Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGUKURAN KOEFISIEN MUAI PANJANG DENGAN


METODA OPTIK

KAMILAH DA’INAWARI
G8401201060
ST23.2

Dosen Penanggung Jawab Praktikum


Dr. R. Tony Ibnu Sumaryada Wijaya Puspita, S.Si., M.Si.

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
IPB UNIVERSITY
2021
A. Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan agar mampu menentukan koefisien muai panjang beberapa
macam logam dengan menggunakan pengukuran perubahan panjang secara optik.
B. Teori Singkat
Secara umum, pemuaian pada zat padat dan zat cair dapat diasumsikan seperti ikatan
antara molekul-molekulnya seperti ikatan sebuah pegas yang lentur. Ikatan pada zat padat
lebih kuat dari ikatan molekul-molekul pada zat cair. Molekul-molekul baik pada zat
padat ataupun zat cair selalu bergetar pada suatu posisi keseimbangan. Ketika suhu
dinaikkan, amplitude getaran molekul-molekul bertambah besar sehingga jarak
antarmolekulnya menjadi lebih besar, dengan kata lain akan mengalami peristiwa yang
disebut pemuaian (Surya 2009).
Pemuaian panjang terjadi ketika benda memuai pada satu dimensi (Sugianto 2007).
Pada pemuaian panjang, yang diperhatikan hanyalah pemuaian dalam arah panjang.
Sedangkan pemuaian dalam arah lain diabaikan dan hal ini boleh dilakukan hanya jika
batang sangat panjang dan berpenampang kecil. Contohnya jika benda berbentuk kawat
atau batang diberikan suatu kalor maka batang tersebut akan mengalami perubahan
panjang sebagai akibat kenaikan suhu (Gambar 8.1).

𝐿0

∆𝐿

𝐿
Gambar 8.1 Pemuaian panjang pada logam
Pemuaian panjang suatu benda dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu panjang awal
benda, koefisien muai panjang dan besar perubahan suhu. Koefisien muai panjang suatu
benda dipengaruhi oleh jenis benda atau jenis bahan itu sendiri (Inbanathan 2007). Pada
Gambar 8.1 dapat dilihat bahwa logam dengan suhu awal 𝑇0 memiliki panjang 𝐿0 . Jika
dipanaskan maka logam akan mengalami perubahan suhu sebesar ∆𝑇 serta perubahan
panjang ∆𝐿. Karena logam mengalami perubahan panjang ∆𝐿, maka panjang logam akhir
menjadi 𝐿. Secara matematis pemuaian panjang dapat dituliskan sebagai

∆𝐿 = 𝐿 − 𝐿0 (8.1)

Pemuaian panjang suatu logam berbanding lurus dengan panjang awalnya serta
berbanding lurus pula dengan kenaikan suhu ∆𝑇, maka faktor ketidak-sebandingan serta
lainnya dapat dinyatakan dengan suatu faktor 𝛼. Secara matematis, konsep pemuaian
dapat ditulis

∆𝐿 = 𝛼𝐿0 ∆𝑇 (8.2)

Faktor 𝛼 dinamakan koefisien muai panjang yang dapat didefinisikan sebagai perubahan
fraksional panjang dibagi perubahan suhu (Sears dan Zemansky 1982) dan dapat ditulis
secara rumus matematisnya
∆𝐿
𝛼=𝐿 (8.3)
0 ∆𝑇

𝐿0 𝛼
𝛼= (8.4)
𝐿0

Satuan 𝛼 adalah kebalikan derajat Celcius (1/°C) atau kebalikan Kelvin (1/K) (Tipler dan
Paul 1991).
Salah satu cara yang digunakan untuk mengukur besar pemuaian suatu benda adalah
dengan menggunakan interferometer Michelson. Interferometer Michelson dapat
mengukur perubahan panjang suatu benda yang memuai berdasarkan pola-pola
interferensi, dengan ketelitian yang tinggi.
C. Data
Tabel 8.1 Data percobaan logam tembaga
No. T (°C) ΔT (°C) ΔL Tembaga (cm)
1 20 0 0 𝑇0 =
2 25 5 𝐿 0 = (15.00 0.01) cm
3 30 10
4 35 15
5 40 20
6 45 25
7 50 30
8 55 35
9 60 40
Tabel 8.2 Data percobaan logam alumunium
No. T (°C) ΔT (°C) ΔL Alumunium (cm)
1 20 0 0 𝑇0 =
2 25 5 𝐿 0 = (15.00 0.01) cm
3 30 10
4 35 15
5 40 20
6 45 25
7 50 30
8 55 35
9 60 40
Tabel 8.3 Data percobaan logam baja
No. T (°C) ΔT (°C) ΔL Baja (cm)
1 20 0 0 𝑇0 =
2 25 5 𝐿 0 = (15.00 0.01) cm
3 30 10
4 35 15
5 40 20
6 45 25
7 50 30
8 55 35
9 60 40
D. Pengolahan Data
1. Tabel 8.1
a. Nilai 𝐿0 𝛼
Berdasarkan data-data yang diperoleh, dapat ditentukan nilai 𝐿0 𝛼 beserta
ketidakpastiannya menggunakan rumus =LINEST(E2:E10,C2:C10,TRUE,TRUE)
pada perangkat lunak Microsoft Excel. Nilai 𝐿0 𝛼 merupakan kemiringan kurva ∆𝐿
terhadap ∆𝑇 dan diperoleh nilai 𝐿0 𝛼 yaitu cm/C° serta
6
ketidakpastiannya yaitu cm/C°.

Grafik ΔL terhadap ΔT (Tembaga)


0.012
y = 0.0003x
0.01 R² = 0.9987

0.008
ΔL (cm)

0.006

0.004

0.002

0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
ΔT (°C)

Grafik 8.1

b. Koefisien muai panjang tembaga


𝐿0 𝛼 = cm/C°

∆𝐿
𝛼=
𝐿0 ∆𝑇

cm/
𝛼=
𝐿0

cm/
𝛼=
cm

5
𝛼= /C°
c. Ketidakpastian koefisien muai panjang tembaga untuk satu kali pengukuran
𝐿0 𝛼
∆𝛼 = ( ∆𝐿0 𝛼) + ( ∆𝐿0 )
𝐿0 𝐿0

6
cm/
∆𝛼 = ( cm/ ) + ( cm)
cm ( cm)

7
∆𝛼 = /
2. Tabel 8.2
a. Nilai 𝐿0 𝛼
Berdasarkan data-data yang diperoleh, dapat ditentukan nilai
𝐿0 𝛼 beserta ketidakpastiannya menggunakan rumus
=LINEST(E14:E22,C14:C22,TRUE,TRUE) yang diolah pada
perangkat lunak Microsoft Excel. Nilai 𝐿0 𝛼 merupakan
kemiringan kurva ∆𝐿 terhadap ∆𝑇 dan diperoleh nilai 𝐿0 𝛼 yaitu
6
cm/C° serta ketidakpastiannya yaitu
cm/C°.

Grafik ΔL terhadap ΔT (Alumunium)


0.016
y = 0.0003x
0.014
R² = 0.9999
0.012
0.01
ΔL (cm)

0.008
0.006
0.004
0.002
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
ΔT (°C)

Grafik 8.2

b. Koefisien muai panjang alumunium


𝐿0 𝛼 = cm/C°

∆𝐿
𝛼=
𝐿0 ∆𝑇

cm/
𝛼=
𝐿0
cm/
𝛼=
cm

5
𝛼= /C°
c. Ketidakpastian koefisien muai panjang alumunium untuk satu kali pengukuran
𝐿0 𝛼
∆𝛼 = ( ∆𝐿0 𝛼) + ( ∆𝐿0 )
𝐿0 𝐿0

6
cm/
∆𝛼 = ( cm/ ) + ( cm)
cm ( cm)

7
∆𝛼 = /
3. Tabel 8.3
a. Nilai 𝐿0 𝛼
Berdasarkan data-data yang diperoleh, dapat ditentukan nilai
𝐿0 𝛼 beserta ketidakpastiannya menggunakan rumus
=LINEST(E26:E34,C26:C34,TRUE,TRUE) yang diolah pada
perangkat lunak Microsoft Excel. Nilai 𝐿0 𝛼 merupakan
kemiringan kurva ∆𝐿 terhadap ∆𝑇 dan diperoleh nilai 𝐿0 𝛼 yaitu
6
cm/C° serta ketidakpastiannya yaitu
cm/C°.

Grafik ΔL terhadap ΔT (Baja)


0.008
y = 0.0002x
0.007 R² = 0.9994
0.006
0.005
ΔL (cm)

0.004
0.003
0.002
0.001
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
ΔT (°C)

Grafik 8.3

b. Koefisien muai panjang baja


𝐿0 𝛼 = cm/C°

∆𝐿
𝛼=
𝐿0 ∆𝑇
cm/
𝛼=
𝐿0

cm/
𝛼=
cm
5
𝛼= /C°

c. Ketidakpastian koefisien muai panjang baja untuk satu kali pengukuran


𝐿0 𝛼
∆𝛼 = ( ∆𝐿0 𝛼) + ( ∆𝐿0 )
𝐿0 𝐿0

6
cm/
∆𝛼 = ( cm/ ) + ( cm)
cm ( cm)

7
∆𝛼 = /
E. Pembahasan
Praktikum kali ini mengenai pemuaian panjang dari tiga jenis bahan yang berbeda
yaitu tembaga, alumunium, dan baja. Masing-masing dari bahan tersebut diuji sebanyak
sembilan kali pengukuran dan pada setiap percobaan suhunya selalu berubah. Pada Tabel
8.1, Tabel 8.2, dan Tabel 8.3 dapat dilihat data-data yang diperoleh dari hasil pengukuran
pada masing-masing benda. Semua pengukuran benda diawali dengan suhu 20°C dan
suhu tertingginya atau suhu akhir yaitu 60°C. Masing-masing benda memiliki panjang
awal (𝐿0 ) 15 cm, ketika suhu dinaikkan dapat dilihat bahwa terdapat perubahan panjang
yang berbeda pada masing-masing benda. Data-data yang tersedia, diolah menjadi
penyajian dalam bentuk grafik kurva kemiringan ∆𝐿 terhadap ∆𝑇 menggunakan rumus
LINEST sehingga diperoleh nilai 𝐿0 𝛼 dari tembaga, alumunium, dan baja secara
6
berurutan yaitu ( ) cm/C°, (
6 6
) cm/C°, dan ( ) cm/C°. Kurva kemiringan juga
disajikan dalam bentuk grafik linear seperti pada Grafik 8.1, Grafik 8.2, dan Grafik 8.3.
Grafik kemiringan kurva pada masing-masing bahan menunjukkan bahwa antara ∆𝐿
dan ∆𝑇 terdapat hubungan berbanding lurus. Hal tersebut dapat diartikan bahwa semakin
meningkatnya ∆𝑇, yang ditandai dengan nilai pada sumbu 𝑥, maka semakin meningkat
pula perubahan panjangnya atau ∆𝐿, yang ditandai dengan nilai pada sumbu 𝑦. Dalam hal
ini dapat dinyatakan bahwa ∆𝑇 merupakan peubah bebas yang mempengaruhi nilai ∆𝐿
sebagai peubah tak bebas.
Setelah diketahui kemiringan ∆𝐿 terhadap ∆𝑇, maka dapat ditentukan pula koefisien
muai panjangnya ( 𝛼 ) menggunakan rumus pada persamaan 8.4 sehingga diperoleh
koefisien muai panjang beserta ketidakpastian dari tembaga, alumunium, dan baja secara
5 5 5
berurutan yaitu / , / , dan / . Ketika
pengukuran hanya dilakukan sebanyak satu kali, dapat diperoleh ketidakpastian koefisien
muai panjang dari masing-masing benda menggunakan rumus
𝐿0 𝛼
∆𝛼 = ( ∆𝐿0 𝛼) + ( ∆𝐿0 )
𝐿0 𝐿0

Sehingga diperoleh ketidakpastian koefisien muai panjang untuk logam tembaga sebesar
7 7
/ , logam alumunium sebesar / , dan logam baja sebesar
7
/ .
Pada percobaan untuk menentukan koefisien muai panjang dengan metode optik ini,
sangat memungkinkan terjadinya galat atau error akibat beberapa kesalahan, salah
satunya seperti salah membaca pola interferensi. Adapun kesalahan-kesalahan yang tidak
dapat dihindari akibat beberapa faktor alamiah seperti suhu dan cahaya.
F. Simpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, besar muai panjang suatu logam dapat
diperoleh dengan menggunakan inferometer Michelson. Setelah diketahui besar
pemuaian panjang pada suatu logam dengan suhu tertentu, maka dapat diperoleh pula
koefisien muai panjang dari masing-masing benda beserta ketidakpastiannya.
Menentukan besar pemuaian panjang logam menggunakan metode optik sangatlah
akurat, tetapi kemungkinan terjadinya galat atau error akibat kesalahan-kesalahan baik
secara sistem maupun acak juga tidak dapat diabaikan. Beberapa kesalahan yang terjadi
juga ada yang tidak dapat dihindari karena faktor suhu dan cahaya misalnya. Oleh karena
itu, penyajian data hasil percobaan kali ini juga disertakan ketidakpastiannya untuk
semakin meyakini hasil yang diperoleh melalui perhitungan teoritis.

Daftar Pustaka
Pauliza O, Gustanti D, Bukhori A. 2008. Fisika Kelompok Teknologi dan Kesehatan.
Bandung: Grafindo Media Pratama.
Sugianto AI. 2007. Penentuan koefisien muai panjang logam besi dengan metode
interferensi cincin Newton [skripsi]. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Surya Y. 2009. Suhu dan Termodinamika. Tangerang: PT Kandel.
Wulandari PS, Radiyono Y. 2015. Penggunaan metode difraksi celah tunggal pada
penentuan koefisien pemuaian panjang Alumunium (Al). Di dalam: Tim Editorial
FKIP UNS. Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan Fisika Ke-4 2015 (SNFPF);
2015 Jun 25; Surakarta, Indonesia. Surakarta: Physics Education Department, Faculty
of Teacher Training and Education: 19–22; [diakses 2021 Apr 16].
https://www.neliti.com/publications/172332/penggunaan-metode-difraksi-celah-
tunggal-pada-penentuan-koefisien-pemuaian-panja#cite.

Anda mungkin juga menyukai