Anda di halaman 1dari 94

aplikasi teori konseptual Roy

Model konseptual mengacu pada ide-ide global mengenai individu, kelompok situasi

atau kejadian tertentu yang berkaitan dengan disiplin yang spesifik. Teori-teori yang

terbentuk dari penggabungan konsep dan pernyataan yang berfokus lebih khusus pada suatu

kejadian dan fenomena dari suatu disiplin ilmu. Model konseptual keperawatan

dikembangkan atas pengetahuan para ahli keperawatan tentang keperawatan yang bertolak

dari paradigma keperawatan. Model konseptual dalam keperawatan dapat memungkinkan

perawat untuk menerapkan cara perawat bekerja dalam batas kewenangan sebagai seorang

perawat. Perawat perlu memahami konsep ini sebagai kerangka konsep dalam memberikan

asuhan keperawatan dalam praktek keperawatan atau sebagai filosofi dalam dunia pendidikan

dan kerangka kerja dalam riset keperawatan.

Ada berbagai jenis model konseptual keperawatan berdasarkan pandangan ahli dalam

bidang keperawatan, salah satunya adalah model adaptasi Roy. Roy dalam teorinya

menjelaskan empat macam elemen esensial dalam adaptasi keperawatan , yaitu : manusia,

lingkungan, kesehatan, dan keperawatan. Model adaptasi Roy menguraikan bahwa

bagaimana individu mampu meningkatkan kesehatannya dengan cara memepertahankan

perilaku secara adaptif karena menurut Roy, manusia adalah makhluk holistic yang memiliki

sistem adaptif yang selalu beradaptasi. 

A.           Aplikasi Teori Konseptual Roy

Model Adaptasi Roy telah menggambarkan tahapan–tahapan dalam proses keperawatan

yang lengkap. Berdasarkan teori Roy, tahapan proses keperawatan dimulai dari :
1.             Pengkajian tingkat pertama

Mengumpulkan data perilaku out put seseorang sebagai sistem adaptasi dihubungkan

dengan 4 adaptive mode : fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan interdependent.

Pengkajian tahap pertama ini berkenaan dengan pengkajian perilaku, yaitu pengkajian klien

terhadap masing-masing model adaptasi secara sistematika dan holistic. Pelaksanaan dan

pengkajian dan pencatatan pada empat model adaptif tersebut memberikan gambaran keadaan

klien pada tim kesehatan lainnya.

2.             Pengkajian tingkat kedua

Setelah pengkajian tahap pertama perawat dapat menganalisa data yang timbul

dan pola-pola perilaku pasien untuk mengidentifikasi respon tidak efektif atau respon adaptif

yang diperlukan untuk mendukung tindakan perawat. Bila perilaku tidak efektif atau respon

adaptif ada, perawat melakukan pengkajian tahap kedua

Pada fase pengkajian ini perawat mengumpulkan data tentang stimulus fokal, contekstual,

dan residual yang mempengaruhi pasien. Proses ini mengklarifikasi etiologi dari problem dan

mengenai faktor-faktor contekstual dan residual yang berarti.

3.             Diagnosa keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah respon individu terhadap rangsangan yang timbul dari

diri sendiri maupun luar (lingkungan). Sifat diagnosis keperawatan adalah :

a.             Berorientasi pada kebutuhan dasar manusia

b.            Menggambarkan respon individu terhadap proses, kondisi dan situasi sakit

c.             Berubah bila respon individu juga berubah.


Unsur dalam diagnosis keperawatan meliputi problem / respon (P); etiologi (E); dan

Signslsymptom (S), dengan rumus diagnosis P+E+S, diagnosis keperawatan dan diagnosis

medis mempunyai beberapa perbedaan sebagaimana tersebut pada table di bawah ini :

Diagnosis medis Diagnosis keperawatan


1.      Fokus : faktor-faktor 1.                    Focus : respon klien,

pengobatan penyakit tindakan medis dan faktor lain.

2.      Orientasi : keadaan patologi 2.                  Orientasi : kebutuhan

dasar manusia (KDM )

3.      Cenderung tetap mulai 3.                  Berubah sesuai

masuk sampai pulang. perubahan respon klien

4.      Mengarah tindakan medis 4.                  Mengarah pada fungsi

(pengobatan) yang sebagian mandiri perawat

dilimpahkan kepada perawat

5.      Diagnosis medis melengkapi 5.                    Diagnosis keperawatan


diagnosis keperawatan melengkapi diagnosis medis.

Roy mendefinisikan tiga metode untuk menyusun diagnosis keperawatan:

  Menggunakan tipologi yang dikembangkan oleh roy dan berhubungan dengan 4 model

adaptasi(tabel masalah adaptasi) dalam mengaplikasikan metode diagnosis ini, diagnosis pada

kasus Tn. Sigit adalah “ Hipoksia”.

1)             Memenuhi kebutuhan oksigen

Kriteria :

a.              Menyiapkan tabung oksigen dan flowmater

b.              Menyiapkan homidifier berisi air

c.              Menyiapkan selang nasal/ masker

d.             Memberikan penjelasan kapeda klien

e.              Mengatur posisi klien.

f.               Memasang selang nasal / masker

g.              Memerhatikan reaksi klien

2)             Memahami kebutuhan nutrisi, cairan dan elektrolit

Kriteria:

a.              Menyiapkan peralatan dalam dressing care

b.              Menyiapkan cairan infus/makanan/ darah

c.              Memberikan penjelasan pada klien

d.             Memberikan penjelasan pada klien mencocokan jenis cairan / darah/ diet makanan
e.              Mengatur posisi klien

f.               Melakukan pemasangan infus /darah /makanan

g.              Mengobservasi reaksi klien

3)             Memenuhi kebutuhan eliminasi

Kriteria:

a.              Menyiapkan alat pemberian huknah/gliserin/dulcolak dan perawatan pemasangan ateter

b.              Memerhatikan suhu cairan atau ukuran kateter

c.              Menetup dan memasang selimut

d.             Mengobservasi keadaan feses/urine

e.              Mengobservasi reaksi klien

4)             Memenuhi kebutuhan aktifitas atau istirahat atau tidur

Kriteria:

a.              Melakukan latihan gerak pada klien tidak sadar

b.              Melakukan mobilitasi pada klien pasca operasi.

5)             Memiliki kebutuhan  intergitas kulit (kebersihan dan kenyamanan fisik)

Kriteria :

a.              Memandikan klien yang tidak sadar / kondisinya lemah.

b.              Mengganti alat-alat tenun sesuai kebutuhan / kotor

c.              Merapikan alat-alat klien

6)             Mencegah dan mengatasi reaksi fisiologis kriteria

a)      Mengobservasi tanda-tanda vital sesuai kebutuhan

b)      Melakukan tes Alergi pada pemberian obat baru


c)      Mengobservasi reaksi klien

   Menggunakan perrnyataan dari perilaku yang tampak dan berpengaruh terhadap stimulunya.

Dengan menggunakan metode diagnosis ini maka diagnosisnya adalah “nyeri dada

disebabkan oleh kekurangan oksigen pada otot jantung berhuungan dengan cuaca lingkungan

yang panas.

1)             Standar tindakan gangguan konsep diri ( psikis ) Memenuhi kebutuhan emosional dan

spiritual

Kriteria :

a. Melaksanakan orientasi pada klien baru

b. Memberikan penjelasan tentang tndakn yang dilakukan

c. Memberikan penjelasan dengan bahasa sederhana

d. Memperhatikan setiap keluhan klien

e. Memotivasi klien untuk berdoa

f. Membantu klien untuk beribadah

g. Memperhatikan pesan-pesan klien

2)             Standar tindakan pada gangguan peran (sosial)

1.            Meyakinkan klien bahwa dia adalah tetap sebagai individu yang berguna bagi keluarga dan

masyarakat

2.            Mendukung upaya kegiatan/kreatifitas klien


3.            Melibatkan klien dalam setiap kegiatan terutama dalam pengobatan pada dirinya

4.            Melibatkan klien dalam setiap mengambiil keputusan menyangkut diri klien

5.            Bersifat terbuka dan komunikatif pada klien

6.            Mengizinkan keluarga untuk memberikan dukungan kepada klien

7.            Perawat dan keluarga selalu mmemberikan pujian atas sikap klien yang positif dann

perawatan

8.            Perawat dan keluarga selalu bersikap halus dan menerima jika ada sikap klien yang negatif

3)             Standar  Tindakan pada Gangguan Interdependence ( ketergantungan )

1. Membantu klien memenuhi makan & minum

2. Membantu klien memenuhi kebutuhan eliminasi  ( urine & alvi )

3. Membantu klien memenuhi kebutuhan kebersihan diri ( mandi )

4. Membantu klien berhias / berdandan

   Berhubungan dengan stimulus yang sama. Misalnya jika seseorang petani mengalami nyeri dada

saat ia bekerja di luar pada cuaca yang panas. Pada kasus ini diagnosis yang sesuai adalah

“kegagalan peran berhubungan dengan keterbatasan fisik (miokardial) untuk bekerja saat

cuaca yang panas “

4.             Tujuan
Tujuan adalah perubahan perilaku pasien yang diharapkan oleh perawat setelahtindakan

keperawatan dan penjelasan berhasil dilakukan.

5.             Intervensi

Adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi,

mengatasimasalah-masalah yang telah diidentifikasi dalam diagnosa keperawatan.

Suatu perencanaan dengan tujuan merubah atau memanipulasi local, kontekstual, residual.

Pelaksanaannya juga ditujukan kepada kemampuan klien dalam menggunakan koping secara

luas, supaya stimulasi secara keseluruhan dapat terjadi pada klien.

Tujuan intervensi keperawatan adalah mencapai kondisi yang optimal dengan

menggunakan koping yang konstruksif. Tujuan jangka panjang harus dapat menggambarkan

penyelesaian masalah adaptif dan ketersediaan energy untuk memenuhi kebutuhan tersebut

(mempertahankan, pertumbuhan, reproduksi).

Tujuan jangka pendek mengidentfikasi harapan perilaku klien setelah memanipulasi

stimulus fokal, kontekstual, dan residual.Pengembangan kriteria standars intervensi

keperawatan menurut adaptasi akan digunakan oleh peneliti sebagai instrumen untuk

mengukur kinerja perawat dalam menerapkan teori adaptasi pada asuhan keperawatan anak.

6.             Evaluasi

Adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasilyang

diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap pelaksanaan.

A.           Kesimpulan
Roy (1984) menyampaikan bahwa secara umum tujuan pada intervensi keperawatan

adalah untuk mempertahankan dan mempertinggi perilaku adaptif dan mengubah perilaku

inefektif menjadi adaptif. Penentuan tujuan dibagi atas tujuan jangka panjang dan tujuan

jangka pendek. Tujuan jangka panjang yang akan dicapai meliputi : hidup, tumbuh,

reproduksi dan kekeuasaan. Tujuan jangka pendek meliputi tercapainya tingkah laku yang

diharapkan setelah dilakukan manipulasi terhadap stimulus focal, konteksual dan residual.

B.            Saran

Secara umum, pembaca diharapkan mampu menelaah dan mempelajari setiap konsep

dan model keperawatan yang sudah berkembang dan mampu membandingkan teori dan

model praktik yang sesuai dengan ilmu keperawatan itu sendiri sehingga tidak bertentangan

dengan etika, norma dan budaya.

Secara khusus, perawat harus mampu meningkatkan respon adaptif pasien pada situasi sehat

atau sakit . Perawat dapat mengambil tindakan untuk memanipulasi stimuli fokal, konteksual

maupun residual stimuli dengan melakukan analisa sehingga stimuli berada pada daerah

adaptasi. Perawat harus mampu bertindak untuk mempersiapkan pasien mengantisipasi

perubahan melalui penguatan regulator, cognator dan mekanisme koping yang lain.

Pada situasi sehat, perawat berperan untuk membantu pasien agar tetap mampu

mempertahankan kondisinya sehingga integritasnya akan tetap terjaga. Misalnya melalui

tindakan promotif perawat dapat mengajarkan bagaimana meningkatkan respon adaptif.

Pada situasi sakit, pasien diajarkan meningkatkan respon adaptifnya akibat adanya

perubahan lingkungan baik internal maupun eksternal. Misalnya, seseorang yang mengalami

kecacatan akibat amputasi karena kecelakaan. Perawat perlu mempersiapkan pasien untuk

menghadapi realita. Dimana pasien harus mampu berespon secara adaptif terhadap perubahan

yang terjadi didalam dirinya. Kehilangan salah satu anggota badan bukanlah keadaan yang
mudah untuk diterima. Jika perawat dapat berperan secara maksimal, maka pasien dapat

bertahan dengan melaksanakan fungsi perannya secara optimal

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang

Keperawatan merupakan suatu tindakan caring yang dilakukan terhadap pasien. Asuhan

keperawatan yang diberikan kepada pasien sudah seharusnya sesuai konsep yang

dikemukakan para ahli untuk menghindari malpraktik  atau neglected. Salah satu teori

konseptual yang digunakan dalan asuhan keperawatan adalah teori dari Sister Calista Roy.

Inti dari teori ini adalah manusia sebagai sistem terbuka yang adaptif yang selalu beradaptasi
terhadap stimulus yang ada. Perawat diharapkan dapat mengaplikasikan teori ini sesuai

dengan kondisi pasien dan pasien mampu beradaptasi sebagaimana mestinya.

BAB II

PEMBAHASAN

Aplikasi Teori Konseptual Sister Calista Roy

Teori Model adaptasi Roy menuntun perawat mengaplikasikan Proses keperawatan.


Element Proses keperawatan menurut Roy meliputi: Pengkajian Perilaku, Pengkajian

stimulus, Diagnosa keperawatan, Rumusan Tujuan, Intervensi dan Evaluasi.

1.            Pengkajian

A.    Pengkajian Perilaku

Pengkajian perilaku (Behavior Assessment) merupakan tuntunan bagi perawat untuk

mengatahui respon pada manusia sebagai sistim adaptive. Data spesifik dikumpulkan oleh

perawat melalui proses Observasi, pemeriksaan dan keahlian wawancara. “Faktor yang yang

mempengaruhi respon adaptif meliputi: genetik, jenis kelamin, tahap perkembangan, obat-

obatan, alkohol, merokok, konsep diri, fungsi peran, ketergantungan, pola interaksi sosial,

mekanisme koping dan gaya hidup, stress fisik dan emosi, budaya, lingkungan fisik”

(Martinez yang dikutip oleh Nursalam, 2003)


1). Pengakajian Fisiologis.

Ada 9 (Sembilan) perilaku Respon Fisiologis yang menjadi perhatian pengkajian perawat

yaitu:

a.       Oksigenasi: menggambarkan pola penggunaan oksigen berhubungan dengan respirasi dan

sirkulasi.

b.      Nutrsisi: menggambarkan pola penggunaan nutrisi untuk memperbaiki kondisi tubuh dan

perkembangan.

c.       Eliminasi: menggambarkan Pola eliminasi.

d.      Aktivitas dan istirahat: mengambarkan pola aktivitas, latihan, istirahat dan tidur.

e.       Intergritas kulit: mengambarkan pola fisiologis kulit.

f.       Rasa/senses: menggambarkan fungsi sensoris perceptual berhubungan dengan panca indra.

g.      Cairan dan elektrolit: menggambarkan pola fisiologis penggunaan cairan dan elektrolit.

h.      Fungsi Neurologis: menggambarkan pola kontrol neurologis, pengaturan dan intelektual.

i.        Fungsi endokrin: menggambarkan pola kontrol dan pengaturan termasuk respon stress dan

system reproduksi.

2). Pengkajian Konsep diri.

Pengkajian Konsep diri: menggambarkan atau mengidentifikasi tentang pola nilai,


kepercayaan emosi yang berhubungan dengan Ide diri sendiri. Perhatian ditujukan pada

keadaa diri sendiri tentang fisik, individual dan moral-etik.

3). Pengkajian Fungsi Peran.

Pengkajian Fungsi peran (sosial): menggambarkan atau mengidentifikasi tentang pola

interaksi sosial seseorang berhubungan dengan orang lain akibat dari peran ganda.

4). Pengkajian Interdependensi.

Pengkajian Interdependensi: menggambarkan atau Mengidentifikasi pola nilai

menusia, kehangatan, cinta dan memiliki. Proses tersebut terjadi melalui hubungan

interpersonal terhadap individu maupun kelompok.

Pengkajian pasien dari tiap empat model adaptif dilaksanakan dengan pendekatan

sistimatis dan holistic. Pengkajian itu diklarifikasikan, difokuskan oleh perawat atau Tim
keperawatan sebagai data dasar untuk memberikan asuhan keperawatan pada pasien. Secara

ideal, keseluruhan data pasien tersebut saling berhubungan dan pengkajian keperawatan

dicatat dalam format empat model adaptif keperawatan dan dapat dimengerti sebagai

masukan data bagi tim asuhan keperawatan yang terlibat pada pasien. Dibutuhkan Keahlian

dalam praktek keperawatan kaitannya dengan skill pengkajian perilaku dan pengetahuan

membandingkan kriteria evaluasi spesifik respon perilaku manusia bahwa adaptif atau

inefektif (maladaptif). Data dikelompokkan dalam: data subjektif, objektif dan data

pengukuran/pemeriksaan fisik. Perilaku yang ditemukan dapat bervariasi dari apa yang

diharapkan, mewakili semua respon baik efektif maupun maladaptif. Roy sudah

mengidentifikasikan sejumlah respon yang berkaitan dengan aktivitas Subsistim regulator

dan Subsistem Kognator yang tidak efektif, seperti pada tabel berikut :

Table 1: Indikasi Kesulitan Adaptasi

Gejala berat dari aktivitas Regulator :

•         Peningkatan deyut jantung dan tekanan darah.


•         Tegang.

•         Hilang nafsu makan.

•         Peningkatan kortisol serum

Gejala Inefektiv dari Kognator :

•            Gangguan persepsi/ proses informasi.

•            Pembelajaran inefektif.

•            Tidak mampu membuat justifikasi.

•            Afektive tidak sesuai.

B.      Pengkajian Stimulus.

Setelah pengkajian perilaku, perawat menganalisis data-data yang muncul ke dalam

pola perilaku pasien (empat model respon perilaku) untuk mengidentifikasi respon-respon
inefektif atau respon-respon adaptif yang perlu didukung oleh perawat untuk dipertahankan.

Ketika perilaku inefektif atau perilaku adaptif yang memerlukan dukungan perawat, perawat

membuat pengkajian tentang stimulus internal dan ekternal yang mungkin mempengaruhi

perilaku. Dalam fase pengkajian ini perawat mengumpulkan data tentang stimulus fokal,

kontektual dan residual yang dimiliki pasien. Proses ini mengklarifikasi penyebab dari

masalah dan mengidentifikasi factor-faktor kontektual (faktor presipitasi) dan residual (factor

Predisposisi) yang berhubungan erat dengan penyebab.

a.         Identifikasi stimulus fokal

Stimuli fokal merupakan perubahan perilaku yang dapat diobservasi. Perawat dapat

melakukan pengkajian dengan menggunakan pengkajian perilaku, yaitu: keterampilan

melakukan observasi, pengukuran dan wawancara.

b.         Identifikasi stimulus kontekstual

Stimulus kontekstual ini berkontribusi terhadap penyebab terjadinya perilaku atau presipitasi

oleh stimulus fokal. Stimulus kontekstual dapat diidentifikasi oleh perawat melalui

observasi, pengukuran, wawancara dan validasi.

Faktor kontekstual yang mempengaruhi mode adaptif adalah genetik, seks, tahap

perkembangan, obat, alkohol, tembakau, konsep diri, peran fungsi, interdependensi, pola
interaksi sosial, koping mekanisme, stress emosi dan fisik religi dan lingkungan fisik.

c.         Identifikasi stimulus residual

Pada tahap ini yang mempengaruhi adalah pengalaman masa lalu. Beberapa faktor dalam

pengalaman masa lalu relevan dalam menjelaskan bagaimana keadaan saat ini. Sikap,

budaya, karakter adalah faktor residual yang sulit diukur dan memberikan efek pada situasi

sekarang.

3. Diagnosa Keperawatan

Rumusan Diagnosa Keperawatan adalah problem (P), Etiologi (E),

Sinthom/karakteristik data (S). Roy menjelaskan ada tiga metode merumuskan diagnosa

keperawatan.

1) Metode Pertama
Menggunakan satu tipologi diagnosa yang berhubungan dengan 4 (empat) cara

penyesuaian diri (adaptasi). Penerapan metode ini ialah dengan cara mengidentifikasi

perilaku empat model adaptasi, perilaku adaptasi yang ditemukan disimpulkan menjadi

respon adaptasi. Respon tersebut digunakan sebagai pernyataan Masalah keperawatan.

Misalnya: inadekuat pertukuran gas.(masalah fisiologis) datanya ialah; sesak kalau

beraktivitas, bingung/agitasi, bernafas dengan bibir dimoncongkan, sianosis. Konstipasi

(masalah fisiplogis eliminasi) datanya: sakit perut, nyeri waktu defikasi, perubahan pola

BAB, Kehilangan (masalah konsep diri) datanya: diam, kadang-kadang menangis, kegagalan

peran (masalah fungsi peran).

2) Metode Kedua

Membuat diagnosa keperawatan berdasarkan hasil observasi respon dalam satu cara

penyesuaian diri dengan memperhatikan stimulus yang sangat berpengaruh. Metode ini

caranya ialah menilai perilaku respon dari satu cara penyesuaian diri, respon perilaku tersebut

dinyatakan sebagai statemen masalah. Sedangkan penyebab adalah hasil pengkajian tentang

stimulus. Stimulus tersebut dinyakatan sebagai penyebab masalah. Misalnya: Nyeri dada

yang disebabkan oleh kurangnya suplai oksigen ke otot jantung.

3) Metode Ketiga

Merupakan kumpulan respon-respon dari satu atau lebih cara (mode Adaptive)


berhubungan dengan beberapa stimulus yang sama. Misalnya pasien mengeluh nyeri dada

saat beraktivitas (olah raga) sedangkan pasien adalah atlit senam. Sebagai

pesenam pasien tidak mampu melakukan senam. Keadaan ini disimpulkan diagnosa

keperawatan yang sesuai adalah Kegagalan peran berkaitan dengan keterbatan fisik. Pasien

tidak mampu untuk bekerja melaksanakan perannya.

4. Rencana Tindakan

Rencana tindakan keperawatan ialah perencanaan yang bertujuan untuk

mengatasi/memanipulasi stimulus fokal kontektual dan residual, Pelaksanaan juga difokus

pada besarnya ketidakmampuan koping manusia atau tingkat adaptasi, begitu juga hilangnya

seluruh stimulus dan manusia dalam kemampuan untuk beradaptasi. Perawat merencanakan

tindakan keperawatan spesifik terhadap gangguan atau stimulus yang dialami. Tujuan
intervensi keperawatan adalah pencapaian kondisi yang optimal, dengan menggunakan

koping yang konstruktif. Intervensi ditujukan pada peningkatan kemampuan koping secara

luas. Tindakan diarahkan pada subsistim regulator (proses fisiologis/biologis) dan kognator

(proses pikir. Misalnya: persepesi, pengetahuan, pembelajaran).

5. Implementasi/Intervensi Keperawatan

Suatu perencanaan dengan tujuan merubah atau memanipulasi fokal, kontekstual, residual.

Pelaksanaannya juga ditujukan kepada kemampuan klien dalam menggunakan koping secara

luas, supaya stimulasi secara keseluruhan dapat terjadi pada klien.

Tujuan adalah harapan perilaku akhir dari manusia yang dicapai. Itu dicatat

merupakan indikasi perilaku dari perkembangan adaptasi masalah pasien. Pernyataan

masalah meliputi perilaku. Pernyataan tujuan meliputi: perilaku, perubahan yang diharapkan

dan waktu. Tujuan jangka panjang menggambarkan perkembangan individu, dan proses

adaptasi terhadap masalah danm tersedianya energi untuk tujuan lain (kelangsungan hidup,

tumbuh, dan reproduksi). Tujuan jangka pendek mengidentifikasi hasil perilaku pasien

setelah manajemen stimulus fokal dan kontektual. Juga keadaan perilaku pasien itu indikasi

koping dari sub sistim regulator dan kognator.

Tabel 2: Kriteria Standar Intervensi Keperawatan Menurut Teori Adaptasi Roy

STANDAR TINDAKAN GANGGUAN FISIOLOGIS


  Memenuhi kebutuhan Oksigen.

Kriteria:

1. menyiapkan tabung oksigen dan flow meter.

2. menyiapkan hemodifier berisi air.

3. menyiapkan slang nasal dan masker.

4. memberikan penjelasan pada pasien.

5. mengatur posisi pasien.

6. memasang slang nasal dan masker.

7. memperhatikan reaksi pasien.

  Memenuhi kebutuhan Nutrisi:


Kriteria

1. menyiapkan peralatan dalam dressing car.

2. menyiapkan cairan infus/makanan/darah.

3. memberikan penjelasan pada pasien.

4. mencocokan jenis cairan/darah/diet makanan

5. mengatur posisi pasien.

6. melakukan pemasangan infus/darah/makana

  Memenuhi kebutuhan Eliminasi

Kriteria:

1. menyiapkan alat pemberian hukmah/gliserin, dulkolac & peralatan pemasangan kateter

2. memperhatikan suhu cairan/ukuran kateter

3. menutup dan memasang selimut.

4. mengobservasi keadaan feses dan uerine.

5. Mengobservasi rekasi pasien.

  Memenuhi kebutuihan aktivitas dan Istirahat/tidur.

Kriteria:

1. melakukan latihan gerak pada pasien tidak sadar.

2. melakukan mobilisasi pad pasien pasca operasi.


3. mengatur posisi yg nyama pada pasien.

4. menjaga kebersihan lingkungan.

5. Mengopservasi reaksi pasien.

Memenuhi kebutuhan Intergritas kulit (kebersihan dan kenyamanan fisik)

Kriteria

1. memandikna pasien yang tidak sadar/ kondisinya lemah.

2. mengganti alat-alat tenun sesuai kebutuhan/ kotor.

3. Merapikan alat-alat pasien.

  Mencegah dan mengatasi reaksi fisiologsi


Kriteria:

1. Mengobservasi tanda-tanda vital sesuai kebutuhan.

2. Melakukan tes alergi pada pemberian obat baru.

3. Mengobservasi reaksi pasien.

STANDAR TINDAKAN GANGGUAN KONSEP DIRI

  Memenuhi kebutuhan emosional dan spiritual.

Kriteria:

1. Melaksanakan Orientasi pada pasien baru.

2. Memberikan penjelasan tentang tibndakan yang kan dilakukan.

3. Memberikan penjelasan dangan bahasa sederhana.

4. Memperhatikan setiap keluhan pasien.

5. memotivasi pasien untuk berdoa.

6. membantu pasien beribadah.

7. memperhatikan pesan-pesan pasien.

STANDAR TINDAKAN PADA GANGGUAN PERAN

1. Menyakinkan kepada pasien bahwa dia adalah tetap sebagai individu yang berguna bagi

keluarga dan msayarakat.

2. Mendukung upaya kegiatan atau kreativitas pasien.


3. Melibatkan pasien dalam setiap kegiatan, terutama dalam pengobatan dirinya.

4.     Melibatkan pasien dalam setiap mengambil keputusan menyangkut diri pasien.

5. Bersifat terbuka dan komunikatif pada pasien.

6. Mengijinkan keluarga untuk memberikan dukungan kepada pasien

7. Perawat dan keluarga selalu memberikan pujian atas sikap pasien yang dilakukan secara

benar dalam perawatan.

8. Perawat dan keluarga selalu bersikap halus dan meneriman jika ada sikap yang negatif

dari klien.

STANDAR TINDAKAN PADA GANGGUAN INTERDEPENSI

1. Membantu pasien memenuhi kebutuhan makan dan minum.


2. Membantu pasien memenuhi kebutuhan eliminasi.

3. Membantu pasien memenuhi kebutuhan kebesihan diri (mandi).

4. Membantu pasien untuk berhias atau berdandan.

6. Evaluasi

Proses keperawatan diselesaikan/dilengkapi dengan fase evaluasi. Perilaku tujuan

dibandingkan dengan respon-respon perilaku yang dihasilkan, dan bagaimana pencapaian

tujuan yang telah ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperaweatan didasarkan

pada perubahan perilaku dari kriteria hasil yang ditetapkan. Perawat memperbaiki tujuan dan

intervensi setelah hasil evaluasi ditetapkan. Penilaian terakhir proses keperawatan didasarkan

pada tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperawatan

didasarkan pada perubahan perilaku dari kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya

adaptasi pada individu.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan :
1.      Model adaptasi Roy memberikan petunjuk untuk perawat dalam mengembangkan proses

keperawatan.

2.      Elemen dalam proses keperawatan menurut Roy meliputi pengkajian tahap pertama dan

kedua, diagnosa, perancanaan, intervensi, dan evaluasi, langkah-langkah tersebut sama

dengan proses keperawatan secara umum.

DAFTAR PUSTAKA
Alimul, A. (2002) . Pengantar Pendidikan Keperawatan. Jakarta: CV Sagung Seto
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S., J. (2010) . Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses dan Praktik. Jakarta: EGC
Nursalam. (2010). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Professional
Potter, P, A,. Perry, A., G. (2010) . Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan
Praktik. Jakarta:EGC

MODEL KONSEP DAN TEORI KEPERAWATAN SISTER CALLISTA


ROY

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Model konseptual mengacu pada ide-ide global mengenai individu, kelompok situasi atau
kejadian tertentu yang berkaitan dengan disiplin yang spesifik. Teori-teori yang terbentuk dari
penggabungan konsep dan pernyataan yang berfokus lebih khusus pasa suatu kejadian dan
fenomena dari suatu disiplin ilmu. Model konseptual keperawatan dikembangkan atas pengetahuan
para ahli keperawatan tentang keperawatan yang bertolak dari paradigma keperawatan. Model
konseptual dalam keperawatan dapat memungkinkan perawat untuk menerapkan cara perawat
bekerja dalam batas kewenangan sebagai seorang perawat. Perawat perlu memahami konsep ini
sebagai kerangka konsep dalam memberikan asuhan keperawatan dalam praktek keperawatan atau
sebagai filosofi dalam dunia pendidikan dan kerangka kerja dalam riset keperawatan.

Ada berbagai jenis model konseptual keperawatan berdasarkan pandangan ahli dalam
bidang keperawatan, salah satunya adalh model adaptasi Roy. Roy dalam teorinya menjelaskan
empat macam elemen esensial dalam adaptasi keperawatan , yaitu : manusia, lingkungan,
kesehatan, dan keperawatan. Model adaptasi Roy menguraikan bahwa bagaimana individu mampu
meningkatkan kesehatannya dengan cara memepertahankan perilaku secara adaptif karena
menurut Roy, manusia adalah makhluk holistic yang memiliki sistem adaptif yang selalu beradaptsi.

1.2  Tujuan Penulisan

Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut :

  Menjelaskan pengertian dan konsep dasar model keperawatan Callista Roy.

  Mengetahui kelebihan dan kelemahan konsep dan teori model praktek Sister
Callista Roy.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Riwayat Calista Roy

Suster Calista Roy adalah seorang suster dari Saint Joseph of Carondelet. Roy dilahirkan pada
tanggal 14 oktober 1939 di Los Angeles California. Roy menerima Bachelor of Art Nursing pada tahun
1963 dari Mount Saint Marys College dan Magister Saint in Pediatric Nursing pada tahun 1966 di
University of California Los Angeles.

Roy memulai pekerjaa dengan teori adaptasi keperawatan pada tahun 1964 ketika dia lulus
dari University of California Los Angeles. Dalam Sebuah seminar dengan Dorrothy E. Johnson, Roy
tertantang untuk mengembangkan sebuah model konsep keperawatan. Konsep adaptasi
mempengaruhi Roy dalam kerangka konsepnya yang sesuai dengan keperawatan. Dimulai dengan
pendekatan teori sistem. Roy menambahkan kerja adaptasi dari Helsen (1964) seorang ahli fisiologis
– psikologis. Untuk memulai membangun pengertian konsepnya. Helsen mengartikan respon adaptif
sebagai fungsi dari datangnya stimulus sampai tercapainya derajat adaptasi yang di butuhkan
individu. Derajat adaptasi dibentuk oleh dorongan tiga jenis stimulus yaitu : focal stimuli, konsektual
stimuli dan residual stimuli.

Roy mengkombinasikan teori adaptasi Helson dengan definisi dan pandangan terhadap
manusia sebagai sistem yang adaptif. Selain konsep-konsep tersebut, Roy juga mengadaptasi nilai “
Humanisme” dalam model konseptualnya berasal dari konsep A.H. Maslow untuk menggali
keyakinan dan nilai dari manusia. Menurut Roy humanisme dalam keperawatan adalah keyakinan,
terhadap kemampuan koping manusia dapat meningkatkan derajat kesehatan.
Sebagai model yang berkembang, Roy menggambarkan kerja dari ahli-ahli lain dari ahli-ahli lain di
area adaptasi seperti Dohrenwend (1961), Lazarus (1966), Mechanic ( 1970) dan Selye (1978).
Setelah beberapa tahun, model ini berkembang menjadi sebagai suatu kerangka kerja pendidikan
keperawatan, praktek keperawatan dan penelitian. Tahun 1970, model adaptasi keperawatan
diimplementasikan sebagai dasar kurikulum sarjana muda keperawatan di Mount Saint Mary’s
College. Sejak saat itu lebih dari 1500 staf pengajar dan mahasiswa-mahasiswa terbantu untuk
mengklarifikasi, menyaring, dan memperluas model. Penggunaan model praktek juga memegang
peranan penting untuk klarifikasi lebih lanjut dan penyaringan model.
Sebuah studi penelitian pada tahun 1971 dan survey penelitian pada tahun 1976-1977
menunjukkan beberapa penegasan sementara dari model adaptasi. Perkembangan model adaptasi
keperawatan dipengaruhi oleh latar belakang Roy dan profesionalismenya. Secara filosofi Roy
mempercayai kemampuan bawaan, tujuan,, dan nilai kemanusiaan, pengalaman klinisnya telah
membantu perkembangan kepercayaannya itu dalam keselarasan dari tubuh manausia dan spirit.
Keyakinan filosofi Roy lebih jelas dalam kerjanya yang baru pada model adaptasi keperawatan.

2.2  Sumber Teori

Dimulai dengan pendekatan teori sistem Roy menambahkan kerja adaptasi dari
Harry Helson ( 1964 ) seorang ahli fisiologis-psikologis. Untuk memulai membangun pengertian
konsepnya Harry Helson mengartikan respon adaptif sebagai fungsi dari datangnya stimulus sampai
tercapainya derajat adaptasi yang dibutuhkan individu. Derajat adaptasi dibentuk oleh dorongan tiga
jenis stimulus yaitu :

o   Focal stimuli : Individu segera menghadap

o   Konsektual stimuli : semua kehadiran stimuli yang menyumbangkan efek


Dari focal stimuli.

o   Residual stimuli : faktor lingkungan mengakibatkan tercemarnya keadaan.

Teori Helson dikembangkan dari penyesuaian tingkat zona yang mana menentukan stimulus
akan mendatangkan respon hal yang positif maupun negatif. Sesuai dengan teori Helson, adaptasi
adalah proses yang berdampak positif terhadap perubahan lingkungan.
Roy mengkombinasikan teori adaptasi Helson dengan definisi dan pandangan terhadap manusia
sebagai sistem yang adaptif. Dengan teori adaptif Helson Roy mengembangkan dan memperluas
model dengan konsep dan teori dari Dohrenwed,R.S. Latarus, N.Malaznik, D.Mechanic dan H.Selye.
Roy memberi kredit spesial ke Driever penulis, Subdivisi garis besar dari kejujuran sendiri dan
Martinez serta Sarto, identitas keduanya umum dan stimuli sangat mempengaruhi mode. Teman
sekerja lain konsepnya juga rumit yaitu M.Poush dan J.Van Landingham dalam keadaan saling
bergantung dan B. Randa untuk fungsi aturan mode.

Setelah mengembangkan teorinya Roy mengembangkan model sebagai suatu kerangka kerja
pendidikan keperawatan, praktek keperawatan dan penelitian. Sejak itu lebih dari 1500 staf pengajar
dan mahasiswa-mahasiswa terbantu untuk mengklasifikasi, menyaring dan memperluas model.
Penggunaan model praktek juga memegang peranan penting untuk penyaringan model.
Perkembangan model keperawatan dipengaruhi oleh latar belakang Roy dan profesionalismenya.
Roy mempercayai kemampuan bawaan, tujuan dan nilai kemanusiaan. Pengalaman klinisnya
membantu perkembangan kepercayaan dari tubuh manusia dan spiritnya.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1  Pengertian

Konsep merupakan suatu ide dimana terdapat suatu kesan yang abstak dan dapat di
organisir menjadi simbol-simbol yang nyata, sedangkan konsep keperawatan merupakan ide untuk
menyusun suatu kerangka konseptual atau model keperawatan. Teori itu sendiri merupakan
sekelompok konsep yang membentuk sebuah pola nyata atau suatu pernyataan yang menjelaskan
suatu proses, peristiwa atau kejadian yang du dasari oleh fakta-fakta yang telah di obserfasi tapi
kurang absolute atau bukti secara langsung.

Teori keperawatan menurut Barnum (1990) merupakan usaha-usaha untuk menguraikan


atau menjelaskan fenomena mengenai keperawatan. Melalui teori keperawatan dapat di bedakan
apakah keperawatan termasuk disiplin ilmu atau aktivitas lainnya.

Teori keperawatan digunakan untuk menyusun suatu model konsep dalam keperawatan
sehingga model keperawatan ini mengandung arti aplikasi dari struktur keperawatan itu sendiri yang
memungkinkan perawat untuk menerapkan cara mereka bekerja dalam batas kewenangan sebagai
seorang perawat. Model konsep keperawatan ini digunakan dalam menentukan model praktek
keperawatan, mengingat dalam model keperawatan mengandung komponen dasar seperti adanya
keyakinan dan nilai yang di dasari sebuah model, adanya tujuan praktek yang ingin di capai dalam
memberikan pelayanan kepada kebutuhan semua pasien serta adanya pengetahuan dan
keterampilan alam hal ini dibutuhkan oleh perawat dalam mengembangkan tujuannya.

3.2  Karakteristik Teori Keperawatan

Teori keperawatan selain digunakan untuk menyusun suatu model yang berhubungan dengan
konsep keperawatan, juga memiliki karakteristik diantaranya
a.       Teori keperawatan mengidentifikasi dan menjabarkan konsep khusus yang berhubungan dengan
hal-hal nyata dalam keparawatan sehingga teori keperawatan didasarkan pada kenyataan-kenyataan
yang ada di alam
b.      Teori keperawatan juga digunakan berdasarkan alasan-alasan yang sesuai dengan kenyataan yang
ada
c.       Teori harus konsisten sebagai dasar-dasar dalam mengembangkan model konsep keperawatan.
d.      Dalam menunjang aplikasi, teori harus sederhana dan sifatnya umum sehingga dapat digunakan
pada kondisi apapun dalam praktek keperawatan
e.       Teori dapat digunakan sebagai dasar dalam penelitian keperawatan sehingga dapat digunakan
dalam pedoman praktek keperawatan.

3.3  Faktor Pengaruh Teori Keperawatan

Dalam pengembangan teori keperawatan saat ini terdapat beberapa pandangan yang dapat
mempengaruhi teori keperawatan itu sendiri diantaranya filosofi dari Florence nigtingale,
kebudayaan, system pendidikan, serta pengembangan ilmu keperawatan.

1.      Filosofi Florence Nigtingale

Florence merupakan salah satu pendiri yang meletakkan dasar-dasar teori keprawatan yang
melalui filosofi keperawatan yaitu dengan mengidentifikasi peran perawat dalam menemukan
kebutuhan dasar manusia pada klien serta pentingnya pengaruh lingkungan di dalam perawatan
orang yang sakit dikenal dengan teori lingkungannya. Selain itu Florence juga membuat standar pada
pendidikan keparawatan serta standar pelaksanaan asuhan keperawatan yang efisien. Beliau juga
membedekan praktek keperawatan dengan kedokteran dan perbedaan perawatan pada orang yang
sakit dengan yang sehat.

2.      Kebudayaan
Kebudayaan juga mempunyai pengharuh dala perkembangan teori-teori keperawatan
diantaranya dengan adanya pandangan bahwa dalam memberikan pelayanan keperawatan akan
lebih baik dilkukan oleh wanita karena wanita mempunyai jiwa yang sesuai dengan kebutuhan
perawat, akan tetapi perubahan identitas dalam proses telah berubah seiring dengan perkembangan
keperawatan sebagai profesi yang mandiri, demikian juga dahulu budaya perawat dibawah
pengawasan langsung dokter, dengan berjalannya dan diakuinya keperawatan sebagai profesi
mandiri, maka hak otonomi keperawatan telah ada sehingga peran perawat dengan dokter bukan
dibawah pengawasan langsung akan tetapi sebagai mitra kerja yang sejajar dalam menjalankan
tugas sebagai tim kesehatan.

3.      System Pendidikan

Pada system pendidikan telah terjadi perubahan besar dalam perkembangan teori
keperawatan. Dahulu pendidikan keperawatan belum mempunyai sistem dan kurikulum
keperawatan yang jelas, akan tetapi sekarang keperawatan telah memiliki sistim pendidikan
keperawatan yang terarah sesuai dengan kebutuhan rumah sakit sehingga teori-teori keperawatan
juga berkembang dengan orientasi pada pelayanan keperawatan.

4.      Pengembangan Ilmu Keperawatan

Pengembangan ilmu keperawatan di tandai dengan adanya pengelompokan ilmu


keperawatan dasar menjadi ilmu keperawatan klinik dan ilmu keperawatan komunitas yang
merupakan cabang ilmu keperawatan yang terus berkembang dan tidak menutup kemungkinan
pada tahun-tahun yang akan datang akan slalu ada cabang ilmu keperawatan yang khusus ataw sub
spesialisasi yang diakui sebagai bagian ilmu keperawatan sehingga teori-teori keperawatan dapat di
kembangkan sesuai dengan kebutuhan atau lingkup bidang ilmu keperawatan.

3.4  Tujuan Teori Keperawatan


Teori keperawatan sebagai salah satu bagian kunci perkembangan ilmu keperawatan dan
pengembangan profesi keperawatan memiliki tujuan yang ingin di capai diantaranya:

1.      Adanya teori keperawatan diharapkan dapat memberikan alasan-alasan tentang kenyataan-
kenyataan yang dihadapi dalam pelayanan keperawatan, baik bentuk tindakan atau bentuk model
praktek keperawatan sehingga berbagai permasalahan dapat teratasi.
2.      Adanya teori keperawatan membantu proses penyelesaian masalah dalam keperawatan dengan
memberikan arah yang jelas bagi tujuan tindakan keperawatan sehingga segala bentuk dan tindakan
dapat dipertimbangkan.
3.      Adanya teori keperawatan membantu para anggota profesi perawat untuk memahami berbagai
pengetahuan dalam pemberian asuhan keperawatan kemudian dapat memberikan dasar dalam
penyelesaian berbagai masalah keperawatan
4.      Adanya teori keperawatan juga dapat memberikan dasar dari asumsi dan filosofi keperawatan
sehingga pengetahuan dan pemahaman dalam tindakan keperawatan dapat terus bertambah dan
berkembang.

3.5  Konsep Dasar dan Model Keperawatan Callista Roy

Sebelum mengenal konsep dasar keperawatan Callista Roy akan lebih baik jika mengetahui
filosofi, falsafah keperawatan. Filsafah keperawatan mengkaji penyebab dan hukum-hukum yang
mendasari realitas serta keingintahuan tentang gambaran sesuatu yang lebih berdasarkan pada
alasan logis dan metode empiris.

Contoh dari falsafah keperawatan menurut Roy ( Mc Quiston, 1995 ) : Roy memiliki delapan
falsafah yang kemudian dibagi menjadi dua yaitu empat berdasarkan falsafah humanisme dan empat
yang lainnya berdasarkan falsafah veritivity.

Falsafah humanisme / kemanusiaan berarti bahwa manusia itu memiliki rasa ingin tahu dan
menghargai, jadi seorang individu akan memiliki rasa saling berbagi dengan sesama dalam
kemampuannya memecahkan suatu persoalan atau untuk mencari solusi, bertingkah laku untuk
mencapai tujuan tertentu, memiliki holism intrinsik dan selalu berjuang untuk mempertahankan
integritas agar senantiasa bisa berhubungan dengan orang lain.

Falsafah veritivity yaitu kebenaran , yang dimaksud adalah bahwa ada hal yang bersifat
absolut. Empat falsafah tersebut adalah :
a)      tujuan eksistensi manusia

b)      gabungan dari beberapa tujuan peradaban manusia

c)      aktifitas dan kreatifitas untuk kebaikan umum.

d)     nilai dan arti kehidupan.

Roy kemudian mengemukakan mengenai konsep mayor, berikut beberapa definisi dari
konsep mayor Callista Roy,

a.       sistem adalah kesatuan dari beberapa komponen atau elemen yang saling berhubungan sehingga
membentuk suatu kesatuan yang meliputi adanya input, control, proses, output dan umpan balik.

b.      derajat adaptasi adalah perubahan tetap sebagai hasil dari stimulus fokal, konsektual dan residual.

c.       problem adaptasi adalah kejadian atau situasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan.

d.      stimulus fokal adalah stimulus yang mengharuskan manusia berespon adaptif.

e.       stimulus konsektual adalah seluruh stimulus yang memberikan kontribusi perubahan tingkah laku
yang disebabkan oleh stimulus fokal.

f.       stimulus residual adalah seluruh faktor yang memberikan kontribusi terhadap perubaha tingkah laku
tetapi belum dapat di validasi.

g.      regulator adalah subsistem dari mekanisme koping dengan respon otomatik melalui neural, cemikal
dan proses endokrin.

h.      kognator adalah subsistem dari mekanisme koping dengan respon melalui proses yang komplek dari
persepsi informasi, mengambil keputusan dan belajar.

i.        model efektor adaptif adalah kognator yaitu fisiological, fungsi peran, interdependensi dan konsep
diri.

j.        respon adaptif adalah respon yang meningkatkan integritas manusia dalam mencapai tujuan
manusia untuk mempertahankan kehidupan.

k.      fisiologis adalah kebutuhan fisiologis termasuk kebutuhan dasar dan bagaimana proses adaptasi
dilakukan.

l.        konsep diri adalah seluruh keyakinan dan perasaan


m.    penampilan peran adalah penampilan fungsi peran dalam hubungannya di dalam hubungannya di
lingkungan sosial.

n.      interdependensi adalah hubungan individu dengan orang lain sebagai support sistem.

3.5.1        Model Konseptual Callista Roy

Model konseptual merupakan suatu kerangka kerja konseptual, sistem atau skema yang
menerangkan tentang serangkain ide global tentang keterlibatan individu, kelompok, situasi atau
kejadian terhadap suatu ilmu dan pengembangannya. Roy dengan fokus adaptasinya pada manusia
terdapat 4 elemen esensial yaitu keperawatan, manusia, kesehatan dan lingkungan.
Berikut akan kami jelaskan definisi dari keempat elemen esensial menurut Roy :

  Keperawatan

Menurut Roy keperawatan di definisikan sebagai disiplin ilmu dan praktek. Keperawatan
sebagai disiplin ilmu mengobservasi, mengklasifikasikan, dan menghubungkan proses yang
berpengaruh terhadap kesehatan. Keperawatan menggunakan pendekatan pengetahuan untuk
menyediakan pelayanan bagi orang-orang. Keperawatan meningkatkan adaptasi individu untuk
meningkatkan kesehatan, jadi model adaptasi keperawatan menggambarkan lebih khusus
perkembangan ilmu keperawatan dan praktek keperawatan. Dalam model tersebut keperawatan
terdiri dari tujuan perawat dan aktifitas perawat. Tujuan keperawatan adalah mempertinggi interaksi
manusia dengan lingkungannya, peningkatan adaptasi dilakukan melalui empat cara yaitu fungsi
fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi. Tujuan keperawatan diraih ketika stimulus
fokal berada dalam wilayah dengan tingkatan adaptasi manusia. Adaptasi membebaskan energi dari
upaya koping yang tidak efektif dan memungkinkan individu untuk merespon stimulus yang lain,
kondisi seperti ini dapat meningkatkan penyembuhan dan kesehatan.

  Manusia.

Menurut Roy manusia adalah sebuah sistem adaptif, sebagai sistem yang adaptif manusia
digambarkan secara holistic sebagai satu kesatuan yang memiliki input, control, output dan proses
umpan balik. Lebih khusus manusia didefinisikan sebagai sistem adaptif dengan aktivitas kognator
dan regulator untuk mempertahankan adaptasi, empat cara adaptasinya yaitu fungsi fisiologis,
konsep diri, fungsi peran dan interdependensi. Sebagai sistem yang adaptif mausia digambarkan
dalam istilah karakteristik, jadi manusia dilihat sebagai satu kesatuan yang saling berhubungan antar
unit secara keseluruhan atau beberapa unit untuk beberapa tujuan.

  Kesehatan

Kesehatan didefinisikan sebagai keadaan dan proses menjadi manusia secara utuh dan
terintegrasi secara keseluruhan. Dalam model keperawatan konsep sehat dihubungkan dengan
konsep adaptasi. Adaptasi adalah komponen pusat dalam model keperawatan, dalam hal ini
manusia digambarkan sebagai suatu sistem yang adaptif. Proses adaptasi termasuk semua interaksi
manusia dengan lingkungan ysng terdiri dari dua proses, proses yang pertama dimulai dengan
perubahan dalam lingkungan internal dan eksternal dan proses yang kedua adalah mekanisme
koping yang menghasilkan respon adaptif dan inefektif.

  Lingkungan

Lingkungan digambarkan sebagai suatu keadaan yang ada di dalam dan di luar manusia.
Lingkungan merupakan input bagi manusia sebagai suatu sistem yang adaptif.

3.5.2        TEORI PENEGASAN

Dalam teorinya sister Callista Roy memiliki dua model mekanisme yaitu

         Fungsi atau proses control yang terdiri dari kognator dan regulator.

         Efektor, mekanisme ini dibagi menjadi empat yaitu fisiologi, konsep diri, fungsi peran dan
Interpendensi. Regulator digambarkan sebagai aksi dalam hubungannya terhadap empat efektor
cara adaptasi yaitu: fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan interdependensi. Berikut
penjelasan dari empat efektor yang telah disebutkan.

a.       Mode Fungsi Fisiologi

Fungsi fisiologi berhubungan dengan struktur tubuh dan fungsinya. Roy mengidentifikasi
sembilan kebutuhan dasar fisiologis yang harus dipenuhi untuk mempertahankan integritas, yang
dibagi menjadi dua bagian, mode fungsi fisiologis tingkat dasar yang terdiri dari 5 kebutuhan dan
fungsi fisiologis dengan proses yang kompleks terdiri dari 4 bagian yaitu :

1.      Oksigenasi : Kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan prosesnya, yaitu ventilasi, pertukaran gas dan
transpor gas (Vairo,1984 dalam Roy 1991).

2.      Nutrisi : Mulai dari proses ingesti dan asimilasi makanan untuk mempertahankan fungsi,
meningkatkan pertumbuhan dan mengganti jaringan yang injuri. (Servonsky, 1984 dalam Roy 1991).
3.      Eliminasi : Yaitu ekskresi hasil dari metabolisme dari instestinal dan ginjal. ( Servonsky, 1984 dalam
Roy 1991).

4.      Aktivitas dan istirahat : Kebutuhan keseimbangan aktivitas fisik dan istirahat yang digunakan untuk
mengoptimalkan fungsi fisiologis dalam memperbaiki dan memulihkan semua komponen-komponen
tubuh. (Cho,1984 dalam Roy, 1991).

5.      Proteksi/ perlindungan : Sebagai dasar defens tubuh termasuk proses imunitas dan struktur
integumen ( kulit, rambut dan kuku) dimana hal ini penting sebagai fungsi proteksi dari infeksi,
trauma dan perubahan suhu. (Sato, 1984 dalam Roy 1991).

6.      The sense / perasaan : Penglihatan, pendengaran, perkataan, rasa dan bau memungkinkan
seseorang berinteraksi dengan lingkungan . Sensasi nyeri penting dipertimbangkan dalam pengkajian
perasaan.( Driscoll, 1984, dalam Roy, 1991).

7.      Cairan dan elektrolit. : Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalamnya termasuk air, elektrolit, asam
basa dalam seluler, ekstrasel dan fungsi sistemik. Sebaliknya inefektif fungsi sistem fisiologis dapat
menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. (Parly, 1984, dalam Roy 1991).

8.      Fungsi syaraf / neurologis : Hubungan-hubungan neurologis merupakan bagian integral dari
regulator koping mekanisme seseorang. Mereka mempunyai fungsi untuk mengendalikan dan
mengkoordinasi pergerakan tubuh, kesadaran dan proses emosi kognitif yang baik untuk mengatur
aktivitas organ-organ tubuh (Robertson, 1984 dalam Roy, 1991).

9.      Fungsi endokrin : Aksi endokrin adalah pengeluaran horman sesuai dengan fungsi neurologis, untuk
menyatukan dan mengkoordinasi fungsi tubuh. Aktivitas endokrin mempunyai peran yang signifikan
dalam respon stress dan merupakan dari regulator koping mekanisme ( Howard & Valentine dalam
Roy,1991)

b.      Mode Konsep Diri

Mode konsep diri berhubungan dengan psikososial dengan penekanan spesifik pada aspek
psikososial dan spiritual manusia. Kebutuhan dari konsep diri ini berhubungan dengan integritas
psikis antara lain persepsi, aktivitas mental dan ekspresi perasaan. Konsep diri menurut Roy terdiri
dari dua komponen yaitu the physical self dan the personal self.

1.      The physical self, yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya berhubungan dengan sensasi
tubuhnya dan gambaran tubuhnya. Kesulitan pada area ini sering terlihat pada saat merasa
kehilangan, seperti setelah operasi, amputasi atau hilang kemampuan seksualitas.
2.      The personal self, yaitu berkaitan dengan konsistensi diri, ideal diri, moral- etik dan spiritual diri
orang tersebut. Perasaan cemas, hilangnya kekuatan atau takut merupakan hal yang berat dalam
area ini.

c.       Mode fungsi peran

Mode fungsi peran mengenal pola – pola interaksi sosial seseorang dalam hubungannya
dengan orang lain, yang dicerminkan dalam peran primer, sekunder dan tersier. Fokusnya pada
bagaimana seseorang dapat memerankan dirinya dimasyarakat sesuai kedudukannya .

d.      Mode Interdependensi

Mode interdependensi adalah bagian akhir dari mode yang dijabarkan oleh Roy. Fokusnya
adalah interaksi untuk saling memberi dan menerima cinta/ kasih sayang, perhatian dan saling
menghargai.

Interdependensi yaitu keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam


menerima sesuatu untuk dirinya.

Ketergantungan ditunjukkan dengan kemampuan untuk afiliasi dengan orang lain.


Kemandirian ditunjukkan oleh kemampuan berinisiatif untuk melakukan tindakan bagi dirinya.
Interdependensi dapat dilihat dari keseimbangan antara dua nilai ekstrim, yaitu memberi dan
menerima.

Output dari manusia sebagai suatu sistem adaptif adalah respon inefektif. Respon-respon
yang adaptif itu mempertahankan atau meningkatkan integritas, sedangkan respon yang tidak
efektif atau maladaptif itu mengganggu integritas. Melalui proses umpan balik respon-respon
memberikan lebih lanjut masukan (input) pada manusia sebagai suatu sisem.Subsistem regulator
dan kognator adalah mekanisme adaptasi atau koping dengan perubahan lingkungan, dan
diperlihatkan melalui perubahan biologis, psikologis, dan social. Subsistem regulator adalah
gambaran respon yang kaitannya dengan perubahan pada sistem saraf, kimia tubuh dan organ
endokrin serta subsistem kognator adalah gambaran respon yang kaitannya dengan perubahan
kognitif dan emosi, termasuk didalamnya persepsi, proses informasi, pembelajaran, dan membuat
alasan dan emosional, yang termasuk didalamnya mempertahankan untuk mencari bantuan.

3.6  Teori Calista Roy


Model konsep adaptasi pertama kali dikemukakan oleh Suster Callista Roy (1969). Konsep ini
dikembangkan dari konsep individu dan proses adaptasi seperti diuraikan di bawah ini. Asumsi dasar
model adaptasi Roy adalah :

1.      Manusia adalah keseluruhan dari biopsikologi dan sosial yang terus-menerus berinteraksi dengan
lingkungan.
2.      Manusia menggunakan mekanisme pertahanan untuk mengatasi perubahan-perubahan
biopsikososial.
3.      Setiap orang memahami bagaimana individu mempunyai batas kemampuan untuk beradaptasi. Pada
dasarnya manusia memberikan respon terhadap semua rangsangan baik positif maupun negatif.
4.      Kemampuan adaptasi manusia berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, jika seseorang dapat
menyesuaikan diri dengan perubahan maka ia mempunyai kemampuan untuk menghadapi
rangsangan baik positif maupun negatif.
5.      Sehat dan sakit merupakan adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari dari kehidupan manusia.

Dalam asuhan keperawatan, menurut Roy (1984) sebagai penerima asuhan keperawatan
adalah individu, keluarga, kelompok, masyarakat yang dipandang sebagai “Holistic adaptif
system”dalam segala aspek yang merupakan satu kesatuan.

System adalah Suatu kesatuan yang di hubungkan karena fungsinya sebagai kesatuan untuk
beberapa tujuan dan adanya saling ketergantungan dari setiap bagian-bagiannya. System terdiri dari
proses input, autput, kontrol dan umpan balik ( Roy, 1991 ), dengan penjelasan sebagai berikut :

1.      Input

Roy mengidentifikasi bahwa input sebagai stimulus, merupakan kesatuan informasi, bahan-
bahan atau energi dari lingkungan yang dapat menimbulkan respon, dimana dibagi dalam tiga
tingkatan yaitu stimulus fokal, kontekstual dan stimulus residual.

a)      Stimulus fokal yaitu stimulus yang langsung berhadapan dengan seseorang, efeknya segera, misalnya
infeksi .
b)      Stimulus kontekstual yaitu semua stimulus lain yang dialami seseorang baik internal maupun
eksternal yang mempengaruhi situasi dan dapat diobservasi, diukur dan secara subyektif dilaporkan.
Rangsangan ini muncul secara bersamaan dimana dapat menimbulkan respon negatif pada stimulus
fokal seperti anemia, isolasi sosial.
c)      Stimulus residual yaitu ciri-ciri tambahan yang ada dan relevan dengan situasi yang ada tetapi sukar
untuk diobservasi meliputi kepercayan, sikap, sifat individu berkembang sesuai pengalaman yang
lalu, hal ini memberi proses belajar untuk toleransi. Misalnya pengalaman nyeri pada pinggang ada
yang toleransi tetapi ada yang tidak.

2.      Kontrol

Proses kontrol seseorang menurut Roy adalah bentuk mekanisme koping yang di gunakan.
Mekanisme kontrol ini dibagi atas regulator dan kognator yang merupakan subsistem.

a)      Subsistem regulator

Subsistem regulator mempunyai komponen-komponen : input-proses dan output. Input


stimulus berupa internal atau eksternal. Transmiter regulator sistem adalah kimia, neural atau
endokrin. Refleks otonom adalah respon neural dan brain sistem dan spinal cord yang diteruskan
sebagai perilaku output dari regulator sistem. Banyak proses fisiologis yang dapat dinilai sebagai
perilaku regulator subsistem.

b)      Subsistem kognator

Stimulus untuk subsistem kognator dapat eksternal maupun internal. Perilaku output dari
regulator subsistem dapat menjadi stimulus umpan balik untuk kognator subsistem. Kognator
kontrol proses berhubungan dengan fungsi otak dalam memproses informasi, penilaian dan emosi.
Persepsi atau proses informasi berhubungan dengan proses internal dalam memilih atensi, mencatat
dan mengingat. Belajar berkorelasi dengan proses imitasi, reinforcement (penguatan) dan insight
(pengertian yang mendalam). Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan adalah proses
internal yang berhubungan dengan penilaian atau analisa. Emosi adalah proses pertahanan untuk
mencari keringanan, mempergunakan penilaian dan kasih sayang.

3.      Output

Output dari suatu sistem adalah perilaku yang dapt di amati, diukur atau secara subyektif
dapat dilaporkan baik berasal dari dalam maupun dari luar . Perilaku ini merupakan umpan balik
untuk sistem. Roy mengkategorikan output sistem sebagai respon yang adaptif atau respon yang
tidak mal-adaptif. Respon yang adaptif dapat meningkatkan integritas seseorang yang secara
keseluruhan dapat terlihat bila seseorang tersebut mampu melaksanakan tujuan yang berkenaan
dengan kelangsungan hidup, perkembangan, reproduksi dan keunggulan. Sedangkan respon yang
mal adaptif perilaku yang tidak mendukung tujuan ini.
Roy telah menggunakan bentuk mekanisme koping untuk menjelaskan proses kontrol
seseorang sebagai adaptif sistem. Beberapa mekanisme koping diwariskan atau diturunkan secara
genetik (misal sel darah putih) sebagai sistem pertahanan terhadap bakteri yang menyerang tubuh.
Mekanisme yang lain yang dapat dipelajari seperti penggunaan antiseptik untuk membersihkan luka.
Roy memperkenalkan konsep ilmu Keperawatan yang unik yaitu mekanisme kontrol yang disebut
Regulator dan Kognator dan mekanisme tersebut merupakan bagian sub sistem adaptasi.

Dalam memahami konsep model ini, Callista Roy mengemukakan konsep keperawatan
dengan model adaptasi yang memiliki beberapa pandangan atau keyakinan serta nilai yang
dimilikinya diantaranya:

a.       Manusia sebagai makhluk biologi, psikologi dan social yang selalu berinteraksi dengan
lingkungannya.

b.      Untuk mencapai suatu homeostatis atau terintegrasi, seseorang harus beradaptasi sesuai dengan
perubahan yang terjadi.

c.       Terdapat tiga tingkatan adaptasi pada manusia yang dikemukakan oleh roy, diantaranya:

o   Focal stimulasi yaitu stimulus yang langsung beradaptasi dengan seseorang dan akan mempunyai
pengaruh kuat terhadap seseorang individu.
o   Kontekstual stimulus, merupakan stimulus lain yang dialami seseorang, dan baik stimulus internal
maupun eksternal, yang dapat mempengaruhi, kemudian dapat dilakukan observasi, diukur secara
subjektif.
o   Residual stimulus, merupakan stimulus lain yang merupakan ciri tambahan yang ada atau sesuai
dengan situasi dalam proses penyesuaian dengan lingkungan yang sukar dilakukan observasi.

d.      System adaptasi memiliki empat mode adaptasi diantaranya:

o   Fungsi fisiologis, komponen system adaptasi ini yang adaptasi fisiologis diantaranya oksigenasi, nutrisi,
eliminasi, aktivitas dan istirahat, integritas kulit, indera, cairan dan elektrolit, fungsi neurologis dan
fungsi endokrin.
o   Konsep diri yang mempunyai pengertian bagaimana seseorang mengenal pola-pola interaksi social
dalam berhubungan dengan orang lain.
o   Fungsi peran merupakan proses penyesuaian yang berhubungan dengan bagaimana peran seseorang
dalam mengenal pola-pola interaksi social dalam berhubungan dengan orang lain.
o   Interdependent merupakan kemampuan seseorang mengenal pola-pola tentang kasih sayang, cinta
yang dilakukan melalui hubungan secara interpersonal pada tingkat individu maupun kelompok.
e.       Dalam proses penyesuaian diri individu harus meningkatkan energi agar mampu melaksanakan
tujuan untuk kelangsungan kehidupan, perkembangan, reproduksi dan keunggulan sehingga proses
ini memiliki tujuan meningkatkan respon adaptasi.
Teori adaptasi suster Callista Roy memeandang klien sebagai suatu system adaptasi. Sesuai dengan
model Roy, tujuan dari keperawatan adalah membantu seseorang untuk beradaptasi terhadap
perubahan kebutuhan fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan hubungan interdependensi selama
sehat dan sakit (Marriner-Tomery,1994). Kebutuhan asuhan keperawatan muncul ketika klien tidak
dapat beradaptasi terhadap kebutuhan lingkungan internal dan eksternal. Seluruh individu harus
beradaptasi terhadap kebutuhan berikut :

o   Pemenuhan kebutuhan fisiologis dasar


o   Pengembangan konsep diri positif
o   Penampilan peran sosial
o   Pencapaian keseimbangan antara kemandirian dan ketergantungan

Perawat menetukan kebutuhan di atas menyebabkan timbulnya masalah bagi klien dan
mengkaji bagaimana klien beradaptasi terhadap hal tersebut. Kemudian asuhan keperawatan
diberikan dengan tujuan untuk membantu klien beradaptasi. Menurut Roy terdapat empat objek
utama dalam ilmu keperawatan, yaitu :

1.      Manusia (individu yang mendapatkan asuhan keperawatan)

Roy menyatakan bahwa penerima jasa asuhan keperawatan individu, keluarga, kelompok,
komunitas atau social. Masing-masing dilakukan oleh perawat sebagai system adaptasi yang holistic
dan terbuka. System terbuka tersebut berdampak terhadap perubahan yang konstan terhadap
informasi, kejadian, energi antara system dan lingkungan. Interaksi yang konstan antara individu dan
lingkungan dicirikan oleh perubahan internal dan eksternal. Dengan perubahan tersebut individu
harus mempertahankan intergritas dirinya, dimana setiap individu secara kontunyu beradaptasi.

Roy mengemukakan bahwa manusia sebagai sebuah sistem adaptif. Sebagai sistem adaptif,
manusia dapat digambarkan secara holistik sebagai satu kesatuan yang mempunyai input, kontrol,
out put dan proses umpan balik. Proses kontrol adalah mekanisme koping yang dimanifestasikan
dengan cara- cara adaptasi. Lebih spesifik manusia didefenisikan sebagai sebuah sistem adaptif
dengan aktivitas kognator dan regulator untuk mempertahankan adaptasi dalam empat cara-cara
adaptasi yaitu : fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi. Dalam model
adaptasi keperawatan, manusia dijelaskan sebagai suatu sistem yang hidup, terbuka dan adaptif
yang dapat mengalami kekuatan dan zat dengan perubahan lingkungan. Sebagai sistem adaptif
manusia dapat digambarkan dalam istilah karakteristik sistem, jadi manusia dilihat sebagai satu-
kesatuan yang saling berhubungan antara unit fungsional secara keseluruhan atau beberapa unit
fungsional untuk beberapa tujuan. Input pada manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah dengan
menerima masukan dari lingkungan luar dan lingkungan dalam diri individu itu sendiri. Input atau
stimulus termasuk variabel standar yang berlawanan yang umpan baliknya dapat dibandingkan.
Variabel standar ini adalah stimulus internal yang mempunyai tingkat adaptasi dan mewakili dari
rentang stimulus manusia yang dapat ditoleransi dengan usaha-usaha yang biasa dilakukan. Proses
kontrol manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah mekanisme koping. Dua mekanisme koping
yang telah diidentifikasi yaitu : subsistem regulator dan subsistem kognator.

2.      Keperawatan

Keperawatan adalah bentuk pelayanan professional berupa pemenuhan kebutuhan dasar


dan diberikan kepada individu baik sehat maupun sakit yang mengalami gangguan fisik, psikis dan
social agar dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal.

Roy mendefinisikan bahwa tujuan keperawatan adalah meningkatkan respon adaptasi


berhubungan dengan empat mode respon adaptasi. Perubahan internal dan eksternal dan stimulus
input tergantung dari kondisi koping individu. Kondisi koping seseorang atau keadaan koping
seseorang merupakan tingkat adaptasi seseorang. Tingkat adaptasi seseorang akan ditentukan oleh
stimulus fokal, kontekstual, dan residual. Fokal adalah suatu respon yang diberikan secara langsung
terhadap ancaman/input yang masuk. Penggunaan fokal pada umumnya tergantung tingkat
perubahan yang berdampak terhadap seseorang. Stimulus kontekstual adalah semua stimulus lain
seseorang baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi situasi dan dapat diobservasi, diukur,
dan secara subjektif disampaikan oleh individu. Stimulus residual adalah karakteristik/riwayat dari
seseorang yang ada dan timbul releva dengan situasi yang dihadapi tetapi sulit diukur secara
objektif.

3.      Konsep sehat

Roy mendefinisikan sehat sebagai suatu continuum dari meninggal sampai tingkatan
tertinggi sehat. Dia menekankan bahwa sehat merupakan suatu keadaan dan proses dalam upaya
dan menjadikan dirinya secara terintegrasisecara keseluruhan, fisik, mental dan social. Integritas
adaptasi individu dimanifestasikan oleh kemampuan individu untuk memenuhi tujuan
mempertahankan pertumbuhan dan reproduksi.
Sakit adalah suatu kondisi ketidakmampuan individu untuk beradapatasi terhadap
rangsangan yang berasal dari dalam dan luar individu. Kondisi sehat dan sakit sangat individual
dipersepsikan oleh individu. Kemampuan seseorang dalam beradaptasi (koping) tergantung dari
latar belakang individu tersebut dalam mengartikan dan mempersepsikan sehat-sakit, misalnya
tingkat pendidikan, pekerjaan, usia, budaya dan lain-lain.

4.      Konsep lingkungan

Roy mendefinisikan lingkungan sebagai semua kondisi yang berasal dari internal dan
eksternal,yang mempengaruhi dan berakibat terhadap perkembangan dari perilaku seseorang dan
kelompok. Lingkunan eksternal dapat berupa fisik, kimiawi, ataupun psikologis yang diterima
individu dan dipersepsikan sebagai suatu ancaman. Sedangkan lingkungan internal adalah keadaan
proses mental dalam tubuh individu (berupa pengalaman, kemampuan emosioanal, kepribadian)
dan proses stressor biologis (sel maupun molekul) yang berasal dari dalam tubuh
individu.manifestasi yang tampak akan tercermin dari perilaku individu sebagai suatu respons.
Dengan pemahaman yang baik tentang lingkungan akan membantu perawat dalam meningkatkan
adaptasi dalam merubah dan mengurangi resiko akibat dari lingkungan sekitar.
Model adaptasi Roy memberikan petunjuk untuk perawat dalam mengembangkan proses
keperawatan. Elemen dalam proses keperawatan menurut Roy meliputi pengkajian tahap pertama
dan kedua, diagnosa, tujuan, intervensi, dan evaluasi, langkah-langkah tersebut sama dengan proses
keperawatan secara umum.

a)      Pengkajian

Roy merekomendasikan pengkajian dibagi menjadi dua bagian, yaitu pengkajian tahap I dan
pengkajian tahap II. Pengkajian pertama meliputi pengumpulan data tentang perilaku klien sebagai
suatu system adaptif berhubungan dengan masing-masing mode adaptasi: fisiologis, konsep diri,
fungsi peran dan ketergantungan. Oleh karena itu pengkajian pertama diartikan sebagai pengkajian
perilaku,yaitu pengkajian klien terhadap masing-masing mode adaptasi secara sistematik dan
holistic.

Setelah pengkajian pertama, perawat menganalisa pola perubahan perilaku klien tentang
ketidakefektifan respon atau respon adaptif yang memerlukan dukungan perawat. Jika ditemukan
ketidakefektifan respon (mal-adaptif), perawat melaksanakan pengkajian tahap kedua. Pada tahap
ini, perawat mengumpulkan data tentang stimulus fokal, kontekstual dan residual yang berdampak
terhadap klien. Menurut Martinez, factor yang mempengaruhi respon adaptif meliputi: genetic; jenis
kelamin, tahap perkembangan, obat-obatan, alcohol, merokok, konsep diri, fungsi peran,
ketergantungan, pola interaksi social; mekanisme koping dan gaya, strea fisik dan emosi; budaya;dan
lingkungan fisik

b)      Perumusan diagnosa keperawatan

Roy mendefinisikan 3 metode untuk menyusun diagnosa keperawatan :

         Menggunakan tipologi diagnosa yang dikembangkan oleh Roy dan berhubungan dengan 4 mode
adaptif . dalam mengaplikasikan diagnosa ini, diagnosa pada kasus Tn. Smith adalah “hypoxia”.

         Menggunakan diagnosa dengan pernyataan/mengobservasi dari perilaku yang tampak dan
berpengaruh tehadap stimulusnya. Dengan menggunakan metode diagnosa ini maka diagnosanya
adalah “nyeri dada disebabkan oleh kekurangan oksigen pada otot jantung berhubungan dengan
cuaca lingkungan yang panas”.

         Menyimpulkan perilaku dari satu atau lebih adaptif mode berhubungan dengan stimulus yang sama,
yaitu berhubungan Misalnya jika seorang petani mengalami nyeri dada, dimana ia bekerja di luar
pada cuaca yang panas. Pada kasus ini, diagnosa yang sesuai adalah “kegagalan peran berhubungan
dengan keterbatasan fisik (myocardial) untuk bekerja di cuaca yang panas”

c)      Intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan adalah suatu perencanaan dengan tujuan merubah


ataumemanipulasi stimulus fokal, kontekstual, dan residual. Pelaksanaannya juga ditujukan kepada
kemampuan klien dalam koping secara luas, supaya stimulus secara keseluruhan dapat terjadi pada
klien, sehinga total stimuli berkurang dan kemampuan adaptasi meningkat.
Tujuan intervensi keperawatan adalah pencapaian kondisi yang optimal, dengan menggunakan
koping yang konstruktif. Tujuan jangka panjang harus dapat menggambarkan penyelesaian masalah
adaptif dan ketersediaan energi untuk memenuhi kebutuhan tersebut (mempertahankan,
pertumbuhan, reproduksi). Tujuan jangka pendek mengidentifikasi harapan perilaku klien setelah
manipulasi stimulus fokal, kontekstual dan residual.

d)     Implementasi

Implementasi keperawatan direncanakan dengan tujuan merubah atau memanipulasi fokal,


kontextual dan residual stimuli dan juga memperluas kemampuan koping seseorang pada zona
adaptasi sehinga total stimuli berkurang dan kemampuan adaptasi meningkat.
e)      Evaluasi

Penilaian terakhir dari proses keperawatan berdasarkan tujuan keperawatan yang


ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku
dari kriteria hasil yang ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi pada individu.

3.7  Kelebihan dan Kelemahan Teori Callista Roy

Roy mampu mengembangkan dan menggabungkan beberapa teori sehingga dapat


mengembangkan model perpaduannya. Yang hingga kini masih menjadi pegangan bagi para
perawat. Keeksistensiannya tentu memiliki sifat kuat atau memiliki kelebihan dalam penerapan
konsepnya dibanding dengan konsep lainnya. Kelebihan dari teori dan model konseptualnya adalah
terletak pada teori praktek dan model adaptasi yang dikemukakan oleh Roy perawat bisa mengkaji
respon perilaku pasien terhadap stimulus yaitu mode fungsi fisiologis, konsep diri, mode fungsi
peran dan mode interdependensi. selain itu perawat juga bisa mengkaji stressor yang dihadapi oleh
pasien yaitu stimulus fokal, konektual dan residual, sehingga diagnosis yang dilakukan oleh perawat
bisa lebih lengkap dan akurat.

Dengan penerapan dari teory adaptasi Roy perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan
dapat mengetahui dan lebih memahami individu, tentang hal-hal yang menyebabkan stress pada
individu, proses mekanisme koping dan effektor sebagai upaya individu untuk mengatasi stress.
Sedangkan kelemahan dari model adaptasi Roy ini adalah terletak pada sasarannya. Model adaptasi
Roy ini hanya berfokus pada proses adaptasi pasien dan bagaimana pemecahan masalah pasien
dengan menggunakan proses keperawatan dan tidak menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku
cara merawat ( caring ) pada pasien. Sehingga seorang perawat yang tidak mempunyai perilaku
caring ini akan menjadi sterssor bagi para pasiennya.
BAB IV

PENUTUP

4.1  Kesimpulan

Ada tiga tipe teori keperawatan yaitu : terpusat pada keterikatan, timbal balik dan out come.
Model penyesuaian roy dikelomppokan dalam teori out come ditegaskan oleh penulisnya sebagai “
konsep artikulasi yang baik dari seseorang sebagai pasien dan perawat dalam mekanisme luar yang
beraturan “ roy dalam mengaplikasikan konsep-konsepnya yang berasal dari system dan disesuaikan
kepada pasien yang telah mempersembahkan artikulasinya untuk perawat dalam menggunakan
peralatan untuk praktik, pendidikan, dan penelitian. Konsep-konsepnya tentang person (Roy
menjelaskan bahwa person bisa berarti individu, keluarga, kelompok atau masyarakat luas dan
masing-masing sebagai sistem adaptasi holistik. Roy memandang person secara menyeluruh atau
holistik yang merupakan suatu kesatuan yang hidup secara konstan dan berinteraksi dengan
lingkungannya. Antara sistem dan lingkungan terjadi pertukaran informasi bahan dan energi.
Interaksi yang konstan antara orang dan lingkungannya akan menyebabkan perubahan baik internal
maupun eksternal. Dalam menghadapi perubahan ini individu harus memelihara integritas dirinya
dan selalu beradaptasi ) dan proses kontribusi perawat terhadap ilmu pengetahuan dan seni
merawat

4.2  Saran

Secara umum, pembaca diharapkan mampu menelaah dan mempelajari setiap konsep dan
model keperawatan yang sudah berkembang dan mampu membandingkan teori dan model praktik
yang sesuai dengan ilmu keperawatan itu sendiri sehingga tidak bertentangan dengan etika, norma
dan budaya.

Secara khusus, perawat harus mampu meningkatkan respon adaptif pasien pada situasi
sehat atau sakit . Perawat dapat mengambil tindakan untuk memanipulasi stimuli fokal, kontextual
maupun residual stimuli dengan melakukan analisa sehingga stimuli berada pada daerah adaptasi.
Perawat harus mampu bertindak untuk mempersiapkan pasien mengantisipasi perubahan melalui
penguatan regulator, cognator dan mekanisme koping yang lain.
Pada situasi sehat, perawat berperan untuk membantu pasien agar tetap mampu
mempertahankan kondisinya sehingga integritasnya akan tetap terjaga. Misalnya melalui tindakan
promotif perawat dapat mengajarkan bagaimana meningkatkan respon adaptif.

Pada situasi sakit, pasien diajarkan meningkatkan respon adaptifnya akibat adanya
perubahan lingkungan baik internal maupun eksternal. Misalnya, seseorang yang mengalami
kecacatan akibat amputasi karena kecelakaan. Perawat perlu mempersiapkan pasien untuk
menghadapi realita. Dimana pasien harus mampu berespon secara adaptif terhadap perubahan yang
terjadi didalam dirinya. Kehilangan salah satu anggota badan bukanlah keadaan yang mudah untuk
diterima. Jika perawat dapat berperan secara maksimal, maka pasien dapat bertahan dengan
melaksanakan fungsi perannya secara optimal.
DAFTAR RUJUKAN

Dwidiyanti M. Aplikasi model konseptual Keperawatan, Semarang: Akper Dep.Kes. 1987.


Roy S.C-Andrews H.A. The Roy Adaptation Model: The Definitive Statement, California: Appleton &
Large. 1991.

Ann Marriner Tomey & Martha Raile Alligood, nursing theorist and their work. 1998: Mosby
erathenurse.blogspot.com/…/model-konseptual-keperawatan.htm.
nursingtheories.blogspot.com/2008/07/sister-c
www.geocities.com/…/vanessa/roy1.htm
www.rase.urg.uk/search09/indek.asp
Model Adaptasi Roy

TEORI ADAPTASI ROY & APLIKASINYA


DALAM PROSES KEPERAWATAN

A. LATAR BELAKANG
Keperawatan sebagai suatu profesi yang sampai saat ini masih dianggap profesi yang kurang eksis,
kurang profesional, bahkan kurang menjanjikan dalam hal finansial. Oleh karena itu keperawatan
harus berusaha keras untuk menunjukkan pada dunia luar, di luar dunia keperawatan bahwa
keperawatan juga bisa sejajar dengan profesi – profesi lain. Tugas ini akan terasa berat bila perawat-
perawat Indonesia tidak menyadari bahwa eksistensi keperawatan hanya akan dapat dicapai dengan
kerja keras perawat itu sendiri untuk menunjukkan profesionalismenya dalam memberikan
pelayanan kesehatan terutama pelayanan keperawatan baik kepada individu, keluarga maupun
masyarakat.
Salah satu cara untuk menunjukkan eksistensi keperawatan adalah dengan mengembangkan salah
satu model pelayanan keperawatan yang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia. Model
keperawatan Roy, dikenal dengan model adaptasi dimana Roy memandang setiap manusia pasti
mempunyai potensi untuk dapat beradaptasi terhadap stimulus baik stimulus internal maupun
eksternal dan kemampuan adaptasi ini dapat dilihat dari berbagai tingkatan usia.
Aplikasi proses keperawatan menurut konsep teori Roy di Rumah Sakit telah banyak diterapkan
namun sedikit sekali perawat yang mengetahui dan memahami bahwa tindakan keperawatan
tersebut telah sesuai. Bahkan perawat melaksanakan asuhan keperawatan tanpa menyadari
sebagian tindakan yang telah dilakukan pada klien adalah penerapan konsep teori Roy.
Oleh karena itu, kelompok memandang perlu untuk mengetahui dan mengkaji lebih jauh tentang
penerapan model keperawatan yang sesuai dengan teori Sister Callista Roy di lapangan atau rumah
sakit, sehingga dapat diketahui apakah teori Roy dapat diaplikasikan dengan baik dalam pelayanan
keperawatan/ asuhan keperawatan .

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mampu memahami konsep model keperawatan menurut Roy dalam manajemen Asuhan
Keperawatan
2. Tujuan Khusus
a. Memahami konsep model teori Roy
b. Mampu menghubungkan model konsep Roy dengan proses keperawatan
c. Mampu mengevaluasi/menilai proses keperawatan di RS dengan konsep Roy pada mode fisiologi
sub kebutuhan cairan
d. Mendapatkan gambaran kondisi pelaksanaan konsep Roy di RS pada mode fisiologis sub
kebutuhan cairan

C. SISTEMATIKA PENULISAN
Makalah ini terdiri dari 5 bab yang terdiri dari : bab I pendahuluan, bab II model konsep/ teori Roy,
bab III standar keperawatan menurut Roy, bab IV rencana pengkajian lapangan, bab V kesimpulan
dan saran.
BAB II
KONSEP DASAR MODEL KEPERAWATAN DAN PROSES KEPERAWATAN MENURUT SISTER CALISTA ROY

A. Konsep Dasar Model Keperawatan Sister Calista Roy


Sister Calissta Roy yang lahir di Los Angeles pada tanggal 14 Oktober 1939, Roy mengembangkan
ilmu dan filosofinya berdasarkan 3 asumsi dasar, yaitu :
1. Asumsi dari Teori Sistem
a. System adalah seperangkat bagian yang saling berhubungan dari satu bagian ke bagian lain
b. Sistem adalah bagian dari yang berfungsi bagian yang satu dengan yang lain saling
ketergentungan
c. Sistem mempunyai input, out put, control, proses dan umpan balik
d. Input merupakan umpan balik yang juga disebut informasi
e. Sistem kehidupan lebih kompleks dari system mekanik, mempunyai standard dan umpan balik
langsung terhadap fungsinya.
2. Asumsi dari Teori Melson
a. Perilaku manusia adalah hasil adaptasi dari lingkungan dan kekuatan organisme
b. Perilaku adaptif adalah berfungsinya stimulus dan tingkatan adaptasi, yang dapat
berpengaruh terhadap stimulus fokal, stimulus kontekstual, dan stimulus residual.
c. Adaptasi adalah proses adanya respon positif terhadap perubahan lingkungan
d. Respon merupakan refkleksi keadaan organisme terhadap stimulus
3. Asumsi dari Humanism
a. Individu mempunyai kekuatan kreatif
b. Perilaku individu mempunyai tujuan dan tidak selalu dalam lingkaran sebab akibat
c. Manusia merupakan makhluk holistic
d. Opini manusia dan nilai yang akan datang
e. mobilisasi antar manusia bermakna

B. Teori Adaptasi Sister Calista Roy


Dalam asuhan keperawatan, menurut Roy (1984) sebagai penerima asuhan keperawatan adalah
individu, keluarga, kelompok, masyarakat yang dipandang sebagai “Holistic adaptif system”dalam
segala aspek yang merupakan satu kesatuan.
System adalah Suatu kesatuan yang di hubungkan karena fungsinya sebagai kesatuan untuk
beberapa tujuan dan adanya saling ketergantungan dari setiap bagian-bagiannya. System terdiri dari
proses input, autput, kontrol dan umpan balik ( Roy, 1991 ), dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Input
Roy mengidentifikasi bahwa input sebagai stimulus, merupakan kesatuan informasi, bahan-bahan
atau energi dari lingkungan yang dapat menimbulkan respon, dimana dibagi dalam tiga tingkatan
yaitu stimulus fokal, kontekstual dan stimulus residual.
a. Stimulus fokal yaitu stimulus yang langsung berhadapan dengan seseorang, efeknya segera,
misalnya infeksi .
b. Stimulus kontekstual yaitu semua stimulus lain yang dialami seseorang baik internal maupun
eksternal yang mempengaruhi situasi dan dapat diobservasi, diukur dan secara subyektif dilaporkan.
Rangsangan ini muncul secara bersamaan dimana dapat menimbulkan respon negatif pada stimulus
fokal seperti anemia, isolasi sosial.
c. Stimulus residual yaitu ciri-ciri tambahan yang ada dan relevan dengan situasi yang ada tetapi
sukar untuk diobservasi meliputi kepercayan, sikap, sifat individu berkembang sesuai pengalaman
yang lalu, hal ini memberi proses belajar untuk toleransi. Misalnya pengalaman nyeri pada pinggang
ada yang toleransi tetapi ada yang tidak.

2. Kontrol
Proses kontrol seseorang menurut Roy adalah bentuk mekanisme koping yang di gunakan.
Mekanisme kontrol ini dibagi atas regulator dan kognator yang merupakan subsistem.

a) Subsistem regulator.
Subsistem regulator mempunyai komponen-komponen : input-proses dan output. Input stimulus
berupa internal atau eksternal. Transmiter regulator sistem adalah kimia, neural atau endokrin.
Refleks otonom adalah respon neural dan brain sistem dan spinal cord yang diteruskan sebagai
perilaku output dari regulator sistem. Banyak proses fisiologis yang dapat dinilai sebagai perilaku
regulator subsistem.
Gambar 2.1…..
b) Subsistem kognator.
Stimulus untuk subsistem kognator dapat eksternal maupun internal. Perilaku output dari regulator
subsistem dapat menjadi stimulus umpan balik untuk kognator subsistem. Kognator kontrol proses
berhubungan dengan fungsi otak dalam memproses informasi, penilaian dan emosi. Persepsi atau
proses informasi berhubungan dengan proses internal dalam memilih atensi, mencatat dan
mengingat. Belajar berkorelasi dengan proses imitasi, reinforcement (penguatan) dan insight
(pengertian yang mendalam). Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan adalah proses
internal yang berhubungan dengan penilaian atau analisa. Emosi adalah proses pertahanan untuk
mencari keringanan, mempergunakan penilaian dan kasih sayang.
Gambar 2.2 .....

3. Output.
Output dari suatu sistem adalah perilaku yang dapt di amati, diukur atau secara subyektif dapat
dilaporkan baik berasal dari dalam maupun dari luar . Perilaku ini merupakan umpan balik untuk
sistem. Roy mengkategorikan output sistem sebagai respon yang adaptif atau respon yang tidak mal-
adaptif. Respon yang adaptif dapat meningkatkan integritas seseorang yang secara keseluruhan
dapat terlihat bila seseorang tersebut mampu melaksanakan tujuan yang berkenaan dengan
kelangsungan hidup, perkembangan, reproduksi dan keunggulan. Sedangkan respon yang mal
adaptif perilaku yang tidak mendukung tujuan ini.
Roy telah menggunakan bentuk mekanisme koping untuk menjelaskan proses kontrol seseorang
sebagai adaptif sistem. Beberapa mekanisme koping diwariskan atau diturunkan secara genetik
(misal sel darah putih) sebagai sistem pertahanan terhadap bakteri yang menyerang tubuh.
Mekanisme yang lain yang dapat dipelajari seperti penggunaan antiseptik untuk membersihkan luka.
Roy memperkenalkan konsep ilmu Keperawatan yang unik yaitu mekanisme kontrol yang disebut
Regulator dan Kognator dan mekanisme tersebut merupakan bagian sub sistem adaptasi.

Gambar 2.3 Sistem adaptasi menurut Roy


Stimulus
Tingkat
Adaptasi
Mekanisme
koping
Regulator
Kognator

Fungsi fisiologis
Konsep diri
Fungsi peran
Interdepedensi
Respon adaptif
dan
Tdk Efektif

(Sister Callista Roy, 1991)


Dalam memelihara integritas seseorang, regulator dan kognator subsistem diperkirakan sering
bekerja sama. Tingkat adaptasi seseorang sebagai sistem adaptasi dipengaruhi oleh perkembangan
individu itu sendiri, dan penggunaan mekanisme koping. Penggunaan mekanisme koping yang
maksimal mengembangkan tingkat adaptasi seseorang dan meningkatkan rentang stimulus agar
dapat berespon secara positif. Untuk subsistem kognator, Roy tidak membatasi konsep proses
kontrol, sehingga sangat terbuka untuk melakukan riset tentang proses kontrol dari subsitem
kognator sebagai pengembangan dari konsep adaptasi Roy. Selanjutnya Roy mengembangkan
proses internal seseorang sebagai sistem adaptasi dengan menetapkan sistem efektor, yaitu 4 mode
adaptasi meliputi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi.

a. Mode Fungsi Fisiologi


Fungsi fisiologi berhubungan dengan struktur tubuh dan fungsinya. Roy mengidentifikasi sembilan
kebutuhan dasar fisiologis yang harus dipenuhi untuk mempertahankan integritas, yang dibagi
menjadi dua bagian, mode fungsi fisiologis tingkat dasar yang terdiri dari 5 kebutuhan dan fungsi
fisiologis dengan proses yang kompleks terdiri dari 4 bagian yaitu :
a. Oksigenasi : Kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan prosesnya, yaitu ventilasi, pertukaran gas dan
transpor gas (Vairo,1984 dalam Roy 1991).
b. Nutrisi : Mulai dari proses ingesti dan asimilasi makanan untuk mempertahankan fungsi,
meningkatkan pertumbuhan dan mengganti jaringan yang injuri. (Servonsky, 1984 dalam Roy 1991).
c. Eliminasi : Yaitu ekskresi hasil dari metabolisme dari instestinal dan ginjal. ( Servonsky, 1984 dalam
Roy 1991)
d. Aktivitas dan istirahat : Kebutuhan keseimbangan aktivitas fisik dan istirahat yang digunakan
untuk mengoptimalkan fungsi fisiologis dalam memperbaiki dan memulihkan semua komponen-
komponen tubuh. (Cho,1984 dalam Roy, 1991).
e. Proteksi/ perlindungan : Sebagai dasar defens tubuh termasuk proses imunitas dan struktur
integumen ( kulit, rambut dan kuku) dimana hal ini penting sebagai fungsi proteksi dari infeksi,
trauma dan perubahan suhu. (Sato, 1984 dalam Roy 1991).
f. The sense / perasaan : Penglihatan, pendengaran, perkataan, rasa dan bau memungkinkan
seseorang berinteraksi dengan lingkungan . Sensasi nyeri penting dipertimbangkan dalam pengkajian
perasaan.( Driscoll, 1984, dalam Roy, 1991).
g. Cairan dan elektrolit. : Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalamnya termasuk air, elektrolit,
asam basa dalam seluler, ekstrasel dan fungsi sistemik. Sebaliknya inefektif fungsi sistem fisiologis
dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. (Parly, 1984, dalam Roy 1991).
h. Fungsi syaraf / neurologis : Hubungan-hubungan neurologis merupakan bagian integral dari
regulator koping mekanisme seseorang. Mereka mempunyai fungsi untuk mengendalikan dan
mengkoordinasi pergerakan tubuh, kesadaran dan proses emosi kognitif yang baik untuk mengatur
aktivitas organ-organ tubuh (Robertson, 1984 dalam Roy, 1991).
i. Fungsi endokrin : Aksi endokrin adalah pengeluaran horman sesuai dengan fungsi neurologis,
untuk menyatukan dan mengkoordinasi fungsi tubuh. Aktivitas endokrin mempunyai peran yang
signifikan dalam respon stress dan merupakan dari regulator koping mekanisme ( Howard &
Valentine dalam Roy,1991).

2. Mode Konsep Diri


Mode konsep diri berhubungan dengan psikososial dengan penekanan spesifik pada aspek
psikososial dan spiritual manusia. Kebutuhan dari konsep diri ini berhubungan dengan integritas
psikis antara lain persepsi, aktivitas mental dan ekspresi perasaan. Konsep diri menurut Roy terdiri
dari dua komponen yaitu the physical self dan the personal self.
a. The physical self, yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya berhubungan dengan sensasi
tubuhnya dan gambaran tubuhnya. Kesulitan pada area ini sering terlihat pada saat merasa
kehilangan, seperti setelah operasi, amputasi atau hilang kemampuan seksualitas.
b. The personal self, yaitu berkaitan dengan konsistensi diri, ideal diri, moral- etik dan spiritual diri
orang tersebut. Perasaan cemas, hilangnya kekuatan atau takut merupakan hal yang berat dalam
area ini.
3. Mode Fungsi Peran
Mode fungsi peran mengenal pola –pola interaksi sosial seseorang dalam hubungannya dengan
orang lain, yang dicerminkan dalam peran primer, sekunder dan tersier. Fokusnya pada bagaimana
seseorang dapat memerankan dirinya dimasyarakat sesuai kedudukannya .
4. Mode Interdependensi
Mode interdependensi adalah bagian akhir dari mode yang dijabarkan oleh Roy. Fokusnya adalah
interaksi untuk saling memberi dan menerima cinta/ kasih sayang, perhatian dan saling menghargai.
Interdependensi yaitu keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam menerima
sesuatu untuk dirinya. Ketergantungan ditunjukkan dengan kemampuan untuk afiliasi dengan orang
lain. Kemandirian ditunjukkan oleh kemampuan berinisiatif untuk melakukan tindakan bagi dirinya.
Interdependensi dapat dilihat dari keseimbangan antara dua nilai ekstrim, yaitu memberi dan
menerima.
Model keempat mode yang saling berinteraksi dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.4

C. Paradigma Keperawatan Menurut Sister Calista Roy

Empat Elemen utama dari teori Roy adalah : 1) Manusia sebagai penerima asuhan keperawatan 2)
Konsep lingkungan 3) Konsep sehat dan 4) Keperawatan. Dimana antara keempat elemen tersebut
saling mempengaruhi satu sama lain karena merupakan suatu sistem.

1. Manusia
Manusia merupakan fokus utama yang perlu diperhatikan karena manusialah yang menjadi
penerima asuhan keperawatan, baik itu individu, keluarga, kelompok maupun masyarakat, yang
dipandang sebagai “Holistic Adaptif System”. Dimana “Holistic Adaptif System “ ini merupakan
perpaduan antara konsep sistem dan konsep adaptasi.

a. Konsep Sistem
Roy memandang manusia sebagai mahluk holistik yang dalam sistem kehidupannya akan selalu
berinteraksi dengan lingkungannya, dimana diantara keduanya akan terjadi pertukaran informasi,
“matter” dan energi. Adapun karakteristik sistem menurut Roy adalah input, output, kontrol dan
feed back . seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.5 : Gambar sistem dalam bentuk sederhana

CONTROL

FEED

BACK
IN PUTS

OUT PUTGambar di atas menunjukkan suatu sistem terbuka yang saling mempengaruhi satu dengan
yang lain, dimana kualitas suatu sistem sangat tergantung pada manusia itu sendiri.

b. Konsep Adaptasi
Konsep adaptasi dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.6 : Gambar manusia sebagai sistem terbuka

COPING
MECHANISMS
FEED

BACK

ADAPTATION
LEVEL
STIMULI

RESPON
SES
Gambar diatas menunjukkan manusia sebagai suatu sistem terbuka, yang terdiri dari input berupa
stimulus dan tingkatan adaptasi, output berupa respon perilaku yang dapat menyediakan feed back/
umpan balik dan proses kontrol yang diketahui sebagai mekanisme koping (Roy and Andrew, 1991
dalam Nursing Theory ; 254)
Output dalam sistem adaptasi ini berupa respon perilaku individu yang dapat dikaji oleh perawat
baik secara objektif maupun subjektif. Respon perilaku ini dapat menjadi umpan balik bagi individu
maupun lingkungannya. Roy mengkategorikan output dari sistem adaptasi ini berupa respon adaptif
dan respon inefektif. Respon adaptif dapat meningkatkan integritas individu sedangkan respon
inefektif tidak dapat mendukung untuk pencapaian tujuan perawatan individu.
Roy menggunakan istilah mekanisme koping untuk menggambarkan proses kontrol individu dalam
sistem adaptasi ini. Beberapa koping ada yang bersifat genetik seperti : WBC (sel darah putih)
sebagai benteng pertahanan tubuh terhadap adanya kuman, sedangkan beberapa koping lainnya
ada yang merupakan hasil belajar seperti : menggunakan antiseptik untuk membersihkan luka.
Dalam mekanisme kontrol ini, Roy menyebutnya dengan istilah “Regulator” dan “Cognator”.
Transmitter dari sistem regulator berupa kimia, neural atau sistem saraf dan endokrin, yang dapat
berespon secara otomatis terhadap adanya perubahan pada diri individu. Respon dari sistem
regulator ini dapat memberikan umpanbalik terhadap sistem cognator. Proses kontrol cognator ini
sangat berhubungan dengan fungsi otak dalam hal fungsi persepsi atau memproses informasi,
pengambilan keputusan dan emosi.

2. Lingkungan
Stimulus yang berasal dari individu dan sekitar individu merupakan elemen dari lingkungan, menurut
Roy. Lingkungan didefinisikan oleh Roy adalah “ Semua kondisi, keadaan dan pengaruh-pengaruh
disekitar individu yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu dan kelompok
“(Roy and Adrews, 1991 dalam Nursing Theory : 260) . Dalam hal ini Roy menekankan agar
lingkungan dapat didesign untuk meningkatkan kemampuan adaptasi individu atau meminimalkan
resiko yang akan terjadi pada individu terhadap adanya perubahan.

3. Sehat
Roy mendefinisikan sehat adalah “A State and a process of being and becoming an integrated and
whole person” (Roy and Adrews, 1991 dalam Nursing Theory : 261). Integritas individu dapat
ditunjukkan dengan kemampuan untuk mempertahankan diri, tumbuh, reproduksi dan “mastery”.
Asuhan keperawatan berdasarkan model Roy bertujuan untuk meningkatkan kesehatan individu
dengan cara meningkatkan respon adaptifnya.

4. Keperawatan
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa tujuan keperawatan menurut Roy adalah meningkatkan
respon adaptif individu dan menurunkan respon inefektif individu, dalam kondisi sakit maupun
sehat. Selain meningkatkan kesehatan di semua proses kehidupan, keperawatan juga bertujuan
untuk mengantarkan individu meninggal dengan damai.
Untuk mencapai tujuan tersebut, perawat harus dapat mengatur stimulus fokal, kontekstual dan
residual yang ada pada individu, dengan lebih menitikberatkan pada stimulus fokal, yang merupakan
stimulus tertinggi.

B. PROSES KEPERAWATAN MENURUT TEORI ROY

Menurut Roy elemen dari proses keperawatan meliputi pengkajian tingkat pertama dan kedua,
diagnosa keperawatan, penentuan tujuan, intervensi dan evaluasi.
Fokus dari model ini adalah adaptasi dan tujuan pengkajian adalah mengidentifikasi tingkah laku
yang aktual dan potensial apakah memperlihatkan maladaptif dan mengidentifikasi stimulus atau
penyebab perilaku maladaptif. Empat mode adaptasi dapat digunakan sebagi dasar kerangka kerja
untuk pedoman pengkajian. Mode ini juga meliputi psikologis, konsep diri, fungsi peran dan model
interdependensi.
Roy merekomendasikan pengkajian dibagi menjadi dua bagian, yaitu pengkajian tahap dan
pengkajian tahap II.
1. Tahap I : Pengkajian perilaku
Ini merupakan tahap proses keperawatan yang bertujuan mengumpulkan data dan memutuskan
klien adaptif atau maladaptif. Termasuk dalam model ini adalah kebutuhan dasar manusia apakah
dapat dipengaruhi oleh kekurangan atau kelebihan. misalnya terlalu sedikit oksigen , terlalu tinggi
gula darah atau terlalu banyak ketergantungan. Perawat menggunakan wawancara, observasi dan
pengukuran untuk mengkaji perilaku klien sekarang pada setiap mode. Berdasarkan pengkajian ini
perawat menganalisis apakah perilaku ini adaptif, maladaptif atau potensial maladaptif.

2. Tahap II : Pengkajian faktor – faktor yang berpengaruh


Pada tahap ini termasuk pengkajian stimuli yang signifikan terhadap perubahan perilaku seseorang
yaitu stimuli focal, kontekstual dan residual.
a. Identifikasi stimuli focal
Stimuli focal merupakan perubahan perilaku yang dapat diobservasi. Perawat dapat melakukan
pengkajian dengan menggunakan pengkajian perilaku yaitu: keterampilan melakukan observasi,
melakukan pengukuran dan interview.
b. Identifikasi stimuli kontekstual
Stimuli kontekstual ini berkontribusi terhadap penyebab terjadinya perilaku atau presipitasi oleh
stimulus focal. Sebagai contoh anak yang di rawat dirumah sakit mempunyai peran perilaku yang
inefektif yaitu tidak belajar. Focal stimulus yang dapat diidentifikasi adalah adanya fakta bahwa anak
kehilangan skedul sekolah. Stimulus kontekstual yang dapat diidentifikasi adalah secara internal
faktor anak menderita sakit dan faktor eksternalnya adalah anak terisolasi. Stimulasi kontekstual
dapat diidentifikasi oleh perawat melalui observasi, pengukuran, interview dan validasi.
Menurut Martinez, 1976 dalam Roy 1989, faktor kontekstual yang mempengaruhi mode adaptif
adalah genetic, sex, tahap perkembangan, obat, alkohol, tembakau, konsep diri, peran fungsi,
interdependensi, pola interaksi sosial, koping mekanisme, stress emosi dan fisik religi, dan
lingkungan fisik.
c. Identifikasi stimuli residual
Pada tahap ini yang mempengaruhi adalah pengalaman masa lalu. Helson dalam Roy, 1989
menjelaskan bahwa beberapa faktor dari pengalaman lalu relevan dalam menjelaskan bagaimana
keadaan saat ini. Sikap, budaya, karakter adalah faktor residual yang sulit diukur dan memberikan
efek pada situasi sekarang.

3. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut teori adaptasi Roy didefinisikan sebagai suatu hasil dari proses
pengambilan keputusan berhubungan dengan kurang mampunya adaptasi. Diagnosa keperawatan
dirumuskan dengan mengobservasi tingkahlaku klien terhadap pengaruh lingkungan. Menurut Roy
(1991) ada 3 metode dalam membuat diagnosa keperawatan :
a. Menggunakan 4 (empat) model adaptif, yaitu fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan
interdependen
Tabel 2.1. Tipologi masalah adaptasi menurut Roy, 1989

TIPOLOGI ADAPTASI
MASALAH
A.Physiological model
1.Oksigenasi
Hipoksia/shock
Kerusakan ventilasi
Ketidakadequat pertukaran gas
Perubahan perfusi jaringan
Ketidakmampuan dlm proses kompensasi pada perubahan kebutuhan oksigen

2.Nutrisi
Nutrisi kurang / lebih dari kebutuhan tubuh
Anoreksia
Nausea / Vomiting
Ketidak efektifan strategi koping thd penurunan ingestik

3.Eliminasi
Diare
Inkontinensia
Konstipasi
Retensi urine
Ketidakefektifan strategi koping thp penurunan fungsi eliminasi.

4. Aktifitas dan istirahat


Ketidak adequate aktifitas & istirahat
Keterbatasan mobilitas & Koordinasi
Intoleransi aktifitas
Immobilisasi
Sleep deprivation
Resiko gangguan pola tidur
Kelelahan (Fatigue)

5. Proteksi
Gatal-gatal
Infeksi
Ketidak efektifan koping thd perubahan status imun
Kulit Kering

6. Sense
Resiko injuri
Kehilangan kemampuan self-care
Resiko distorsi komunikasi
Stigma
Sensori monoton / distorsi
Nyeri akut
Gangg. Persepsi
Koping tak efektif thd perubahan sensori
7. Cairan dan elektrolit
Dehidrasi
Udem
Retensi cairan intra sel
Hyper/Hypo Kalsemia, kalemia, Natrium
Ketidakseimbngan asam-basa
Ketidakefektifan regulasi system Bufer pda perub. pH.

8. Fungsi neurologi
Penurunan tingkat kesadaran
Pengurangan fungsi memori (daya ingat)
Konpensasi tak efektif pd penurunan fgs. kognitif
Resiko terjadi kerusakan otak sekunder

9. Fungsi endokrin
Ketidakefektifan regulasi/pengaturan hormon yg direfleksikan dlm fatigue, iritabilitas dan intoleransi
pd panas
Ktdk efektifan perkembangan reproduksi
Ktdk stabilan system hormon
Ktdk stabilan siklus internal stress.
B. SELF KONSEP MODE

1. Physical Self
Gangguan body image
Disfungsi seksual
Kehilangan
Rape Trauma syndrome

2. Personal self
Ansietas
Ketidak berdayaan
Perasaan bersalah
Harga diri rendah

C. ROLE FUNCTION MODE


Transisi Peran
Konflik Peran
Gangguan / Kehilangan Peran

D.INTERDEPENDENSI
MODE
Kesepian
Cemas karena perpisahan
b. Mengobservasi respon klien yang paling menonjol pada satu mode adaptif, misalnya ; mode
fisisiologis sub kebutuhan cairan.
Contoh kasus untuk diare intake : 1200 ml, out put : 3500 ml, keluhan haus (+), turgor tidak elastis,
kelopak mata tampak cekung. Dari respon pasien tersbut dapat disimpulkan bahwa diagosa
keperawatan pasien menurut Roy adalah defisit volume cairan.
c. Menyimpulkan respon klien dari satu atau lebih dari mode adaptif yang terkait dengan stimulus
yang sama. Misalnya mode yang terganggu adalah : mode fisiologis, konsep diri dan
interdependensi.
Contoh kasus ; klien mengeluh tidak mau makan, makan hanya habis ¼ porsi, BB turun 2 Kg dari
normal. Dari data tersebut klien mengalami gangguan kebutuhan nutrisi : nutrisi kurang dari
kebutuhan (mode fisiologis). Karena klien kekurangan nutrisi mengakibatkan posturnya tampak
kurus, hal ini membuat klien mengalami gangguan Body Image ( Mode Konsep diri ), kondisi ini juga
mengakibatkan klien tidak dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari ( Mode Interdependensi )
4. Penentuan tujuan
Roy (1984) menyampaikan bahwa secara umum tujuan pada intervensi keperawatan adalah untuk
mempertahankan dan mempertinggi perilaku adaptif dan mengubah perilaku inefektif menjadi
adaptif. Penentuan tujuan dibagi atas tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan
jangka panjang yang akan dicapai meliputi : Hidup, tumbuh, reproduksi dan kekeuasaan. Tujuan
jangka pendek meliputi tercapainya tingkah laku yang diharapkan setelah dilakukan manipulasi
terhadap stimulus focal, konteksual dan residual.
5. Intervensi
Intervensi keperawatan dilakukan dengan tujuan , mengubah atau memanipulasi stimulus fokal,
kontekstual dan residual, juga difokuskan pada koping individu atau zona adaptasi, sehingga seluruh
rangsang sesuai dengan kemampuan individu untuk beradaptasi.
Tindakan keperawatan berusaha membantu stimulus menuju perilaku adaptif. Hal ini menekankan
kembali pentingnya mengidentifikasi penyebab selama pengkajian tahap II.

6. Evaluasi
Evaluasi merupakan penilaian efektifitas terhadap intervensi keperawatan sehubungan dengan
tingkah laku pasien. Perawat harus mengkaji tingkah laku pasien setelah diimplementasi. Intervensi
keperawatan dinilai efektif jika tingkah laku pasien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.

BAB III
APLIKASI PROSES KEPERAWATAN MENURUT ROY
(MODE FISIOLOGIS SUB KEBUTUHAN CAIRAN)

KASUS

Tanggal 30 Nopember 2004. Ny. B, 65 tahun, beralamat di jalan Salemba Tengah Jakarta Pusat,
Pendidikan SMA, Suku Jawa, Status Perkawinan sudah Menikah, pekerjaan pedagang, agama Islam,
Jaminan kesehatan tidak ada (umum). Penanggung jawab Tn. A, tempat tinggal di Salemba Tengah
Jakarta Pusat. (Tempat tinggal di gang padat dan kumuh), hubungan dengan Klien sebagai Suami.
Diagnosa Medis : GE, Alasan Masuk Rumah Sakit, Mencret-mencret, mual dan muntah.Tindakan
Pembedahan / penatalaksanaan : Tidak ada riwayat tindakan pembedahan. Pemahaman Klien
tentang perawatan Rumah Sakit : Klien mengatakan bahwa dia memutuskan membutuhkan
perawatan di Rumah Sakit karena mencret terus menerus (>10 x/hari), sudah minum banyak tapi
mencret tidak berkurang. Keluarga beranggapan untuk mengurangi mencret dengan minum yang
banyak. Riwayat kesehatan sebelumnya yang relevan : Diare, Riwayat Alergi: Tidak ada. Obat yang
biasa dikonsumsi di rumah : Tidak ada, Dokter yang menangani : dr. Budiono Sp.PD. hasil
pemeriksaan ditemukan turgor menurun, nadi : 110 x/mnt halus, tekanan darah : 90/80 mmHg, suhu
: 36 °C, respirasi rate : 20 x/mnt, bibir kering, merasa haus dan lemas. Ekstremitas dingin, peristaltic
usus meningkat, nyeri perut,
Hasil I PENGKAJIAN

A BIODATA
c. Nama pasien : Ny. D
d. Umur : 65 tahun
e. Alamat : Jl. Salemba Tengah Jakrta Pusat
f. Pendidikan terakhir : SMA
g. Suku / bangsa : Jawa / Indonesia
h. Agama : Islam
i. Status perkawinan : Kawin
j. No Reg. : 008
k. Diagnosa Medis : GE

B Riwayat Keperawatan :
Ny. D MRS karena mencret-mencret, sudah minum banyak tapi belum teratasi. Sebelumnya pernah
mengalami sakit yang sama tetapi tidak sampai MRS.

C. Kondisi saat ini :


Klien BAB cair > 10 x/hari, turgor tidak menurun, tanda vital : TD = 90/80 mmHg. N = 110 x/mnt
halus, RR = 20 x/mnt, S = 36 °C. Bibir kering, merasa haus dan lemas. Ekstremitas dingin peristaltic
usus meningkat dan nyeri perut,

D. Riwayat keluarga :
Salah satu anggota keluarga pernah ada yang mengalami diare tetapi tidak sampai MRS

E. Pengkajian mode fisiologis


1. Pengkajian perilaku
a. Oksigenasi
1) Tekanan darah : 90/80 mm Hg.
2) Nadi : 110 x / menit
3) Pernafasan : 20 x / menit
b. Nutrisi :
1) Nafsu makan menurun, mual
2) Jenis Nutrisi : Cair
c. Eliminasi BAK
1) jumlah : kurang lebih 300 cc/ hari.
2) Karakteristik : jernih.
d. Eliminasi BAB
1) pola : lebih dari 10 x/hari
2) konsistensi : cair
e. Aktivitas dan istirahat
1) Aktifitas lemah
2) Tidur hanya dapat beberapa menit saja
f.. Proteksi :
1) Mengalami dehidrasi
2) kulit warna pucat, ekstremitas dingin
g. Indra perasa
1) Penglihatan :.Normal
2) Pendengaran : Normal
3) Nyeri perut
h. Cairan dan elektrolit
1) Intake: jelek.
2) Output : kurang lebih 300 cc/ hari.
3) Dehidrasi
4) Keseimbangan cairan dan elektrolit:

i. Fungsi neurologis
1) Tingkat kesadaran : dapat berorentasi terhadap orang, waktu dan tempat dengan baik
( komposmentis ).Reflek dasar dan sentuhan dalam batas normal
aplikasi teori adaptasi dalam kasus discectomi

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Keperawatan memiliki body of knowledge yang berbeda dengan ilmu pelayanan kesehatan lainnya.
Sebagai sebuah profesi mandiri, ilmu ini kemudian dikembangkan dan diaplikasikan dalam praktek
keperawatan. Perkembangan profesi keperawatan saat ini tidak terlepas dari upaya ahli
keperawatan yang mengembangkan berbagai konsep model teori keperawatan untuk memberikan
arah bagi perawat dalam melaksanakan kegiatan praktek keperawatan.

Salah satu konsep dan teori keperawatan yang banyak digunakan untuk tujuan tersebut diatas
adalah model adaptasi Roy. Secara garis besar teori ini memberikan penjelasan mengenai manusia
(yang dijadikan fokus pelayan keperawatan) yang merupakan suatu sistim yang akan melakukan
adaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Adaptasi merupakan hasil akhir yang
sempurna, yang diharapkan terjadi pada setiap manusia sebagai bagian dari sistem. Namun, karena
perbedaan adalah sesuatu yang alami, dan manusia adalah sistem yang unik, maka hasil akhir yang
sempurna ini tidak dapat selalu terjadi. Dalam hal ini peran perawat diharapkan untuk membawa
manusia sebagai klien kepada hasil akhir yang terbaik yaitu keadaan adaptasi yang optimal.

Teori adaptasi ini membangkitkan banyak minat perawat untuk mengaplikasikannya dalam kegiatan
praktek keperawatan karena apa yang dikemukakan dapat dilakukan pada berbagai level pelayanan
dan pada klien dengan berbagai kondisi sehingga banyak membantu perawat untuk mendapatkan
hasil pelayanan keperawatan yang diinginkan.

Berdasarkan uraian diatas penulis ingin mencoba untuk mengaplikasikan model adaptasi Roy pada
contoh kasus mulai dari tahap pengkajian perumusan diagnosa dan perencanaan intervesi
keperawatan.

B.Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
Dapat menjelaskan konsep adaptasi model dari Roy dalam kegiatan praktek keperawatan
Mampu menganalisa konsep model adaptasi Roy berhubungan dengan kegiatan praktek
keperawatan
Dapat menerapkan konsep model adaptasi Roy pada pemberian asuhan keperawatan pada klien
BAB II
TINJAUAN TEORI ADAPTASI MODEL CALLISTA ROY

Asumsi dasar model adaptasi Roy


Rambo dalam Vurgan (1984) mendiskripsikan asumsi dasar teori ini sebagai berikut :
Setiap individu memiliki integrasi keseluruhan dari komponen bio, psiko dan sosial yang berinteraksi
secara konstan dengan lingkungan sekitarnya
Untuk menjaga keseimbangan homeostasis atau integritas seseorang harus melakukan adaptasi
terhadap perubahan yang terjadi melalui kemampuan yang dimiliki sejak lahir atau diperoleh melalui
pengalaman
Perubahan dari efek rangsangan pada individu terdiri dari tiga jenis yaitu focal, contextual dan
residual stimuli
Individu mempunyai zona adaptasi berhubungan dengan kapasitas kemampuan respon terhadap
rangsangan, kemampuan adaptasi setiap individu berbeda antara yang satu dengan yang lain.
Setiap individu pasti berusaha keras untuk mempertahankan integritas fisiologi, konsep diri, fungsi
peran dan interdependen mode
Kemampuan individu untuk menjaga kesehatannya tergantung dari energi yang dimiliki dan
kemampuan untuk adaptasi yang positif terhadap stimuli, sehat dan sakit dilihat dari garis
continuum pergerakannya kearah adaptif atau kearah maladaptif

Elemen Model Adaptasi Roy


Terdapat lima elemen keperawatan model adaptasi Roy :
1. Konsep Person (manusia yang menerima asuhan keperawatan)
Person adalah individu, keluarga, kelompok atau masyarakat luas dan masing-masing sebagai sistem
adaptasi yang holistik. Roy memandang orang secara menyeluruh atau holistik sebagai suatu
kesatuan yang hidup secara konstan dan melakukan interaksi yang menyebabkan terjadinya
pertukaran informasi, bahan dan energi antara sistim dan lingkungan. Interaksi yang konstan ini akan
menyebabkan perubahan baik internal maupun eksternal.

Tingkat adaptasi person tergantung dari stimulus yang diterima dan yang masih dapat diadaptasi
secara normal, dimana rentang respon cukup luas bagi setiap orang dan
setiap tingkat adaptasi seseorang selalu berubah. Hal tersebut dikarenakan pengaruh oleh
mekanisme koping yang dimiliki orang tersebut.
Roy menggunakan mekanisme koping untuk menjelaskan proses kontrol seseorang sebagai adaptif
sistim, beberapa mekanisme koping diwariskan dari genetik seperti sel darah putih sebagi sistim
pertahanan tubuh dan yang lain berasal dari pelajaran seperti penggunaan antiseptik. Roy
memperkenalkan konsep ilmu keperawatan yang unik yaitu mekanisme kontrol yang terdiri dari
Regulator dan Cognator yang merupakan sub sistim dari mekanisme koping.

Sub sistim regulator mempunyai komponen input, proses internal dan output serta umpan balik.
Input stimulus bisa internal atau eksternal, transmiter regulator sistin adalah kimia, neural dan
endokrin, autonomik reflek adalah respon neural dalam brain stem dan spinal cord yang diteruskan
sebagai perilaku output dari regulator sub sistim. Contoh proses regulator adalah bila ada stimulus
yang berbahaya dari luar diterima dan dikirim melalui syaraf optik ke pusat otak dan pusat otonomi
otak maka efek dari saraf simpatik adalah peningkatan tekanan darah dan meningkatnya denyut
jantung.

Sub sistim cognator berhubungan dengan fungsi otak dalam memproses informasi, penilaian dan
emosi. Informasi berhubungan dengan proses internal dalam memilih atensi, mencatat dan memori
belajar berkorelasi dengan proses imitasi reinforcement dan insight, pemecahan masalah dan
pengambilan keputusan berhubungan dengan penilaian atau analisa, sedangkan emosi adalah
proses pertahanan untuk mencari keringanan, mempergunakan penilaian dan kasih sayang.

Empat fungsi mode yang dikembangkan oleh Roy terdiri dari :


Mode fungsi fisiologis meliputi
Oksigenasi menjelaskan pola penggunaan O2 sehubungan dengan respirasi dan sirkulasi
Nutrisi menjelaskan pola-pola nutrient (zat gizi) yang digunakan untuk memperbaiki sel tubuh dan
perkembangan
Eleminasi menjelaskan pola-pola eliminasi BAB dan BAK
Integritas kulit menjelaskan pola-pola fungsi fisiologis kulit
Indra sensori menjelaskan fungsi sensori perceptual sehubungan dengan informasi pengelihatan,
pendengaran, pengecapan, perabaan dan penciuman
Cairan dan elektrolit menjelaskan pola-pola fisiologis cairan dan elektrolit
Fungsi neurologis menjelaskan pola-pola neural kontrol, pengaturan dan intelektual
Fungsi endokrin menjelaskan pola-pola kontrol dan pengaturan termasuk respon stres dan sistim
endokrin.

Mode konsep diri


Mode konsep diri mengenali pola-pola nilai, kepercayaan, dan emosi sehubungan dengan ide-ide
pribadi. Perhatian ini diberikan kepada fisik personal dan moral etik pribadi

Mode fungsi peran


Mode fungsi peran mengenali pola-pola interaksi sosial seseorang dalam hubunganya dengan orang
lain yang dicerminkan oleh peran primer, sekunder dan tersier. Fokusnya pada peran identitas dan
peran keunggulan

Mode Interdependen
Mode ini mengenali pola-pola manusia tentang nilai kasih sayang, cinta kasih dan ketegasan dimana
proses ini melalui hubungan interpersonal pada tingkat perorangan atau kelompok

2. Tujuan keperawatan
Tujuan keperawatan menurut Roy adalah untuk meningkatkan respon adaptasi dalam hubunganya
dengan empat mode adaptif. Respon adaptif mempunyai pengaruh positif tehadap kesehatan.
Perubahan internal dan eksternal, stimulus, status koping seseorang adalah elemen lain yang
bermakna dalam proses adaptasi, tingkat adaptasi seseorang ditentukan oleh fokal, contextual dan
residual stimuli.

Fokal stimuli adalah stimulus yang langsung berhadapan dengan seseorang yang mempunyai
pengaruh kuat pada seseorang, contextual stimuli adalah semua stimulus yang dialami seseorang
baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi situasi yang dapat diukur, diobservasi dan
secara subyektif dilaporkan. Residual stimuli adalah ciri tambahan yang ada dan relevan dengan
situasi yang ada tetapi sukar untuk diobservasi.

3. Konsep Sehat
Sebelumnya Roy mendefinisikan sehat sebagai rangkaian kesatuan dari paling sehat sampai
kematian tetapi kemudian direvisi sebagai suatu keadaan dan proses terintegrasi didalam tubuh
seseorang secara keseluruhan. Integritas seseorang diekspresikan melalui kemampuan memenuhi
tujuan untuk kelangsungan kehidupan, perkembangan, reproduksi, dan keunggulan. Perawat
menggunakan konsep model adaptasi Roy tentang konsep sehat sebagai tujuan mengetahui perilaku
seseorang.

4. Konsep Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai semua kondisi, keadaan, dan pengaruh sekitar yang mempengaruhi
perkembangan perilaku seseorang atau kelompok. Stimulus lingkungan internal dan eksternal
merupakan area studi keperawatan.

5. Kegiatan keperawatan
Model adaptasi Roy memberikan petunjuk untuk perawat dalam mengembangkan proses
keperawatan. Elemen dalam proses keperawatan menurut Roy meliputi pengkajian tahap pertama
dan kedua, diagnosa, tujuan, intervensi, dan evaluasi, langkah-langkah tersebut sama dengan proses
keperawatan secara umum.

Pada pengkajian tahap pertama mengumpulkan data perilaku output seseorang sebagai sistim
adaptasi dihubungkan dengan empat adaptif mode yaitu fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran
dan interdependen. Pengkajian tahap pertama berkenaan dengan pengkajian perilaku.

Pengkajian tahap kedua setelah perawat menganalisa tema yang timbul pada pola perilaku klien
yang diperoleh pada pengkajian tahap pertama untuk mengidentifikasi respon tidak efektif atau atau
respon adaptif yang diperlukan untuk mendukung tindakan perawat. Fase pengkajian ini perawat
mengumpulkan data tentang fokal, kontextual dan residual stimuli yang mempengaruhi klien, terdiri
dari faktor genetik,seks, tahap perkembangan, obat-obatan, alkohol, rokok, konsepdiri, fungsi peran,
interdependen, pola interaksi sosial, mekanisme koping, stres fisik dan emosional, orentasi budaya,
agama dan lingkungan fsik.

Diagnosa keperawatan, Roy menjelaskan tiga metode untuk membuat diagnosa keperawatan.
Pertama menggunakan typologi diagnosa sesuai dengan adaptasi mode, kedua dengan
mengobservasi perilaku yang paling dipengaruhi oleh stimulus, ketiga adalah menyimpulkan perilaku
dari satu atau lebih adaptif mode berhubungan dengan stimulus yang sama.

Tujuan keperawatan adalah akhir perilaku yang diharapkan dapat dicapai oleh seseorang. Tujuan
jangka pendek adalah mengidentifikasi perilaku yang diharapkan klien setelah memanipulasi fokal,
kontextual dan residual stimuli keadaan perilaku klien yang mengindikasikan regulator atau cognator
klien, sedangkan tujuan jangka panjang dibuat untuk menggambarkan resolusi adaptasi terhadap
masalah dan tersedianya energi untuk mencapai tujuan yaitu kelangsungan hidup, perkembangan,
reproduksi dan keunggulan.

Implementasi keperawatan direncanakan dengan tujuan merubah atau memanipulasi fokal,


kontextual dan residual stimuli dan juga memperluas kemampuan koping seseorang pada zona
adaptasi sehinga total stimuli berkurang dan kemampuan adaptasi meningkat.

Evaluasi keperawatan model Roy didasarkan pada perilaku yang diharapkan dibandingkan perilaku
yang ditunjukkan seseorang apakah bergerak kearah pencapaian tujuan atau keluar dari tujuan yang
ditentukan.penilaian kembali tujuan dan intervensi dibuat berdasarkan hasil evaluasi

BAB III
APLIKASI TEORI

Studi kasus :
Ibu X, 50 tahun mengalami nyeri yang luar biasa di daerah punggung bawah yang menjalar sampai ke
tungkai sebelah kanannya. Nyeri ini sangat hebat pada saat melakukan kegiatan sehari-hari,
termasuk untuk berdiri dan duduk. Setelah dilakukan konsultasi dengan dokter, Ibu X dinyatakan
mengalami herniasi diskus intervertebra (HNP), dan dijadwalkan untuk dilakukan discectomi (operasi
pemotongan bagian diskus yang mengalami herniasi).
Pasca pembedahan setelah sadar dan dibawa ke ruang perawatan, Ibu X merasakan nyeri berkurang.
Meskipun tidak dibatasi pergerakannya, klien merasa takut bergerak dan melakukan kegiatan
kebersihan pribadi (personal hygiene). Klien takut berjalan, merasa takut dan cemas akan
keadaannya pasca pembedahan.

Sebelum masuk RS kebiasaan Ibu X melakukan aktifitas 12 jam perhari, makan tidak terlalu
mempermasalahkan kandungan gizi atau pembatasan yang penting makan tidak pernah
menggunakan terlalu banyak minyak goreng dan tidak terlalu suka yang manis. Pola tidur 8 jam di
waktu malam dan 1-1,5 jam di waktu siang. Olah raga bermain tenis dan jalan pagi setiap hari Ahad.

Hasil pemeriksaan didapatkan data TD 120/90mmHg, nadi 100x/menit, respirasi 32x/menit dan suhu
37,5oc, wajah menampakkan ekspresi cemas.

Ibu X adalah wanita yang memiliki usaha menjual baju dan perlengkapan wanita disebuah toko
miliknya. Ia mengaku memiliki banyak pelanggan yang terbiasa melihatnya menjadi orang yang
berbusana serasi dengan koleksi jualannya. Ia bertanya mengenai kemungkinan adanya kelumpuhan
pada dirinya setelah dilakukan operasi, dan mengungkapkan kekhawatiran mengenai perubahan
penampilan (punggung menjadi bungkuk, jalan menjadi timpang) yang akan mempengaruhi persepsi
pelanggannya yang kelak akan berakibat pada kegiatan penjualan tokonya.

Asuhan keperawatan berdasarkan aplikasi teori Roy


1. Pengkajian tahap pertama
Pengkajian tahap pertama adalah mengumpulkan data perilaku output Ibu X sebagai sistim adaptasi
dihubungkan dengan 4 mode adaptif fungsi fisiologis, konsep diri, peran dan interdependen.

Pada pengkajian tahap pertama pada Ibu X didapatkan data :


Mode fisiologis
Mode
Konsep diri
Mode
Fungsi peran
Mode
Interdependen
S: Menyatakan gerakan- nya terbatas
O: klien nampak ragu-ragu bergerak dan banyak diam di kursi atau bed

S: cemas akan terjadi perubahan penampilan


O: Tampak cemas

- Takut terjadi kecacatan

- Rendah diri terhadap penampilanya


Tidak berd penampilanya

2.Pengkajian tahap ke dua


Setelah mengidentifikasi respon tidak efektif dan respon adaptif selanjutnya melakukan pengkajian
tahap kedua yang meliputi fokal, kontextual dan residual stimuli.
Pengkajian tahap dua pada Ibu X didapatkan data :
Mode
Behavior
Fokal
Contextual
Residual
Istirahat dan aktifitas

Tidur sering terbangun dan keterbatasan beraktifitas

Kekurangan istirahat tidur dapat menyebabkan kelelahan dan menghambat proses recovery
sedangkan keterbatasan aktifitas dapat menyebabkan ketergantungan ADL
Rasa nyeri dapat mengaktivasi RAS yang menghambat proses tidur sedangkan post op discectomi
membutuhkan sedikit pengaturan aktifitas
Self Konsep
Phisical self

Personal self
Penurunan konsep diri body image takut terjadi kecacatan

Rendah diri tehadap penampilannya


Ketakutan terhadap gagalnya pengembalian fungsi normal dari kaki

Takut ke-beradaannya menjadi beban orang lain

Fungsi peran
Peran primer

Peran tersier

Kehilangan hoby bermain tenis setiap minggu

Banyaknya biaya yang dikeluarkan untuk berobat


Interdepen- dence
Keterbatasan kebebasan di rumah sakit
Kesepian, terbatasnya interaksi dengan keluarga dan kolega
Adanya jadwal berkunjung dari rumah sakit

3. Diagnosa keperawatan
Sesuai dengan metode pembuatan diagnose keperawatan yang dikembangkan oleh Roy melalui tiga
cara yaitu menggunakan tipologi berdasarkan adaptasi mode, mengobservasi perilaku yang paling
dipengaruhi oleh stimulus dan menyimpulkan dari perilaku dari satu atau lebih adaptif mode dengan
stimulus yang sama maka disusunlah diagnosa sbb:
Gangguan istirahat dan aktifitas berhubungan dengan keterbatasan gerak
Kecemasan dan ketakutan berhubungan dengan :
- Penurunan konsep diri body image dan harga diri

4. Intervensi
Tgl
Problem aktual/resiko
Hasil yang diharapkan
Tindakan keperawatan

Gangguan istirahat dan aktifitas berhubungan dengan nyeri dan keterbatasan gerak
- Klien dapat tidur 8 jam perhari tanpa gangguan
- Dengan keterbatasan aktifitasnya klien dapat menggunakan kemampuan yang dimiliki secara
maksimal untuk memenuhi kebutuhan ADL nya
- Kondisikan lingkungan yang nyaman bagi klien-Lakukan mobilisasi sesuai dengan program
perawatan
- Ajarkan klien untuk melakukan mobilisasi secara mandiri
- Latih klien sesuai kemampuan untuk melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan ADLnya sesuai dengan kemampuan

Cemas dan ketakutan berhubungan dengan :


- penurunan konsep diri body image dan harga diri
Klien mampu mengungkapkan cemas dan ketakutanya dan mau mendiskusikan untuk mencari
alternatif pemecahan
- Bina hubungan saling percaya dan yakinkan kehadiran perawat adah untuk membantu
memecahkan permasalahan klien
- Kuatkan koping klien dengan aspek adaptif yang dimiliki
- Jelaskan operasi discectomi tidak akan menimbulkan kecacatan bila dilakukan perawatan dengan
benar
- Rencanakan kehadiran keluarga untuk menemani klien

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Konsep Teori
Model yang dikembangkan Roy dapat diaplikasikan diberbagai tatanan pelayanan RS pada klien
dengan penyakit akut maupun kronis, dari klien dengan permasalahan fisiologis dan psikologis,
sesuai dengan karakteristik teori oleh George (1995) bahwa teori harus dapat diaplikasikan untuk
mengatasi masalah klien dari yang sederhana sampai yang komplek.

Pada intervensi, model adaptasi Roy dapat menghindarkan terjadinya duplikasi pembuatan
perencanaan tindakan dan lebih terarah karena penetapan masalah berdasarkan berbagai respon
yang sama walaupun berasal dari berbagai sistim mode.

B. Aplikasi teori
Pendekatan adaptasi model dirasa lebih sesuai atau lebih mudah dikerjakan pada klien dengan
gangguan medikal bedah seperti discectomi dan pasca pembedahan karena observasi terhadap
respon klien baik yang adaptif maupun yang tidak efektif dapat dilakukan dengan lebih teliti dan
dalam waktu yang cukup.
Aplikasi model asuhan pada contoh kasus agak sulit untuk dilakukan karena selama ini kurangnya
pengalaman dalam aplikasi model asuhan dari Roy, akan tetapi setelah mencoba untuk
mengaplikasikan pada contoh kasus sangat membantu untuk merumuskan diagnosa dan intervensi,
pada perumusan diagnosa kita dapat melakukan dengan berbagai macam pendekatan. Hal ini karena
Roy menawarkan berbagai alternatif yang memudahkan sesuai kasus. Pada intervensi dapat
dihindarkan terjadinya duplikasi rencana tindakan karena rencana tindakan dapat dipadukan dari
berbagai sumber pengkajian yang sangat lengkap sehingga rencana dapat dibuat ringkas, terarah
dan menjangkau cakupan yang luas dari permasalahan klien.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Elemen Teori adaptasi model dari Roy tetap berada pada kerangka teori keperawatan yang terdiri
dari konsep manusia (person), konsep sehat, keperawatan dan arah kegiatan keperawatan serta
lingkungan yang saling berhubungan yang mempunyai perbedaan dengan teori keperawatan yang
lain pada aplikasi pemberian asuhan pada klien
2. Agar dapat melakukan pengkajian dengan lengkap dan terarah perawat yang mengaplikasikan
teori Roy perlu untuk latihan dan mencoba secara terus menerus karena letak kesulitan aplikasi teori
adalah untuk pengelompokan data yang berasal dari mode adaptasi dan data fokal, kontextual dan
residual stimuli yang mempengaruhi klien
3. Teori adaptasi model Roy dapat diaplikasikan pada semua tatanan pelayanan keperawan dengan
berbagai kondisi klien dengan mudah, ringkas dan menjangkau cakupan yang luas dari permasalahan
klien.

B. Saran
1. Hendaknya perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien mencoba
mengaplikasikan salah satu teori keperawatan terutama aplikasi teori yang masuk Grand Theory.
2. Untuk mengaplikasikan teori adaptasi model dari Roy perawat perlu latihan untuk melakukan
ketrampilan pengkajian karena pengkajian adaptasi model Roy ada dua tingkatan.
3. bagi mahasiswa keperawatan untuk mendapatkan keterampilan aplikasi sesuai teori keperawatan,
hendaknya muali dikenalkan sejak awal praktik klinik

DAFTAR PUSTAKA

Pearson A., Vaughan B. (1986). Nursing Model For Practice. Bedford Square London, William
Heinemann Medical Books

Fitzpatrick , J.J, Wall, A.I.(1989). Conceptual models of Nursing: Analysis And Application (2nd
ed),California : Appleton & Lange

George J.(1995), Nursing Theories: The Base Professional Nursing Practice (4th ed), California :
Appleton & Lange.

Mariner, A.(1998).Nursing Theorists And Their Works. (4th ed) Philadelphia: Lippincott: Raven
Publishe
PENERAPAN MODEL KEPERAWATAN ADAPTASI ROY DALAM
PENURUNAN TINGKAT STRESS PADA PASIEN CA CERVIKS

Christy Arum 08:28

PENERAPAN MODEL KEPERAWATAN ADAPTASI ROY DALAM PENURUNAN TINGKAT STRESS PADA
PASIEN CA CERVIKS DI YAYASAN KANKER INDONESIA WILAYAH SURABAYA DAERAH MULYOREJO

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Stress merupakan respon tubuh yang bersifat tidak spesifik terhadap setiap tuntutan atau

beban atasnya (Han Selye, 1950). Pandangan stress sebagai stimulus menyatakan bahwa stress

sebagai suatu stimulus yang menuntut dimana semakin tinggi berat tekanan yang dialami seseorang

maka semakin besar pola stress yang dialami. CA Cerviks merupakan sumbber stress yang

disebabkan karena gangguan fungsi organ tubuh yang menimbulkan konflik yang terjadi diantara

keinginan dan kenyataan yang berbeda, dalam hal ini adalah berbagai permasalahan yang terjadi

tidak sesuai dengan dirinya dan tidak mampu diatasi pada akhirnya dapat menimbulkan stress.

Berdasarkan data yang ada setiap tahun sekitar 500.000 perempuan di Indonesia di

diagnosis terinfeksi CA Cerviks. Dari jumlah tersebut 270.000 penderita meninggal dunia (wakil

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia, Titik Kuntari MPH). penderita CA Cerviks

mengalami stress yang meliputu rasa takut, cemas, putus asa, marah serta depresi. Perasaan timbul

pada diri penderita CA Cerviks akan berdampak negatif, karena kondisi psikologis berpengaruh baik
secara langsung maupun tidak langsung pada fungsi fisik dan mental. Hal ini terjadi dalam keadaan

stress berat badan akan mengeluarkan hormon-hormon kewaspadaan dalam jumlah besar,

diantaranya adrenalin. Keberadaan adrenalin menyebabkan tubuh dalam keadaan siaga penuh

dengan tekanan darah meningkat, jantung memompa darah lebih kuat dan sel-sel tubuh dalam

keadaan siaga serta mengalami ketegangan yang dapat mempengaruhi kondisi fisik. Dalam sebuah

pernyataan disebutkan bahwa penyakit sebenarnya disebabkan oleh fikiran-fikiran negative yang

berasal dari diri sendiri, seperti kekhawatiran berlebihan, tekanan batin karena kehilangan sesuatu

dalam dirinya (Hendranata, 2007 : 114). Hal ini juga dikuatkan oleh pernyataan kusuma bahwa

energy negative berkepanjangan akan merusak sehingga tubuh bioplastik kekurangan energy

akibatnya badan lemah dan berbagai keluhan timbul mulai dari flu biasa hingga kanker ganas

(Hendranata, 2007 : 19). Dari pernyataan-pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa jika tingkat

stress dari pasien CA Cerviks tidak segera diatasi akan semakin memperparah keadaan dan

meningkatkan jumlah korban yang disebabkan karena tekanan dari dalam diri sendiri.

Seperti dalam pembahasan sebelumnya tentang stress disebutkan bahwa stress adalah

suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang

(Handoko, 1997 : 200). Stress yang terlalu berlebih akan mengancam kemampuan seseorang untuk

menghadapi lingkungan. Pengertian dari tingkat stress adalah muncul dari kondisi-kondisi suatu

masalah yang timbul tidak diinginkan oleh individu dalam mencapai suatu kesempatan, batasan-

batasan atau permintaan-permintaan dimana semuanya itu berhubungan dengan keinginan dan

dimana hasilnya diterima sebagai suatu yang tidak pasti tapi penting (Robins, 2001 : 265-567).

Munculnya stress baik yang disebabkan oleh suatu yang menyenangkan atau tidak menyenangkan

akan memberikan akibat tertentu pada seseorang.

Dalam penelitian ini saya akan mengaplikasikan model keperawatan adaptasi Roy dalam

penurunan tingkat stress pada pasien CA Cerviks. Karena adaptasi merupakan suatu proses yang

menyertai individu dalam berespon terhadap perubahan yang ada di lingkungan dan dapat
mempengaruhi keutuhan tubuh baik secara fisiologis maupun psikologis yang akan menghasilkan

perilaku adaptif. Sehingga dalam pengaplikasian adaptasi Roy diharapakan dapat menekan atau

menurunkan tingkat stress pada pasien CA Cerviks yang kemudian dapat membantu proses

penyembuhan dan perbaikan koping dari individu.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Pertanyaan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat diasumsikan permasalahan

bahwa dalam penurunan tingkat stress pada pasien CA Cerviks dengan menerapkan adaptasi Roy.

Sehingga dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut “Adakah pengaruh penerapan model

keperawatan adaptasi Roy dalam penurunan tingkat stress pada pasien Ca Cerviks di Yayasan Kanker

Indonesia Wilayah Surabaya Daerah Mulyorejo ”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Menilai penerapan model keperawatan adapatasi Roy dalam penurunan tingkat stress pada pasien

CA Cerviks

1.3.2 Tujuan Khusus

1.      Mengidentifikasi atau menilai tingkat stress pada pasien CA Cerviks sebelum penerapan model

keperawatan adapatasi Roy

2.      Mengidentifikasi atau menilai tingkat stress pada pasien CA Cerviks sesudah penerapan model

keperawatan adaptasi Roy


3.      Membandingkan tingkat stress pada pasien CA Cerviks sebelum dan sesudah penerapan model

keperawatan adaptasi Roy

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai kerangka dalam mengembangkan ilmu konsep

dasar keperawatan yang berhubungan dengan stress-adaptasi.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Bagi Peneliti

Meningkatkan atau mengembangkan pengalaman dalam melakukan penelitian khususnya ilmu

konsep dasar keperawatan yang telah diterima untuk diberikan kepada keluarga yang ibunya

menderita Ca Cerviks.

1.4.2.2 Bagi Tempat Pelayanan Kesehatan

Sebagai bahan masukan untuk lebih meningkatkan kegiatan pendidikan kesehatan pada keluarga

dan meningkatkan asuhan keperawatan pada wanita yang menderita Ca Cerviks.

1.4.2.3 Bagi Keluarga

Menambah pengetahuan keluarga dalam mengenal masalah-masalah Ca Cerviks, mampu mengatasi

kecemasannya, merawat ibu dengan baik, dan keluarga mampu mengambil keputusan dalam

menghadapi penyakit Ca Cerviks yang telah dihadapi.

1.4.2.4 Bagi Profesi


Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan

terutama asuhan keperawatan pada penderita Ca Cerviks yang menjalani kemoterapi di Ruang

Rawat dan dapat dipakai sebagai pengembangan pembuatan protap dalam melakukan perawatan

secara psikologis pada penderita dan keluarga.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Model Keperawatan Adaptasi Roy

2.1.1 Pengertian Model Keperawatan Adaptasi Roy

Model keperawatan adaptasi Roy adalah model keperawatan yang bertujuan membantu seseorang

untuk beradaptasi terhadap perubahan kebutuhan fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan

hubungan interdependensi selama sehat sakit (Marriner-Tomery, 1994). Teori adaptasi Callista Roy

memandang klien sebagai suatu system adaptasi. Model adaptasi Roy menguraikan bahwa

bagaimana individu mampu meningkatkan kesehatannya dengan cara memepertahankan perilaku

secara adaptif karena menurut Roy, manusia adalah makhluk holistic yang memiliki sistem adaptif

yang selalu beradaptasi.

2.1.2 Asumsi Dasar Model Adaptasi Roy

1. Manusia adalah keseluruhan dari biopsikologi dan sosial yang terus-menerus berinteraksi dengan

lingkungan.

2. Manusia menggunakan mekanisme pertahanan untuk mengatasi perubahan-perubahan

biopsikososial.
3. Setiap orang memahami bagaimana individu mempunyai batas kemampuan untuk beradaptasi. Pada

dasarnya manusia memberikan respon terhadap semua rangsangan baik positif maupun negatif.

4. Kemampuan adaptasi manusia berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, jika seseorang dapat

menyesuaikan diri dengan perubahan maka ia mempunyai kemampuan untuk menghadapi

rangsangan baik positif maupun negatif.

5. Sehat dan sakit merupakan adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari dari kehidupan manusia.

2.1.3 Komponen System dalam Model Adaptasi Roy

System adalah suatu kesatuan yang di hubungkan karena fungsinya sebagai kesatuan untuk

beberapa tujuan dan adanya saling ketergantungan dari setiap bagian-bagiannya. System dalam

model adaptasi Roy sebagai berikut ( Roy, 1991 ) :

1.       Input

Roy mengidentifikasi bahwa input sebagai stimulus, merupakan kesatuan informasi, bahan-bahan

atau energi dari lingkungan yang dapat menimbulkan respon, dimana dibagi dalam tiga tingkatan

yaitu stimulus fokal, kontekstual dan stimulus residual.

a.         Stimulus fokal yaitu stimulus yang langsung berhadapan dengan seseorang, efeknya segera,

misalnya infeksi .

b.        Stimulus kontekstual yaitu semua stimulus lain yang dialami seseorang baik internal maupun

eksternal yang mempengaruhi situasi dan dapat diobservasi, diukur dan secara subyektif dilaporkan.

Rangsangan ini muncul secara bersamaan dimana dapat menimbulkan respon negatif pada stimulus

fokal seperti anemia, isolasi sosial.

c.         Stimulus residual yaitu ciri-ciri tambahan yang ada dan relevan dengan situasi yang ada tetapi sukar

untuk diobservasi meliputi kepercayan, sikap, sifat individu berkembang sesuai pengalaman yang
lalu, hal ini memberi proses belajar untuk toleransi. Misalnya pengalaman nyeri pada pinggang ada

yang toleransi tetapi ada yang tidak.

2.       Kontrol

Proses kontrol seseorang menurut Roy adalah bentuk mekanisme koping yang di gunakan.

Mekanisme kontrol ini dibagi atas regulator dan kognator yang merupakan subsistem.

a.       Subsistem regulator.

Subsistem regulator mempunyai komponen-komponen : input-proses dan output. Input stimulus

berupa internal atau eksternal. Transmiter regulator sistem adalah kimia, neural atau endokrin.

Refleks otonom adalah respon neural dan brain sistem dan spinal cord yang diteruskan sebagai

perilaku output dari regulator sistem. Banyak proses fisiologis yang dapat dinilai sebagai perilaku

regulator subsistem.

b.      Subsistem kognator.

Stimulus untuk subsistem kognator dapat eksternal maupun internal. Perilaku output dari regulator

subsistem dapat menjadi stimulus umpan balik untuk kognator subsistem. Kognator kontrol proses

berhubungan dengan fungsi otak dalam memproses informasi, penilaian dan emosi. Persepsi atau

proses informasi berhubungan dengan proses internal dalam memilih atensi, mencatat dan

mengingat. Belajar berkorelasi dengan proses imitasi, reinforcement (penguatan) dan insight

(pengertian yang mendalam). Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan adalah proses

internal yang berhubungan dengan penilaian atau analisa. Emosi adalah proses pertahanan untuk

mencari keringanan, mempergunakan penilaian dan kasih sayang.

3.       Output

Output dari suatu sistem adalah perilaku yang dapt di amati, diukur atau secara subyektif dapat

dilaporkan baik berasal dari dalam maupun dari luar . Perilaku ini merupakan umpan balik untuk
sistem. Roy mengkategorikan output sistem sebagai respon yang adaptif atau respon yang tidak mal-

adaptif. Respon yang adaptif dapat meningkatkan integritas seseorang yang secara keseluruhan

dapat terlihat bila seseorang tersebut mampu melaksanakan tujuan yang berkenaan dengan

kelangsungan hidup, perkembangan, reproduksi dan keunggulan. Sedangkan respon yang mal

adaptif perilaku yang tidak mendukung tujuan ini.

2.1.4 Konsep Keperawatan dengan Model Adaptasi Roy

Callista Roy mengemukakan konsep keperawatan dengan model adaptasi yang memiliki beberapa

pandangan atau keyakinan serta nilai yang dimilikinya diantaranya:

1.       Manusia sebagai makhluk biologi, psikologi dan social yang selalu berinteraksi dengan

lingkungannya.

2.       Untuk mencapai suatu homeostatis atau terintegrasi, seseorang harus beradaptasi sesuai dengan

perubahan yang terjadi.

3.       Terdapat tiga tingkatan adaptasi pada manusia yang dikemukakan oleh roy, diantaranya:

a.       Focal stimulasi yaitu stimulus yang langsung beradaptasi dengan seseorang dan akan mempunyai

pengaruh kuat terhadap seseorang individu.

b.      Kontekstual stimulus, merupakan stimulus lain yang dialami seseorang, dan baik stimulus internal

maupun eksternal, yang dapat mempengaruhi, kemudian dapat dilakukan observasi, diukur secara

subjektif.

c.       Residual stimulus, merupakan stimulus lain yang merupakan cirri tambahan yang ada atau sesuai

dengan situasi dalam proses penyesuaian dengan lingkungan yang sukar dilakukan observasi.

4.       System adaptasi memiliki empat mode adaptasi diantaranya:


a.       Fungsi fisiologis, komponen system adaptasi ini yang adaptasi fisiologis diantaranya oksigenasi,

nutrisi, eliminasi, aktivitas dan istirahat, integritas kulit, indera, cairan dan elektrolit, fungsi

neurologis dan fungsi endokrin.

b.      Konsep diri yang mempunyai pengertian bagaimana seseorang mengenal pola-pola interaksi social

dalam berhubungan dengan orang lain. Konsep diri adalah seluruh keyakinan dan perasaan yang

dianut individu dalam satu waktu berbentuk : persepsi, partisipasi, terhadap reaksi orang lain dan

tingkah laku langsung. Termasuk pandangan terhadap fisiknya (body image dan sensasi diri)

Kepribadian yang menghasilkan konsistensi diri, ideal diri, atau harapan diri, moral dan etika pribadi.

c.       Fungsi peran merupakan proses penyesuaian yang berhubungan dengan bagaimana peran

seseorang dalam mengenal pola-pola interaksi social dalam berhubungan dengan orang lain.

d.      Interdependent merupakan kemampuan seseorang mengenal pola-pola tentang kasih sayang, cinta

yang dilakukan melalui hubungan secara interpersonal pada tingkat individu maupun kelompok. Di

dalam model ini termasuk bagaimana cara memelihara integritas fisik dengan pemeliharaan dan

pengaruh belajar. Interdependensi yaitu keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian

dalam menerima sesuatu untuk dirinya.

Ketergantungan ditunjukkan dengan kemampuan untuk afiliasi dengan orang lain. Kemandirian

ditunjukkan oleh kemampuan berinisiatif untuk melakukan tindakan bagi dirinya. Interdependensi

dapat dilihat dari keseimbangan antara dua nilai ekstrim, yaitu memberi dan menerima.

5.       Dalam proses penyesuaian diri individu harus meningkatkan energi agar mampu melaksanakan

tujuan untuk kelangsungan kehidupan, perkembangan, reproduksi dan keunggulan sehingga proses

ini memiliki tujuan meningkatkan respon adaptasi.

2.1.5 Proses Keperawatan Model Adaptasi Roy


Elemen dalam proses keperawatan menurut Roy meliputi pengkajian tahap pertama dan kedua,

diagnosa, tujuan, intervensi, dan evaluasi, langkah-langkah tersebut sama dengan proses

keperawatan secara umum.

a.       Pengkajian

Roy merekomendasikan pengkajian dibagi menjadi dua bagian, yaitu pengkajian tahap I dan

pengkajian tahap II. Pengkajian pertama meliputi pengumpulan data tentang perilaku klien sebagai

suatu system adaptif berhubungan dengan masing-masing mode adaptasi: fisiologis, konsep diri,

fungsi peran dan ketergantungan. Oleh karena itu pengkajian pertama diartikan sebagai pengkajian

perilaku,yaitu pengkajian klien terhadap masing-masing mode adaptasi secara sistematik dan

holistic. Setelah pengkajian pertama, perawat menganalisa pola perubahan perilaku klien tentang

ketidakefektifan respon atau respon adaptif yang memerlukan dukungan perawat. Jika ditemukan

ketidakefektifan respon (mal-adaptif), perawat melaksanakan pengkajian tahap kedua. Pada tahap

ini, perawat mengumpulkan data tentang stimulus fokal, kontekstual dan residual yang berdampak

terhadap klien. Menurut Martinez, factor yang mempengaruhi respon adaptif meliputi: genetic; jenis

kelamin, tahap perkembangan, obat-obatan, alcohol, merokok, konsep diri, fungsi peran,

ketergantungan, pola interaksi social; mekanisme koping dan gaya, strea fisik dan emosi; budaya;dan

lingkungan fisik

b.      Perumusan diagnosa keperawatan

Roy mendefinisikan 3 metode untuk menyusun diagnosa keperawatan:

1)      Menggunakan tipologi diagnosa yang dikembangkan oleh Roy dan berhubungan dengan 4 mode

adaptif . dalam mengaplikasikan diagnosa ini, diagnosa pada kasus Tn. Smith adalah “hypoxia”.

2)      Menggunakan diagnosa dengan pernyataan/mengobservasi dari perilaku yang tampak dan

berpengaruh tehadap stimulusnya. Dengan menggunakan metode diagnosa ini maka diagnosanya
adalah “nyeri dada disebabkan oleh kekurangan oksigen pada otot jantung berhubungan dengan

cuaca lingkungan yang panas”.

3)      Menyimpulkan perilaku dari satu atau lebih adaptif mode berhubungan dengan stimulus yang sama,

yaitu berhubungan Misalnya jika seorang petani mengalami nyeri dada, dimana ia bekerja di luar

pada cuaca yang panas. Pada kasus ini, diagnosa yang sesuai adalah “kegagalan peran berhubungan

dengan keterbatasan fisik (myocardial) untuk bekerja di cuaca yang panas”.

c.       Intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan adalah suatu perencanaan dengan tujuan merubah ataumemanipulasi

stimulus fokal, kontekstual, dan residual. Pelaksanaannya juga ditujukan kepada kemampuan klien

dalam koping secara luas, supaya stimulus secara keseluruhan dapat terjadi pada klien, sehinga total

stimuli berkurang dan kemampuan adaptasi meningkat. Tujuan intervensi keperawatan adalah

pencapaian kondisi yang optimal, dengan menggunakan koping yang konstruktif. Tujuan jangka

panjang harus dapat menggambarkan penyelesaian masalah adaptif dan ketersediaan energi untuk

memenuhi kebutuhan tersebut (mempertahankan, pertumbuhan, reproduksi). Tujuan jangka

pendek mengidentifikasi harapan perilaku klien setelah manipulasi stimulus fokal, kontekstual dan

residual.

d.      Implementasi

Implementasi keperawatan direncanakan dengan tujuan merubah atau memanipulasi fokal,

kontextual dan residual stimuli dan juga memperluas kemampuan koping seseorang pada zona

adaptasi sehinga total stimuli berkurang dan kemampuan adaptasi meningkat.

e.      Evaluasi
Penilaian terakhir dari proses keperawatan berdasarkan tujuan keperawatan yang ditetapkan.

Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku dari kriteria

hasil yang ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi pada individu.

2.2 Stress

2.2.1        Pengertian

Menurut spielberger ( Handoyo 2001 ) menyebutkan stress adalah tuntutan-tuntutan

eksternal yang mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus

yang berbahaya. Stres juga dapat diartikan sebagai tekanan. Sedangkan ( keliat, BA, 2006 ) stress

adalah realita kehidupan yang setiap hari tidak dapat dihindari. Stres kerja hanya dapat terjadi

dilingkungan kerja, pengertian stress dengan stress kerja sebenarnya hamper sama, hanya ruang

lingkup untuk pengertian stress jauh lebih luas karena bias terjadi dan disebabkan oleh lingkungan

kerja maupun diluar lingkungan kerja.

2.2.2 Penyebab

Menurut monintja.2005 membagi penyebab stress berdasarkan sifatnya, yaitu :

1.      Penyebab stress yang bersifat fisik

Arwater ( 2005 ) menyebut stress yang disebabkan oleh sumber fisik ini sebagai stress biologis dapat

mempengaruhi daya tahan tubuh dan emosi misalnya penyakit leokimia.

2.      Penyebab stress yang bersifat psikososial

Merupakan kejadian penimbul stress yang berasal dari kondisi lingkungan HT. terjadi 4 macam

penyebab stresyang bersifat psikososial yaitu :

a.       Teknan, merupakan pengalaman yang menekan, berasal dari dalam diri, luar atau dari keduanya.

b.      Frustasi, merupakan emosi yang timbul akibat terhambatnya / tidak terpuaskannya tujuan atau

keinginan individu.

c.       Konflik, merupakan kondisi yang ditandai dengan adanya dua atau lebih bertentangan, sehingga

pemenuhan suatu pilihan akan menghalangi tercapainya pilihan yang lain.


d.      Krisis, yaitu keadaan yang mendesak, yang menimbulkan stress pada individu, misalnya kematian

yang disayangi, kecelakaan dan penyakit yang harus dihadapi.

3.      Penyebab stress yang bersifat psikologik

Secara psikologik merupakan permaknaan diri dan lingkungan. Pikiran dapat menginterpretasi dan

menterjemahkan pengalaman perubahan dan menentukan kapan menekan timbul panic, bagaimana

kita member makna / label pada pengalaman dan antisipasi kedepan bias membuat kita relex /

stress.

2.2.3        Gejala-gejala stress

Ada tiga gejala stress yang dapat dideteksi dengan mudah, yaitu :

a.       Gejala fisiologik, antara lain :

Denyut jantung berdenyut cepat, banyak berkeringat (terutama keringat dingin), pernafasan

terganggu, otot terasa tegang, sering ingin buang air kecil, sulit tidur dan gangguan lambung.

b.      Gejala psikologik, antara lain :

Cemas, sering merasa binung, sulit berkonsentrasi dan sulit mengambil keputusan, perasaan

kwalahan ( exhausted ).

c.       Gejala psikososial, antara lain :

Berbicara cepat sekali, menggigit kuku, menggoyang-goyangkan kaki, gemetar dan berubah nafsu

makan.

2.2.4        Dampak akibat stress

Dampak dari stress dibedakan menjadi tiga kategori :

a.       Dampak fisiologik

Secara umum orang yang mengatasai stress akan mengalami gangguan fisik seperti : Mudah masuk

angin, mudah panic, kejang otot, mengalami kegemukan / menjadi kurus, juga dapat menderita

penyakit yang lebih serius seperti cardiovaskuler, hipertensi, secara rinci diklasifikasikan sbg berikut :

1.      Gangguan organ tubuh

         Muscle myopati


         Tekanan darah naik

         System pencernaan

2.      Gangguan pada system reproduksi

         Amenorhea

         Kegagalan ovulasi pada wanita, impoten pada pria, kurangnya produksi semen pada pria.

         Kehilangan gairah sex pada pria

3.      Gangguan pada system pernafasan : Asthenia, bronkitis

4.      Gangguan lainnya,seperti : pening ( migraine ), tegangan otot dan rasa bosan

b.      Dampak psikologis

1.      Keletihan emosi, jenuh, penghayatan ini merupakan tanda pertama punya peran sental bagi

terjadinya “ brunt out “

2.      Terjadinya “ depersonalisasi ” dalam keadaan stress berkepanjangan seiring dengan kewalahan atau

kelebihan emosi kita dapat melihat ada kecenderungan yang bersangkutan memperlakukan orang

lain sebagai “sesuatu” ketimbang “seseorang”

3.      Pencapaian pribadi yang bersangkutan menurun sehingga berakibat pada menurunnya rasa

kompeten dan rasa sukses

c.       Dampak perilaku

1.      Manakala stress menjadi distress prestasi belajar menurun dan sering menjadi tingkah laku yang

tidak diterima oleh masyarakat.

2.      Level stress yang cukup tinggi berdampak negative pada kemampuan mengingat informasi,

mengambil keputusan, dan mengambil langkah yang tepat.

2.2.5 Klasifikasi stress

Menurut monintja, 2005 menggolongkan stress menjadi 2 golongan, berdasarkan persepsi

individu terhadap stress yang dialami :

a.       Stres berat


Situasi ini dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa tahun. Selye menyebutkan

distress merupakan stress yang merusak. Stress dirasakan sebagian suatu keadaan dalam individu

mengalami rasa cemas, ketakutan, kekhawatiran / gelisah sehingga individumengalami keadaan

psikologis yang maladaptive, menyakitkan dan timbul keadaan untuk menghindarinya.

b.      Stres ringan

Situasi ini biasanya berlangsung beberapa menit / jam. Hanson ( dalam menintja, 2005 )

mengemukakan frase joy of stress untuk mengungkapkan hal-hal yang bersifat adaktif yang timbul

dari adanya stress. Stress ringan dapat meningkatkan kesiagaan mental, kewaspadaan, kognisi dan

performansi individu. Stress ringan juga meringankan motivasi individu untuk menciptakan sesuatu,

misalnya menciptakan karyavseni.

2.2.6   Tahapan stress

Gejala –gejala stress pada diri seseorang sering tidak sadari karena perjalan tahapan stress

timbul secara lambat. Dan baru dirasakan bilamana tahapan gajala sudah lanjut dan menggangu

fungsi kehidupan sehari-hari baik dirumah. Ditempat kerja ataupun lingkungan sosialnya. Dr.robert

J.Van Amberg ( 2006 ) dalam penelitiannya membagi tahapan-tahapan stress sebagai berikut :

a.       Stress tahap I

Tahapan ini merupakan tahapan stress paling ringan dan biasanya disretai dengan perasaan-

perasaan sebagaiberikut :

         Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting)

         Penglihatan “ tajam ” tidak seperti biasanya

         Merasa mampu menyelesaikan pekerjaannya lebih dari biasanya, namun tanpa didasari cadangan

energi dihabiskan (all out) disertai rasa gugup yang berlebihan

         Merasa senang dengan pekerjaannya itu dan semakin bertambah semangat, namun tidak disadari

cadangan energinya semakin menipis.

b.      Stress tahap II


Dalam tahap ini dampak stress yang semula “menyenangkan” sebagaimana yang diuraikan pada

tahap I mulai menghilang, dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energy

tidak lagi cukup sepanjang hari karena tidak cukup waktu untuk istirahat. Keluhan-keluhan yang

sering dikemukakan oleh seorang yang berada pada stress tahap II adalah sebagai berikut :

         Merasa lebih sewaktu bangun pagi, yang seharusnya merasa segar

         Sering mengeluh lambung / perut tidak nyaman

         Detak jantung lebih keras dari biasanya

         Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang

         Tidak bias santai

c.       Stress tahap III

Bila seseorang itu tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan-keluhan

sebagaimana diuraikan pada stress tahap II diatas, maka yang bersangkutan akan menunjukkan

keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu yaitu :

         Gangguan usus dan lambung semakin nyata, misalkan “maag” ( gastritis ), buang air besar tidak

teratur (diare)

         Ketegangan otot-otot semakin terasa

         Perasaan ketidak tenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat

         Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar masuk fase tidur (early insomnia),atau terbangun

ditengah malam dan sukar kembali tidur (middle insomnia), atau terbangun terlalu pagi / dini hari

dan tidak dapat kembali tidur (late insomnia)

         Koordinasi tubuh terganggu (badan seolah mau pingsan), pada tahap ini orang harus berkonsultasi

pada dokter untuk memperoleh terapi atau bias saja beban stress hendaknya dikurangi dan tubuh

memperoleh kesempatan untuk beristirahat guna menambah suplai energi yang mengalami deficit.

d.      Stress tahap IV

Tidak jarang seseorang pada waktu memeriksakan diri ke dokter sehubungan dengan keluhan –

keluhan stress tahap III diatas, oleh dokter dinyatakan tidak sakit karena tidak ditemukan kelainan-
kelainan fisik pada organ tubuhnya. Bila hal ini terjadi yang bersangkutan memaksakan diri untuk

bekerja tanpa mengenal istirahat, maka gejala stress tahap IV akan muncul :

         Untuk berthan sepanjang hari saja sudah terasa amat sulit

         Aktifitas yang awalnya menyenangkan dan mudah diselesaikan menjadi membosankan dan terasa

lebih sulit

         Yang semula tanggap akan situasi menjadi kehilangan untuk merespon secara memadai

         Ketidak mampuan untuk melakukan kegiatan rutinitas sehari-hari

         Gangguan pola tidur disretai dengan mimpi-mimpi yang menegangkan

         Seringkali menolak ajakan (Negatifism) karena tidak semangat

         Daya konsentrasi dan daya ingat menurun

         Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya.

e.       Stress tahap V

Bila keadaan berlanjut, maka seseorang tersebut akan terjatuh dalam stress tahap V yang ditandai

dengan hal-hal berikut :

         Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam

         Ketidak mampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan dan sederhana

         Gangguan system pencernaan

         Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang semakin meningkat, mudah bingung dan panik

f.       Stress tahap VI

Tahapan ini merupakan klimaks seseorang megalami serangan panic (panic attack) dan perasaan

takut mati, tidak jarang orang yang mengalami stress tahap VI ini berulangkali dibawa ke UGD

bahkan ke ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan fisik organ

tubuh. Gambaran stress pada tahap VI ini adalah sebagai berikut :

         Debaran jantung teramat keras

         Susah bernafas ( sesak)

         Sekujur badan terasa gemetar, dingin, kringat dingin


         Ketidak adaan tenaga untuk hal-hal yang ringan

         Pingsan atau koleps

Bila dikaji maka keluhan / gejala-gejala sebagaimana digambarkan diatas lebih didominasi oleh

keluhan-keluhan fisik yang disebabkan oleh gangguan fisiologis organ tubuh sebagai akibat stressor

psikososial yang melebihi kemampuan seseorang untuk mengatasinya.

2.2.7   Strategi menangani stress

Strategi pencegahan untuk mencegah seseorang yang mengalami stress, setidaknya ada tiga lapis :

a.       Lapis pertama ( primary prevention )

Dengan cara mengubah cara kita melakukan sesuatu. Untuk keperluan ini kita perlu memiliki skills

yang relevan. Masalnya : skills mengatur waktu, skill menyalurkan, skill mendelegasikan, skill

mengorganisasikan, menata dsb.

b.      Lapis kedua ( secondary prevevtion )

Strateginya kita menyiapkan diri menghadapi stressor dengan cara exercise, diet, rekreasi, istirahat,

medikasi dsb.

c.       Lapis ketiga ( tertiory prevention )

Strateginya kita menangani dampak stress yang terlanjur ada, kalau diperlukan meminta bantuan

jaringan supportive ataupun bantuan professional.

2.3 Ca Cerviks

2.3.1   Definisi Ca Cerviks

2.4 Mekanisme Koping

2.4.1 Definisi Mekanisme Koping

Usaha individu untuk mengatasi keadaan yang menekan, menantang atau mengancam, serta

menimbulkan emosi-emosi yang tidak menyenangkan disebut tingkah laku koping (Lazarus, 2005).
Menurut Sarafiono, 2006 koping merupakan suatu proses dimana individu mencoba untuk

mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan, (baik tuntutan yang berasal dari individu

maupun tuntutan yang berasal dari lingkungan) dengan sumber daya yang mereka gunakan untuk

menghadapi stress.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa tingkah laku koping merupakan suatu proses

respon individu yang berbentuk tingkah laku koping dan melibatkan proses kognitif yang dilakukan

untuk memenuhi tuntutan eksternal dan internal dimana tujuannya adalah mengatasi, mengurangi,

atau menghilangkan situasi yang menekankan dan melebihi sumber daya yang dimiliki.

2.4.2 Proses Terjadinya Mekanisme Koping

Pada dasarnya manusia melakukan perilaku koping dengan tujuan untuk keluar dari situasi yang

tidak menyenangkan. Tingkah laku ini timbul dalam sejumlah tahap, pertama kita menilai sumber

stress yang dihadapi serta sumber-sumber yang kita miliki untuk mengatasinya, kemudian bertindak

(Potter & McKenzie, 2007). Yang terpenting dari munculnya perilaku koping adalah penilaian dan

intrepretasi individu terhadap situasi yang dianggap sebagai masalah. Jadi yang ditekankan pada

awal proses koping adalah penilaian atau intrpretasi individu. Penilaian terhadap suatu situasi tidak

dapat digeneralisasikan pada semua individu. Setiap individu mempunyai respon yang bereda

terhadap sumber stress (termasuk sumber stress yang sama).

Setelah memberikan penilaian, kemudian individu mempertimbangkan alternatif-alternatif

penyelesaian masalah terhadap reaksinya terhadap stress atau masalah tersebut. Pada tahap ini

terjadi juga apa yang disebut dengan perbedaan individual, dimana reaksi dan pemilihan strategi

atau mekanisme koping dipengaruhi oleh factor-faktor stress. Beberapa tokoh mengatakan bahwa

individu tidak hanya menggunakan satu saja melainkan beberapa strategi yang dinilai tepat dan

sesuai dengan dirinya sendiri (Cooper & Payne, 2005).


Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi dua (Stuart & Sundeen,

2006) yaitu :

1.      Mekanisme Koping Adaptif

Mekanisme koping yang mndukung integrasi, pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan.

Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan maslah secara efektif, teknik

relaksasi, latihan seimbang dan aktivitas konstruktif.

2.      Mekanisme Koping Maladaptif

Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan lingkungan,

menurunkan otonomi dan cenderung menguasai. Kategorinya adalah makan berlebihan atau tidak

makan, bekerja berlebihan atau menghindar.

2.4.3   Jenis Strategi Koping

Koping dapat dikaji melalui beberapa aspek, salah satunya adalah aspek psikososial (Lazarus dan

Folkman, 2005) yaitu :

1.      Reaksi Orientasi Tugas

Berorientasi terhadap tindakan untuk memenuhi tuntutan dari situasi stress secara realities, dapat

berupa konstruktif atau destruktif, misalnya :

a.       Perilaku menarik diri digunakan untuk menghilangkan sumber-sumber ancaman baik fisik maupun

psikologis

b.      Perilaku kompromi digunakan untuk merubah cara melakukan, merubah tujuan atau memuaskan

aspek kebutuhan pribadi seseorang


2.      Mekanisme pertahanan ego, yang sering disebut sebagai mekanisme pertahanan mental. Adapun

mekanisme pertahanan ego adalah sebagai berikut :

a.       Penyangkalan (Denial)

Menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan mengingkari realitas terssebut. Mekanisme

pertahanan ini adalah paling sederhana dan primitive.

b.      Identifikasi (Identification)

Proses dimana seseorang untuk menjadi seseorang yang ia kagumi berupaya dengan mengambil

atau menirukan fikiran-fikiran, perilaku dan selera orang tersebut.

c.       Intelektualisasi (Intelectualization)

Penggunaan logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari pengalaman yang mengganggu

perasaannya.

d.      Isolasi

Pemisahan unsure emosional dari suatu fikiran yang mengganggu dapat bersifat sementara atau

berjangka lama.

e.       Proyeksi

Pengalihan buah fikiran atau impuls pada diri sendiri kepada orang lain terutama keinginan,

perasaan emosional dan motivasi yang tidak dapat ditoleransi.

f.       Rasionalisasi

Menggunakan penjelasan yang tampak logis dan dapat diterima masyarakat untuk menghalalkan

atau membenarkan impuls, perasaan, perilaku dan motif yang tidak dapat diterima.

g.      Reaksi Formasi


Pengembangan sikap dan pola perilaku yang ia sadari, yang bertentangan dengan apa yang

sebenarnya ia rasakan atau ingin lakukan.

h.      Regresi

Kemunduran akibat stress terhadap perilaku dan merupakan cirri khas dari suatu taraf

perkembangan yang lebih dini.

i.        Represi

Pengesampingan secara tidak sadar tentang fikiran, impalas atau ingatan yang menyakitkan atau

bertentangan, dari kesadran seseorang merupakan pertahanan ego yang primer dan cenderung

diperkuat oleh mekanisme lain.

j.        Supresi

Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan tetapi sebenarnya merupakan

analog represi yang disadari, pengesampingan yang disengaja tentang suatu bahan dari kesadaran

seseorang, kadang-kadang dapat mengarah pada represi yang berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai