Anda di halaman 1dari 5

Saduran buku

Kajian Gizi dan Budaya Makan1


Marahalim Siagian

Page | 1  Masalah Tentang Gizi yang Mencukupi

Masalah gizi kurang dan gizi cukup bukan suatu garis yang jelas. Tetapi bagaimanapun
indikatornya, kekurangan gizi akan menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi,
menyebabkan banyak penyakit kronis, dan menyebabkan orang tidak dapat melakukan kerja
keras. Akibat paling buruk bila terjadi pada anak-anak setelah disapih, terutama protein dan
kalori. Kekurangan dua unsur itu akan menyebabkan kerusakan otak yang parmanen.

Masalah kekurangan gizi disebabkan oleh negara yang tidak dapat menghasilkan cukup makanan
untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Hanya peningkatan produksi makanan yang dapat
mengatasi hal ini dengan dukungan teknologi pertanian. Namun banyak juga masalah
kekurangan gizi yang diakibatkan oleh kepercayaan-kepercayaan yang keliru, pantangan-
pantangan dan upacara-upacara mengenai hubungan antara makanan dan kesehatan yang
mencegah orang orang untuk memanfaatkan sebaik-baiknya makanan untuk kesehatan. Hal ini
tidak saja terdapat pada masyarakat negara berkembang saja.

Fokus penanganan gizi adalah meningkatkan produksi makanan dan kebiasaan makanan
tradisional yang berubah. Kedua masalah ini, terbukti merupakan masalah yang luarbiasa
sukarnya. Kebiasaan makanan tradisional merupakan masalah yang menantang. Hal ini
menyangkut apa yang kita sukai dan tidak sukai, kepercayaan kita terhadap apa yang dapat
dimakan dan yang tidak dapat dimakan. Keyakinan kita terhadap makanan telah ditanamkan
sejak usia muda. Hal ini sulit untuk dirubah. Karena masalah kebiasaan makan , seperti kebiasaan
lainya, hanya dapat dirubah dalam konteks budaya yang menyeluruh, maka pendidikan gizi yang
efektif untuk menuju perbaikan gizi harus didasarkan atas pengertian tentang makanan sebagai
suatu pranata sosial yang memenuhi banyak fungsi. Studi tentang makanan dalam konteks
budaya merupakan suatu peranan para ahli antropologi. Hal yang dapat dilakukan ahli
antropologi dalam penelitian lapanganya adalah mengumpulkan keterangan-keterangan tentang
praktek-praktek makanan dan kepercayaan terhadap makanan dari penduduk yang diobservasi.
Sebagaimana perhatian terhadap kepercayaan dan praktek medis, apabila digabungkan dengan
perhatian praktis tentang kesehatan akan mengarah pada antropologi kesehatan, jika
digabungkan dengan perhatian praktis masalah gizi sedunia, menjurus suatu bidang baru;
antropologi gizi. Norge Jerome, mendefenisikan antropologi gizi meliputi disiplin ilmu mengenai
gizi dan antropologi. Bidang ini memperhatikan gejala-gejala antropologi yang mengganggu
status gizi manusia. Dengan demikian, evolusi manusia, sejarah dan kebudayaan, dan adaptasinya
kepada variable gizi yang berubah-ubah dalam kondisi lingkungan yang beraneka ragam,
menggambarkan bahan-bahan yang merupakan titik perhatian antropologi gizi.

Aspek penting dari antropologi gizi; (1) sifat social, budaya dan psikologis dari makanan (yaitu
peranan social-budaya dari makanan, yang berbeda dengan peranan-peranan gizinya. (2) cara-
cara dimana dimensi-dimensi social-budaya dan psikologis dari makanan berkaitan dengan
masalah gizi yang cukup, terutama dalam masyarakat-masyarak tradisional. Pendekatan ini
menjadi ciri khas pendekatan antropologi gizi dari pandangan ilmu gizi.

1
Antropologi dan Gzi. Bab 15 Antropologi Kesehatan, Foster/Anderson, 1986. Universitas Indonesia Press.
Tulisan ini dibuat untuk kelas ‘Kajian Gizi dan Budaya Makanan’ pada sekolah pascasarjanan Ilmu-Ilmu
Humaniora, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 19 Juni 2006.
Saduran buku

 Makanan Dalam Konteks Budaya

Para ahli antropologi memandang kebiasaan makanan sebagai suatu kompleks kegiatan masak-
memasak, masalah kesukaan dan ketidaksukaan, kearifan rakyat, kepercayaan-kepercayaan,
pantangan-pantangan, dan tahayul-tahayul yang berkaitan dengan dengan produksi, persiapan
dan konsumsi makanan---pendeknya, sebagai kategori budaya yang penting.
Page | 2
Sebagai kategori yang penting, ahli antroplogi melihat makanan mempengaruhi dan berkaitan
dengan kategori budaya lainnya. Secara khusus para ahli antropologi melihat terhadap peranan
makanan dalam kebudayaan sebagai kegiatan ekspresif yang memperkuat kembali hubungan-
hubungan sosial, sanksi-sanksi, kepercayaan dan agama, menentukan banyak pola ekonomi dan
menguasai sebahagian besar kehidupan sehari-hari.

 Kebudayaan Menentukan Makanan

Apakah makanan itu? Makanan adalah yang tumbuh diladang-ladang, yang berasal dari laut, yang
dijual di pasar dan yang muncul di meja waktu kita makan. Makanan adalah dasar dari pengertian
masalah gizi. Sebagai suatu gejala budaya makanan bukanlah semata-mata produk organik untuk
kebutuhan makluk hidup. Bagi masyarakat, makanan dibentuk secara budaya, ia memerlukan
keaslian dan pengesahan budaya. Tidak ada satu kelompok pun walaupun dalam keadaan
kelaparan yang akut akan mempergunakan semua zat gizi yang ada sebagai makanan, karena
pantangan agama, tahayul, kepercayaan terhadap kesehatan dan suatu peristiwa yang kebetulan
dalam sejarah, ada bahan-bahan makanan yang bergizi baik tidak dapat dimakan yang
diklasifikasikan “bukan makanan”. Dengan kata lain penting untuk membedakan antara
nurtrimen (nutriment) dengan food (makanan). Nutriment adalah konsep biokimia, zat yang
memelihara dan menjaga kesehatan organisma yang memakanya. Sedangkan makanan adalah
suatu konsep budaya, suatu pernyataan yang sesungguhnya “zat ini sesuai bagi kebutuhan gizi
kita”. Pada masyarakat Amerika dikenal variasi makanan yang melimpah karena latarbelakang
penduduk yang beragam. Namun ada banyak makanan yang bergizi yang dihargai oleh
masyarakat lain tidak dikonsumsi oleh masyarakat Amerika. Seperti; kuda, anjing, burung-
burung kecil, kodok, kadal, landak laut, rumput laut, belalang, larva serangga, dll.

 Nafsu Makan dan Lapar

Bukan makanan (food) saja yang dibatasi secara budaya, namun juga konsep makanan (meal),
kapan dimakannya, terdiri dari apa dan etiket makan. Diantara masyarakat yang cukup makanan,
kebudayaan mereka mendikte, kapan mereka merasa lapar dan apa, serta berapa banyak yang
mereka makan agar memuaskan rasa lapar. Pada pagi hari, masyarakat Amerika membutuhkan
makanan lebih banyak dari yang dimakan oleh orang Eropa. Perut orang Amerika mengirimkan
isyarat lapar terus-menerus sekitar tengah hari, meskipun sarapannya sudah cukup. Sedangkan
di Meksiko perut dalam keadaan pasif sampai pada jam 3-4 sore, perut orang Meksiko akan
kembali meminta makanan pada jam 9-10 malam, hal ini terkait dengan ketinggian.

 Semua Masyarakat Mengklasifikasikan Makanan

Status memainkan peranan dalam mengklasifikasikan makanan. Orang Meksiko di pedesaan


lebih senang makan tortillas jagung jika mereka ingin mengenyangkan perut, namun roti tawar
(putih) semakin dilihat sebagai makanan status, terutama untuk dimakan pada saat sarapan.
Pada rakyat kecil kulit putih dan hitam di Amerika Serikat bagian tenggara makanan yang
berwarna bening lebih berprestise dibandingkan dengan makanan yang berwarna gelap. Pilihan
masyarakat terhadap beras putih giling misalnya dalam hal gizi kurang baik di banding beras
coklat yang tidak digiling. Rupanya hal ini berhubungan dengan ide-ide pretise. Makanan yang
dianggap bermutu dibungkus dan sangat luas di iklankan membuat daya tarik yang tak
Saduran buku

tertahankan pada masyarakat tradisional, padahal nilai gizinya lebih rendah dari makanan
tradisional.

Para ahli antropologi mencatat pantangan makanan pada waktu sakit. Di amerika kita mengenal
“makanan ringan” dan “makanan berat” yang pertama sesuai dengan orang-orang yang sakit dan
yang hampir sembuh, yang kemudian kemewahan yang dapat dinikmati oleh orang-orang sehat.
Page | 3 Di Prancis dan Italia berkembang pendapat kualitas makanan “kuat” dan “tidak kuat” yang
melekat pada makanan tertentu. Kuat dapat diindentifikasikan dengan warna, rasa pedas, dan
“beratnya” atau kemampuan untuk menggairahkan badan; hal ini ditunjukan pada laki-laki.
Makanan yang tidak kuat adalah sebaliknya; “ringan” pucat atau empuk, seperti misalnya daging
anak sapi atau anggur putih, yang berbeda dengan daging sapi dengan anggur putih, yang berbeda
dengan daging sapid an anggur merah. Klasifikasi makanan yang paling luas adalah dikotomi
“panas” “dingin”. Di India bagian Utara makanan panas termasuk kacang polong yang sudah
dikupas, gula kasar, susu kerbau, telur dan ikan, khususnya makanan panas dari daging , bawang
merah dan bawang putih. Susu dianggap tidak dapat dimakan dengan daging maupun dengan
ikan karena “panas” yang dihasilkannya. Memakan makanan “panas” akan menaikkan
temperamen yang “panas” dan lekas marah. Makanan dingin termasuk daun-daunan daun wortel
, chestnut air dan dadih atau curt .

 Peranan Simbolik Dari Makanan

Makanan juga penting dalam pergaulan sosial. Makanan dimanipulasikan secara simbolis untuk
menyatakan persepsi terhadap hubungan antara individu-individu dan kelompok.

 Makanan Sebagai Ungkapan Ikatan Sosial

Pada masyarakat tertentu menawarkan makanan adalah simbol kasih sayang, perhatian dan
persahabatan. Menerima makanan yang ditawarkan adalah mengakui perasaan yang
diungkapkan dan membalasnya. Tidak memberi makan dalam konteks yang seharusnya
dianggap sebagai kemarahan atau permusuhan, sama halnya menolak makanan yang ditawarkan
adalah menolak persahabatan. Dalam bahasa inggris ungkapan untuk seperti ini disebut
“menggigit tangan yang memberi makan”. Orang merasa tentram apabila makan dengan orang-
orang yang disayangi, dan dalam sebahagian masyarakat makanan umum dan makanan pribadi
mengekspresikan ini. Kita tidak memberi makan musuh-musuh kita, tetapi memberi makan
musuh dianggap menghindarkan sementara antagonisme.

 Makanan Sebagai Ungkapan Kesetiakawanan Kelompok

Budaya di Amerika makan bersama dipakai untuk mempertahankan ikatan keluarga dan
persahabatan. Misalnya makan bersama bersama nenek-kakek, orangtua, anak-anak dirasasakan
sebagai sesuatu yang menitik beratkan pada persatuan keluarga. Pada tingkat yang lebih luas
makanan dianggap sebagai lambang identitas suku bangsa atau nasional. Sebagai symbol
nasional budaya makan thankgiving dianggap sebagai symbol nasional. Pada saat itu mereka
menghidangkan kalkun, yaitu unggas yang ada di amerika utara yang diburu oleh nenek moyang
leluhur. Dewasa ini, kegunaan simbolis dari makanan asli sering merupakan suatu alat untuk
mengukuhkan ikatan nasional dan ikatan suku bangsa.

 Makanan dan Stres

Makanan-makanan khusus dapat merupakan pencerminan identitas dari yang memakannya,


melebihi benda-benda lainnya. Beberapa makanan memberi rasa ketentraman dalam keadaan-
keadaan yang stress. Orang Amerika yang tinggal di luar negeri lebih senang bilamana mereka
Saduran buku

bisa memperoleh “wakil” Amerika dalam bentuk makanan yang dibekukan, makanan kaleng,
makanan dalam kotak yang biasanya makan di negaranya.

Burgess dan Dean menyatakan bahwa sikap-sikap terhadap makanan sering mencerminkan
persepsi tentang bahaya maupun perasaan stress dari dalam, sehubungan dengan ancaman
terhdap jiwa dan emosional adalah melebih-lebihkan bahaya dari luar, cara lainnya adalah
Page | 4 mempermasalahkan masalah-masalah dari dalam untuk utuk menghindari bahaya dari luar.

 Simbolisme Makanan dalam Bahasa

Kualitas-kualitas makanan digunakan juga untuk menggambarkan kualitas manusia; dingin,


hangat, asam, pahit, asin, pedas, sangat masam, sangat pedas, asam (sangat tajam), keras, empuk,
kering, sedang, kuat, lunak, segar, rusak, dsb. Kata-kata yang digunakan dalam bahasa Inggris
untuk mendeskripsikan persiapan makanan (suatu proses sementara dimana ada awal dan ada
akhir) adalah juga kata-kata yang digunakan untuk melukiskan siyuasi kejiwaan (yang sifatnya
sementara, jadi kebalikan dari karakteristik kepribadian dasar yang tetap) “mendidih”, artinya
sangat marah (boiling mad), “hangat” artinya mulai marah (simmering with anger), “menguap”
artinya panas hati (karena sesuatu hal) (burned up with something), “direbus” artinya tenggelam
(dalam kehawatiran) (stewed over some worry). “ setengah terpanggang” artinya belum dewasa
(half baket), dan “masak air dibawah titik tididh”, artinya melindungi orang secara berlebihan
(coddle). Istilah-istilah tentang makanan lainnya yang menggambarkan ciri-ciri pribadi seseorang
termasuk “ wajah susu madu” artinya wajah kuning langsat (milk-and-potatoes-man) dan
melakukan toast (minuman kehormatan) dengan susu (biasanya dengan anggur), artinyaa orang
alim (milk-toast).

Bahasa inggris juga kaya dalam bentuk linguistic yang mengungkapkan kaitan simbolis antara
makanan dan makan serta keadaan emosioal. Misalnya, kita dapay “lapar cinta” (hunger for love)
artinya membutuhkan cinta. Atau “lapar akan teman”(hungry for human companionship) artinya
membutuhkan teman.

 Pembatasan Budaya Terhadap Kecukupam Gizi Makanan

Masyarakat yang telah tinggal disuatu tempat dalam waktu lama telah mengeksploitasi sumber-
sumber makanan dalam lingkungan sekitar mereka. Apa yang belum sering dipelajari oleh
masyarakat rumpun dan masyarakat pedesaan hubungan antara makanan dengan kesehatan
khusunya kepada anak setelah penyapihan. Walaupun gizi buruk didunia ini banyak disebabkan
oleh kekuarangan oleh kekuarangan pangan yang mutlak, masalahnya bertambahn parah akibat
dari kepercayaan budaya dan pantangan-patangan yang sering membatasi pemanfaatan
makanan yang tersedia . Maka dalam perencanaan kesehatan, masalahnya tidak terbatas pada
menyediakan lebih banyak makanan, melainkan harus pula mencarikan cara-cara untuk
memastikan bahwa makanan yang tersedi digunakan secara efektif.

 Kegagalan Untuk Melihat Hubungan Antara Makanan Dengan Kesehatan


Ada kesenjangan yang besar dalam pemahaman tentang bagaimana makanan itu bisa digunakan
sebaik-baiknya. Kegagalan itu, yang berulang kali terjadi untuk mengenal hubungan yang pasti
antara makanan dengan kesehatan. Susunan makanan yang cukup, bukan pula dari
keseimbangan dalam hal berbagai makanan. karena itu, gizi buruk bisa terjadi di tempat-tempat
dimana sebenarnya makanan cukup. Sebagai contoh, Sharman menemukan di Uganda Timur, “
tidak ada konsep tentang perbedaan nilai gizi dari bahan-bahan makanan, Orang Adhola tidak
melihat antara kaitan makanan …dan kesehatan disebabkan oleh kekuarangan jenis makanan
tertentu”. Walaupun masyarakat sering gagal melihat kaitan yang positif anatara susunan
makanan yang baik dengan kesehatan yang baik, mereka sering melihat apa yang disebut
hubungan negatif anatara makanan dan penyakit. Artinya pada saat seseorang sakit, makanan-
Saduran buku

makanan yang diberikan si pasien tidak diberikan. Penduduk santa maria memberi makanan
yang baik pada waktu sehat, tetapi makanan itu tidak diberikan lagi setelah anak sakit (diare).

Pada masyarakat tertenti usia dapat dipakai sebagai alasan untuk melarang makan-makanan
tertentu. Dibeberapa kebudayaan Africa barat misalnya, telur tidak diberikan kepada anak-anak
kecil karena ada anggapa bahwa telur dapat menunda tertutupnya ubun-ubun seperti pada
Page | 5 masyarakat Yoruba.

 Kegagalan Untuk Mengenali Kebutuhan Gizi Pada Anak-Anak

Kegagalan kedua kearifan makanan tradisional tidak mengenali bahwa anak-anak membutuhkan
gizi yang khusus, baik sebelum dan setelah penyapihan. Hendrick mengemukakan terlalu sering
anak-anak dianggap sebagai orang dewasa yang kecil, sehubungan dengan gizi. Di Africa seorang
balita boleh mendapatkan sedikit daging, ikan atau telur tidak dianggap penting karena tidak ada
pengertian tentang kebutuhan khusus bagi anak-anak akan makan yang mengandung protein,
dan dalam tiap kasus, pantangan lokal mungkin memberi pembatasan pula terhadap konsumsi
berbagai makanan oleh anak-anak. Berbicara khusus tentang Adhola di Uganda Timur, Sharman
menulis bahwa “tidak terpikir bahwa anak-anak memerlukan makanan khusus dan tidak ada
makanan yang khusus dimasak untuk mereka”.

Sikap-sikap serampangan lain mengenai gizi bagi anak-anak sering bersumber pada kepercayaan
bahwa anak-anak tidak harus dipaksa untuk berbuat sesuatu yang tidak mereka kehendaki. Ibu
mungkin tidak pernah memaksa anaknya untuk memakan sesuatu dengan mengatakan “karena
ini baik untukmu”. Hambatan-habtan gizi seperti ini terutama mengakibatkan kekuarangan
protein yang gawat dalam makanan anak-anak. Gejala kwashikor, yang pertama kali ditemukan
di Ghana pada awal tahun 1930-an oleh seorang dokter Inggris Cicely Williams yang terdapat
dikalangan anak-anak Africa adalah rambut kemerah-merahan, tinggi badan tidak bertambah,
aderma, pucat dan apatis, kecuali jika anak-anak itu ditangani tidak cermat, anak-anak itu
biasanya meninggal. Nama penyakit itu sendiri berasal dari kata Ga, artinya penyakit yang
menjangkiti anak-anak yang lebih besar bila adiknya lahir. Penyakit ini kemudian ditemukan di
Asia, seperti di India. Pembatasan makanan membuat masalah ini menjadi lebih mengancam.
Diantara hambatan budaya itu adalah penundaan pemberian mukhe bhat upacara pemberian nasi
yang seharusnya berlangsung pada usia 6 bulan untuk bayi laki-laki dan 7 bulan untuk bayi
perempuan. Sebelum upacara itu berlangsung bayi biasanya hidup dari air susu ibunya dengan
sedikit tambahan susu sapi, sagu, atau gandum, yang mencukupi kebutuhan gizinya, termasuk
protein dalam 6-7 bulan pertama dalam hidupnya. Jika anak tidak melakukan mukhe bhat tepat
pada waktunya jelas si anak akan mengalami ganguan gizi.

 Beberapa Implikasi Korelasi Kebudayaan Dengan Makanan

Bagi mereka yang menaruh perhatian pada usaha memperbaiki tingkatan gizi dari masayrakat
yang menderita kurang gizi, jelaslah bahwa analisis klinis dari kekurangan gizi baru merupakan
langkah awal. Kemiskinan dan kekuarangan gizi yang memadai pada tingkat tertentu, membatasi
kemungkinan untuk memperbaiki gizi jutaan penduduk yang menderita kurang pangan.
Sebaliknya, sungguh mengecewakan untuk melihat betapa seringnya praktek-praktek budaya
untuk pemenuhan kebutuhan dasar. Hambatan-hanbatan itu harus diatasi untuk merubah
mereka untuk memaksimalkan sumber-sumber pangan yang tersedia bagi mereka. Disinilah
antropologi dapat memberikan sumbangan besar kepada ilmu gizi dalam lapangan penelian dan
pengajaran. ***

Anda mungkin juga menyukai