Anda di halaman 1dari 5

Nama : Ikrima Ahdavia Asisten Praktikum:

NIM : G4401201101 1. Ni Made Agustini (A24180190)


Kelas/Pararel : ST23/P25 2. Geraldus Dimas P. U.(G34180027)
Hari, Tanggal : Rabu, 17 Maret 2021 3. Aas Ratnasari (G34180104)
4. Rizki Nugraheni A. (G84180064)

KONVERSI ENERGI

TUJUAN
Praktikum ini bertujuan mengamati proses konversi energi melalui reaksi fermentasi
dan mengetahui pengaruh substrat gula dan suhu terhadap reaksi fermentasi.

JAWABAN PERTANYAAN
Video 1
1. Mengapa balon yang dihubungkan dengan botol perlakuan menggelembung?
Mengapa terjadi perbedaan ukuran balon pada masing-masing ekperimen?
Jawaban: Metode percobaan dilakukan dengan tiga kombinasi perlakuan berupa
penambahan gula dengan takaran yang berbeda, air sebagai media, dan satu bungkus
ragi sebagai bahan yang diamati. Proses fermentasi berlangsung secara anaerob pada
ragi dengan gula sebagai bahan baku dan hasil akhir berupa etanol dan
karbondioksida (Berlian et al. 2016). Sesuai dengan hasil percobaan yang diamati,
balon menggelembung dengan ukuran yang berbeda pada setiap botol.
- Komposisi pada botol pertama berupa ragi dan air (100-110ºF). Setelah dilakukan
pengamatan, balon tidak menggelembung karena tidak diberikan penambahan
gula sehingga tidak terjadi proses fermentasi.
- Komposisi pada botol kedua berupa ragi, 1 sendok teh gula, dan air (100-110ºF).
Setelah dilakukan pengamatan, balon menggelembung sedikit.
- Komposisi pada botol ketiga berupa ragi, 2 sendok teh gula, dan air (100-110ºF).
Setelah dilakukan pengamatan, balon menggelembung sedang.
- Komposisi pada botol keempat berupa ragi, 3 sendok teh gula, dan air (100-
110ºF). Setelah dilakukan pengamatan, balon menggelembung sangat besar
apabila dibandingkan dengan botol lainnya. Hal ini terjadi karena penambahan
gula sebanyak 3 sendok teh menyebabkan proses fermentasi dapat berlangsung
sehingga menghasilkan karbondioksida pada balon.
dapat disimpulkan, balon menggelembung berisi gas CO2 akibat dari hasil fermentasi.
Perbedaan ukuran balon disebabkan penambahan komposisi gula yang berbeda pada
setiap botol.
2. Dari hasil pengamatan ekperimen, apa korelasi antara penambahan gula dengan besar
gelembung balon? Apa makna dari peristiwa yang Anda jumpai tersebut?
Jawaban: Dari hasil pengamatan, gula sebagai bahan baku dalam proses fermentasi
yang menghasilkan suatu gas. Hubungan penambahan gula yang berbeda
menyebabkan perbedaan ukuran pada balon. Hal tersebut menunjukkan semakin
banyak penambahan gula pada percobaan menyebabkan semakin besar pula ukuran
gelembung pada balon (Abdillah et al. 2014). Pernyataan tersebut dapat dibuktikan
dengan membandingkan botol kedua dengan botol keempat. Pada botol kedua,
komposisi percobaan diberi 1 sendok teh gula sehingga terjadi pada perubahan ukuran
balon. Sedangkan, botol keempat diberi komposisi gula sebanyak 3 sendok teh
sehingga terjadi perubahan ukuran balon yang lebih besar dibandingkan dengan botol
kedua.

3. Bagaimana mekanisme konversi energi yang terjadi pada sel khamir tersebut? Apa
indikasinya bahwa konversi energi terjadi?
Jawaban: Ragi biasanya mengandung mikroorganisme yang dapat melakukan
fermentasi dengan mikroorganisme, salah satunya adalah Saccharomyces cerevisiae.
Mikroorganisme tersebut memiliki daya konversi energi dari gula menjadi alkohol
yang baik (Yuniarti et al. 2018). Mekanisme reaksi pembentukan alkohol pada
fermentasi adalah sebagai berikut:
C6H12O6  2 C2H5OH + 2 CO2
(sel khamir) (etanol) (karbondioksida)

Indikasi terjadinya konversi energi dapat terlihat pada pengembangan balon


yang berisi CO2, parameter pH yang menjadi asam, suhu menjadi hangat pada dinding
gelas, lama fermentasi menunjukkan banyaknya hasil fermentasi, dan tingkat
konsentrasi subsrat sebagai sumber energi bagi mikroba (Fitria 2017).

4. Menurut Anda, apakah yang terjadi apabila Anda menggunakan gula yang lebih
tinggi, misalnya 10 dan 30 sendok makan? Jelaskan jawaban Anda!
Jawaban: Berdasarkan hasil pengamatan, hubungan penambahan gula pada percobaan
akan meningkatkan hasil produk fermentasi berupa alkohol dan CO 2. Namun, apabila
penambahan konsentrasi gula terlalu banyak dapat menghambat karena ragi tidak bisa
memproses semua gula (Ishmayana et al. 2011). Gula dimanfaatkan mikroba untuk
dua hal yaitu tumbuh dan berkembang biak, sebagian lagi dikonversi menjadi produk
metabolit seperti alkohol (Hawusiwa et al. 2015). Dengan demikian, penambahan
gula yang lebih tinggi dengan kadar ragi yang tetap dapat menghambat proses
fermentasi tetapi jika kadar ragi ditambahkan dan konsentrasi gula dinaikkan maka
hasil reaksi akan semakin meningkat.
5. Jika Anda melakukan ekperimen yang sama, namun gula diganti dengan
(a) Sukrosa
(b) Tepung Tapioka
(c) Sagu
apakah gelembung pada balon ekperimen terjadi? Jelaskan jawaban Anda terkait
konversi energinya untuk masing-masing poin pengganti gula di atas.
Jawaban: Ketiga bahan tersebut merupakan polimer dari gula sehingga berpotensi
menjadi bahan baku dalam proses fermentasi. Bahan baku yang mengandung banyak
gula akan menghasilkan etanol yang lebih banyak (Insani 2007). Didukung oleh
pernyataan Hidayat (2017), apabila gula diganti dengan sukrosa maka tetap terjadi
fermentasi karena sukrosa merupakan disakarida yang dibentuk dari monomer
glukosa dan fruktosa. Proses fermentasi dapat terjadi pada tepung tapioka dan sagu,
keduanya memiliki kandungan berfruktosa tinggi sehingga dapat menjadi bahan
utama pada proses fermentasi (Meriatna 2013). Ampas sagu mengandung selulosa
yang dimanfaatkan mikroba sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan mikroba (Uhi
2007). Dengan demikian, apabila gula diganti dengan ketiga bahan tersebut dapat
terjadi proses fermentasi.

Video 2
1. Apakah parameter dari ekperimen pada video 2 yang menunjukkan bahwa terjadi
proses fermentasi pada masing-masing gelas perlakuan?
Jawaban: Parameter yang menunjukkan terjadinya proses fermentasi pada video 2
adalah terbentuknya uap air (H2O) dan perubahan warna pada larutan gula. Penyebab
utama hasil fermentasi berupa H2O adalah gelas ditutup rapat dengan plastik sehingga
kelembaban udara meningkat (Dewantoro et al. 2015). Sesuai hasil reaksi, seharusnya
percobaan ini menghasilkan CO2 tetapi diberi perlakuan berbeda dengan gelas ditutup
rapat sehingga CO2 terhambat untuk keluar. Namun, pada sisi atas gelas menunjukkan
penggembungan pada plastik. Selanjutnya, perubahan warna yang semula putih
menjadi kuning kecoklatan akibat dari perbedaan kekuatan hidrolisis dan perubahan
suhu selama fermentasi diiringi dengan hasil samping berupa alkohol (Suningsih et al.
2019).

2. Bagaimana pengaruh suhu terhadap proses fermentasi seperti yang ditunjukkan pada
video, fenomena apa yang terjadi pada masing-masing gelas perlakuan?
Jawaban: Ketika proses fermentasi berlangsung mulai terasa adanya peningkatan suhu
subsrat yang difermentasi dan suhu akan terus meningkat dengan semakin lamanya
fermentasi berlangsung (Uhi 2007). Hal tersebut terjadi karena pertumbuhan dan
aktivitas mikroba di dalam substrat mulai terjadi, dimana pemecahan dinding sel dan
pemanfaatan unsur karbon sebagai sumber energi bagi mikroba. Suhu yang baik untuk
fermentasi yaitu 31-35oC karena kecepatan fermentasi akan bertambah sesuai dengan
kenaikan suhu hingga optimum. Saccharomyces cereviseae tumbuh optimum pada
suhu 25-30ºC dan maksimum pada suhu 35-47ºC hal ini tergantung pada nutrisi yang
digunakan (Warmadewanthi dan Naufal 2015).
3. Melalui penelusuran literatur, bagaimana suhu dapat memengaruhi proses konversi
energi pada peristiwa fermentasi? Jelaskan dan sertakan literatur yang tepat untuk
menjawab pertanyaan ini.
Jawaban: Menurut Osvaldo et al. (2012), hasil akhir dari fermentasi berupa etanol,
kadar terendah diperoleh pada suhu ruang (26ºC) karena bakteri pada suhu tersebut
tidak aktif sehingga bakteri belum atau sedikit bereproduksi. Sedangkan, pada suhu
29ºC diperoleh kadar etanol tertinggi pada variasi penambahan nutrisi karena
Saccharomyces cereviseae dapat tumbuh optimum pada suhu tersebut. Demikian pula,
rata-rata diperoleh kadar etanol yang cukup tinggi karena pada suhu tersebut proses
fermentasi berjalan dengan baik dan jumlah etanol yang dihasilkan cukup banyak.
Pada suhu 35ºC, kadar etanol mengalami penurunan karena dalam suhu tersebut
terlalu tinggi sehingga dapat menonaktifkan kinerja ragi.

4. Bagaimana mekanisme konversi energi yang terjadi pada khamir tersebut? Apa
indikasinya bahwa konversi energi terjadi?
Jawaban: Mekanisme terjadinya konversi energi pada khamir adalah sebagai berikut:
C6H12O6  2 C2H5OH + 2 CO2
(sel khamir) (etanol) (karbondioksida)

ditunjukkan hasil akhir berupa CO2 dengan penggembungan pada sisi atas gelas.
Terlihat pula perubahan warna pada larutan gula yang semula putih menjadi kuning
kecoklatan sebagai penanda perubahan pH menjadi asam.

5. Dari hasil percobaan Anda, apa yang terjadi jika Anda menambah gula sebanyak dua
kali lipat terhadap hasil percobaan di masing-masing gelas?
Jawaban: Jika konsentasi gula terlalu tinggi akan terjadi penghambatan karena ragi
tidak bisa memproses semua gula. Tinggi konsentrasi gula pada awalnya angka
menghasilkan konsentasi etanol yang tinggi. Ini akan menurunkan biaya produksi
dengan mengurangi air dan energi persyaratan pemrosesan untuk distilasi. Namun,
ketika konsentrasi gula tinggi awalnya dalam media farmentasi, lalu sel ragi terpapar
stres osmotik tinggi memungkinkan proses farmentasi macet (Ishmayana et al. 2011).

DAFTAR PUSTAKA
Abdillah J, Widyawati N, Suprihati. 2014. Pengaruh dosis ragi dan penambahan gula
terhadap kualitas gizi organoleptik biji gandum. AGRIC. 26(1): 75-84.
Berlian Z, Aini F, Ulandari R. 2016. Uji kadar alkohol pada tapai ketan putih dan singkong
melalu fermentasi dengan dosis ragi yang berbeda. Jurnal Biota. 2(1): 106-111.
http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/biota/article/view/538/488. EISSN:
24607746.
Dewantoro G, Hartini S, Waluyo AH. 2015. Alat optimasi suhu dan kelembaban untuk
inkubasi fermentasi dan pengeringan pasca fermentasi. Jurnal Rekayasa Eletrika.
11(3): 86-92. DOI: 10.17529/jre.v11i3.2245.
Fitria A. 2017. Pengaruh suhu dan lama fermentasi terhadap produksi eksopolisakarida dari
tetes tebu oleh Lactobacillus plantarum dan identifikasi senyawa gula penyusunnya
[skripsi]. Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Hawusiwa ES, Wardani AK, Ningtyas DW. 2015. Pengaruh konsentrasi pasta singkong dan
lama fermentasi pada proses pembuatan minuman wine singkong. Jurnal Pangan
dan Agroindustri. 3(1): 147-155.
https://jpa.ub.ac.id/index.php/jpa/article/view/119/143. ISSN: 2685-2861.
Hidayat M. 2017. Pengaruh penambahan berbagai jenis susu terhadap kedar asam laktat
pada pembuatan sisi prebiotic ubi jalar oleh bakteri Lactobascillus bulgaricus
[diploma]. Semarang: Universitas Diponegoro.
Insani DA. 2007. Penetapan etanol hasil fermentasi Saccaromyces cerevisiae dengan
subsrat umbu ganyong [skripsi]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Ishmayana S, Robert P, Learmonth, Ursula J. 2011. Fermentation performance of the yeast
Saccharomyces cerevisiae in media with high sugar concentration, The 2nd
International Seminar of Chemistry 2011, Jatinangor, 24-25 November 2011,
Departement of Chemistry, Universitas Padjajaran: Jatinangor, pp 379-385.
Meriatna. 2013. Hidrolisa tepung sagu menjadi maltodektrin menggunakan asam klorida.
Jurnal Teknologi Kimia Unimal. 1(2): 38-48.
Osvaldo ZS. Panca PS. Faizal M. 2012. Pengaruh konsentrasi aam dan waktu pada proses
hidrlisis dan fermentasi pembuatan bioethanol dari alang-alang. Jurnal Teknik
Kimia. 18(2): 52-62. http://jtk.unsri.ac.id/index.php/jtk/article/view/18/20.
ISSN:2339-1960.
Suningsih N, Ibrahim W, Liandris O, Yulianti R. 2019. Kualitas fisik dan nutrisi Jerami
padi fermentasi pada berbagai penambahan starter. Jurnal Sains Peternakan
Indonesia. 14(2): 191-200
https://ejournal.unib.ac.id/index.php/jspi/article/view/6589/3984. DOI:
https://doi.org/10.31186/jspi.id.14.2.191-200.
Uhi HT. 2007. Peningkatan nilai nutrisi ampas sagu (Metroxylon Sp.) melalui bio-
fermentasi. Jurnal Ilmu Ternal. 7(1): 26-31.
http://jurnal.unpad.ac.id/jurnalilmuternak/article/view/2228/2080. DOI:
https://doi.org/10.24198/jit.v7i1.2228.
Warmadewanthi, Naufal M. 2015. Penambahan nitrogen pada prduksi bioetanol dengan
metode simultaneous saccharification and fermentation (SSF). Jurnal Purifikasi.
https://purifikasi.id/index.php/purifikasi/article/view/24/22. DOI:
https://doi.org/10.12962/j25983806.v15.i1.
Yuniarti DP, Hatina S, Efrinalia W. 2018. Pengaruh jumlah ragi dan waktu fermentasi pada
pembuatan bioethanol dengan bahan baku ampas tebu. Jurnal Redoks. 3(2): 1-12.
https://jurnal.univpgri-palembang.ac.id/index.php/redoks/article/view/2391. DOI:
https://doi.org/10.31851/redoks.v3i2.2391.

Anda mungkin juga menyukai