Disusun Oleh:
Nama :Tabita Walih Candra Sari,S.Farm.,Apt
NIP :198804212019022004
A. Latar Belakang
Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan
kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Puskesmas sebagai
ujung tombak institusi pelayanan kesehatan dilapangan dituntut untuk
dapat menyusun perencanaan dengan baik berdasarkan prioritas
masalah dengan berdasarkan potensi dan sumber daya yang dimiliki.
Puskesmas merupakan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
yang bertanggung jawab atas kesehatan masyarakat di wilayah
kerjanya pada satu atau bagian wilayah kecamatan. Dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat dinyatakan bahwa Puskesmas berfungsi
menyelenggarakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya
Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat pertama.
Pelayanan Kefarmasian merupakan pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan
farmasi untuk mencapai hasil yang pasti dan meningkatkan kualitas
hidup pasien. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74
tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas,
Pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu
kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan
Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) dan kegiatan
pelayanan farmasi klinik. Agar pelaksanaan pelayanan kefarmasian
dapat dilakukan dengan baik, maka harus didukung oleh sarana,
prasarana, dan sumber daya manusia.
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai
Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Apoteker
harus memahami dan menyadari pentingnya pelayanan farmasi klinik
di tempat kerjanyayang mecakup kemungkinan terjadinya kesalahan
pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan dan
mengidentifikasi, mencegah, serta mengatasi masalah terkait Obat
(drug related problems), masalah farmakoekonomi, farmasi sosial dan
pentingnya melakukan pelayanan informasi obat dan pelayanan
konseling. Maka dari itu, Apoteker harus menjalankan praktik sesuai
standar pelayanan. Apoteker juga harus mampu berkomunikasi
dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk
mendukung penggunaan Obat yang rasional. Dalam melakukan
praktik tersebut, Apoteker juga dituntut untuk melakukan monitoring
penggunaan Obat, melakukan evaluasi serta mendokumentasikan
segala aktivitas kegiatannya. Untuk melaksanakan semua kegiatan
itu, diperlukan Standar Pelayanan Kefarmasian (Anonim, 2016).
Pelayanan Prima adalah suatu pola pelayanan terbaik dalam
manajemen modern yang mengutamakan kepedulian terhadap
pelanggan. dalam memberikan pelyanan kepada pelanggan minimal
harus ada tiga pokok yaitu: peduli pada pelanggan, melayani dengan
tindakan terbaik dan memuaskan pelanggan dengan berorientasi
pada standar layanan tertentu. keberhasilan program pelayanan prima
bergantung pada penyelarasan kemampuan, sikap, penampilan,
perhatian, tindakan, dan tanggungjawab dalam pelaksanaannya.
Tenaga kesehatan termasuk tenaga kefarmasian harus bertanggung
jawab, memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian, dan
kewenangan yang secara terus menerus harus ditingkatkan mutunya,
salah satunya melalui pelatihan.
Puskesmas sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan
kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Dalam
melaksanakan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, Apoteker perlu
meningkatkan mutu pelayanan baik mencakup pengetahuan teoritis
maupun keterampilan teknis. Dibutuhkan media yang dapat
membantu Apoteker dalam proses pembelajaran berkelanjutan. Media
tersebut hendaknya dapat dengan mudah diakses, terkini dan bersifat
interaktif sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan
melibatkan Apoteker pelaksana pelayanan kefarmasian secara aktif.
Pendidikan dan pelatihan adalah suatu proses atau upaya
peningkatan pengetahuan dan pemahaman di bidang kefarmasian
atau bidang yang berjkaitan dengan kefarmasian secara
kesinambungan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampiln dan
kemampuan di bidang kefarmasian. Pendidikan dan pelatihan
merupakan kegiatan pengembangan sumber daya manusia ruang
farmasi untuk meningkatkan potensi dan produktifitasnya secara
optimal, serta melakukan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga
farmasi untuk mendapatkan wawasan dan pengetahuan di farmasi
puskesmas.
Etiket atau label obat (penendaan obat) adalah penandaan
yang diberikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan (Rumah Sakit,
Puskesmas, Klinik, atau Praktik Dokter) yang baisanya ditempel
didepan obat atau alat kesehatanyang berguna untuk memberikan
informasi penggunaan kepada para pemakai obat atau alat kesehatan
tersebut. Etiket berdasarkan fungsunya terdiri dari 2 yaitu etiket putih
(etiket yang digunakan untuk obat dikonsumsi melalui pencernaan)
dan etiket biru (etiket yang digunakan untuk obat yang tidak
digunakan melalui saluran perncernaan).
Etiket merupakan hal yang sederhanya namun fungsinya
sangatlah penting. Etikrt mrmiliki fungsi sangat vital sebagai sumber
informasi bagi pasien dalam penggunaan obat. Pasien mempunyai
karakter dan kemampuan untuk mengigat yang berbeda. Jika pada
kondisi dimana pasien tidak memiliki kemampuan yang bagus dalam
pemahaman atau ingatan tentang cara penggunaan obat yang
disampaikan oleh apoteker / farmasis maka informasi dapat diperoleh
dari etiket. Jadi penting sekali etiket ditulis lengkap dan penuh inovasi
agar pasien dapat dengan mudah untuk memahami. Untuk itu etiket
sangat penting menjadi perhatian petugas farmasi supaya dapat
menuliskan etiket yang lengkap demi menghindari
terjadinya medication error.
Dalam
B. Tujuan
a. Tujuan umum :
1. Mempersiapkan sumber daya manusia Farmasi untuk dapat
melaksanakan di waktu mendatang
2. Menghasilkan Apoteker yang dapat menampilkan potensi dan
produktifitasnya secara optimal dibidang kefarmasian.
b. Tujuan Khusus :
1. Meningkatkan pemahaman tentang pelayanan kefarmasian di
Puskesmas
2. Memahami tentang pelayanan farmasi klinik dan pemberdayaan
masyarakat
3. Meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan kemampuan di
bidang kefarmasian.
4. Memudahkan pasien dalam memahami penggunaan obat atau
aturan minum obat dengan adanya etiket obat.
C. Hasil yang Diharapkan
Dengan adanya inovasi dalam pelayanan pemberian obat,
dengan penandaan pada etiket obat diharapkan bahwa setiap pasien
dapat dengan mudah memahami cara penggunaan obat, sehingga
mengurangi resiko kesalahan cara penggunaan obat atau mengurangi
medication error.
D. Sasaran
Sasaran dari kegiatan ini adalah peningkatan mutu pelayanan
pasien yang bertujuan untuk pasien savety.
BAB II
PELAKSANAAN KEGIATAN
C. Sumber Dana
Dalam kegiatan pembuatan etiket ini tidak memerlukan dana,
kami membuat etiket dengan cara mendisain etiket dengan
menggunakan exel yang selanjutnya kita cetak atau prin dengan
menggunakan printer puskesmas.
A. Kesimpulan
Rencana tindak lanjut dari kegiatan pelatihan pelayanan
kefarmasian ini dilaksanakan di UPTD Puskesmas Bangsri II
Kabupaten Jepara. Rencana tindak lanjut ini dilaksanakan off kampus
dilaksanakan pada tanggal 31 Agustus 2020 hingga 10 September
2020. Kegiatan rencana tindak lanjut ini melaksanakan satu kegiatan
yaitu membuat etiket obat dengan penandaan menggunaan warna
untuk memudahkan pasien mengenal obat dan cara penggunaannya.
Etiket dengan penandaan warna kuning ini ada tiga macam yaitu
dengan aturan minum 3 x 1 tablet, aturan minum yang bisa digunakan
untuk 2x 1 tablet atau 1x1 tablet, dan etiket untuk sediaan sirup. Etiket
kuning ini digunakan untuk obat – obat yang diminum setelah makan.