Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners (Ns)
DISUSUN OLEH:
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS
NIM : 2019086026031
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Karya Ilmiah Akhir Ners yang saya
tulis ini merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan
tulisan atas pemilikan orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat
dibuktikan bahwa keseluruhan Karya Ilmiah Akhir Ners ini merupakan hasil
karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggung jawabkan sekaligus
bersedia menerima sanksi perbuatan tidak terpuji tersebut.
Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tanpa ada paksaan.
Suhaini Sudding
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
Oleh:
SUHAINI SUDDING
Nim: 2019086026031
Dosen Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh :
SUHAINI SUDDING
Nim: 2019086026031
LULUS
TIM PENGUJI
Mengetahui,
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah banyak melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya yang tak terhingga membuat penulis mampu menyelesaikan
penyusunan karya ilmiah akhir ners (KIAN) yang berjudul “Analisis Praktik
iv
Klinik Keperawatan Pada Pasien Post Appendiktomi Yang Diberikan Teknik
Relaksasi Nafas Dalam Untuk Mengurangi Nyeri Di Ruang Bedah Wanita RSUD
Jayapura”. Karya Ilmiah Akhir Ners ini diajukan guna menyelesaikan pendidikan
profesi ners. Dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir Ners ini, penulis banyak
mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu pada
kesempatan yang baik ini menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Apolo Safanpo, ST., M.T selaku Rektor Universitas Cenderawasih.
2. dr. Trajanus L. Jembise, Sp.B selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Cenderawasih Jayapura dan Para pembantu Dekan.
3. Juliawati, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.An selaku Ketua Program Studi
Profesi Ners.
4. Fransisca B. Batticaca, S.Pd., Ns., M.Kep., Sp.Kep.Kom selaku Ketua
Program Studi Ilmu Keperawatan.
5. Bapak dr. Alosius Giay, M.Kes selaku Direktur Rumah Sakit Umum
Daerah Jayapura Papua yang telah memberikan ijin praktik kepada penulis
6. Kepala Ruangan Bedah Wanita yang telah banyak membantu dalam
praktik penulis selama ini.
7. Ibu Ns. Angela Librianty Thome S.Kep., M.Kep Selaku Pembimbing I
yang telah banyak memberikan masukan dan saran serta meluangkan
waktu dalam bimbingan Karya Ilmiah Akhir Ners ini.
8. Bapak Ns. Ramadhan Trybahari Sugiharno, S.Kep.,M.Kep selaku
Pembimbing II yang telah banyak memberikan masukan dan saran demi
kesempurnaan Karya Ilmiah Akhir Ners ini.
9. Seluruh Dosen dan Staf pengajar dan pembimbing pada Program Studi
Ilmu Keperawatan yang telah banyak membantu dan membimbing selama
menempuh pendidikan di Universitas Cenderawasih.
10. Spesial untuk kedua orang tua saya, suami (Rusdawal) dan anak-anakku
(Dhani, Difa, dan Fitrah) yang telah sangat luar biasa memberikan moral
dan material serta motivasi selama menempuh pendidikan ini hingga
selesai menjadi Ners.
11. Kepada teman-teman seperjuangan profesi ners angkatan 2019, terima
kasih untuk kekompakan semuanya dan telah banyak memberikan
v
masukan dan bantuan berharga dalam penyelesaian Karya Ilmiah Akhir
Ners ini.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan semuanya dan memberikan karunia yang
berlimpah. Penulis menyadari bahwa KIAN ini masih banyak kekurangan,
memohon untuk mendapatkan masukan dan saran yang membangun.Semoga
karya ilmiah akhir ners ini bermanfaat dalam memberikan informasi di bidang
kesehatan terutama bidang keperawatan.
Penulis
vi
Suhaini Sudding¹, Angela Librianty Thome², Ramadhan Trybahari Sugiharno³
ABSTRAK
Appendisitis merupakan proses peradangan akut maupun kronis yang terjadi pada
appendiks vermiformis oleh karena adanya sumbatan yang terjadi pada lumen
appendiks. Risiko perkembangan appendisitis bisa seumur hidup sehingga
diperlukan tindakan pembedahan. Appendiktomi merupakan pengobatan melalui
prosedur tindakan operasi hanya untuk penyakit appendisitis atau
penyingkiran/pengangkatan usus buntu yang terinfeksi. Salah satu akibat dari
pembedahan klien akan merasakan nyeri. Nyeri pada klien harus segera ditangani.
Tujuan: mengetahui tindakan relaksasi nafas dalam untuk menurunkan nyeri klien
post appendiktomi. Hasil: Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam nyeri klien
berkurang paska pemberian relaksasi nafas dalam yang rutin pada klien yang
merasakan nyeri. Masalah keperawatan lain pada klien appendiktomi Ny. N yaitu
hambatan mobilitas fisik, kerusakan integritas kulit dan resiko infeksi.
Kesimpulan: Relaksasi nafas dalam pada klien post appendiktomi untuk
menurunkan nyeri efektif apabila dilakukan secara benar.
vii
ABSTRACT
DAFTAR ISI
viii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………….... iv
KATA PENGANTAR …………………………………………………… v
ABSTRAK ……………………………………………………………….. vii
ABSTRACT ……………………………………………………………… viii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………... ix
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….. xi
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………….. xiii
DAFTAR SINGKATAN ………………………………………………… xiv
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………… 1
1.1. Latar Belakang 1
………………………………………………………..
1.2. Tujuan Penulisan 3
………………………………………………………
1.3. Manfaat Penulisan 3
……………………………………………………..
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………... 4
2.1. Konsep Penyakit Apendisitis ………………………………………… 4
2.2. Konsep Dasar Masalah Keperawatan ………………………………… 12
2.3. Asuhan Keperawatan Pasien Pos Apendiktomi ……………………… 14
2.4. Kerangka Konsep …………………………………………………….. 22
BAB III TINJAUAN KASUS …………………………………………... 23
3.1. Pengkajian ……………………………………………………………. 23
3.2. Analisa Data ………………………………………………………….. 31
3.3. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul ……………………………….. 33
3.4. Rencana Keperawatan………………………………………………… 34
3.5. Catatan Perkembangan ……………………………………………….. 38
BAB IV PEMBAHASAN ……………………………………………….. 45
4.1. Analisa Kasus Terkait Teori ………………………………………….. 45
4.2. Analisa Kasus Berdasarkan Masalah Keperawatan Resiko Infeksi …. 46
4.3. Alternatif Berdasarkan Evidence Based Practice ……………………. 47
4.4. Alternatif Pemecahan Masalah ………………………………………. 49
BAB V PENUTUP ………………………………………………………. 50
5.1. Kesimpulan …………………………………………………………... 50
5.2. Saran ………………………………………………………………….. 50
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
DAFTAR GAMBAR
Judul Hal
Gambar 2.1. Pathways Appendiktomi 7
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Asuhan Keperawatan Appendiktomi 22
x
DAFTAR TABEL
Judul Hal
Tabel 3.1. Kebutuhan Bio-psiko-sosio-kultural Spiritual 25
Tabel 3.2. Pengkajian Head To Toe 28
Tabel 3.3. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium 30
Tabel 3.4. Analisa Data 31
Tabel 3.5. Rencana Asuhan Keperawatan (Intevensi Keperawatan) 34
Tabel 3.6. Catatan Perkembangan (Implementasi dan Evaluasi) 38
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
DAFTAR SINGKATAN
xiii
gr : gram
KU : Keadaan Umum
MCH : Mean Corpuscular Hemoglobin
MCHC : Mean Corpuscular Hemoglobin Consenteration
MCV :Mean Corpuscular Volume
MPV : Mean Platelet Volume
mg : milligram
mmHg : milimeterhidroginon
ml : milliliter
NaCl : Natrium Clorida
NANDA : North American Nursing Diagnosis Association
NIC : Nursing Interventions Classification
NOC : Nursing Outcomes Classifisation
Ny : Nyonya
PH : Power of Hydrogen (derajat keasaman)
POKJA : Kelompok Kerja
P,Q,R,S,T : Provokatif/Paliatif, Quality, Region, Severity, Time
PPNI : Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat
PT : Prothrombin Time
RBC : Red Blood Cell (Sel Darah Merah)
RDW : Red Cell Distribution Width
RL : Ringer Laktat
RR : Respiratory Rate
RS : Rumah Sakit
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
SDKI : Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
SGOT : Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase
SGPT : Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
SMA : Sekolah Menengah Atas
SOAP : Subyektif, Obyektif, Asssesment, Planning
SOP : Standar Operasional Prosedur
TB : Tinggi Badan
TD : Tekanan Darah
Tn : Tuan
tts : tetes
TTV : Tanda Tanda Vital
WBC : White Blood Cell (Sel Darah Putih)
WHO : World Health Organization
WIT : Waktu Indonesia Timur
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Appendisitis merupakan proses peradangan akut maupun kronis yang
terjadi pada appendiks vermiformis oleh karena adanya sumbatan yang terjadi
pada lumen appendiks. Appendisitis merupakan penyakit yang menjadi
perhatian oleh karena angka kejadian appendisitis tinggi di setiap negara.
Risiko perkembangan appendisitis bisa seumur hidup sehingga memerlukan
tindakan pembedahan (Bhangu, 2017).
Angka kejadian penderita appendisitis pada umur 5-45 tahun dan
terbanyak di atas 28 tahun yang diperkirakan dengan prevalensi 233/100,000
orang. Penderita tertinggi pada pria sebesar 8,6% dan 6,7% pada wanita. Di
Amerika Serikat pada tahun 2019 diperkirakan sebanyak 300.000 orang
mengunjungi rumah sakit akibat appendisitis (WHO, 2019).
Survey di 15 provinsi di Indonesia dari data Kemenkes RI tahun 2018
menunjukan jumlah appendisitis yang dirawat di rumah sakit sebanyak 4.351
kasus. Jumlah ini meningkat drastis dibandingkan dengan tahun 2017
sebelumnya, yaitu sebanyak 3.236 orang dengan case fatality rate (CFR)
3,61%. Kementerian Kesehatan menganggap appendisitis merupakan isu
prioritas kesehatan di tingkat lokal dan nasional karena mempunyai dampak
besar pada kesehatan masyarakat (Kemenkes RI, 2018).
Kasus penderita appendisitis di RSUD Jayapura pada tahun 2018
sebanyak 88 orang dan tahun 2019 sebanyak 91 orang. Pada bulan September
hingga November 2020 sebanyak 20 orang kasus appendisitis. Diruang bedah
wanita sendiri appendisitis masuk dalam 10 besar penyakit dan menempati
urutan ke-4 pada bulan September 2020 (RSUD Jayapura, 2020).
Appendiktomi merupakan pengobatan melalui prosedur tindakan
operasi hanya untuk penyakit appendisitis atau penyingkiran/pengangkatan
usus buntu yang terinfeksi. Appendiktomi dilakukan sesegera mungkin untuk
menurunkan risiko perforasi lebih lanjut seperti peritonitis atau abses
(Pristahayuningtyas, 2016). Nyeri akut post operasi appendiktomi adalah
suatu reaksi yang kompleks pada jaringan yang terluka pada proses
1
pembedahan yang dapat menstimulasi hipersensitivitas pada sistem syaraf
pusat, nyeri ini hanya dapat dirasakan setelah adanya prosedur operasi.
Lokasi pembedahan mempunyai efek yang sangat penting yang hanya dapat
dirasakan oleh klien yang mengalami nyeri post appendiktomi (Potter, 2012).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di ruang bedah wanita RSUD
Jayapura dengan melakukan observasi dan wawancara pada dua orang klien
post appendiktomi diperoleh data bahwa klien selalu mengatakan sakit (nyeri)
dan tampak meringis kesakitan saat klien bergerak. Selain itu, saat klien juga
mengeluh nyeri saat dilakukan penggantian balutan dan selalu melindungi
daerah yang sakit saat akan dilakukan penggantian balutan. Saat akan
dilakukan penggantian balutan luka operasi, perawat ruangan tak jarang
mengalami kesulitan untuk menenangkan klien, perawat menganjurkan klien
untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam, perawat juga meminta klien
agar tetap tenang dan sabar.
Tindakan untuk mengatasi nyeri pada klien post appendiktomi
dilakukan dengan terapi famakologi dan non-farmakologi. Teknik relaksasi
sangat dibutuhkan bila efek dari obat yang diberikan berkurang dan
mengalami nyeri sebelum waktu minum obat, sehingga diperlukan teknik
relaksasi untuk mengurangi rasa nyeri (Waisani, 2020). Teknik relaksasi
merupakan salah satu tindakan keperawatan non-farmakologi yang bertujuan
untuk mengurangi nyeri dengan cara merelaksasikan ketegangan otot yang
dapat membuat klien mampu mengontrol diri saat rasa ketidaknyamanan atau
nyeri, stress fisik, dan emosi pada nyeri muncul (Potter & Perry, 2012).
Penelitian yang dilakukan Waisani (2020) mengungkapkan bahwa
teknik relaksasi dapat mengurangi intensitas nyeri, tanda-tanda vital dalam
rentang normal, ekspresi klien tampak tenang dan rileks yang ditemukan rata–
rata pada hari pertama dan hari kedua. Berdasarkan uraian latar belakang
diatas, penulis tertarik untuk mengambil judul tentang ”Analisis Praktik
Klinik Keperawatan Pada Pasien Post Appendiktomi Yang Diberikan Teknik
Relaksasi Nafas Dalam Untuk Mengurangi Nyeri Di Ruang Bedah Wanita
RSUD Jayapura.
2
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Untuk menggambarkan masalah nyeri akut yang terjadi pada kasus
post appendiktomi serta mengetahui efektivitas teknik relaksasi nafas
dalam terhadap tingkat nyeri klien post appendiktomi di Ruang Bedah
Wanita RSUD Jayapura.
1.2.2. Tujuan Khusus
a. Memperoleh gambaran kasus post appendiktomi.
b. Memperoleh gambaran masalah nyeri pada kasus klien post
appendiktomi.
c. Memperoleh gambaran tentang pengertian, keuntungan, dan kerugian
teknik relaksasi nafas dalam pada klien post appendiktomi.
d. Menggambarkan hasil penerapan evidence based practice teknik
relaksasi nafas dalam setelah operasi terkait nyeri pada klien post
appendiktomi.
1.3. Manfaat Penulisan
1.3.1. Manfaat Teoritis
Penulisan ini bermanfaat sebagai bahan pengembangan teknik relaksasi
nafas dalam pada klien untuk mengurangi nyeri post appendiktomi.
1.3.2. Manfaat Praktis
a. Bagi Mahasiswa Keperawatan Universitas Cenderawasih
Penulisan ini bermanfaat bagi mahasiswa Program Studi Ilmu
Keperawatan untuk memperoleh gambaran tentang asuhan keperawatan
yang diberikan pada klien post operasi termasuk post appendiktomi
dengan mengurangi rasa nyeri melalui teknik relaksasi.
b. Bagi Penulis
Penulisan ini bermanfaat bagi penulis untuk menambah
pengalaman dan pengetahuan, terutama dalam hal pemberian relaksasi
untuk mengurangi nyeri pada klien dengan post appendiktomi.
c. Bagi Institusi
Penulisan ini dapat menjadi tambahan referensi kepustakaan
dibagian ilmu kesehatan khususnya di bidang keperawatan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
appendisitis (90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi
disebabkan oleh hyperplasia jaringan lymphoid submukosa, 35% karena
stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya
sumbatan oleh parasit dan cacing.
2. Faktor bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada
appendisitis akut. Adanya fekolit dalam lumen appendiks yang telah
terinfeksi dapat memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi
peningkatan stagnasi feses dalam lumen appendiks, pada kultur yang
banyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragilis dan
E.coli, Splanchius, Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus,
sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob
sebesar 96% dan aerob lebih dari 10%.
3. Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter
dari organ, appendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik
dan letaknya yang mudah terjadi appendisitis. Hal ini juga dihubungkan
dengan kebiasaan makan dalam keluarga terutama dengan diet rendah
serat dapat memudahkan terjadinya fekalit dan menyebabkan obstruksi
lumen.
4. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan
sehari-hari. Bangsa kulit putih yang dulunya mempunyai resiko lebih
tinggi dari negara yang pola makannya banyak serat, namun saat
sekarang kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah mengubah
pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru negara
berkembang yang dulunya mengonsumsi tinggi serat kini beralih ke
pola makan rendah serat, kini memiliki risiko appendisitis yang lebih
tinggi.
2.1.3. Patofisiologi
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen
5
appendiks, penyumbatan tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak,
namun elastisitas dinding appendiks memiliki keterbatasan sehingga terjadi
peningkatan tekanan intralumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran
limfe yang menyebabkan edema,diaporesis bakteri dan ulserasi mukosa.
Pada saat inilah terjadi appendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri
epigastrium.Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat dan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang meluas dan mengenai peritoneum setempat akan
menyebabkan nyeri perut kanan bawah. Keadaan ini disebut appendisitis
supuratif akut. Bila aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding
appendiks yang diikuti dengan gangren, stadium ini disebut appendisitis
gangrenosa. Bila dinding appendiks yang rapuh tersebut pecah maka akan
terjadi appendisitis perforasi. Tindakan yang dilakukan adalah dengan
pembedahan, salah satunya adalahappendiktomi.
6
4. Konstipasi, ansietas
5. Kerusakan integritas jaringan kulit
6. Resiko infeksi
7. Defisit pengetahuan
2.1.6. Pathway Appendiktomi
7
Sumber: Mansjoer (2010)
2.1.7. Konsep Nyeri
Nyeri merupakan ketidaknyamanan sensori dan pengalaman
emosional berkaitan dengan jaringan yang rusak secara potensial dan
aktual atau dipersepsikan dalam bentuk kerusakan. Nyeri adalah perasaan
yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional ditandai dengan
jaringan rusak baik secara aktual atau potensial yang diartikan kerusakan
tersebut (Demir, 2012).
Nyeri setelah pembedahan merupakan hal yang biasa terjadi,
yang perlu diwaspadai jika nyeri disertai dengan komplikasi setelah
pembedahan seperti luka jahitan yang tidak menutup, infeksi pada luka
operasi, dan gejala lain yang berhubungan dengan jenis pembedahan
(Potter & Perry, 2012).
2.1.8. Klasifikasi nyeri
Menurut smeltzer dan Bare (2012), terdapat dua tipe nyeri:
1. Nyeri akut.
Nyeri ini bersifat mendadak, durasi singkat, biasanya
berhubungan dengan kecemasan. Orang biasa meresponnya dengan
cara fisiologis yaitu diaforesis, peningkatan denyut jantung,
peningkatan pernafasan, peningkatan tekanan darah dan dengan
perilaku. Nyeri akut merupakan mekanisme yang berlangsung kurang
dari enam bulan, secara fisiologis terjadi perubahan denyut jantung,
frekuensi nafas, tekanan darah, aliran darah perifer, tekanan otot,
keringat pada telapak tangan dan perubahan pada ukuran pupil.
2. Nyeri Kronik.
Nyeri ini bersifat dalam, tumpul, diikuti dengan berbagai macam
gangguan. Terjadi lambat dan meningkat secara perlahan, dimulai
setelah detik pertama dan meningkat perlahan sampai beberapa detik
atau menit. Nyeri ini biasanya berhubungan dengan kerusakan jaringan
yang sifatnya terus menerus atau intermitten. Nyeri kronik merupakan
nyeri yang konsisten yang menetap sepanjang satu periode waktu dan
tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dan sering sulit untuk diobati
8
karena biasanya nyeri ini tidak mempunyai respon terhadap
pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri kronik ini sering
di definisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau
lebih.
2.1.9. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri Post Appendiktomi
Faktor–faktor yang mempengaruhi nyeri post appendiktomi
(Aulawi, 2014) adalah sebagai berikut:
1. Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri,
khususnya pada anak–anak dan lansia. Anak kecil mempunyai kesulitan
memahami nyeri dan prosedur yang sedang dilakukan perawat yang
menyebabkan nyeri.Anak–anak juga mengalami kesulitan secara
verbal dalam mengungkapkan dan mengekspresikan nyeri, sedangkan
klien yang berusia lanjut, memiliki resiko tinggi mengalami situasi
yang membuat mereka merasakan nyeri akibat adanya komplikasi
penyakit dan degeneratif.
2. Jenis kelamin
Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin
misalnya menganggap bahwa seorang anak laki–laki harus berani dan
tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis
dalam situasi yang sama, namun secara umum, pria dan wanita tidak
berbeda secara bermakna dalam berspon terhadap nyeri.
3. Kebudayaan
Beberapa kebudayaan yakin bahwa memperlihatkan nyeri
adalah sesuatu yang alamiah. Kebudayaan lain cenderung untuk melatih
perilaku yang tertutup (introveri).
4. Makna nyeri
Individu akan mempersepsikan berbeda–beda apabila nyeri
tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman dan
tantangan. Makanya nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara
seseorang berdaptasi dengan nyeri.
5. Perhatian
Tingkat seseorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri
dapat mempengaruhi persepsi nyeri.Perhatian yang meningkat
9
dihubungkan dengan nyeri yang meningkat sedangkan upaya
pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun.
6. Ansietas
Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri terapi nyeri
juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas.Apabila rasa cemas
tidak mendapat perhatian dapat menimbulkan suatu masalah
penatalaksanaan nyeri yang serius.
7. Keletihan
Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin dan
menurunkan kemampuan koping sehingga menimbulkan persepsi nyeri.
8. Pengalaman sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri sebelumnya
namun tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima
nyeri dengan lebih mudah di masa yang akan datang.
9. Gaya koping
Individu yang memiliki fokus kendali internal mempersepsikan
diri mereka sebagai individu yang dapat mengendalikan lingkungan
mereka dan hasil akhir suatu peristiwa seperti nyeri.
10. Dukungan keluarga dan sosial
Kehadiran orang–orang terdekat dan bagaimana sikap mereka
terhadap klien mempengaruhi respon nyeri. Klien dengan nyeri
memerlukan dukungan, bantuan dan perlindungan walaupun nyeri tetap
dirasakan namun kehadiran orang yang dicintai akan meminimalkan
kesepian dan ketakutan.
2.1.10. Konsep Relaksasi Nafas Dalam
Aktivitas keperawatan post operasi berfokus pada peningkatan
penyembuhan klien dan melakukan penyuluhan. Peran perawat yang
mendukung proses kesembuhan klien yaitu dengan memberikan
dorongan kepada klien untuk melakukan mobilisasi setelah operasi
(Potter & Perry, 2012). Perawat berperan besar dalam penanggulangan
nyeri secara non-farmakologi yakni melatih teknik relaksasi nafas dalam
yang merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan (Smeltzer & Bare,
2012).
10
1. Definisi Relaksasi Nafas Dalam
Salah satu penanganan nyeri non-farmakologi yaitu relaksasi
nafas dalam. Relaksasi nafas dalam adalah cara menghirup udara secara
dalam, nafas perlahan (inspirasi secara optimal) dan nafas dikeluarkan
secara perlahan (Smeltzer & Bare). Teknik ini berguna agar ventilasi
paru lebih maksimal dan oksigenasi darah yang optimal. Beberapa
penelitian telah menunjukkan nyeri post operasi menurun setelah
melakukan relaksasi nafas dalam secara efektif seperti penelitian
Yusrizal (2012) meneliti nyeri menurun setelah klien dilakukan
relaksasi nafas dalam pada klienpost appendiktomi di RSUD Dr. Zein.
Keuntungan teknik relaksasi nafas dalam antara lain dapat
dilakukan setiap saat,kapan saja,caranya sangat mudah dan dapat
dilakukan secara mandiri oleh klien tanpa media serta merilekskan otot-
otot yang tegang dan mengurangi nyeri, teknik ini tidak dapat dilakukan
pada klien yang mengalami gangguan pernafasan seperti sesak (Tomy,
2017).
2. Tujuan dan Manfaat
Smeltzer & Bare (2012) tujuan relaksasi nafas dalam yaitu untuk
mengontrol ventilasi paru dan efisien serta kerja nafas berkurang, inflasi
alveolar maksimal, relaksasi otot meningkat, ansietas berkurang,
frekuensi pernafasan menjadi lambat, udara yang terperangkap
berkurang serta kerja nafas berkurang.
Manfaat relaksasi pada klien post Appendiktomi, saat relakasasi
pernafasan klien menjadi lebih baik dan teratur serta konsentrasi
oksigen meningkat dalam tubuh yang membuat darah mengalir ke
jaringan yang rusak dapat terpenuhi. Otot–otot abdomen menjadi
berfungsi lebik baik. Saat relaksasi perhatian klien tidak pada nyeri post
operasi melainkan ke sensasi dari efek relaksasi tersebut (Smeltzer &
Bare, 2012).
3. Mekanisme Relaksasi Nafas Dalam
Smeltzer & Bare (2012) teknik ini bekerja dengan intensitas
nyeri diturunkan melalui metode: pertama, otot rangka direlaksasikan
11
yang merasakan spasme disebabkan oleh prostaglandin yang meningkat
maka terjadi pembuluh darah mengalami vasodilatasi dan aliran darah
menuju ke daerah yang mengalami tegang dan kekurangan oksigen.
Kedua, ini dipercaya dapat menstimulus tubuh untuk melepaskan opioid
endogen berupa hormon enkefalin dan endorpin. Pemberian teknik
relaksasi menjadi kebijakan setiap klien dilakukan suatu rumah sakit.
4. Prosedur teknik relaksasi nafas dalam
Langkah-langkah teknik relaksasi nafas dalam menurut Aulawi
(2014) adalah sebagai berikut :
a. Atur klien pada posisi yang nyaman.
b. Minta klien untuk menarik nafas melalui hidung secara perlahan dan
merasakan kembang kempisnya perut.
c. Minta klien untuk menahan nafas selama beberapa detik kemudian
keluarkan nafas secara perlahan melalui mulut.
d. Beritahukan klien bahwa pada saat mengeluarkan nafas, mulut pada
posisi mecucu.
e. Minta klien untuk mengeluarkan nafas sampai perut mengempis
f. Lakukan latihan nafas ini 2-4 kali.
Supaya relaksasi dapat dilakukan dengan efektif, maka
diperlukan partisipasi dan kerjasama individu. Teknik relaksasi
diajarkan hanya saat klien sedang tidak merasakan rasa tidak nyaman,
hal ini dikarenakan ketidakmampuan dalam berkonsentrasi membuat
latihan nafas menjadi tidak efektif.
12
menyenangkan dan sangat individual yang tidak dapat dibagi kepada orang
lain. Nyeri dapat memenuhi seluruh pikiran seseorang, mengatur aktivitasnya,
dan mengubah kehidupan orang tersebut.Stimulus nyeri dapat berupa
stimulus yang bersifat fisik atau mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi
pada jaringan aktual atau pada fungsi ego individu (Potter & Perry, 2012).
Bila klien mengeluh nyeri, maka hanya satu yang mereka inginkan
yaitu mengurangi rasa nyeri. Hal itu wajar, karena nyeri dapat menjadi
pengalaman yang kurang menyenangkan akibat pengelolaan nyeri yang tidak
adekuat. Teknik farmakologi adalah cara yang paling efektif
untukmenghilangkan nyeri terutama untuk nyeri yang sangat hebat
yangberlangsung selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari (Smeltzer and
Bare,2012).
Pemberian analgesik biasanya dilakukan untuk mengurangi nyeri.
Selain itu, untuk mengurangi nyeri umumnya dilakukan dengan memakai
obat tidur. Namun pemakaian yang berlebihan membawa efek samping
kecanduan, bila overdosis dapat membahayakan pemakainya (Pinandita
2012).
Teknik relaksasi sangat dibutuhkan bila efek dari obat yang diberikan
berkurang dan mengalami nyeri sebelum waktu minum obat, sehingga
diperlukan teknik relaksasi untuk mengurangi rasa nyeri. Beberapa penelitian,
telah menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri
pascaoperasi. Ini mungkin karena relatif kecilnya peran otot-otot skeletal
dalam nyeri pasca operatif atau kebutuhan klien untuk melakukan teknik
relaksasi tersebut agar efektif. Periode relaksasi yang teraturdapat membantu
untuk melawan keletihan dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri
kronis dan yang meningkatkan nyeri (Smeltzer and Bare 2012).
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan
stress, karena dapat mengubah persepsi kognitif dan motivasi afektif klien.
Teknik relaksasi nafas dalam membuat klien dapat mengontrol diri
ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri
(Potter & Perry 2012). Secara fisiologis, keadaan relaksasi ditandai dengan
penurunan kadar epinefrin dalam darah, menyebabkan penurunan ketegangan
13
otot, metabolisme menurun, vasodilatasi dan peningkatan temperatur pada
extremitas. Teknik relaksasi nafas dalam sangat efektif dilakukan pada klien
post appendiktomi (Chandra, 2013).
2.3. Asuhan Keperawatan Post Appendiktomi
2.3.1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian pada penderita post operasi (Haryono, 2012) adalah:
1. Jalan nafas dan pernafasan.
Agen anestesi tertentu menyebabkan depresi pernafasan.
Waspadai pernafasan dangkal, lambat, dan batuk lemah. Kaji patensi
jalan nafas, irama, kedalaman ventilasi, simetri gerakan dinding dada,
suara nafas, dan warna mukosa.
2. Sirkulasi
Penderita berisiko mengalami komplikasi kardiovaskular yang
disebabkan oleh hilangnya darah aktual atau potensial dari tempat
pembedahan, efek samping anestesi, ketidakseimbangan elektrolit, dan
depresi mekanisme yang mengatur sirkulasi normal. Masalah umum
awal sirkulasi adalah perdarahan. Kehilangan darah dapat terjadi secara
eksternal melalui saluran atau sayatan internal. Kedua tipe ini
menghasilkan perdarahan dan penurunan tekanan darah, jantung, dan
laju pernapasan meningkat, nadi terdengar lemah, kulit dingin, lembab,
pucat, dan gelisah.
3. Kontrol suhu
4. Keseimbangan cairan dan elektrolit.
Kaji status hidrasi dan pantau fungsi jatung dan saraf untuk
tanda-tanda perubahan elektrolit. Monitor dan bandingkan nilai-nilai
laboratorium dengan nilai-nilai dasar dari penderita. Catatan yang
akurat dari asupan dan keluaran dapat menilai fungsi ginjal dan
peredaran darah. Ukur semua sumber keluaran, termasuk urin, keluaran
dari pembedahan, drainase luka dan perhatikan setiap keluaran yang
tidak terlihat dari diaphoresis.
5. Intergritas kulit dan kondisi luka Perhatikan jumlah, warna, bau dan
konsistensi drainase diperban. Pada penggantian perban pertama
kalinya perlu dikaji area insisi, jika tepi luka berdekatan dan untuk
14
perdarahan atau drainase.
6. Fungsi perkemihan Anestesi epidural atau spinal sering mencegah
penderita dari sensasi kandung kemih yang penuh. Raba perut bagian
bawah tepat di atas simfisis pubis untuk mengkaji distensi kandung
kemih. Jika penderita terpasang kateter urin, harus ada aliran urin terus
menerus sebanyak 30-50 ml/jam pada orang dewasa.
7. Fungsi gastrointestinal Inspeksi abdomen untuk memeriksa perut
kembung akibat akumulasi gas. Kaji kembalinya peristaltik setiap 4
sampai 8 jam. Auskultasi perutsecara rutin untuk mendeteksi suara usus
kembali normal, 5-30 bunyi keras per menit pada masing-masing
kuadran menunjukkan gerak peristaltik yang telah kembali.
8. Kenyamanan Penderita merasakan nyeri sebelum mendapatkan kembali
kesadaran penuh. Kaji nyeri penderita dengan skala nyeri.
15
membran mukosa pucat, tonus otot buruk.
c. Faktor yang berhubungan Ketidakmampuan untuk menelan atau
menerima makanan atau menyerap nutrien akibat faktor biologis,
psikologis, atau ekonomi. Contoh menurut NANDA yaitu kesulitan
mengunyah dan menelan, hilangnya nafsu makan, mual, dan muntah.
3. Hambatan mobilitas fisik.
Batasan karakteristik
a. Objektif: kesulitan membolak-balik posisi tubuh, dispnea saat
beraktivitas, keterbatasan rentang gerak sendi, ketidakstabilan
postur tubuh (saat melakukan rutinitas aktivitas kehidupan sehari-
hari), melambatnya pergerakan, gerakan tidak teratur atau tidak
terkoordinasi.
b. Faktor yang berhubungan: Perubahan metabolisme sel, gangguan
kognitif, penurunan kekuatan/kendali/massa otot, ansietas,
ketidaknyamanan dan nyeri, intoleransi aktivitas dan penurunan
kekuatan, kaku sendi/kontaktur, gangguan muskuluskeletal,
gangguan neuromuskuler, nyeri, program pembatasan pergerakan,
gaya hidup yang kurang gerak, malnutrisi, gangguan sensori
persepsi.
4. Konstipasi
Batasan karakteristik
a. Subjektif: nyeri abdomen, nyeri tekan pada abdomen dengan atau
tanpa resistansi otot yang dapat dipalpasi, perasaan penuh dan
tekanan pada rektum, nyeri saat defekasi.
b. Objektif: perubahan pola defekasi,distensi abdomen, bising usus
hipoaktif, tidak mampu mengeluarkan feses, feses yang kering, keras
dan padat.
c. Faktor yang berhubungan:
1) Kebiasaan mengabaikan desakan untuk defekasi.
2) Asupan serat dan cairan tidak mencukupi.
3) Perubahan pola makan dan jenis makanan yang dikonsumsi.
4) Antikolinergis, antidepresan, diuretik, sedatif.
16
5. Ansietas
Batasan karakteristik
a. Perilaku: penurunan produktivitas, mengekspresikan kekhawatiran
akibat peristiwa dalam hidup, gelisah, memandang sekilas, insomnia,
kontak mata buruk, resah, menyelidik dan tidak waspada.
b. Afektif: gelisah, kesedihan yang mendalam, fokus pada diri sendiri,
gugup, marah, menyesal, perasaan takut, ketidakpastian, khawatir.
c. Fisiologis: wajah tegang, peningkatan keringat, gemetar atau tremor
di tangan, suara bergetar.
d. Parasimpatis: nyeri abdomen, penurunan tekanan darah, penurunaan
nadi, pingsan, sering berkemih.
e. Simpatis: mulut kering, jantung berdebar-debar, dilatasi pupil,
kelemahan.
f. Kognitif: konfusi, kesulitan untuk berkonsentrasi.
g. Faktor yang berhubungan:
1) Terpajan toksin
2) Stres
3) Ancaman atau perubahan pada status peran, fungsi peran,
lingkungan, status kesehatan.
6. Risiko Infeksi
Faktor yang berhubungan:
a. Penyakit kronis.
b. Penekanan sistem imun.
c. Pertahanan primer tidak adekuat.
7. Defisit Pengetahuan
Batasan karakteristik
a. Ketidakakuratan mengikuti perintah.
b. Perilaku tidak tepat (misal histeria, bermusuhan, agitasi, apatis)
Pengungkapan masalah.
c. Sering bertanya.
d. Faktor yang berhubungan:
1) Keterbatasan kognitif.
2) Kurang minat dalam belajar.
3) Kurang dapat mengingat.
17
2.3.3. Intervensi Keperawatan
Intervensi atau rencana keperawatan dengan penderita post operasi
appendiktomi menurut Wilkinson, J dan Ahern (2013):
1. Nyeri akut
a) Kriteria hasil
(1) Memperlihatkan pengendalian nyeri yang dibuktikan oleh
indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang,
kadang-kadang, sering, atau selalu).
(2) Mengenali awitan nyeri.
(3) Menggunakan tindakan pencegahan.
(4) Melaporkan nyeri dapat dikendalikan.
b) Menunjukkan tingkat nyeri.
(1) Ekspresi nyeri pada wajah.
(2) Gelisah atau ketegangan otot.
(3) Durasi episode nyeri.
(4) Merintih dan menangis.
(5) Gelisah.
c) Intervensi
(1) Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada
mereka yang tidak mampu berkomunikasi efektif.
(2) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi,
karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
atau keparahan nyeri, dan faktor presipitasinya.
(3) Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi (misalnya, umpan
balik biologis, relaksasi, imajinasi terbimbing, terapi musik,
distraksi, terapi bermain, terapi aktivitas, kompres hangat atau
dingin, massase sebelum dan sesudah, dan jika memungkinkan
selama aktivitas yang menimbulkan nyeri.
(4) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
penderita terhadap ketidaknyamanan (misalnya, suhu ruangan,
pencahayaan, dan kegaduhan).
(5) Pastikan pemberian analgesik, terapi atau strategi non-
farmakologi sebelum melakukan prosedur yang menimbulkan
18
nyeri.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
a) Kriteria hasil:
1) Memperlihatkan status gizi: asupan makanan dan cairan, yang
dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5: tidak
adekuat, sedikit adekuat, cukup adekuat, adekuat, sangat adekuat).
2) Makanan oral, pemberian makanan lewat selang, atau nutrisi
parenteral total.
3) Asupan cairan oral/IV.
4) Mempertahankan berat badan ideal.
5) Memiliki nilai laboratorium (misalnya, transferin, albumin, dan
elektrolit dalam batas normal).
b) Intervensi
1) Timbang pada interval yang tepat.
2) Instruksikan penderita agar menarik napas dalam, perlahan, dan
menelan secara sadar untuk mengurangi mual dan muntah.
3) Tentukan dengan melakukan kolaborasi bersama ahli gizi, jika
diperlukan, jumlah kalori dan jenis zat gizi yang dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi (khususnya untuk penderita
dengan kebutuhan energi tinggi, seperti penderita pascabedah dan
luka bakar, trauma, demam, dan luka).
4) Berikan obat antiemetik dan atau analgesik sebelum makan atau
sesuai jadwal yang dianjurkan.
3. Hambatan mobilitas fisik.
a. Kriteria hasil:
1) Klien meningkat dalam aktivitas fisik.
2) Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas.
3) Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah.
4) Memperagakan penggunaan alat.
5) Bantu untuk mobilisasi.
b. Intervensi
19
1) Monitor vital sign sebelum dan sesudah latihan dan lihat respon
klien saat latihan.
2) Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi
sesuai dengan kebutuhan.
3) Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah
terhadap cedera.
4) Ajarkan klien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik
ambulasi.
5) Kaji kemampuan klien dalam mobilisasi.
6) Latih klien dalam pemenuhan kebutuhan ADL secara mandiri
sesuai kemampuan.
7) Damping dan bantu klien saat mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADL klien.
8) Berikan alat bantu jika memerlukan.
9) Ajarkan klien bagaimana mengubah posisi dan berikan bantuan
jika diperlukan.
4. Konstipasi
a. Kriteria hasil:
1) Konstipasi menurun, yang dibuktikan oleh defekasi.
2) Pola eliminasi (dalam rentang yang diharapkan).
3) Feses lunak dan berbentuk.
b. Intervensi
1) Dapatkan data dasar mengenai program defekasi, aktivitas,
pengobatan, dan pola kebiasaan penderita.
2) Kaji dan dokumentasikan
a) Warna dan konsistensi feses pertama pasca operasi.
b) Frekuensi, warna dan konsistensi feses.
c) Keluarnya flatus.
d) Ada atau tidak ada bising usus.
3) Identifikasi factor yang dapat menyebabkan konstipasi.
4) Informasikan kepada penderita kemungkinan konstipasi akibat
obat.
5) Tekankan pentingnya menghindari mengejan selama defekasi
20
untuk mencegah perubahantanda vital, perdarahan.
6) Konsultasi dengan ahli gizi untuk meningkatkan serat dan cairan
dalam diet.
5. Ansietas
a. Kriteria hasil
1) Ansietas berkurang, dibuktikan oleh bukti tingkat ansietas hanya
ringan sampai sedang, konsentrasi.
2) Meneruskan aktivitas yang dibutuhkan mengalami kecemasan.
3) Memiliki tanda-tanda vital dalam batas normal.
b. Intervensi
1) Kaji faktor budaya (misalnya konflik nilai) yang menjadi
penyebab ansietas.
2) Berikan penguatan positif kepada penderita.
3) Berikan sikap empatik secara verbal dan nonverbal.
4) Berikan informasi kepada kelurga tentang gejala ansietas.
5) Ajarkan relaksasi distraksi.
6) Kolaborasi pemberian obat ansietas jika diperlukan.
6. Defisit pengetahuan
a. Kriteria hasil
1) Klien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,
kondisi, prognosis, dan program pengobatan.
2) Klien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar.
3) Klien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan.
b. Intervensi
1) Kaji sejauh mana pengetahuan klien mengenai penyakitnya.
2) Jelaskan patofisiologi, tanda, dan gejala dari penyakit.
3) Berikan penjelasan yang mudah dimengerti apabila klien bertanya
4) Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan
untuk mencegah komplikasi.
5) Diskusikan pilihan terapi atau penanganan.
21
2.3.4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dalam masalah status
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Potter & Perry, 2012).
2.3.5. Evaluasi
Menurut Doengoes (2014), evaluasi didefinisikan sebagai keputusan
dari efektifitas asuhan keperawatan Antara dasar tujuan keperawatan klien
yang telah ditetapkan dengan respon perilaku yang ditunjukkan klien.
Pengkajian
Diagnosa Keperawatan
Terapi
Rencana Tindakan Relaksasi Pasien Post
Keperawatan nafas dalam Appendiktomi
Intervensi/Implementasi
Evaluasi
22
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1. Pengkajian
3.1.1. Data Demografi Pasien
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. N
Umur : 28 tahun
Alamat : Dok IX
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Fakfak/Indonesia
Tanggal Masuk : 11 Desember 2020
Pukul : 20.30 WIT
No. RM : 21 89 36
Diagnosa Medis : Appendisitis Akut
Diagnosa Post Op : Appendiktomi H+1
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. A
Umur : 30 Tahun
Alamat : Dok IX
Hubungan : Suami
23
3.1.2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan Saat Masuk Rumah Sakit
Klien mengeluh nyeri pada perut kanan bawah.
b. Keluhan Saat dikaji
Pada saat dikaji, klien mengatakan nyeri didaerah perut kanan
bawah bekas operasi, nyeri terasa tersayat-sayat, skala nyeri 6, nyeri
semakin bertambah saat bergerak dan berkurang setelah disuntik obat
anti nyeri. Nyeri dirasakan bisa muncul 5–10 menit, nyeri hilang timbul
klien mengatakan sekarang takut bergerak karena ada luka di perut
setelah tindakan operasi appendiktomi.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien diantar keluarga ke IGD RSUD Jayapura pada tanggal 11
Desember 2020 pukul 20.30 WIT. Di IGD RSUD Jayapura klien
mengatakan sudah mengalami nyeri sekitar 5 hari yang lalu.Klien
dilakukan pemeriksaan oleh dokter dan klien di diagnosis terkena
appendisitis akut, dokter menyarankan agar klien rawat inap untuk
persiapan operasi appendiks (usus buntu). Klien dibawa ke Ruang Bedah
Wanita RSUD Jayapura pada tanggal 11 Desember 2020 pukul 23.00
WIT untuk mendapatkan perawatan. Rencana tindakan Appendiktomi
pada tanggal 12 Desember 2020. Hasil pemeriksaan Laboratorium
diperoleh Leukosit 13.980 mikroliter.
Klien mengeluh nyeri pada perut kanan bawah sejak 5 hari yang
lalu, klien mengalami demam tinggi, lemas, pusing dan di perut bagian
kanan bawah terasa nyeri semakin bertambah sakit ketika bergerak dan
nyeri timbul sewaktu-waktu. Nyeri seperti di tusuk-tusuk.Nyeri perut
kanan saat ditekan. Skala nyeri 6. Klien mengatakan demam/panas sejak
2 hari yang lalu dan badannya meriang. Klien mengatakan takut dengan
rencana tindakan operasi yang dijadwalkan tanggal 12 Desember 2020.
Klien menyatakan cemas bila mengingat penyakitnya. Pemeriksaan
tanda-tanda vital klien didapat TD: 120/70mmHg, Nadi: 80 x/menit,
Suhu: 37ºC, RR: 20x/menit.
24
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan belum pernah mengalami sakit yang sama
sebelumnya dan belum pernah melakukan operasi apapun.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan tidak ada keluarga yang mempunyai
penyakit yang sama.
3.1.3. KEBUTUHAN BIO-PSIKO-SOSIO-SPIRITUAL
Kebutuhan Sebelum Sakit Saat Sakit
25
ada gangguan tidur. merasa nyeri saat
Klien jarang tidur siang tidur malam.
26
nyaman dengan
kondisinya.
27
3.1.4. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : Lemah
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Tanda–tanda vital :
Suhu : 37°C
Nadi : 80 x /menit
RR : 20 x /menit
TD : 120/70 mmHg
4. Pengkajian Fisik Head to Toe
Pemeriksaan Fisik Keterangan (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi)
28
pembengkakan.
P: tidak ada nyeri tekan.
29
Bawah: Tidak terdapat luka, edema, ataupun sianosis
pada kuku,kekuatan otot 4
A. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis Pemeriksaan Hasil pemeriksaan Satuan Nilai Normal
Tanggal 11 -12-2020
Hemoglobin 14.6 g/dl 12.0 – 16.0
Leukosit 13.98 10^3/µL 4.000 – 10.800
Hematocrit 43 % 37 – 47
Eritrosit 4.8 10^6/uL 4.2 – 5.2
Trombosit 250000 /uL 150000 -
40000
MCV 90,2 Fl 79 – 99
MCH 27,7 pg 27 – 31
MCHC 31,3 % 33 – 37
RDW 22,8 % 11.5 – 14.5
MPV 9.2 Fl 7.2 – 11.1
B. TERAPI
1. Ceftriaxone : 2 x 1 gram
2. IVFD RL : 20 tts/menit
30
3. Ranitidine injeksi : 2 x 50 mg
4. Ketorolac injeksi : 3 x 30 mg
31
bawah, terdapat verban.
2. TTV:
TD: 120/70mmHg, Nadi: 80 x/menit,
Suhu: 37°C, RR: 20x/menit.
3. DS: Hambatan Mobilitas Adanya luka operasi
1. Klien mengatakan takut bergerak karena Fisik.
nyeri bekas operasi masih sakit.
2. Klien mengatakan belum bisa duduk.
3. Klien mengatakan hanya bisa baring saja.
DO:
1. Klien tampak lemah, meringis kesakitan.
2. Klien malas menggerakan badannya.
3. Klien tampak berbaring, melindungi
daerah yang sakit.
4. terpasang infus Rl 20 tts/menit, terdapat
luka post appendiktomi dikuadran kanan
bawah.
4. DS: Resiko Infeksi Adanya luka operasi
1. Klien mengatakan belum berani bergerak
karena sakit.
2. Klien mengatakan ada luka operasi di
perut.
3. Klien mengatakan saat ini ingin
berbaring saja.
DO:
1. Suhu 37ºC, TD: 120/70mmHg, N:80
x/menit, RR: 20 x/menit.
2. Ada luka operasi appendiktomi tertutup
verban sepanjang 5 cm di perut.
3. Leukosit 13.980 mikroliter.
4. Terpasang infus RL 20 tts/menit.
32
3.3. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan adanya luka insisi post operasi.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan luka post operasi.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan kulit
sekunder post operasi.
33
3.4. Rencana Asuhan Keperawatan (Intervensi Keperawatan)
No Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Nyeri Akut Tujuan umum: Mandiri
1. Kaji nyeri secara komprehensif 1. Mengkonfirmasi letak nyeri, kapan terjadi
Klien menyatakan
nyeri, skala nyeri yang dirasakan klien.
(Lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,
nyerinya hilang/
kualitas dan faktor presipitasi).
terkontrol dalam waktu
2. Observasi reaksi nonverbal dari
3x24 jam 2. Mengetahui ketidaknyamanan klien.
ketidaknyamanan.
Kriteria hasil:
3. Mengatur posisi yang nyaman bagi
1. Klien akan tampakrileks, 3. Memberi kenyamanan pada klien.
klien.
istirahat dengan tenang.
4. Observasi TTV.
2. TTV stabil. 4. Mengetahui status hemodinamika klien.
5. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam.
3. Klien mengatakannyeri
5. Memberikan kenyamanan pada klien.
sudah berkurang/hilang
6. Anjurkan klien melakukan teknik 6. Memberikan rasa rileks pada tubuh
dengan skala 0.
sehingga mengurangi nyeri klien.
relaksasi nafas dalam.
4. Klien dapat melakukan
Kolaborasi
teknik relaksasi secara
7. Menghilangkan rasa nyeri pasca operasi.
7. Beri analgetik sesuai program.
mandiri.
34
No Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
2 Kerusakan Integritas Kulit Tujuan umum: Mandiri
Tidak terjadi kerusakan 1. Sebagai data dasar menetukan intervensi
1. Kaji keadaan luka.
selanjutnya.
kulit,integritas
2. Kaji tanda-tanda infeksi pada luka 2. Untuk mengetahui ada tidaknya infeksi
kulit membaik dalam pada luka.
operasi.
waktu 3x24 jam
3. Kaji TTV. 3. Mengetahui status hemodinamika klien.
Kriteria hasil:
4. Ganti balutan dengan tekhnik bersih
4. Mencegah pertumbuhan mikroorganisme.
1. Tepi luka
dan steril.
semakinmerapat. 5. Memberikan pengetahuan untuk
5. Beri pendidikan kesehatan terkait
menerapkan hasil evidence based practice.
2. Tidak ada bengkak,
pentingnya mobilisasi dini setelah
kemerahan, nyeri, pus
operasi.
pada luka.
6. Anjurkan klien untuk melakukan 6. Memberikan dukungan dan bantuan
3. Luka sembuh dengan keluarga dan klien untuk melakukan
mobilisasi dini secara bertahap.
mobilisasi dini secara bertahap.
adekuat.
4. Nyeri berkurang/hilang.
35
3 Hambatan mobilitas fisik Tujuan: Mandiri
1. untuk mengetahui perkembangan
Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kemampuan klien dalam
mobilisasi klien.
keperawatan selama 2x24 mobilisasi.
jam, klien dapat 2. Ajarkan klien dan keluarga tentang 2. untuk mengembalikan kemampuan
aktivitas klien.
meningkatkan dan melakukan teknik mobilisasi dini sesuai
aktifitas sesuai kemampuan tahapanya.
3. untuk mengetahui kondisi kesehatan klien.
dan tahapannya. 3. Monitoring vital sign
Dengan kriteria hasil: sebelum/sesudah latihan dan lihat
1. Klien mampu respon klien saat latihan.
4. untuk mempercepat proses penyembuhan
meningkatkan 4. Latih klien dalam pemenuhan
dan segera memandirikan klien.
aktivitas fisiknya kebutuhan ADLs secara mandiri
secara mandiri. sesuai kemampuan (latihan duduk).
2. Klien mampu 5. Ajarkan klien bagaimana merubah
5. untuk memberikan pengetahuan kepada
melakukan aktivitas posisi dan berikan bantuan jika klien mengenai perubahan posisi
secar bertahap. diperlukan.
6. sebagai support sistem agar klien
6. Dampingi dan Bantu klien saat semangat untuk segera pulih.
mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan klien.
No Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
4 Resiko Tinggi Infeksi Tujuan umum: Mandiri
36
Tidak terjadi infeksi pada 1. Kaji tanda-tanda infeksi pada luka 1. Memonitoring ada tidaknya infeksi pada
operasi. luka.
luka insisi bedah dalam
waktu 3x24 jam 2. Kaji TTV. 2. Mengetahui status hemodinamik klien.
Kriteria hasil:
3. Berikan asuhan keperawatan dengan 3. Mencegah kontaminasi atau penyebaran
1. Luka insisi utuh, tidak ada teknik bersih dan steril. mikroorganisme.
bengkak, kemerahan,
4. Dorong klien dan keluarga menjaga 4. Mencegah penyebaran mikroorganisme
nyeri, pus. area balutan luka tetap bersih dan pada klien dan dari klien ke keluarga.
kering.
2. Luka sembuh dengan
adekuat. 5. Ajarkan dan anjurkan keluarga cuci 5. Memutus infeksi nasokomial.
tangan menggunakan sabun atau
3. Nyeri berkurang/hilang,
handrub sebelum dan setelah
skala nyeri 0. menyentuh klien sesuai “five
moment”
4. Suhu tubuh normal (36-
Kolaborasi
37°C). 6. Beri antibiotik sesuai program. 6. Menghindari/mencegah infeksi
37
3.5. Catatan Perkembangan ( Implementasi dan Evaluasi)
Tanggal Diagnosa Kep Implementasi Evaluasi
13 Nyeri akut 1. Mengkaji tanda-tanda vital. S:
Desember Kerusakan integritas kulit 2. Mengkaji nyeri secara komprehensif (lokasi 1. Klien mengatakan ada luka operasi di area perut.
2020 Hambatan mobilitas fisik nyeri, durasi, frekuensi, kualitas dan skala). 2. Klien mengatakan nyerinya hilang timbul, durasinya 5-10
Resiko infeksi 3. Mengkaji reaksi nonverbal klien. menit sepertitersayat ,skala nyeri 6 (Numeric rating scale).
4. Memberikan posisi yang nyaman (miki). 3. Klien mengatakan dengan berbaring nyerinya berkurang.
5. Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam. 4. Klien mengatakan dengan nafas dalam nyerinya berkurang
6. Menganjurkan melakukan teknik relaksasi dari 6 menjadi 4.
nafas dalam bila nyeri. O:
7. Mengkaji keadaan luka. 1. Klien tampak meringis menahan sakit.
8. Mengkaji tanda-tanda infeksi pada luka 2. Klien tampak gelisah.
operasi. 3. Klien dapat melakukan teknik napas dalam dengan baik.
9. Memberikan pendidikan kesehatan terkait 4. Klien mengikuti Health Education yang diberikan.
pentingnya mobilisasi dini setelah operasi. 5. Luka operasi tampak kering, tidak ada rembesan di balutan.
10.Menganjurkan klien untuk melakukan 6. TD: 120/70 mmHg,N: 80x/menit, R:20 x/menit, S: 37ºC.
mobilisasi dini secara bertahap. 7. Klien dapat melakukan miring kanan dan miring kiri.
11.Mengkaji kemampuan klien dalam A:
mobilisasi. 1. Nyeri akut belum teratasi.
38
12.Mengajarkan klien dan keluarga tentang 2. Kerusakan integritas kulit belum teratasi.
teknik mobilisasi dini sesuai tahapannya. 3. Hambatan mobilitas fisik belum teratasi.
13.Memonitoring vital sign sebelum/sesudah 4. Resiko Infeksi.
latihan dan lihat respon klien saat latihan.
14.Melatih klien dalam pemenuhan kebutuhan P: Lanjutkan Intervensi
ADLs secara mandiri sesuai kemampuan. 1. kaji tanda-tanda vital.
15.Mengajarkan klien bagaimana merubah 2. kaji nyeri secara komprehensif (lokasi nyeri, durasi,
posisi dan berikan bantuan jika diperlukan. frekuensi, kualitas dan skala).
16.Mendampingi dan Bantu klien saat 3. kaji reaksi nonverbal klien.
mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan 4. Beri posisi yang nyaman.
klien. 5. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam.
17.Memberikan asuhan keperawatan dengan 6. Anjurkan melakukan tekhnik relaksasi nafas dalam bila
teknik bersih dan steril. nyeri.
18.Menganjurkan klien dan keluarga menjaga 7. kaji keadaan luka.
area balutan luka tetap bersih dan kering. 8. kaji tanda-tanda infeksi pada luka operasi.
19.Mengajarkan dan anjurkan keluarga cuci 9. Beri pendidikan kesehatan terkait pentingnyaa mobilisasi
tangan menggunakan sabun atau handscrub dini setelah operasi.
sebelum dan setelah menyentuh klien. 10. Anjurkan klien untuk melakukan mobilisasi dini secara
bertahap.
39
Kolaborasi 11. kaji kemampuan klien dalam mobilisasi.
20.Memberikan obat ketorolac 3x30 mg IV. 12. Ajarkan klien dan keluarga tentang teknik mobilisasi dini
21.Memberikan antiobiotik ceftriaxone 2x1 gr sesuai tahapannya.
IV. 13. Monitor vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon
klien saat latihan.
14. Latih klien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara
mandiri sesuai kemampuan.
15. Ajarkan klien bagaimana merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan.
16. Dampingi dan bantu klien saat mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan klien.
17. Beri asuhan keperawatan dengan teknik bersih dan steril.
18. Anjurkan klien dan keluarga menjaga area balutan luka
tetap bersih dan kering.
19. Ajarkan dan anjurkan keluarga cuci tangan menggunakan
sabun atau handrub sebelum dan setelah menyentuh klien.
Kolaborasi
20. Beri obat ketorolac 3x30 mg IV.
21. Beri antiobiotik ceftriaxone2x1 gr IV.
40
14 Dsmber Nyeri akut 1. Mengkaji tanda-tanda vital. S:
1. Klien mengatakan masih sakit pada daerah operasi saat
2020 Kerusakan integritas kulit 2. Mengkaji nyeri secara komprehensif (lokasi
bergerak, skala 4, hilang timbul.
Hambatan mobilitas fisik nyeri, durasi, frekuensi, kualitas dan skala).
2. Klien mengatakan sudah bisa duduk, turun dari tempat tidur
Resiko infeksi 3. Mengkaji reaksi nonverbal klien.
dan jalan ke kamar mandi.
4. Memberikan posisi yang nyaman.
3. Klien dan keluarga mengatakan akan mencuci tangan dan
5. Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam
menjaga lingkungan tetap bersih.
6. Menganjurkan melakukan teknik relaksasi
4. Klien mengatakan sudah bisa makan sendiri.
nafas dalam bila nyeri.
7. Mengkaji keadaan luka.
O:
8. Mengkaji tanda-tanda infeksi pada luka
1. Tidak ada tanda infeksi (merah,pus, demam, nyeri,
operasi.
bengkak).
9. Memberikan pendidikan kesehatan terkait
2. TTV: TD: 120/80 mmHg, N: 80 x/menit, P: 20 x/menit,
pentingnyaa mobilisasi dini setelah operasi.
Suhu : 37°C.
10.Menganjurkan klien untuk melakukan
3. Nyeri tekan (+)
mobilisasi dini secara bertahap.
4. Klien tampak meringis kesakitan.
11.Mengkaji kemampuan klien dalam
5. Klien tampak duduk di tempat tidur.
mobilisasi.
6. Tidak tampak rembesan pada balutan luka.
12.Mengajarkan klien dan keluarga tentang
A:
teknik mobilisasi dini sesuai tahapanya.
41
13.Memonitoring vital sign sebelum/sesudah 1. Nyeri akut belum teratasi.
latihan dan lihat respon klien saat latihan. 2. Resiko infeksi tidak terjadi.
14.Melatih klien dalam pemenuhan kebutuhan 3. Kerusakan integritas kulit belum teratasi.
ADLs secara mandiri sesuai kemampuan. 4. Hambatan mobilitas fisik teratasi.
15.Mengajarkan klien bagaimana merubah
posisi dan berikan bantuan jika diperlukan. P: Lanjutkan intervensi
16.Mendampingi dan bantu klien saat 1. Kaji tanda-tanda vital.
mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan 2. Kaji nyeri secara komprehensif (lokasi nyeri, durasi,
klien. frekuensi, kualitas dan skala).
17.Memberikan asuhan keperawatan dengan 3. Kaji reaksi nonverbal klien.
teknik bersih dan steril. 4. Anjurkan melakukan teknik relaksasi nafas dalam bila nyeri
18.Menganjurkan pasien dan keluarga menjaga 5. Ganti balutan luka dengan tekhnik steril (GV).
area balutan luka tetap bersih dan kering. 6. Kaji keadaan luka.
19.Mengajarkan dan anjurkan keluarga cuci 7. Beri asuhan keperawatan dengan teknik bersih dan steril.
tangan menggunakan sabun atau handscrub 8. Anjurkan klien dan keluarga menjaga area balutan luka tetap
sebelum dan setelah menyentuh klien. bersih dan kering.
Kolaborasi
20.Memberikan obat ketorolac 3x30 mg IV.
21.Memberikan antiobiotik ceftriaxone 2x1 gr Kolaborasi
42
IV. 9. Beri obat ketorolac 3x30 mg IV.
10. Beri antiobiotik ceftriaxone 2x1 gr IV.
15 Dsember Nyeri akut 1. Mengkaji tanda-tanda vital. S:
2020 2. Mengkaji nyeri secara komprehensif (lokasi 1. Klien mengatakan verban sudah di ganti.
Kerusakan integritas kulit
nyeri, durasi, frekuensi, kualitas dan skala). 2. Klien dan keluarga mengatakan akan mencuci tangan dan
Resiko infeksi
3. Mengkaji reaksi nonverbal klien. menjaga lingkungan tetap bersih.
4. Menganjurkan melakukan teknik relaksasi 3. Klien mengatakan nyeri sudah berkurang, skala 1.
nafas dalam bila nyeri. 4. Klien mengatakan hari ini sudah boleh pulang.
5. Mengganti balutan luka dengan tekhnik
steril. O:
6. Mengkaji keadaan luka. 1. Klien tampak rileks.
7. Memberikan asuhan keperawatan dengan 2. Tidak ada tanda-tanda infeksi (merah,pus, demam, nyeri,
teknik bersih dan steril. bengkak).
8. Menganjurkan klien dan keluarga menjaga 3. Luka tampak bersih dan kering.
area balutan luka tetap bersih dan kering. 4. TTV: TD: 120/80 mmHg, N: 80X/menit, P: 20 x/menit,
Kolaborasi Suhu: 37oC.
9. Beri obat ketorolac 3x30 mg IV.
10.Beri antiobiotik ceftriaxone 2x1 gr IV.
A:
43
1. Nyeri akut teratasi.
2. Resiko infeksi tidak terjadi.
3. Kerusakan integritas kulit teratasi.
P: Intervensi dihentikan.
Pasien BPL
44
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Analisa Kasus Terkait Teori
45
dengan baik dan nutrisi tercukupi sesuai kebutuhan sehingga antara fakta dan
teori ada kesamaan (Samsuhidayat & Wong de jong, 2010).
46
Menurut Carpenito (2012), 90% klien post operasi pasti akan mengalami
nyeri akut karena proses adanya insisi jaringan kulit. Berdasarkan
pengamatan dan berbagai sumber penelitian klien yang akan dilakukan
tindakan pembedahan mengalami nyeri yang meningkat hingga operasi
dikerjakan bahkan hingga operasi selesai dilakukan klien merasa nyeri, klien
tidak menggerakkan anggota tubuh guna meninimalkan rasa nyeri pada area
luka operasi. Kejadian nyeri akut akan dialami oleh semua orang yang
dilakukan operasi/pembedahan.
Pada umumnya ditemukan pada klien yang dilakukan tindakan
pembedahan atau operasi yang lebih dikenal dengan klien post operasi.
Operasi merupakan tindakan yang telah memutus jaringan atau mungkin
pembuluh darah yang mungkin akan menimbulkan berbagai macam efek
pasca bedah seperti nyeri. Terjadinya efek pembedahan tersebut disebabkan
berbagai macam hal, salah satu pengobatan non-farmakologi yang dapat
dilakukan adalah dengan teknik relaksasi nafas dalam.
4.3. Analisis Evidence Based Nursing (EBN)
Sesuai dengan realita yang terjadi bahwa hal ini banyak ditemukan
dilapangan, klien yang mengalami nyeri akibat proses pembedahan sebanyak
80% mengeluh nyeri. Nyeri merupakan suatu keluhan yang sering terjadi
ataupun dialami oleh penderita post operasi adalah nyeri akut yang
diakibatkan oleh luka insisi post operasi (Potter & Perry, 2012). Penanganan
nyeri biasanya hanya diberikan pengobatan farmakologi saja sedangkan
pemberian non-farmakologi tidak diperhatikan dalam keperawatan padahal
salah satu penanganan perawat yang perlu diperhatikan yaitu pemberian
terapi non-farmakologi (Satrio, 2013).
Terapi non-farmakologi belum banyak diterapkan oleh perawat
dirumah sakit padahal perawat banyak mendapat kesempatan dibandingkan
oleh tenaga kesehatan dalam penanganan nyeri. Relaksasi nafas dalam
merupakan suatu tindakan untuk membebaskan mental maupun fisik dari
ketegangan dan stres sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri
(Andarmoyo, 2013). Perawat dengan menggunakan pengetahuannya dapat
mengatasi masalah nyeri setelah operasi bedah baik secara mandiri maupun
47
berkolaborasi dalam pemberian obat sehingga dapat mengatasi masalah nyeri
salah satunya latihan nafas dalam yaitu bentuk latihan nafas yang terdiri dari
pernapasan abdominal (diafragma) dan pursed lip breathing (Lusianah,
Indaryani, & Suratun, 2012) dengan menggunakan terapi non-farmakologi
yaitu relaksasi nafas dalam. Relaksasi nafas dalam merupakan salah satu
bentuk asuhan keperawatan yang dalam hal ini perawat mengajarkan klien
bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi
secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas secara perlahan.
Relaksasi nafas dalam dapat meningkatkan ventilisasi paru dan meningkatkan
oksigenasi darah.
Tujuan dari teknik nafas dalam menurut Lusianah, Indaryani &
Suratun (2012), yaitu untuk mengatur frekuensi pola nafas, memperbaiki
fungsi diafragma, menurunkan kecemasan, meningkatkan relaksasi otot,
mengurangi udara yang terperangkap, meningkatkan inflasi alveolar,
memperbaiki kekuatan otot-otot pernapasan, dan memperbaiki mobilitas dada
dan vertebra thorakalis. Selain itu relaksasi nafas dalam mempengaruhi klien
yang mengalami nyeri kronis. Otak yang relaksasi itulah yang akan
merangsang tubuh untuk menghasilkan hormon endorfin untuk menghambat
transmisi impuls nyeri ke otak dan dapat menurunkan sensasi terhadap nyeri
yang akhirnya menyebabkan intensitas nyeri yang dialami responden
berkurang (Widiatie, 2015).
Relaksasi nafas dalam dapat mengurangi ketegangan otot, rasa jenuh
dan kecemasan yang dapat menghambat stimulus nyeri. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan (Kusumawati, 2010). Teknik relaksasi nafas dalam
dipercaya mampu merangsang tubuh untuk melepaskan opoid endogen yaitu
endorfin dan enkefalin. Endorfin dan enkefalin merupakan substansi di dalam
tubuh yang berfungsi sebagai inhibitor terhadap transmisi nyeri (Smeltzer &
Bare, 2012). Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh teknik relaksasi
napas dalam terletak pada fisiologi sistem saraf otonom yang merupakan
bagian dari sistem saraf perifer yang mempertahankan homeostasis
lingkungan internal individu (Azizah, Zumrotun, Fanianurul, & Nisa, 2015).
48
4.4. Alternatif Pemecahan Masalah
Pendidikan kesehatan atau edukasi terkait latihan relaksasi nafas dalam
seharusnya dilakukan sebelum pembedahan agar klien setelah operasi mampu
melakukan dan menjadi salah satu alternatif perawatan setelah klien
melakukan operasi appendiktomi khususnya dan bedah apapun pada
umumnya. Selain cara ini merupakan tindakan keperawatan terutama perawat
bedah dan tindakan ini dapat meminimalkan kecemasan pada klien setelah
operasi serta klien dapat termotivasi untuk melakukan relaksasi nafas dalam
guna mengurangi rasa nyeri post operasi. Pada penerapan relaksasi nafas
dalam masih ada beberapa kendala terkait tindakan ini yaitu kurangnya
dukungan keluarga untuk melatih klien setelah operasi dilakukan. Relaksasi
nafas dalam dapat ditawarkan kepada perawat bedah digestif khususnya
dalam menangani klien dengan post appendiktomi yaitu melibatkan keluarga
klien dalam pendidikan kesehatan terkait relaksasi nafas dalam setelah
operasi. Diharapkan setelah adanya contoh sederhana ini, keluarga dan klien
termotivasi untuk melakukan relaksasi nafas dalam setelah operasi apapun
untuk mengurangi nyeri.
49
BAB V
5.1. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
5.1.1. Appendisitis merupakan penyakit pada masyarakat perkotaan dan
perkampungan akibat pola makan yang kurang sehat yaitu makanan
yang tinggi lemak dan rendah serat. Hal tersebut menyebabkan
tumbuhnya jaringan limfoid, fekalit saluran gastrointestinal dan klien
dengan appendisitis diperlukan tindakan operasi appendiktomi.
5.1.2. Tindakan appendiktomi dapat menimbulkan masalah kerusakan
integritas kulit, nyeri akut dan resiko infeksi. Intervensi keperawatan
berupa pemberian teknik relaksasi nafas dalam secara bertahap
keuntungan untuk mengurangi nyeri akut post operasi appendiktomi.
5.1.3. Implementasi inovasi yang dilakukan pada klien Ny. N adalah
melakukan teknik relaksasi nafas dalamdan didapatkan hasil bahwa
klien yang menderita nyeri post appendiktomi mengalami penurunan
tingkat nyeri dari nyeri sedang menjadi nyeri ringan. Klien juga
mengatakan dengan melakukan teknik relaksasi nafas dalam dapat
membantu klien merasa lebih rileks.
5.1.4. Relaksasi nafas dalam merupakan tindakan non-farmakologi yang
mudah dan murah sehingga dapat dilakukan oleh siapapun pada klien
post operasi guna menurunkan nyeri appendiktomi.
5.2. SARAN
5.2.1. Bagi Mahasiswa Keperawatan.
Dapat digunakan sebagai referensi dan dapat menambah pengetahuan
tentang intervensi inovasi salah satunya teknik relaksasi nafas dalam
untuk membnatu mengontrol/mengurangi nyeri. Mahasiswa juga
harus lebih banyak belajar dan mencari referensi lebih banyak baik
dari buku maupun dari jurnal penelitian terbaru mengenai teknik
relaksasi.
50
5.2.2. Bagi Penulis Selanjutnya.
Dapat melakukan relaksasi sesuai dengan bagan protokol yang
ada.Selain itu penulis selanjutnya dapat mencari jurnal yang lebih
banyak dengan metode yang lebih baru lagi sehingga didapatkan hasil
penulisan yang lebih optimal yang dapat memberi informasi yang
lebih luas lagi kepada pembaca.
5.2.3. Bagi Institusi Rumah Sakit.
Seharusnya menambah sumber daya perawat khususnya perawat
bedah sebaiknya dapat memberikan latihan teknik relaksasi nafas
dalam sebagai pengobatan non-farmakologi untuk mengurangi nyeri
pada klien setelah operasi appendiktomi khususnya dan klien bedah
lainnya pada umumnya. Perawat bedah juga supaya dapat menjadi
masukan lebih kreatif lagi dalam menyusun asuhan keperawatan
khususnya dalam memberikan intervensi keperawatan sesuai dengan
penelitian terbaru.
5.2.4. Bagi Institusi Pendidikan.
Seharusnya memberikan tambahan informasi dan masukan kepada
mahasiswa mengenai penggunaan inovasi teknik relaksasi nafas dalam
sebagai salah satu cara untuk mengurangi nyeri serta mempraktikkan
di laboratorium keperawatan Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih.
51
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, N. dkk. (2015). Teknik Relaksasi Nafas Dalam Dan Terapi musik Sebagai
Upaya Penurunan Intensitas Nyeri Haid (Dysmenorrhea). Diakses 14
Desember 2020.
Black, J.M. & Hawks, J.H. (2014). Medical surgical nursing clinical management
for positive outcomes. (7th ed). St.Louis, Missouri: Elsevier Saunders.
Carpenito, L.J. (2012). Diagnosis Keperawatan: Buku saku edisi 13. Jakarta:
EGC.
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2012). Fundamental keperawatan buku 3 edisi 7.
Diterjemahkan oleh Diah Nur Fitriani, Onny Tampubolon dan Farah Diba
Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer, Suzanne C. & Brenda, G. Bare. (2012). Buku ajar keperawatan medikal
bedah: Brunner Suddarth, Alih bahasa: Agung Waluyo, dkk. Vol. 1.
Jakarta: EGC.
Tim Kemenkes RI (2018). Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar. Kemenkes RI,
Jakarta.
Tsamsuhidayat & Wim De Jong. (2010). At a Glance Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta:
Erlangga.
Tujuan 1. Untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta
mengurangi kerja pernafasan.
2. Meningkatkan inflasi alveolar maksimal, relaksasi otot dan
menghilangkan ansietas dan menurunkan nyeri.
3. Mencegah pola aktifitas otot pernapasan yang tidak berguna,
melambatkan frekuensi pernapasan, mengurangi udara yang
terperangkap serta mengurangi kerja bernafas.
Tahap Persiapan a. Persiapan Perawat: perawat harus siap dan tahu cara
(4 persiapan) melakukan latihan relaksasi nafas dalam.
b. Persiapan alat: Bantal sesuai kebutuhan dan kenyamanan klien,
Tempat tidur dengan pengaturan sesuai kenyamanan klien.
c. Persiapan klien: kontrak topik, waktu, tempat dan tujuan
dilaksanakan latihan nafas/deep breathing exercise
d. Persiapan lingkungan : ciptakan lingkungan yang nyaman bagi
klien, jaga privacy klien.
Fase Orientasi 1. Mengucapkan salam terapeutik kepada Klien.
6. Catat tindakan yang dilakukan serta hasil dan respon klien pada
catatan perkembangan
Lampiran 2
Dokumentasi Pengkajian dan Pelaksanaan Teknik Relaksasi Nafas
Dalam Pada klien.
NIM : 2019086026031
2 13Desember
2020 - Konsultasi Bab 1 & 2
6 29Desember
2020 - Perbaiki sistematika
penulisan
- Tambahkan keuntungan
teknik relaksasi nafas
dalam
7 3 Januari
2021
- Revisi Bab 4 &5
8 4 Januari
2021
- Perbaiki sistematika
penulisan
9 7 Januari
2021
- Revisi Bab 4 & 5
10 8 Januari
2021
- Revisi Daftar Pustaka
11 9 Januari
2021
- ACC
LEMBAR KONSULTASI
NIM : 2019086026031
2 13Desember
2020 - Konsul Bab I & 2
3 19desember
2020 - Revisi Bab 1 dan 2
- Tambahkan Definisi
Appendisitis dan peran
perawat.
4 20
Desember - Revisi Bab 1 & 2
2020
5 22Desember
2020 - Konsul Bab 3,4 & 5
6 27Desember
2020 - Rapikan sistematika
penulisan
7 28
Desember - Revisi Bab 3,4,& 5
2020
8 29
Desember - Lengkapi kata pengantar,
2020 Daftar pustaka,dan
dokumentasi.
9 03 Januari
2021 - ACC