PEPTIC ULCER
Pertanyaan:
Gejala yang muncul pada awal kehamilan meliputi amenore, nausea, dan muntah
( morning sicknes), payudara terasa penuh dan sensitif, sering berkemih, merasa lemah dan
letih, berat badan naik, dan perubahan mood ( Fauziah dan Sutejo, 2012).
Morning sicknes merupakan salah satu gejala paling awal, paling umum, dan paling
menyebabkan strees yang dikaitkan dengan kehamilan. Hampir 50-90% wanita hamil
mengalami mual muntah pada trisemester pertama. Dari kebanyakan wanita hamil yang
mengalami morning sickness atau yang dikenal mual di pagi hari, akan mengalami perubahan
pada hormone progesterone dan esterogen yang ada dalam tubuh meningkat hal itulah yang
menyebabkan mual muntah di pagi hari pada kehamilan trisemester pertama. Tetapi frekuensi
terjadinya morning sicknes tidak hanya di pagi hari melainkan bisa siang dan malam hari
(Aritanong, 2010).
Tukak peptik merupakan penyakit akibat gangguan pada saluran gastrointestinal atas
yang disebabkan sekresi asam dan pepsin yang berlebihan oleh mukosa lambung (Avunduk,
2008). Ada tiga penyebab terjadinya tukak peptik, yang pertama adalah disebabkan karena
Helicobacter pylori, obat anti inflamasi non steroid (NSAID), dan kerusakan mukosa yang
berhubungan dengan stres (Dypiro,dkk, 2016).
Patofisiologi tukak lambung dan duodenum ditentukan oleh keseimbangan antara faktor
agresif (asam lambung dan pepsin) dan faktor protektif (pertahanan dan perbaikan mukosa).
Asam lambung disekresikan oleh sel parietal, yang mengandung reseptor histamin, gastrin,
dan asetilkolin. Peningkatan sekresi asam pada pasien dengan ulkus duodenum mungkin
akibat infeksi dari H. Pylori. (Dipiro, dkk, 2016).
Pada orang yang terinfeksi, H. pylori berada di antara lapisan lendir lambung dan
permukaan sel epitel, atau lokasi manapun di mana ditemukan epitelium tipe lambung.
Bentuk spiral dan flagelnya memungkinkannya untuk bergerak dari lumen lambung, dimana
pH rendah, hingga lendir lapisan, di mana pH lokal netral. H. pylori menghasilkan dalam
jumlah besar dari urease, yang menghidrolisis urea dalam lambung dan mengubahnya
menjadi amonia dan karbon dioksida. Efek buffering lokal amonia menciptakan lingkungan
mikro netral di dalam dan di sekitar bakteri, melindunginya dari efek mematikan asam
lambung. H. pylori juga menghasilkan protein penghambat asam, yang memungkinkannya
beradaptasi dengan lingkungan pH rendah di perut. (Dipiro,dkk, 2016)
Enzim lain yang dihasilkan oleh H. pylori (lipase, urease, dan protase), replikasi bakteri,
dan faktor virulensi bakteri dapat menyebabkan cidera pada mukosa lambung. Lipase dan
protease akan mendegradasi lendir lambung, amonia yang diproduksi oleh urease dapat
menjadi racun bagi sel epitel lambung, dan replikasi bakteri meningkatkan serapan racun ke
dalam sel epitel lambung. H. pylori menginduksi peradangan lambung dengan mengubah
respons inflamasi inang dan merusak sel epitel secara langsung oleh mekanisme imun yang
dimediasi sel atau secara tidak langsung dengan diaktifkan neutrofil atau makrofag sehingga
bakteri akan mengalami fagositosis (Dipiro, dkk., 2016).
2. Hubungan antara peptic ulcer karena Helicobacter pylori, hiperemesis gravidarum,
dan anemia
Helicobacter pylori menyebabkan terjadinya ulkus peptikum melalui gastritis kronis yang
tidak akan sembuh sampai bakteri dimusnahkan dengan pengobatan antimikroba. Banyak
dilaporkan, bahwa pasien dengan positif H.pylori juga menunjukkan adanya Iron Deficiency
Anemia (IDA) sehingga terjadi peningkatan prevalensi kekurangan zat besi pada
penderitanya. Selanjutnya, hal ini juga mempunyai hubungan yang signifikan antara kadar
ferritin serum yang rendah dengan prevalensi IgG spesifik H.pylori. Penurunan kadar besi
dalam tubuh dikarenakan adanya kerusakan pada mekanisme pengaturan besi oleh bakteri.
H.pylori dapat memproduksi hepcidin yang dapat mencegah respon tubuh terhadap zat besi
(Hersho dan Skikne, 2009).
Wanita hamil sangat rentan terjadi anemia defisiensi besi karena pada kehamilan
kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu produksi eritropoietin. Akibatnya, volume
plasma bertambah dan sel darah merah meningkat. Namun peningkatan volume plasma
terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan sel darah
merah sehingga penurunan konsentrasi Hb akibat hemodilusi. Pada wanita hamil kebutuhan
Fe juga akan meningkat sekitar 200-300% untuk pembentukkan plasenta dan sel darah merah
(Hariati, dkk., 2019)
Peptic ulcer memiliki gejala seperti nyeri perut pada epigastric, perut tidak nyaman, terasa
penuh serta kram. Penyakit ini memiliki gejala yang khas yaitu nyeri nocturnal terutama pada
jam 12 malam hingga 3 pagi. Selain itu, peptic ulcer juga mempunyai gejala mual muntah
dimana gejala ini merupakan gejala umum dan banyak penyakit yang juga memiliki gejala
mual muntah (Dipiro, dkk,. 2016).
Kehamilan sendiri dapat menjadi faktor patogenesa perusakan akut dari gastritis kronis,
karena pergerakan otot polos traktus gastrointestinal ditekan oleh progesteron, sementara
sekresi asam lambung meningkat selama hamil (Hayakawa S,dkk 2000). Pada awal
kehamilan, peningkatan retensi cairan dalam tubuh dan perubahan volume cairan intraselular-
ekstraselular yang diakibatkan oleh peningkatan hormon steroid hal ini diduga
mengakibatkan perubahan pH. Pada traktus gastrointestinal perubahan pH dapat
mengakibatkan reaktivasi infeksi laten dari Helicobacter pylori. Selain itu pada kehamilan
diduga perubahan imunitas sel dan humoral menyebabkan kerentanan sehingga infeksi
Helicobacter Pylori teraktivasi (Manuaba, 2010)
Keterangan
1) Gol. PPI yaitu omeprazole 20mg, lansoprazole 30mg, pantoprazole 40 mg,
rabeprazole 20mg, esomeprazole 20mg
2) Pada pasien yang alergi penisilin dapat diganti dengan metronidazole
3) Gol. H2RA yaitu Simetidin (300mg 4x sehari, 400mg 2x sehari, 800mg 1x
sehari), famotidine 20mg 2x sehari, nizatidine 150mg 2x sehari, ranitidine 150mg
2x sehari.
b. Terapi Non Farmakologi
1) Menghilangkan atau mengurangi stres psikologis, merokok, dan penggunaan
NSAID (termasuk aspirin).
2) Menghindari makanan dan minuman (mis., makanan pedas, kafein, dan alkohol)
yang menyebabkan dispepsia atau yang memperparah gejala maag.
3) Jika memungkinkan gunakan antinyeri alternative seperti paracetamol atau
sasilisat nonasetilasi (Dipiro, 2016).
4. Penanganan peptic ulcer karena Helicobacter pylori pasien pada kasus
Berikut merupakan tabel dosis obat dan kelas keamanan bagi wanita hamil (Dipiro,
dkk., 2016).
a. Terapi Farmakologi
Menurut Dipiro, dkk., (2016), lini pertama pada infeksi H.pylori adalah kombinasi
PPI, klaritomisin, dan amoksisilin atau metronidazole selama 10-14 hari. Sehingga
dapat dipilihkan obat sebagai berikut :
1) Lansoprazole (Kategori B) 30 mg, 2x sehari 30menit sebelum makan selama
14 hari.
2) Amoxicillin (Kategori B), 1000 mg , 2x sehari sesudah makan selama 14 hari.
Dalam konteksnya, meta analisis baru-baru ini melaporkan bahwa penggunaan
PPI selama kehamilan terutama pada trimester pertama tidak terkait dengan
peningkatan risiko keguguran, kelainan bentuk bawaan janin, dan kelahiran prematur.
Selain itu, amoksisilin adalah obat yang aman untuk digunakan selama kehamilan
tanpa efek teratogenik yang terbukti (Ahmed, dkk., 2017).
b. Terapi Non farmakologi
Terapi non farmakologi antara lain menghindari stress, makanan pedas, kafein,
dan mengindari penggunaan obat gol. NSAID
Ahmed, M.A., Elsayed, A.F., dan Soliman, A.M. 2017. Role of Helicobacter Pylori
Eradication in Pregnant Women with Hyperemesis Gravidarum, EBX. Vol 7(1).
Aritanong, E. 2010. Kebutuhan Gizi Ibu Hamil. Medan: Kampus IPB Taman Kencana Bogor.
Avunduk, C. 2008. Manual of Gastroenterology: Diagnosis and Therapy 4th Edition (4 th ed.,
156–164). Boston: Tufts University Medical School.
Dipiro J.T., Talbert R.L., Yee G.C., Matzke G.R., Wells B.G. and Posey L.M. 2016.
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 10 th ed. Mc GrawHill. United State
of America.
Fauziah, S dan Sutejo. 2012. Buku Ajar Keperawatan Maternitas KEhamilan Vol. 1. Jakarta.
Hariati, Alim., A., dan Thamrin, A.I. 2019. Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil (Studi Analitik
di Puskesmas Pertiwi Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan). LPPM Akademi
Kebidanan Yapenas 21 Maros, Vol.1(1).
Hershko, C., dan Skikne, B. 2009. Pathogenesis and Management of Iron Deficiency
Anemia: Emerging Role of Celiac Disease, Helicobacter pylori, and Autoimmune
Gastritis, Elseiver Inc., Vol. 46(4).
Manuaba, IBG. 2010. Ilmu Kesehatan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana.
Jakarta: EGC
Zeind, C. S., dan Carvalho, M.G., 2018, Applied therapeutics the clinical use of drugs 11th
edition, New York, Wolter Kluwer.