ASKEP AUB Dikonversi
ASKEP AUB Dikonversi
ASUHAN KEPERAWATAN
SISTEM REPRODUKSI PADA GANGGUAN MENSTRUASI
ABNORMAL UTERINE BLEEDIN / PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL
Oleh :
3. Suhartiningsih (1811027)
SURABAYA
2018 / 2019
KATA PENGANTAR
1. R. Khairiyah, S.Kep, Ns., M.Kep. selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Keperawatan
Maternitas.
2. Rekan-rekan S1 Keperawatan .
3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan
bantuan dalam penulisan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
para pembaca pada umumnya dalam memajukan pendidikan. Semoga Allah SWT selalu
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita, amin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................................ii
Daftar Isi.........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1
Latar Belakang....................................................................................................1
Tujuan.................................................................................................................2
Pengertian............................................................................................................3
Etiologi................................................................................................................3
Klasifikasi...........................................................................................................4
Klasisikasi...........................................................................................................6
Patofisiologi........................................................................................................14
Faktor Resiko......................................................................................................15
Gambaran Klinis.................................................................................................16
Pemeriksaan Penunjang......................................................................................21
pentalaksanaan....................................................................................................23
Pengkajian...........................................................................................................28
Analisa data.........................................................................................................29
Diagnosa Keperawatan........................................................................................29
Intervensi.............................................................................................................30
BAB IV PENUTUP........................................................................................................33
Kesimpulan.........................................................................................................33
Saran....................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................34
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini perempuan menghadapi berbagai permasalahan. Salah satu permasalahan
yang dihadapi seorang perempuan adalah gangguan haid. Gangguan haid ini mempunyai
manifestasi klinis yang bermacam-macam tergantung kondisi serta penyakit yang dialami
seorang perempuan. Gangguan perdarahan uterus abnormal (AUB - Abnormal Uterine
Bleeding ) merupakan suatu penyakit, di mana terjadi perdarahan abnormal di dalam atau di
luar siklus haid oleh karena gangguan mekanisme kerja poros hipotalamus – hipofisis –
ovarium - endometrium. Perdarahan ini dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan
menopause. Tetapi, kelainan ini lebih sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir
fungsi ovarium. Dua pertiga dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan
abnormal berumur di atas 40 tahun, dan 3 % di bawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek
banyak dijumpai pula perdarahan abnormal dalam masa pubertas, akan tetapi karena keadaan
ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarang diperlukan perawatan di rumah sakit. Klasifikasi jenis
endometrium yaitu jenis sekresi atau non sekresi sangat penting dalam hal menentukan apakah
perdarahan yang terjadi jenis ovulatoar
atau anovulatoar.
Adapun gambaran terjadinya perdarahan uterus abnormal antara lain perdarahan sering
terjadi setiap waktu dalam siklus haid. Perdarahan dapat bersifat sedikit-sedikit,
terus-menerus atau banyak dan berulang-ulang dan biasanya tidak teratur. Penyebab
perdarahan uterus abnormal sulit diketahui dengan pasti tapi biasanya dijumpai pada sindroma
polikistik ovarii, obesitas, imaturitas dari poros hipotalamik – hipofisis - ovarium,
misalnya pada masa menarche, serta ganguan stres bisa mengakibatkan manifestasi penyakit
ini.
Diagnosis perdarahan uterus abnormal memerlukan suatu anamnesis yang cermat.
Karena dari anamnesis yang teliti tentang bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului
oleh siklus yang pendek atau oleh oligomenorea / amenorea, sifat perdarahan, lama perdarahan,
dan sebagainya. Selain itu perlu juga latar belakang keluarga serta latar belakang emosionalnya.
Pada pemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda-tanda yang menunjukkan ke arah
kemungkinan penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit menahun dan lain-lain. Pada
pemeriksaan ginekologik perlu dilihat apakah tidak ada kelainan - kelainan organik yang
1
menyebabkan perdarahan abnormal (polip, ulkus, tumor,kehamilan terganggu). Pada seorang
perempuan yang
2
belum menikah biasanya tidak dilakukan kuretase tapi wanita yang sudah menikah sebaiknya
dilakukan kuretase untuk menegakkan diagnosis.
Penanganan atau penatalaksanaan perdarahan uterus disfungsional sangat komplek, jadi
sebelum memulai terapi harus disingkirkan kemungkinan kelainan organik.
Adapuntujuan penatalaksaan perdarahan uterus abnormal adalah menghentikan perdarahan
serta memperbaiki keadaan umum penderita. Terapi yang dapat diberikan antara lain kuretase
pada panderita yang sudah menikah, tetapi pada penderita yang belum menikah biasanya
diberikan terapi secara hormonal yaitu dengan pemberian estrogen, progesteron, maupun pil
kombinasi. Adapun tujuan pemberian hormonal progesteron adalah untuk memberikan
keseimbangan pengaruh pemberian estrogen. Dan pemberian pil kombinasi bertujuan merubah
endometrium menjadi reaksi pseudodesidual.
B. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Melalui penulisan laporan ini kami berharap mampu mengkaji, mengidentifikasi,
menganalisis dan melaksanakan asuhan kebidanan khususnya dalam hal penanganan
perdarahan uterus abnormal terutama bagi mahasiswa.
b. Tujuan Khusus
1. Dengan disusunnya laporan ini mahasiswa diharapkan :
2. Mahasiswa dapat mengumpulkan sampai dengan menganalisa data
3. Mahasiswa dapat mengidentifikasi diagnosa dan masalah
4. Mahasiswa dapat mengidentifikasi kebutuhan segera
5. Mahasiswa dapat merencanakan asuhan kebidanan yang telah dilakukan
6. Mahasiswa dapat melaksanakan asuhan kebidanan
7. Mahasiswa dapat mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
ABNORMAL UTERINE BLEEDING (AUB)
B.E TIOLOGI
Sebab-sebab organik
Perdarahan dari uterus, tuba, dan ovarium disebabkan oleh kelainan pada:
1) Serviks uteri, seperti polipus servisis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus pada
porsio uteri, karsinoma servisis uteri;
2) Korpus uteri, seperti polip endometrium, abortus iminens, abortus sedang
berlangsung, abortus inkompletus, mola hidatidosa, koriokarsinoma,
subinvolusio uteri, karsinoma korporis uteri, sarkoma uteri, mioma uteri;
3) Tuba Falopii, seperti kehamilan ektoplik terganggu, radang tuba, tumor tuba;
4) Ovarium, seperti radang ovarium, tumor ovarium.
Sebab-sebab fungsional
Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik,
dinamakan perdarahan disfungsional. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada
setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi , kelainan ini lebih sering
dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium. Dua pertiga dari
wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan disfungsional berumur
diatas 40 tahun, dan 3% dibawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek banyak
dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa pubertas, akan tetapi karena
keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarang diperlukan perawatan di rumah
sakit.
C. KLASIFIKASI
atau histopatologi.
1) Polip (PUA-P)
Definisi: Pertumbuhan lesi lunak pada lapisan endometrium uterus, baik
bertangkai maupun tidak, berupa pertumbuhan berlebih dari stroma dan
kelenjar endometrium dan dilapisi oleh epitel endometrium. Biasanya
terjadi pada fundus dan dapat melekat dengan adanya tangkai yang ramping
(bertangkai) atau dasar yang lebar (tidak bertangkai). Kadang-kadang polip
prolaps melalui serviks.
Gejala:
o Polip biasanya bersifat asimptomatik, tetapi dapat pula meyebabkan
PUA, paling umum berupa perdarahan banyak dan di luar siklus atau
perdarahan bercak ringan pasca menopause.
o Lesi umumnya jinak, namun sebagian atipik atau ganas.
Diagnostik:
o Diagnosis polip ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG dan atau
histeroskopi, dengan atau tanpa hasil histopatologi.
2) Adenomiosis (PUA-A)
Definisi: Dijumpainya jaringan stroma dan kelenjar endometrium ektopik
pada lapisan miometrium.
Gejala:
o Nyeri haid, nyeri saat senggama, nyeri menjelang atau sesudah haid,
nyeri saat buang air besar, atau atau nyeri pelvik kronik.
o Gejala nyeri tersebut di atas dapat disertai dengan perdarahan uterus
abnormal berupa perdarahan banyak yang terjadi dalam siklus.
Diagnostik:
o Pemeriksaan Fisik:
Fundus uteri membesar secara difus.
Adanya daerah adenomiosis yang melunak, dapat diamati tepat
sebelum atau selama permulaan menstruasi.
o Kriteria adenomiosis ditentukan berdasarkan kedalam jaringan
endometrium pada hasil histopatologi. Hasil histopatologi menunjukkan
dijumpainya kelenjar dan stroma endometrium etopik pada jaringan
miometrium.
o Adenomiosis dimasukkan dalam sistem klasifikasi berdasarkan
penelitian MRI dan USG. Mengingat terbatasnya fasilitas MRI,
pemeriksaan USG cukup untuk mendiagnosis adenomiosis. Hasil USG
menunjukkan jaringan endometrium heteropik pada miometrium dan
sebagian berhubungan dengan adanya hipertrofi miometrium.
Diagnosis banding
o Kehamilan.
o Leiomioma submukosa.
o Hipertrofi uteri idiopatik.
o Karsinoma endometrium.
Terapi:
o Simptomatik: diberikan jika masih ingin mempertahankan
kemampuan untuk memiliki anak.
o Reseksi.
o Terapi kuratif: histerektomi.
3) Leiomioma (PUA-L)
Definisi: pertumbuhan jinak otot polos uterus pada lapisan miometrium.
Jenis berdasarkan lapisan uterus tempat tumbuhnya:
o Submukosa
o Intramural
o Subserosa.
Gambar Subklasifikasi Leiomioma
Terapi:
1. Observasi: jika uterus diameternya kurang dari ukuran uterus pada masa
kehamilan 12 minggu tanpa disertai penyulit.
2. Ekstirpasi: biasanya untuk mioma submukosa bertangkai atau mioma
lahir/geburt, umumnya dilanjutkan dengan tindakan dilatasi dan
kuretase.
3. Laparotomi miomektomi: bila fungsi reproduksi masih diperlukan dan
secara teknis memungkinan untuk dilakukan tidakan tersebut. Biasanya
untuk mioma intramural, subserosa, dan subserosa bertangkai, tindakan
tersebut telah cukup memadai.
4. Laparotomi histerektomi:
Bila fungsi reproduksi tak diperlukan lagi,
Pertumbuhan tumor sangat cepat.
Sebagai tindakan hemostatis, yakni dimana terjadi perdarahan terus
menerus dan banyak serta tidak membaik dengan pengobatan.
5) Coagulopathy (PUA-C)
Definisi: gangguan hemostatis sistemik yang berdampak terhadap
perdarahan uterus.
Gejala: perdarahan uterus abnormal
Diagnostik:
o Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan hemostatik
sistemik yang terkait dengan PUA.
o 13% perempuan dengan perdarahan haid banyak memiliki kelainan
hemostatis sistemik, dan yang paling sering ditemukan adalah
penyakit von Willebrand.
7) Endometrial (PUA-E)
Definisi: Gangguan hemostatis local endometrium yang memiliki kaitan
erat dengan terjadinya perdarahan uterus.
Gejala: perdarahan uterus abnormal.
Diagnostik:
o Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan
siklus haid teratur.
o Penyebab perdarahan pada kelompok ini adalah gangguan
hemostatis local endometrium.
o Adanya penurunan produksi faktor yang terkait vasokonstriksi
seperti endothelin-1 dan prostaglandin F2α serta peningkatan
aktivitas fibrinolisis.
o Gejala lain kelompok ini adalah perdarahan tengaha atau perdarahan
yang berlanjut akibat gangguan hemostatis local endometrium.
o Diagnosis PUA-E ditegakkan setelah menyingkirkan gangguan lain
pada siklus haid yang berovulasi.
8) Iatrogenik (PUA-I)
Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan intervensi medis
seperti penggunaan estrogen, progesterin, atau AKDR.
Perdarahan haid di luar jadwal yang terjadi akibat penggunaan estrogen atau
progestin dimasukkan dalam istilah perdarahan sela atau breakthrough
bleeding (BTB).
Perdarahan sela terjadi karena rendahnya konsentrasi estrogen dalam
sirkulasi yang dapat disebabkan oleh sebagai berikut:
o Pasien lupa atau terlambat minum pil kontrasepsi’
o Pemakaian obat tertentu seperti rifampisin
o Perdarahan haid banyak yang terjadi pada perempuan pengguna anti
koagulan (warfarin, heparin, dan low molecular weight heparin)
dimasukkan ke dalam klasifikasi PUA-C.
9) Not yet classified (PUA-N)
Kategori ini dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau sulit dimasukkan
dalam klasifikasi.
Kelainan yang termasuk dalam kelompok ini adalah endometritis kronik
atau malformasi arteri-vena.
Kelainan tersebut masih belum jelas kaitannya dengan PUA.
D. PATOLOGI
Schröder pada tahun 1915, setelah penelitian histopatologik pada uterus
dan ovarium pada waktu yang sama, menarik kesimpulan bahwa gangguan
perdarahan yang dinamakan metropatia hemoragika terjadi karena persistensi
folikel yang tidak pecah sehingga tidak terjadi ovulasi dan pembentukan korpus
luteum. Akibatnya, terjadilah hiperplasia endometrium karena stimulasi estrogen
yang berlebihan dan terus–menerus. Penjelasan ini masih dapat diterima untuk
sebagian besar kasus-kasus perdarahan disfungsional.
Akan tetapi, penelitian menunjukkan pula bahwa perdarahan disfungsional
dapat ditemukan bersamaan dengan berbagai jenis endometrium, yakni
endometrium atrofik, hiperplastik, proliferatif, dan sekretoris, dengan endometrium
jenis nonsekresi merupakan bagian terbesar. Pembagian endometrium dalam
endometrium jenis nonsekresi dan endometrium jenis sekresi penting artinya,
kakarena dengan dengan demikian dapat dibedakan perdarahan yang anovulatoar
dan yang ovulatoar. Klasifikasi ini mempunyai nilai klinik karena kedua jenis
perdarahan disfungsional ini mempunyai dasar etiologi yang berlainan dan
memerlukan penanganan yang berbeda. Pada perdarahan disfungsional yang
ovulatoar gangguan dianggap berasal dari faktor-faktor neuromuskular,
vasomotorik, atau hematologik, yang mekanismenya belum seberapa dimengerti,
sedangkan perdarahan anovulatoar biasanya dianggap bersumber pada gangguan
endokrin.
Siklus Menstruasi
E. FAKTOR RESIKO
F. Gambaran Klinis
Perdarahan Ovulatoar
Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional dengan
siklus pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk menegakkan
diagnosis perdarahan ovulatoar, perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati
haid. Jika karena perdarahan yang lama dan tidak teratur siklus haid tidak dikenali
lagi, maka kadang-kadang bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong. Jika
sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa
adanya sebab organik, maka harus dipikirkan sebagai etiologinya:
1. Korpus luteum persistens; dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-kadang
bersamaan dengan ovarium membesar. Sindrom ini harus dibedakan dari
kehamilan ektopik karena riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan panggul
sering menunjukkan banyak persamaan antara keduanya. Korpus luteum
persistens dapat pula menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur
(irregular shedding). Diagnosis irregular shedding dibuat dengan kerokan
yang tepat pada waktunya, yakni menurut Mc Lennon pada hari ke-4 mulainya
perdarahan. Pada waktu ini dijumpai endometrium dalam tipe sekresi
disamping tipe nonsekresi.
2. Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting,
menoragia, atau polimenore. Dasarnya ialah kurangnya produksi progesteron
disebabkan oleh gangguan LH releasing factor. Diagnosis dibuat, apabila hasil
biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran
endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan.
3. Apopleksia uteri : pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya
pembuluh darah dalam uterus.
4. Kelainan darah, seperti anemia, purpura trombositopenik, dan gangguan dalam
mekanisme pembekuan darah.
Menurut Isselbacher.Harrison, perdarahan Uterus Disfungsional dapat
dibedakan menjadi penyebab dengan siklus Ovulasi dan penyebab yang
berhubungan dengan siklus anovulasi. Namun ada beberapa kondisi yang
dikaitkan dengan perdarahan rahim disfungsional, antara lain :
a. Alat kontrasepsi IUD / hormonal
Wanita yang menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim (IUD)
untuk pengendalian kelahiran, juga mungkin mengalami periode yang
berlebihan atau berkepanjangan. Jika Anda mengalami perdarahan berat
saat menggunakan IUD, IUD harus dihapus dan diganti dengan metode
pengendalian kelahiran alternatif. Biasanya terdeteksi segera setelah
menstruasi dimulai.
b. Gangguan trombosit
Merupakan kelainan darah yang paling umum yang menyebabkan
perdarahan >>berlebihan, gangguan trombosit yang paling umum adalah
penyakit von Willebrand. Wanita dengan penyakit von Willebrand
umumnya akan mengalami tidak hanya perdarahan menstruasi yang
berat, tapi mimisan, memar mudah, dan darah dalam tinja.
c. Hormon
Ketidakseimbangan hormon yang mengganggu ovulasi dapat
menyebabkan perdarahan uterus abnormal. Beberapa hal yang dapat
mengganggu keseimbangan hormon yang rumit yang mempengaruhi
ovulasi dan pendarahan, yaitu :
1) Kehamilan Pada wanita usia subur, kehamilan merupakan
penyebab utama dari periode dilewati.
2) Perimenopause Perubahan hormonal yang terjadi selama
menjelang menopause (berhentinya menstruasi) menyebabkan
kelainan perdarahan.
3) Stres Stres hormon seperti kortisol yang diketahui mengganggu
ovulasi.
4) Polycystic ovary syndrome (PCOS) suatu kondisi di mana
ovarium menjadi penuh dengan kista kecil dan memperbesar.
Masalah terjadi ketika kelenjar pituitary memproduksi terlalu banyak
hormon yang disebut luteinizing hormone (LH). Ketidakseimbangan
hormon yang menciptakan hasil meluap-luap lapisan rahim yang
membuat perdarahan tidak teratur.
5) Penyebab Lainnya Masalah yang berasal dari kelenjar tiroid,
kelenjar pituitary, atau kelenjar adrenal dapat mengganggu ovulasi.
Masalah fisik di dalam rahim dapat menyebabkan perdarahan
abnormal, yaitu :
a) Fibroid pertumbuhan non-kanker yang menyerang dinding
rahim di minimal 20% dari wanita berusia di atas 35. Fibroid
dapat muncul secara tunggal atau dalam kelompok, dan sekecil
anggur atau sebesar jeruk. Mereka terdiri dari otot dan jaringan
fibrosa, dan dapat menyebabkan aliran berlebihan saat
menstruasi atau pendarahan antara periode.
b) Polip pertumbuhan non-kanker yang dapat menyerang leher
rahim atau uterus. Polip mungkin begitu kecil sehingga mereka
tidak diketahui, atau mungkin cukup besar untuk menyodok ke
dalam rongga rahim atau panggul dan menyebabkan perdarahan
abnormal.
c) Penyakit radang panggul (PID) suatu kondisi di mana
saluran tuba menjadi meradang, biasanya karena infeksi seksual
diperoleh. Perdarahan yang tidak teratur adalah salah satu dari
banyak gejala PID.
d) Kanker rahim pertumbuhan ganas pada rahim. Hal ini dapat
terjadi pada dinding rahim (endometrium) / dalam dinding otot
nya (sarkoma uterus).
e) Kanker endometrium kanker yang paling umum dari sistem
reproduksi wanita, & hampir selalu menyerang wanita
menopause antara usia 50 - 70. Setiap perdarahan setelah
menopause harus diperiksa segera.
f) Gangguan nutrisi Wanita dengan lemak tubuh sangat rendah
karena gangguan makan, diet ketat, atau olahraga berlebihan
sering dapat berhenti ovulasi dan menstruasi.
Perdarahan anovulatoar
Fluktuasi kadar estrogen ada sangkut-pautnya dangan jumlah folikel yang pada
suatu waktu fungsional aktif. Folikel-folikel ini mengeluarkan estrogen sebelum
mengalami atresia, dan kemudian diganti oleh folikel-folikel baru. Endometrium
dibawah pengaruh estrogen tumbuh terus, dan dari endometrium yang mula-mula
proliferatif dapat terjadi endometrium bersifat hiperplasia kistik. Jika gambaran itu
dijumpai pada sediaan yang diperoleh dengan kerokan, dapat diambil kesimpulan
bahwa perdarahan bersifat anovulatoar.
Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada harapan
bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi ovulatoar,
pada seorang wanita dewasa dan terutama dalam masa pramenopause dengan
perdarahab tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk menentukan ada tidaknya
tumor ganas.
Oligomenorea Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval > 35 hari dan
disebabkan oleh fase folikuler yang memanjang.
Polimenorea Perdarahan uterus yg trjadi dgn interval <21 hari & disebabkan
defek fase luteal.
Menoragia Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval normal ( 21 – 35
hari) namun jumlah darah haid > 80 ml atau > 7 hari.
Menometroragia Perdarahan uterus yang tidak teratur, interval non-siklik dan dengan
darah yang berlebihan (>80 ml) dan atau dengan durasi yang
panjang ( > 7 hari).
Metroragia/ Perdarahan uterus yang tidak teratur diantara siklus ovulatoir
perdarahan dengan penyebab a.l penyakit servik, AKDR, endometritis, polip,
antara haid mioma submukosa, hiperplasia endometrium, dan keganasan.
Bercak Bercak perdarahan yang terjadi sesaat sebelum ovulasi yang
intermenstrual umumnya disebabkan oleh penurunan kadar estrogen.
Perdarahan Perdarahan uterus yang terjadi pada wanita menopause yang
pasca sekurang-kurangnya sudah tidak mendapatkan haid selama 12
menopause bulan.
Perd.uterus Perdarahan uterus yang ditandai dengan hilangnya darah yang
abnormal akut sangat banyak dan menyebabkan gangguan hemostasisis (hipotensi
, takikardia atau renjatan).
Perdarahan Perdarahan uterus yang bersifat ovulatoir atau anovulatoir yang
uterus disfungsi tidak berkaitan dengan kehamilan, pengobatan, penyebab
iatrogenik, patologi traktus genitalis yang nyata dan atau gangguan
kondisi sistemik.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Wiknjoksastro (2007) & Morgan,Geri dkk (2009), yaitu :
1. Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang lengkap
Jika anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan adanya penyakit
sistemik, maka penyelidikan lebih jauh mungkin diperlukan. Abnormalitas
pada pemeriksaan pelvis harus diperiksa dengan USG dan laparoskopi jika
diperlukan.
Perdarahan Pervaginam Durasi
Kuantitas Menorrhagia (Hipermenorrhoe)
Penyemburan Spotting (antar menstruasi, postmenstruasi, post
Spotting (diluar menopause)
menstruasi)
Warna Gejala Penyerta
Merah segar Demam dan nyeri
Noda cokelat Kram uterus dan kehamilan
Petekiae dan Epitaksis
Riwayat penyakit Interval
dahulu Siklik
Kontrasepsi oral Non siklik
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut (Wiknjoksastro, 2007) & (Estephan A. 2005), prinsip secara umum yaitu :
1. Menghentikan perdarahan Langkah-langkah upaya menghentikan
perdarahan adalah sebagai berikut:
a. Kuret (curettage) Hanya untuk wanita yang sudah menikah.
b. Obat (medikamentosa)
1) Golongan estrogen
Pada umumnya dipakai estrogen alamiah, misalnya: estradiol
valerat (nama generik) yang relatif menguntungkan karena tidak
membebani kinerja liver dan tidak menimbulkan gangguan
pembekuan darah. Jenis lain, misalnya: etinil estradiol, tapi obat ini
dapat menimbulkan gangguan fungsi liver. Dosis dan cara pemberian
:
a) Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 2,5 mg diminum
selama 7-10 hari.
b) Benzoas estradiol: 20 mg disuntikkan intramuskuler. (melalui
bokong)
c) Jika perdarahannya banyak, dianjurkan nginap di RS
(opname), dan diberikan Estrogen konyugasi (estradiol
valerat): 25 mg secara intravenus (suntikan lewat selang infus)
perlahan-lahan (10-15 menit), dapat diulang tiap 3-4 jam.
Tidak boleh lebih 4 kali sehari.
Estrogen intravena dosis tinggi ( estrogen konjugasi 25 mg
setiap 4 jam sampai perdarahan berhenti ) akan mengontrol secara
akut melalui perbaikan proliferatif endometrium dan melalui efek
langsung terhadap koagulasi, termasuk peningkatan fibrinogen dan
agregasi trombosit. Terapi estrogen bermanfaat menghentikan
perdarahan khususnya pada kasus endometerium atrofik atau
inadekuat. Estrogen juga diindikasikan pada kasus DUB sekunder
akibat depot progestogen ( Depo Provera ). Keberatan terapi ini ialah
bahwa setelah suntikan dihentikan, perdarahan timbul lagi.
2) Obat Kombinasi
Terapi siklik merupakan terapi yang paling banyak
digunakan dan paling efektif. Pengobatan medis ditujukan pada
pasien dengan perdarahan yang banyak atau perdarahan yang terjadi
setelah beberapa bulan amenore. Cara terbaik adalah memberikan
kontrasepsi oral ; obat ini dapat dihentikan setelah 3 – 6 bulan dan
dilakukan observasi untuk melihat apakah telah timbul pola
menstruasi yang normal. Banyak pasien yang mengalami anovulasi
kronik dan pengobatan berkelanjutan diperlukan.
3) Golongan progesterone
Pertimbangan di sini ialah bahwa sebagian besar perdarahan
fungsional bersifat anovulatoar, sehingga pemberian obat
progesterone mengimbangi pengaruh estrogen terhadap
endometrium. Obat untuk jenis ini, antara lain:
a) Medroksi progesteron asetat (MPA): 10-20 mg per hari,
diminum 7-10 hari.
b) Norethisteron: 3×1 tablet, diminum selama 7-10 hari.
c) Kaproas hidroksi-progesteron 125 mg secara intramuskular.
4) OAINS
Menorragia dapat dikurangi dengan Obat Anti Inflamasi
Non Steroid. Fraser dan Shearman membuktikan bahwa OAINS
paling efektif jika diberikan selama 7 hingga 10 hari sebelum onset
menstruasi yang diharapkan pada pasien DUB ovulatori, tetapi
umumnya dimulai pada onset menstruasi dan dilanjutkan selama
espisode perdarahan dan berhasil baik. Obat ini mengurangi
kehilangan darah selama menstruasi ( mensturual blood loss / MBL )
dan manfaatnya paling besar pada DUB ovulatori dimana jumlah
pelepasan prostanoid paling tinggi.
2. Mengatur menstruasi agar kembali normal Setelah perdarahan berhenti,
langkah selanjutnya adalah pengobatan untuk mengatur siklus menstruasi,
misalnya dengan pemberian: Golongan progesteron: 2×1 tablet diminum
selama 10 hari. Minum obat dimulai pada hari ke 14-15 menstruasi.
3. Transfusi jika kadar hemoglobin kurang dari 8 gr% Terapi yang ini
diharuskan pasiennya untuk menginap di Rumah Sakit atau klinik. Sekantong
darah (250 cc) diperkirakan dapat menaikkan kadar hemoglobin (Hb) 0,75 gr
%. Ini berarti, jika kadar Hb ingin dinaikkan menjadi 10 gr% maka kira- kira
perlu sekitar 4 kantong darah.
A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
agama dan alamat, serta data penanggung jawab
2. Keluhan klien saat masuk rumah sakit Biasanya klien merasa nyeri pada
daerah perut & terasa ada massa di daerah abdomen, menstruasi yg tidak
berhenti-henti.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang Keluhan yang dirasakan klien adalah
nyeri pada daerah abdomen bawah, ada pembengkakan pada daerah
perut, menstruasi yang tidak berhenti, rasa mual dan muntah.
b. Riwayat kesehatan keluarga kaji riwayat keluarga dlm kelainan
ginekologi
4. Riwayat kehamilan dan persalinan Dengan kehamilan dan persalinan/tidak
5. Riwayat menstruasi kadang-kadang terjadi digumenorhea dan bahkan
sampai amenorhea. menarche, lama, siklus, jumlah, warna dan bau
6. Pemeriksaan Fisik Dilakukan mulai dari kepala sampai ekstremitas bawah
secara sistematis.
a. Abdomen Nyeri tekan pada abdomen, Teraba massa pada abdomen.
b. Ekstremitas Nyeri panggul saat beraktivitas, Tidak ada kelemahan.
c. Eliminasi, urinasi Adanya konstipasi, Susah BAK
7. Data Sosial Ekonomi kaji golongan masyarakat dan tingkat umur, baik
sebelum masa pubertas maupun sebelum menopause.
8. Data Psikologis Ovarium merupakan bagian dari organ reproduksi wanita,
dimana ovarium sebagai penghasil ovum, mengingat fungsi dari ovarium
tersebut sementara pada klien dengan perdarahan abnormal pervaginam hal
ini akan mempengaruhi mental klien yang ingin hamil
9. Pola kebiasaan Sehari-hari Biasanya klien mengalami gangguan dalam
aktivitas, dan tidur karena merasa nyeri
10. Pemeriksaan Penunjang
a. Data laboratorium pemeriksaan darah lengkap (NB, HT, SDP)
b. Pemeriksaan fisiki ada tidaknya benjolan dan ukuran benjolan
B.ANALISA DATA
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA TUJUAN & KH INTERVENSI
Nyeri Tujuan : Nyeri berkurang Kaji riwayat nyeri, mis : lokasi
setelah dilakukan tindakan nyeri, frekuensi, durasi dan
keperawatan selama 1 x 24 intensitas (kala 0-10) dan tindakan
jam. pengurangan yang dilakukan.
Kriteria Hasil : Bantu pasien mengatur posisi
Klien menyatakan nyeri senyaman mungkin (posisi fowler
berkurang (skala 3-5) atau posisi datar atau miring kesalah
Klien tampak tenang, satu sisi)
eksprei wajah rileks. Kaji tanda vital :
TTV normal : Suhu : 36- tachicardi,hipertensi, pernafasan
37 0C, N : 80-100 x/m, cepat.
RR : 16-24x/m, TD : Ajarkan pasien penggunaan
Sistole : 100- keterampilan manajemen nyeri mis :
130 mmHg, Diastole : dengan teknik relaksasi, tertawa,
70-80 mmHg mendengarkan musik dan sentuhan
terapeutik.
Evaluasi/ kontrol pengurangan nyeri
Ciptakan suasana lingkungan
tenang dan nyaman.
Kolaborasi untuk pemberian
analgetik sesuai indikasi.
Laksanakan pengobatan sesuai
indikasi seperti analgesik intravena.
Observasi efek analgetik (narkotik )
Kolaborasi : anjurkan dilakukannya
pembedahan
Motivasi klien untuk mobilisasi dini
setelah pembedahan bila sudah
diperbolehkan.
Resiko tinggi Tujuan : Setelah dilakukan Kaji tanda-tanda kekurangan cairan.
kekurangan cairan tindakan keperawatan Pantau masukan dan haluaran/
tubuh selama 2 x 24 jam tidak monitor balance cairan tiap 24 jam.
terjadi kekurangan volume Monitor tanda-tanda vital. Evaluasi
cairan tubuh. nadi perifer.
Kriteria Hasil : Observasi pendarahan
Tidak ditemukan tanda- Anjurkan klien untuk minum +
tanda kekuranga cairan. 1500-2000 ,l/hari
Seperti turgor kulit Kolaborasi untuk pemberian cairan
kurang, membran parenteral dan kalau perlu transfusi
mukosa kering, demam. sesuai indikasi, pemeriksaan
Pendarahan berhenti, laboratorium. Hb, leko, trombo,
keluaran urine 1 cc/kg ureum, kreatinin.
BB/jam.
TTV normal : Suhu : 36-
37 0C, N : 80-100 x/m,
RR : 16-24x/m, TD :
Sistole : 100-130
mmHg, Diastole : 70-80
mmHg
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Anovulasi/ ovulasi, perimenopause, PSCOH Tumor jinak Pemakaian IUD Endometrium, vartio uteri, vagina, labia
Berkembang didalamDalam
rahimjangka panjang atau pemasangan yang tidak benar
Perlukaan atau keganasan pada genitalia bagian dalam
Ketidakseimbangan hormon
B1 B2 B3 B4 B5 B6
Perdarahan Kehilangan darah > 30% Adanya kontaksi otot Kompresi saluran Peningkatan Suplai o2 menurun
endometrium kemih hormon gastrin
Penurunan Hipoksia miokard
volume HB menurun Anemia Penekanan pada ujung Obstruksi sebagian HCL meningkat
intravaskule saraf atau total
Metabolisme
r
Hipotensi anaerob
Iritasi lambung
Suplai Pelepasan bradikinin Penyempitan
darah uretra
Suplai darah perfusi pH sel menurun
menurun Refluk lambung
tidak adekuat Aktivasi nosiseptor
Suplai o2 menurun volume urin
menurun Mual & muntah Peningkatan
Sianosis Syok Hipovolemik Hipotalamus asam laktat
Kompensasi paru
oliguria Penurunan nafsu
Jaringan Korteks serebri makan fatique
Penggunaan otot perfusi perifer
bantu nafas tidak efektif Gangguan pola
Interpretasi nyeri eliminasi urin
Intoleransi
Defisit nutrisi
Dispnea aktivitas
Nyeri Akut
Pola nafas tidak
RR meningkat efektif