Anda di halaman 1dari 4

Nama : Hasna Amada R Hari,Tanggal : Rabu, 17 Maret 2021

NIM : A4401201079 Dosen PJP : Dr. Ir. Dorly, M.Si


Kelas : ST23 Nama Asisten : 1. Hana Primanda (A24180161)
2. Mia Kurnia S (E44180018)
3. Salsabila Aida F (G84180043)
4. Nafasya Negiy D (G84180083)

KONVERSI ENERGI

PENDAHULUAN

Latar belakang
Organisme Kemoheterotrof memanfaatkan komponen karbon organik
sebagai sumber karbon, dan zat kimia sebagai sumber energi. Organisme
Kemoheterotrof bergantung pada zat kimia sebagai sumber energi dan
memanfaatkan CO2 sebagai sumber karbon. Penggunaan CO2 sebagai sumber
karbon utama ini selalu berkaitan dengan kemampuan organisme dalam
memanfaatkan komponen anorganik sebagai sumber energi (Hadiyanto dan Azim
2016). Contoh organisme kemoheterotrof adalah bakteri Salmonella dari filum
Proteobacteria yang dapat menyebabkan keracunan dari makanan. Selain itu,
Spirochaeta juga bersifat kemoheterotrof, genus ini bersifat anaerob dan anaerob
fakulatif, habitatnya di perairan tawar dan laut (Saefudin 2009).
Metabolisme adalah proses kimia yang terjadi di dalam tubuh makhluk
hidup maupun di dalam sel (Kusnadi 2009). Metabolisme seluler terjadi dikatalisis
oleh enzim dan interaksi antar enzim melalui serangkaian reaksi kimia yang terjadi
secara spontan. Reaksi-reaksi ini selain melibatkan berbagai jenis metabolite juga
dapat menghasilkan energi maupun mendaur ulang komponen yang sudah tidak
diperlukan oleh tubuh (Walhout et al 2012). Fermentasi dapat menyebabkan
perubahan sifat bahan pangan, sebagai akibat dari pemecahan
kandungankandungan bahan pangan tersebut (Fardiaz 1992).
Menurut Frazier dan Westhoff (1978) proses fermentasi dapat dibedakan
atas 2 tingkatan. Peragian tingkat pertama, berlangsung dalam keadaan aerob
(adanya O2) yang terlarut dan di permukaan, berfungsi memperbanyak ragi
(khamir) yang dapat ditandai timbulnya gas asam arang, reaksi sebagai berikut :
C6H + 12O6 → 6CO2 + 6H2O + 36 ATP
Pada proses fermentasi tingkat pertama tidak ada atau sedikit sekali etanol yang
dihasilkan. Fermentasi berlangsung dalam keadaan anaerob. Pada tahap ini khamir
dan enzim yang dihasilkan sudah cukup banyak, sehingga akan berlangsung
fermentasi, sampai sebagian atau seluruh gula dirubah menjadi etanol, dengan
reaksi :
C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2ATP
Katabolisme adalah respirasi seluler di mana glukosa dan bahan bakar
organik yang lain dipecah menjadi karbon dan air dengan membebaskan energi.
Energi yang diperoleh disimpan dalam molekul-molekul organik dan digunakan
untuk melakukan kerja dari sel. Katabolisme adalah reaksi
pemecahan/pembongkaran senyawa kompleks menjadi senyawa-senyawa yang
lebih sederhana dengan menghasilkan energi yang dapat digunakan organisme
untuk melakukan aktivitasnya. Fungsi reaksi katabolisme adalah untuk
menyediakan energi dan komponen yang dibutuhkan oleh reaksi anabolisme.
(Suberata IW 2015).

Tujuan
Praktikum ini bertujuan mengamati proses konversi energi melalui reaksi
fermentasi dan mengetahui pengaruh substrat gula dan suhu terhadap reaksi
fermentasi.

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu 4 botol, 4 tutup botol, 4 gelas,
4 balon (ukuran sama), gelas ukur, pengukur sendok teh. Bahan yang digunakan
dalam praktikum ini yaitu air, ragi, gula pasir.

Metode
Metode video pertama yaitu dimasukan air hangat bersuhu 100-110 °𝐹 yang
sudah diukur seberat 8 ons dan satu saset ragi ke dalam masing masing botol. Lalu,
ditambahkan gula pasir ke dalam masing-masing botol dengan perlakuan berbeda.
Untuk gelas pertama tidak ditambahkan gula pasir, gelas kedua ditambahkan satu
sendok teh gula pasir, kelas ketiga dua sendok teh gula pasir, dan gelas keempat
tiga sendok teh gula pasir. Kemudian, semua botol ditutup dan dikocok kencang.
Selanjutnya, tutup botol dibuka dan dipasangkan balon dengan cara
menghubungkan mulut balon dengan mulut botol. Langkah Selanjutnya, botol
didiamkan selama beberapa jam hingga balon di masing-masing botol
menggembung dan diamati perbedaanya.
Metode video kedua yaitu masing-masing gelas dimasukan gula dengan
tinggi yang sama. Lalu, dimasukan air di setiap gelas dengan temperature air yang
berbeda. Pada gelas pertama dimasukan air dingin, gelas kedua dimasukan air
panas, gelas ketiga dan keempat dimasukan air dengan suhu ruangan. Kemuadian,
aduk setiap cairan yang ada dalam gelas. Selanjutnya, tambahkan satu saset ragi
pada setiap gelas. Gelas ditandai agar tidak tertukar dan dibuat catatan pada kertas
yang sudah disediakan. Pada gelas keempat, gelas ditutup dengan plastik.
Kemudian, gelas didiamkan dan ditunggu lima menit hingga tiap gelas
menghasilkan foam. Kemudian, gelas didiamkan lagi beberapa jam dan diukur
tinggi foam per satuan waktu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Gambar 1. Hasil percobaan video 1 Gambar 2. Hasil percobaan video 2

Pembahasan
Balon yang dihubungkan dengan botol menjadi menggelembung
disebabkan di dalam botol adanya kandungan glukosa dan pati. Saccharomyces
cerevisiae dapat diperoleh dari ragi roti. Ragi roti menggandung Saccharomyces
cerevisiae yang telah mengalami seleksi, mutase atau hibridasi untuk meningkatkan
kemampuannya dalam memfermentasi gula dengan baik dalam adonan dan mampu
tumbuh dengan cepat (Pelczar dan Chan 2013). Adanya fermentasi membuat
membuat balon mengembung karena dari reaksi fermentasi dihasilkan gas CO2.
Terjadinya perbedaan balon disebabkan konsentrasi gula yang berbeda.
Besarnya gelembung balon disebabkan adanya fermentasi. Efektivitas
proses fermentasi merupakan hal yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan kadar
etanol optimal. Tinggi rendahnya kadar etanol ditentukan salah satunya oleh kadar
gula dalam substrat. Senyawa gula merupakan sumber karbon yang diperlukan
sebagai energi khamir, sehingga etanol yang terbentuk sebagai hasil aktivitas
khamir tergantung pada persedian sumber energi tersebut (Rochani et al 2015).
Substrat yang berupa pati akan diubah menjadi glukosa Proses pemecahan pati
menjadi glukosa oleh mikrobia ragi tape disebut sakarifikasi. Hasil sakarifikasi
berupa glukosa akan digunakan sebagai sumber energi untuk proses pertumbuhan
bagi mikrobia pada ragi tape dan ragi roti. (Kurniawan et al 2014).
Apabila digunakan konsentrasi yang lebih tinggi misalnya 10 dan 30 sendok
makan maka akan fermentasi akan terus berlangsung. Selama masih ada gula,
fermentasi akan berlangsung terus dan akan berhenti bila semua gula telah habis
difermentasi (Rochani et al 2015). Kemudian, jika dilakukan eksperimen yang
sama, tetapi gula diganti dengan sukrosa, maka gelembung pada balon eksperimen
masih akan terjadi karena sukrosa masih termasuk gula, Sedangkan, apabila gula
diganti dengan tepung tapioka dan sagu, maka gelembung tidak akan terjadi karena
proses fermentasi sangat bergantung dengan konsentrasi glukosa.
Pada eksperimen video 2 masing-masing gelas perlakuan menunjukan
adanya fermentasi meskipun berbeda intensitasnya karena perbedaan suhu air yang
diberikan. suhu merupakan faktor yang penting pada proses fermentasi karena
menentukan kondisi pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae. Nilai kadar etanol
cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya suhu fermentasi (Hendrawan et
al 2017). Fenomena yang terjadi pada masing-masing gelas adalah munculnya
foam, tetapi dengan ketinggian yang berbeda hal ini disebabkan air dengan
temperantur berba yang dimasukan ke masinh-masing gelas.
Menurut Tjokroadikoesoemo (1986) menyatakan bahwa akibat pengaruh
suhu terhadap proses fermentasi ada 2 hal, yaitu secara langsung mempengaruhi
aktivitas mikroorganisme dan secara tak langsung mempengaruhi hasil alkohol
karena penguapan. Suhu yang baik untuk fermentasi berkisar antara 31 C hingga
33 C karena kecepatan fermentasi akan bertambah sesuai dengan kenaikan suhu
hingga suhu optimum. Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25–
30 C dan maksimum pada suhu 35-47 C, hal ini tergantung pada media nutrisi yang
digunakan (Frazier dan Westhoff 1988).

SIMPULAN
Pada reaksi fermentasi, terbukti adanya reaksi substrat gula dan suhu.
Senyawa gula merupakan sumber karbon yang diperlukan sebagai energi khamir.
Nilai kadar etanol cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya suhu
fermentasi.

DAFTAR PUSTAKA
Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Jakarta(ID): Gramedia Pustaka Utama.
Frazier WC, Westhoff DC. 1978. Food Microbiology. New York(US): Mc Graw-
Hill Book Company.
Hadiyanto, Azim M. 2016. Dasar-Dasar Bioproses. Semarang (ID): CV EF Press
Digimedia.
Hendrawan Y et al. 2017. Pengaruh ph dan suhu fermentasi terhadap produksi
etanol hasil hidrolisis jerami padi. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan
Biosistem 5(1): 1-8.
Kurniawan et al. 2014. Efek interaksi ragi tape dan ragi roti terhadap kadar
bioethanol ketela pohon (Manihot utilissima, pohl) varietas mukibat.
Journal of Biology and Biology Education 6(2): 153-160.
Kusnadi. 2009. Metabolisme. Bandung(ID): Fakultas Pendidikan Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia
Pelczar et al. 2013. Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid 1. Jakarta(ID): UI Press.
Rochani A. 2015. Pengaruh konsentrasi gula laurat molases terhadap kadar etanol
pada proses fermentasi. Jurnal Reka Buana 1(1): 43-47.
Saefudin. 2009. Sistematika Prokariot. [diakses 21 Maret 2021].
http://www.file.upi.edu
Suberata IW. 2015. Metabolisme Mikroba. [diakses 23 Maret 2021].
http://www.simdos.unud.ac.id
Tjokroadikoesmo P. 1986. WFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. Jakarta(ID):
Gramedia
Walhout M et al. 2012. Handbook of Systems Biology. Cambridge(US): Academic
Press.

Anda mungkin juga menyukai