Isbandiyah1, Supriyanto2
STKIP-PGRI Lubuklinggau1,2
isbandiyah@stkippgri-lubuklinggau.ac.id1
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis nilai-nilai karakter Tapis
Lampung sebagai upaya memperkuat identitas bangsa Indonesia. Adapun metode
yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan etnografi. Teknik
pengumpulan datanya menggunakan studi kepustakaan dan model analisis yang
digunakan adalah model Critical Discourse Analysis (CDA) atau analisis wacana
kritis. Hasil penelitian didapatkan kain Tapis dibuat dengan sistem sulam,
menggunakan benang kapas dan benang perak atau emas serta dengan motif
hiasan bahan sugi. Kain Tapis biasanya dipakai oleh para gadis dan wanita suku
Lampung, sebagai perlengkapan upacara adat, keagamaan, dan perkawinan.
Dalam Tapis tersimpan nilai-nilai hidup atau nilai karakter yang berkembang
dalam masyarakat Lampung. Nilai-nilai karakter tersebut diantaranya adalah nilai
sakral, nilai stratifikasi sosial, nilai sejarah dan pemahaman terhadap alam, nilai
kreativitas dan inklusivitas, nilai ekonomis, nilai kerjasama, dan nilai ketekunan,
ketelitian, dan kesabaran. Kain Tapis Lampung merupakan salah satu identitas
bangsa Indonesiayang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Oleh karena itu, sebagai
upaya memperkuat identitas bangsa, Kain Tapis Lampung diperkenalkan pada
masyarakat internasional. Berdasarkan hasil analisis dari berbagai sumber, dapat
disimpulkan bahwa Tapis merupakan salah satu bentuk pencapaian peradaban
masyarakat Lampung
ABSTRACT
The purpose of this study is to analyze the values of the character of Lampung
Tapis as an effort to strengthen the identity of the Indonesian nation. The method
used is a qualitative method with an ethnographic approach. The data collection
technique uses library studies and the analysis model used is the Critical
Discourse Analysis (CDA) model or critical discourse analysis. The results
showed that Tapis fabric was made with a embroidery system, using cotton yarn
and silver or gold thread and with decorative motifs of ingredients. Tapis cloth is
usually worn by Lampung tribal girls and women, as supplies for traditional,
religious and marriage ceremonies. In Tapis, the values of life or character values
are developed in Lampung society. These character values include sacred values,
social stratification values, historical values and understanding of nature, values
of creativity and inclusiveness, economic value, value of cooperation, and values
29
2019. Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset Sosial Humaniora (KAGANGA) 2 (1): 29-43
30
2019. Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset Sosial Humaniora (KAGANGA) 2 (1): 29-43
31
2019. Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset Sosial Humaniora (KAGANGA) 2 (1): 29-43
32
2019. Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset Sosial Humaniora (KAGANGA) 2 (1): 29-43
budaya lokal, sehingga semakin terlihat rasa percaya satu sama lain, tanpa
dan kuatnya identitas bangsa. kohorensi maka kredibilitas seseorang
Pendidikan karakter memiliki akan runtuh; Otonomi maksudnya
beberapa tujuan yang ingin dicapai. seseorang menginternalisasikan nilai-
Menurut Sulistyowati (2012) Tujuan nilai dari luar sehingga menjadi nilai-
pendidikan karakter, diantaranya: nilai pribadi, menjadi sifat yang
Mengembangkan potensi kalbu/ nurani/ melekat, melalui keputusan bebas tanpa
afektif siswa sebagai manusia dan paksaan dari orang lain; dan Keteguhan
warga negara yang memiliki nilai-nilai dan kesetiaan. Keteguhan merupakan
budaya dan karakter bangsa; daya tahan seseorang guna
mengembangkan kebiasaan dan menginginkan apa yang dipandang
perilaku siswa yang terpuji dan sejalan baik, dan kesetiaan merupakan dasar
dengan nilai-nilai universal dan tradisi bagi penghormatan atas komitmen
budaya bangsa yang religius; yang dipilih.
Menanamkan jiwa kepemimpinan dan Pendapat di atas menunjukkan
tanggungjawab siswa sebagai generasi bahwa terlaksananya pendidikan
penerus bangsa; Mengembangkan karakter dapat dilihat dari ciri-cirinya,
kemampuan siswa menjadi manusia diantaranya adanya tindakan yang
yang mandiri, kreatif, berwawasan sesuai dengan nilai-nilai karakter,
kebangsaan; dan mengembangkan munculnya orang yang teguh pada
lingkungan kehidupan sekolah sebagai prinsip dan tidak mudah terombang-
lingkungan belajar yang aman, jujur, ambing pada situasi, adanya
penuh kreativitas dan persahabatan, internalisasi nilai-nilai karakter hingga
serta kebangsaan yang tinggi dan menjadi sifat/watak yang melekat pada
penuh kekuatan. diri seseorang, dan adanya seseorang
Berdasarkan pendapat tersebut yang memiliki daya tahan dan
tujuan pendidikan karakter sangat komitmen yang tinggi. Jika semua ciri-
mulia dan bermanfaat untuk manusia ciri pendidikan karakter sudah melekat
dan juga untuk lingkungan sekitar. Hal dalam diri seseorang, maka pendidikan
ini karena tujuan pendidikan karakter karakter telah terlaksana dengan baik.
mengarah pada pengembangan
kemampuan dan perilaku seseorang Budaya Lokal Tapis Lampung
agar menjadi lebih baik serta memiliki Pendidikan dan kebudayaan
nilai guna yang tinggi. memiliki keterkaitan yang sangat kuat.
Untuk mengetahui keberhasilan Pendidikan tidak dapat dipisahkan
pelaksanaan pendidikan karakter, dapat dengan kebudayaan. Tanpa proses
dilihat dari ciri-ciri pendidikan pendidikan tidak mungkin kebudayaan
karakter. Menurut Adisusilo (2012) ada itu berlangsung dan berkembang.
empat ciri dasar pendidikan karakter. Proses pendidikan tidak lebih dari
Keteraturan interior di mana setiap sebagai proses transmisi
tindakan diukur berdasarkan kebudayaan.Sumaatmadja (2002)
seperangkat nilai. Nilai menjadi menyatakan bahwa “Hubungan antara
pedoman normative setiap tindakan; pendidikan dan kebudayaan paling
Koherensi yang memberi keberanian, tidak terdapat kata-kata kunci, yaitu
yang membuat seseorang teguh pada ”Pendidikan merupakan akulturasi
perinsip, tidak mudah terombang- (pembudayaan), institusionalisasi,
ambing pada situasi. Koherensi ini transfer, imparting (memberikan,
merupakan dasar yang membangun
33
2019. Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset Sosial Humaniora (KAGANGA) 2 (1): 29-43
34
2019. Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset Sosial Humaniora (KAGANGA) 2 (1): 29-43
35
2019. Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset Sosial Humaniora (KAGANGA) 2 (1): 29-43
36
2019. Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset Sosial Humaniora (KAGANGA) 2 (1): 29-43
37
2019. Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset Sosial Humaniora (KAGANGA) 2 (1): 29-43
38
2019. Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset Sosial Humaniora (KAGANGA) 2 (1): 29-43
39
2019. Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset Sosial Humaniora (KAGANGA) 2 (1): 29-43
40
2019. Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset Sosial Humaniora (KAGANGA) 2 (1): 29-43
41
2019. Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset Sosial Humaniora (KAGANGA) 2 (1): 29-43
42
2019. Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset Sosial Humaniora (KAGANGA) 2 (1): 29-43
43