Editin Donkk, Udh Ni
Editin Donkk, Udh Ni
Editin Donkk, Udh Ni
ANTROPOLOGI HUKUM”
Disusun oleh:
Nama Lengkap
NIM. 185010107111127
Mata Kuliah Antropologi Hukum
Kelas D
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
MALANG
2021
ANALISIS KASUS PENCEMARAN SUNGAI MALINAU MENURUT TEORI
ANTROPOLOGI HUKUM
Abstrak
Kasus ini bermula saat tanggul penampung limbah bara diduga dari kolam
Tuyak milik PT Kayan Putra Utama Coal (KPUC) jebol pada Minggu (7/2/21),
sekitar pukul 21.00 waktu setempat. Limbah tambang itu pun mengalir dan
mencemari Sungai Malinau. Kondisi ini Setidaknya berdampak pada warga yang
tersebar di 14 desa sekitar DAS Malinau. Yakni, Desa Sengayan, Langap, Long
Loreh, Gongsolok, Batu Kajang, Setarap, Setulang, Setaban). Lalu, DAS
Mentarang (Lidung Keminci dan Pulau Sapi) dan DAS Sesayap (Desa Tanjung
Lapang, Kuala Lapang, Malinau Hulu, dan Malinau Kota).
Bahkan, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Apa’ Mening
menghentikan layanan air bersih sejak Senin, 8 Februari 2021 karena sumber
air baku PDAM dari Sungai Malinau yang tercemar ini.
Pihak yang bersengketa dalam kasus ini adalah masyarakat yang tinggal di
sekitar Sungai Malinau, seperti Desa Langap Sengayan, Malinau Selatan yang
terkena dampak negatif dikarenakan adanya pencemaran sungai Malinau karena
limbah batubara dengan PT Kyan Putra Utama Coal (KPUC) yang kolam limbah
tambang batubara miliknya jebol dan air tersebut mengalir ke Sungai.
Penyelesaian Sengketa
Analisis Kasus Dari Sudut Pandang Teori Antropologi Hukum Marc Galanter
Pada masa itu terjadi dua pandangan yang berbeda tentang hukum, di
satu sisi dilihat dalam kacamata sentralisme hukum, sedangkan yang lain
melihatnya dari dimensi pluralisme hukum. Galanter melihat bahwa pada masa
dimensi sentralisme terdapat kelemahan-kelemahan, seolah-olah keadilan itu
produk eksklusif dari lembaga yang mendapat wewenang yuridis dari negara.
Marc Galanter berpendapat “setiap komunitas biasanya mempunyai self
regulation termasuk dalam penyelesaian sengketa yang terjadi di antara mereka”.
Teorinya yaitu Justice in Many Rooms yang mengatakan bahwa keadilan itu
dapat ditemukan di berbagai tempat, tidak hanya di lembaga peradilan yang
dibentuk oleh pemerintah.
Mekanisme lain, sebagai alternatif penyelesaian sengketa melalui negosiasi
dan mediasi. Negosiasi sesungguhnya istilah yang telah dikenal sejak lama,
terutama di kalangan usahawan. Negosiasi sesungguhnya merupakan suatu
upaya verbal antara pihak-pihak yang terlibat dalam menyelesaikan sengketa.
Sedangkan mediasi pada prinsipnya adalah negosiasi yang dihadiri oleh pihak
ketiga netral yang mempunyai kewenangan untuk memutuskan. Pihak ketiga ini
disebut sebagai mediator, yang berfungsi membantu memfasilitasi pihak-pihak
yang bersengketa, agar mencapai kesepakatan melakukan negosiasi. Mediasi
tampaknya lebih memberikan peluang menguntungkan beberapa hal, yaitu: (1)
ruang lingkup permasalahan dapat dibahas secara luas dan menyeluruh, (2)
penyelesaiannya dapat dilakukan secara lebih singkat, (3) proses berjalan luwes,
(4) menghemat biaya.
Dari segi waktu penyelesaian sengketa yang cukup singkat (setidaknya
sebagaimana terjadi pada sebagian besar studi kasus), dapat dikatakan bahwa
mediasi lebih efektif apabila dibandingkan dengan litigasi. Namun, setidaknya
ada tiga kualifikasi untuk kesimpulan ini. Pertama, perlu diingat bahwa
kesepakatan yang dihasilkan oleh sebuah proses mediasi tidak memiliki
kekuatan hukum mengikat. Sementara apabila dilihat dari aspek pemenuhan
ganti rugi, mediasi merupakan forum yang dapat digunakan oleh korban
pencemaran untuk memperoleh ganti rugi walaupun kadang kala tidak sesuai
harapan. Sedangkan kedua, dilihat dari aspek perlindungan lingkungan, forum
mediasi ternyata belum cukup efektif untuk menghentikan terjadinya
pencemaran dan sengketa. Dan ketiga, keberhasilan mediasi sebagai alat untuk
menyelesaikan sengketa lingkungan sebagian besar tergantung pada kemauan
dari pelaku pencemaran untuk berpartisipasi dalam proses mediasi. Dengan
demikian, sebagai sebuah forum penyelesaian sengketa yang diharapkan dapat
memenuhi rasa keadilan sekaligus melindungi kepentingan lingkungan,
pelaksanaan mediasi di Indonesia dapat dikatakan belum efektif.
Daftar Pustaka
● https://kaltim.idntimes.com/news/kaltim/sri-wibisono/pencemaran-
sungai-malinau-jatam-ingatkan-akan-dampak-lingkungan/2
● https://www.mongabay.co.id/2021/02/13/ketika-kolam-limbah-
perusahaan-batubara-jebol-cemari-sungai-malinau/
● http://www.psmbupn.org/article/mereduksi-risiko-bencana-dan-
konflik.html
● http://media.leidenuniv.nl/legacy/policy-brief-vvi-%26-bappenas---
efektivitas-penyelesaian-sengketa-lingkungan-hidup-di-indonesia---
februari-2011.pdf
● https://jdih.esdm.go.id/storage/document/UU%2032%20Tahun
%202009%20(PPLH).pdf