Anda di halaman 1dari 11

TUGAS FARMAKOTERAPI TERAPAN

PEPTIC ULCER

Kelas A1/ Kelompok 1


Erika Firma AR (20405021084)
Septo Hariyono (20405021112)
Pramita Utari (20405021114)
Nurul Isnaeni (20405021118)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS WAHID HASYIM
SEMARANG
2021
TUGAS FARMATERAPI TERAPAN
KELOMPOK 1
Kasus 11 A:
Seorang pasien (perempuan, 25 tahun) mendatangi dokter spesialis kandungan untuk
memeriksakan kehamilannya. Usia kehamilan pasien adalah 5 minggu. Pasien mengeluhkan
rasa mual sepanjang hari, kadang - kadang muntah hingga 3 kali sehari. Pasien tampak pucat
dan lemas. Pada rekam medis pasien diketahui bahwa pasien sering memeriksakan diri ke
dokter dengan keluhan nyeri pada ulu hati, lambungnya sakit, mual, kadang-kadang muntah.
Obat-obatan penghambat asam lambung telah diberikan dan keluhan pasien teratasi, walau
kadang muncul kembali. Pasien menyatakan maag-nya menjadi semakin parah semenjak
hamil. Dokter meminta pasien melakukan pemeriksaan urea breath test (UBT) dan
pemeriksaan darah rutin. Hasil pemeriksaan UBT positif dan kadar hemoglobin pasien
rendah. Dokter mendiagnosis pasien mengalami infeksi Helicobacter pylori, anemia, dan
hiperemesis gravidarum.

Pertanyaan:

1. Bagaimanakah patofisiologi peptic ulcer karena Helicobacter pylori?


2. Adakah hubungan antara peptic ulcer karena Helicobacter pylori, hiperemesis
gravidarum, dan anemia? Jelaskan dengan menyertakan acuannya!
3. Bagaimana terapi peptic ulcer karena Helicobacter pylori secara umum (meliputi obat
yang digunakan, dosisnya, dan durasi terapinya)? Dokter berkolaborasi dengan apoteker
untuk menentukan terapi?
4. Bagaimana penanganan peptic ulcer karena Helicobacter pylori pada pasien di atas?
5. Bagaimana penanganan hiperemesis gravidarum pada pasien di atas?
6. Bagaimana penanganan anemia pada pasien di atas?
Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional (FOGI), kehamilan didefinisikan sebagai
fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau
implantasi. Bila dihitung dari saat fertilsisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan
berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan atau 9 bulan menurut kalender
internasional. Kehamilan terbagi menjadi 3 trimester, dimana trimester satu berlangsung
dalam 12 minggu, trimester kedua 15 minggu (minggu ke 13 hingga ke 27), dan trimester
ketiga 13 minggu yaitu minggu ke 28 hingga ke 40 (Prawiroharjo, Sarwono, 2014).

Gejala yang muncul pada awal kehamilan meliputi amenore, nausea, dan muntah
( morning sicknes), payudara terasa penuh dan sensitif, sering berkemih, merasa lemah dan
letih, berat badan naik, dan perubahan mood ( Fauziah dan Sutejo, 2012).

Morning sicknes merupakan salah satu gejala paling awal, paling umum, dan paling
menyebabkan strees yang dikaitkan dengan kehamilan. Hampir 50-90% wanita hamil
mengalami mual muntah pada trisemester pertama. Dari kebanyakan wanita hamil yang
mengalami morning sickness atau yang dikenal mual di pagi hari, akan mengalami perubahan
pada hormone progesterone dan esterogen yang ada dalam tubuh meningkat hal itulah yang
menyebabkan mual muntah di pagi hari pada kehamilan trisemester pertama. Tetapi frekuensi
terjadinya morning sicknes tidak hanya di pagi hari melainkan bisa siang dan malam hari
(Aritanong, 2010).

Tukak peptik merupakan penyakit akibat gangguan pada saluran gastrointestinal atas
yang disebabkan sekresi asam dan pepsin yang berlebihan oleh mukosa lambung (Avunduk,
2008). Ada tiga penyebab terjadinya tukak peptik, yang pertama adalah disebabkan karena
Helicobacter pylori, obat anti inflamasi non steroid (NSAID), dan kerusakan mukosa yang
berhubungan dengan stres (Dypiro,dkk, 2016).

Gambar Lambung dengan gangguan peptic ulcer


1. Patofisiologi peptic ulcer karena Helicobacter pylori

Patofisiologi tukak lambung dan duodenum ditentukan oleh keseimbangan antara faktor
agresif (asam lambung dan pepsin) dan faktor protektif (pertahanan dan perbaikan mukosa).
Asam lambung disekresikan oleh sel parietal, yang mengandung reseptor histamin, gastrin,
dan asetilkolin. Peningkatan sekresi asam pada pasien dengan ulkus duodenum mungkin
akibat infeksi dari H. Pylori. (Dipiro, dkk, 2016).

Pada orang yang terinfeksi, H. pylori berada di antara lapisan lendir lambung dan
permukaan sel epitel, atau lokasi manapun di mana ditemukan epitelium tipe lambung.
Bentuk spiral dan flagelnya memungkinkannya untuk bergerak dari lumen lambung, dimana
pH rendah, hingga lendir lapisan, di mana pH lokal netral. H. pylori menghasilkan dalam
jumlah besar dari urease, yang menghidrolisis urea dalam lambung dan mengubahnya
menjadi amonia dan karbon dioksida. Efek buffering lokal amonia menciptakan lingkungan
mikro netral di dalam dan di sekitar bakteri, melindunginya dari efek mematikan asam
lambung. H. pylori juga menghasilkan protein penghambat asam, yang memungkinkannya
beradaptasi dengan lingkungan pH rendah di perut. (Dipiro,dkk, 2016)

Enzim lain yang dihasilkan oleh H. pylori (lipase, urease, dan protase), replikasi bakteri,
dan faktor virulensi bakteri dapat menyebabkan cidera pada mukosa lambung. Lipase dan
protease akan mendegradasi lendir lambung, amonia yang diproduksi oleh urease dapat
menjadi racun bagi sel epitel lambung, dan replikasi bakteri meningkatkan serapan racun ke
dalam sel epitel lambung. H. pylori menginduksi peradangan lambung dengan mengubah
respons inflamasi inang dan merusak sel epitel secara langsung oleh mekanisme imun yang
dimediasi sel atau secara tidak langsung dengan diaktifkan neutrofil atau makrofag sehingga
bakteri akan mengalami fagositosis (Dipiro, dkk., 2016).
2. Hubungan antara peptic ulcer karena Helicobacter pylori, hiperemesis gravidarum,
dan anemia

Helicobacter pylori menyebabkan terjadinya ulkus peptikum melalui gastritis kronis yang
tidak akan sembuh sampai bakteri dimusnahkan dengan pengobatan antimikroba. Banyak
dilaporkan, bahwa pasien dengan positif H.pylori juga menunjukkan adanya Iron Deficiency
Anemia (IDA) sehingga terjadi peningkatan prevalensi kekurangan zat besi pada
penderitanya. Selanjutnya, hal ini juga mempunyai hubungan yang signifikan antara kadar
ferritin serum yang rendah dengan prevalensi IgG spesifik H.pylori. Penurunan kadar besi
dalam tubuh dikarenakan adanya kerusakan pada mekanisme pengaturan besi oleh bakteri.
H.pylori dapat memproduksi hepcidin yang dapat mencegah respon tubuh terhadap zat besi
(Hersho dan Skikne, 2009).

Wanita hamil sangat rentan terjadi anemia defisiensi besi karena pada kehamilan
kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu produksi eritropoietin. Akibatnya, volume
plasma bertambah dan sel darah merah meningkat. Namun peningkatan volume plasma
terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan sel darah
merah sehingga penurunan konsentrasi Hb akibat hemodilusi. Pada wanita hamil kebutuhan
Fe juga akan meningkat sekitar 200-300% untuk pembentukkan plasenta dan sel darah merah
(Hariati, dkk., 2019)

Peptic ulcer memiliki gejala seperti nyeri perut pada epigastric, perut tidak nyaman, terasa
penuh serta kram. Penyakit ini memiliki gejala yang khas yaitu nyeri nocturnal terutama pada
jam 12 malam hingga 3 pagi. Selain itu, peptic ulcer juga mempunyai gejala mual muntah
dimana gejala ini merupakan gejala umum dan banyak penyakit yang juga memiliki gejala
mual muntah (Dipiro, dkk,. 2016).

Hiperemesis Gravidarum merupakan gangguan mual muntah berlebih yang banyak


dialami oleh ibu hamil. Hiperemesis biasanya disebabkan karena kadar hCG biasanya
meningkat pada trimester pertama kehamilan. Hormon estrogen juga dianggap berkontribusi
pada mual muntah selama kehamilan karena pada awal kehamilan kadar estradiol meningkat,
kemudian menurun seiringan lamanya kehamilan. Hal ini memberikan gejala mual muntah
yang khas pada kehamilan (Jennings, dkk., 2020).

Kehamilan sendiri dapat menjadi faktor patogenesa perusakan akut dari gastritis kronis,
karena pergerakan otot polos traktus gastrointestinal ditekan oleh progesteron, sementara
sekresi asam lambung meningkat selama hamil (Hayakawa S,dkk 2000). Pada awal
kehamilan, peningkatan retensi cairan dalam tubuh dan perubahan volume cairan intraselular-
ekstraselular yang diakibatkan oleh peningkatan hormon steroid hal ini diduga
mengakibatkan perubahan pH. Pada traktus gastrointestinal perubahan pH dapat
mengakibatkan reaktivasi infeksi laten dari Helicobacter pylori. Selain itu pada kehamilan
diduga perubahan imunitas sel dan humoral menyebabkan kerentanan sehingga infeksi
Helicobacter Pylori teraktivasi (Manuaba, 2010)

3. Terapi peptic ulcer karena Helicobacter pylori secara umum


Pengobatan ditujukan untuk meredakan gejala maag, menyembuhkan tukak,
mencegah kambuhnya ulkus, dan mengurangi komplikasi terkait ulkus.
a. Terapi Farmakologi
Lini pertama pada infeksi H.pylori adalah kombinasi PPI, klaritomisin, dan
amoksisilin atau metronidazole selama 10-14 hari (Dipiro, dkk., 2016). Berikut
merupakan tabel rejimen pengobatan peptic ulcer karena infeksi H.pylor (Zeind,
2018).

No. Rejimen obat Dosis Frekuensi Durasi


PPI dengan basis rejimen tiga obat
1. PPI Dosis standar 2x sehari 14 hari
Clarithromycin 500 mg 2x sehari 14 hari
Amoxicillin 1g 2x sehari 14 hari
Atau
2. PPI Dosis standar 2x sehari 14 hari
Clarithromycin 500 mg 2x sehari 14 hari
Metronidazole 500 mg 2x sehari 14 hari
Bismuth dengan basis rejimen empat obat
1. Bismuth subsalisilat 525 mg 4x sehari 10-14 hari
Metronidazole 250-500mg 4x sehari 10-14 hari
Tetrasiklin plus 500 mg 4x sehari 10-14 hari
PPI Dosis standar 1x atau 2x 10-14 hari
sehari
Atau
2. H2RA Dosis standar 2x sehari 4-6 minggu
Terapi lanjutan
1. PPI Dosis standar 2x sehari 1-10 hari
Amoksisilin 1g 2x sehari 1-5 hari
Clarithromycin 250-500 mg 2x sehari 6-10 hari
Metronidazole 250-500 mg 2x sehari 6-10 hari
Terapi lini kedua
1. Bismuth subsalisilat 525 mg 4xsehari 10-14 hari
Metronidazole 500 mg 4xsehari 10-14 hari
Tetrasiklin 500 mg 4xsehari 10-14 hari
PPI Dosis standar 1x / 2x sehari 10-14 hari
Atau
2. PPI Dosis standar 2xsehari 10-14 hari
Amoxicillin 1g 2xsehari 10-14 hari
Levofloxacin 500 mg 1xsehari 10-14 hari

Keterangan
1) Gol. PPI yaitu omeprazole 20mg, lansoprazole 30mg, pantoprazole 40 mg,
rabeprazole 20mg, esomeprazole 20mg
2) Pada pasien yang alergi penisilin dapat diganti dengan metronidazole
3) Gol. H2RA yaitu Simetidin (300mg 4x sehari, 400mg 2x sehari, 800mg 1x
sehari), famotidine 20mg 2x sehari, nizatidine 150mg 2x sehari, ranitidine 150mg
2x sehari.
b. Terapi Non Farmakologi
1) Menghilangkan atau mengurangi stres psikologis, merokok, dan penggunaan
NSAID (termasuk aspirin).
2) Menghindari makanan dan minuman (mis., makanan pedas, kafein, dan alkohol)
yang menyebabkan dispepsia atau yang memperparah gejala maag.
3) Jika memungkinkan gunakan antinyeri alternative seperti paracetamol atau
sasilisat nonasetilasi (Dipiro, 2016).
4. Penanganan peptic ulcer karena Helicobacter pylori pasien pada kasus
Berikut merupakan tabel dosis obat dan kelas keamanan bagi wanita hamil (Dipiro,
dkk., 2016).
a. Terapi Farmakologi
Menurut Dipiro, dkk., (2016), lini pertama pada infeksi H.pylori adalah kombinasi
PPI, klaritomisin, dan amoksisilin atau metronidazole selama 10-14 hari. Sehingga
dapat dipilihkan obat sebagai berikut :
1) Lansoprazole (Kategori B) 30 mg, 2x sehari 30menit sebelum makan selama
14 hari.
2) Amoxicillin (Kategori B), 1000 mg , 2x sehari sesudah makan selama 14 hari.
Dalam konteksnya, meta analisis baru-baru ini melaporkan bahwa penggunaan
PPI selama kehamilan terutama pada trimester pertama tidak terkait dengan
peningkatan risiko keguguran, kelainan bentuk bawaan janin, dan kelahiran prematur.
Selain itu, amoksisilin adalah obat yang aman untuk digunakan selama kehamilan
tanpa efek teratogenik yang terbukti (Ahmed, dkk., 2017).
b. Terapi Non farmakologi
Terapi non farmakologi antara lain menghindari stress, makanan pedas, kafein,
dan mengindari penggunaan obat gol. NSAID

5. Penanganan hiperemesis gravidarum pasien pada kasus


a. Terapi Farmakologi
1) Lini pertama adalah Pyridoxin hydroklorid (Vit. B6) 10 mg setiap 8 jam 3x sehari
(Medscape, 2021)
b. Terapi Non Farmakologi
1) Bila penderita sudah dapat makan per oral, modifikasi diet yang diberikan
adalah makanan dalam porsi kecil namun sering, diet tinggi karbohidrat, rendah
protein dan rendah lemak, dan hindari makanan yang emetogenik dan berbau yang
dapat menimbulkan rangsangan muntah (Widayana A, 2013).

6. Penanganan anemia pasien pada kasus


a. Terapi Farmakologi
Ferrous Sulfate tablet 200mg, 2x sehari setelah makan (siang dan malam hari)
(Widiada, 2020).
b. Terapi Non farmakologi
Memperbaiki diet dengan banyak mengkonsumsi daging merah, ikan, ayam,
serta mengkonsumsi jus jeruk atau makanan lain yang mengandung vit. C untuk
meningkatkan penyerapan zat besi (Dipiro, dkk., 2016).
Daftar Pustaka

Ahmed, M.A., Elsayed, A.F., dan Soliman, A.M. 2017. Role of Helicobacter Pylori
Eradication in Pregnant Women with Hyperemesis Gravidarum, EBX. Vol 7(1).

Aritanong, E. 2010. Kebutuhan Gizi Ibu Hamil. Medan: Kampus IPB Taman Kencana Bogor.

Avunduk, C. 2008. Manual of Gastroenterology: Diagnosis and Therapy 4th Edition (4 th ed.,
156–164). Boston: Tufts University Medical School.

Dipiro J.T., Talbert R.L., Yee G.C., Matzke G.R., Wells B.G. and Posey L.M. 2016.
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 10 th ed. Mc GrawHill. United State
of America.

Fauziah, S dan Sutejo. 2012. Buku Ajar Keperawatan Maternitas KEhamilan Vol. 1. Jakarta.

Hariati, Alim., A., dan Thamrin, A.I. 2019. Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil (Studi Analitik
di Puskesmas Pertiwi Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan). LPPM Akademi
Kebidanan Yapenas 21 Maros, Vol.1(1).

Hayakawa S, Nakajima N, Suzuki K, Yoshinaga H, Arakawa Y, Satoh K, Yammamoto T.


2000. Frequent presence of Helycobacter Pylori genome in the saliva of patients with
hyperemesis gravidarum. Am J Perinatol; 17: 243-7

Hershko, C., dan Skikne, B. 2009. Pathogenesis and Management of Iron Deficiency
Anemia: Emerging Role of Celiac Disease, Helicobacter pylori, and Autoimmune
Gastritis, Elseiver Inc., Vol. 46(4).

Jennings, L.K., dan Krywko, D.M. 2020. Hyperemesis Gravidarum. NCBI.

Manuaba, IBG. 2010. Ilmu Kesehatan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana.
Jakarta: EGC

Medscape.com, 2021, Drug Interaction Checker, Terdapat di


https://reference.medscape.com/drug-interactionchecker ( Diakses pada 24 Maret 2021).

Prawiroharjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka

Widayana A, Megadhana IW,Kemara KP.Diagnosis and management of hyperemesis


gravidarum. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 2013; 2(4):658-73Zeind, C.
S., dan Carvalho, M.G., 2018, Applied therapeutics the clinical use of drugs 11 th edition,
New York, Wolter Kluwer.

Widiada, Putu Amanda. 2020. Iron-deficiency anemia: A review of diagnosis and


management. Review. Intisari sains medis 2020. 20, Volume 11(1)

Zeind, C. S., dan Carvalho, M.G., 2018, Applied therapeutics the clinical use of drugs 11th
edition, New York, Wolter Kluwer.

Anda mungkin juga menyukai