangan Luhur Batukau dan juga
naik ke atas Bale Agung. Bagi wanita yang sedang haid, hamil dan memiliki anak yang
belum tumbuh gigi pertama tidak diperkenankan memasuki area pura begitu juga kepada
anak yang belum Tanggal gigi susunya juga tidak diperkenankan memasuki area pura,
orang yang sedang cuntaka, orang gila orang yang berpakaian tidak sopan juga tidak
boleh memasuki areal pura, serta dilarangan menghaturkan upakara yang berisi daging
sapi dan yang memakai sarana palem tidak diperkenankan dibawa ke area pura batasnya
dimulai dari Candi Bantar.
Selain itu, nilai budaya yang dapat dilihat pada pura Batukaru diantara lainnya adalah
Nyegara Gunung. Nyegara Gunung adalah filosofi Hindu Bali bahwa antara laut (segara)
dan gunung adalah satu kesatuan tak terpisahkan dimana setiap tindakan di gunung akan
berdampak pada laut demikian pula sebaliknya. Secara sekala (kasat mata) perkawinan
atau pertemuan Purusa Pradana akan melahirkan suatu mahluk jelmaan yang disebut
dengan Manusia. Sedangkan sedang Niskala pertemuan tersebut akan melahirkan
kekuatan yang disebut dengan "Wahyu/Kesidian".Keseimbangan natural spiritual yang
berorientasi kepada gunung dan lautan, luan-teben, sekala-niskala, suci-tidak suci, Rwa
Bhineda dan sebagainya. Dalam upacara pitra yadnya, "Nyegara Gunung" disebutkan
artinya adalah suatu proses penciptaan dari Dewa pitara menjadi Dewa/dewata-dewati,
segara sebagai lambang predhana dan Gunung sebagai purusa, upacara nyegara gunung
dilaksanakan setelah upacara nyekah dilaksanakan,yaitu : Panca Maya Kosa terleburkan
dan terakhir dengan upacara nyegara gunung ini sehingga terciptanya dewata-dewati
setelah itu disthanakan di Sanggar / Sanggah Kamulan atau pura kawitan.
memohon air suci Tirta bagi kepentingan upacara Yadnya, sementara kompleks kedua
difungsikan sebagai tempat pengelukatan sebagai bentuk pembersihan diri dalam rangka
persiapan persembahyangan.