Anda di halaman 1dari 4

Bertahan dalam Tempaan

         Indah namanya, ia adalah seorang pemandu wisata di perusahaan pariwisata.


Perusahaannya ini melayani paket perjalanan wisata di kota tersebut. Meski tak terlalu besar,
pengguna jasa perusahaan ini lumayan ramai, apalagi saat musim liburan panjang. Tak heran,
karena perusahaan ini berdiri di salah satu kota yang terkenal akan daya tarik wisata alamnya.

         Sebagai pemandu wisata, ia dituntut untuk mengetahui seluk beluk objek objek wisata
yang dituju dan selalu tampak ceria di depan wisatawan. Sebagai pemandu lepas, Indah baru
dapat menerima upah saat ada permintaan perjalanan wisata. Biasanya, ia menerima upah
sekitar seratus hingga tiga ratus ribu rupiah tiap perjalanan tergantung rute perjalanan tersebut.
Upah tersebut ia gunakan untuk menyewa sebuah rumah kost, memenuhi kebutuhan sehari
harinya dan sisanya ia tabung.

         Bulan Maret ini, sudah ada beberapa rombongan yang merencanakan perjalanan wisata,
kebanyakan adalah rombongan karya wisata sekolah. Namun sejak masuknya pandemi covid-
19 ke Indonesia, banyak dari perjalanan tersebut dibatalkan.

Hal ini tentu sangat berpengaruh bagi pekerja lepas seperti Indah. Bahkan karyawan
tetap pun, menghadapi ancaman PHK. Sudah hampir sebulan tidak ada panggilan untuk
memandu rombongan wisata. Tiba-tiba ada panggilan dari perusahaan untuk seluruh pemandu
wisata.

“Mengharap kehadiran seluruh pemandu wisata lepas untuk dapat hadir di gedung
perusahaan esok pagi pukul delapan.” Begitu isi pesan teks singkat yang diterima Indah dari
grup obrolan perusahaan.

Indah tentu berharap bahwa pertemuan itu adalah panggilan untuk memandu
rombongan dalam jumlah besar. Ia melewati malam dengan penuh harap dan cemas. Lalu
keesokan harinya ia berangkat menuju perusahaan menggunakan sepeda motor membonceng
dengan teman satu kosnya, Rani.

“Memangnya ada apa sih kok semua pemandu dipanggil Ndah?” Tanya Rani sambil
tetap memperhatikan jalanan yang dilalui. “Gatau juga Ran, kemarin cuma dikasih tau buat
dateng ke gedung perusahaan. Semoga aja sih panggilan buat memandu rombongan lagi.”
Balas Indah. “Loh, bukannya kemarin katanya banyak rombongan yang batal sama ditunda ya?
Bahkan ada yang perusahaannya sampai bangkrut lho.” Heran Rani. “Ishh, jangan sampe deh
bangkrut, semoga bener panggilan memandu rombongan.” Harap Indah. “Iya deh, semoga aja
emang panggilan buat memandu rombongan.” Timpal Rani.
Sesampainya di gedung perusahaan, sudah banyak pemandu berkumpul di halamannya.
Mereka semua bertanya tanya apa yang akan disampaikan pimpinan perusahaan sembari harap
cemas begitupun Indah. Begitu pimpinan perusahaan tiba di halaman, seluruh yang hadir
terdiam bersiap mendengarkan apa yang akan disampaikannya.

         “Berhubungan dengan  masuknya  pandemi covid-19 ke Indonesia, banyak perjalanan


yang direncanakan dua bulan ke depan dibatalkan ataupun ditunda karena kekhawatiran
masyarakat.” Terang pimpinan. “karena hal ini, perusahaan memutuskan untuk melakukan
PHK kepada sebagian pegawai tetap, dan untuk para pemandu wisata, karena statusnya
merupakan pekerja lepas, maka perusahaan semestinya tidak wajib memberikan pesangon.
Namun, kami memutuskan untuk memberikan seratus ribu rupiah kepada tiap pemandu
sebagai bentuk kepedulian kami.” Jelas pimpinan perusahaan.

Harapan Indah pupus, ia kini tak bisa berharap mendapat panggilan memandu
rombongan lagi. Suasana pertemuan seketika riuh, para pemandu yang sebagian besar
menggantungkan kehidupannya dari penghasilan tersebut khawatir tidak dapat memenuhi
kebutuhan harian keluarganya.

“Apa tidak bisa ditambah pak, besaran pesangonnya?” Ucap seorang pria paruh baya
yang duduk di depan Indah dengan nada agak memelas. “Maaf pak, perusahaan sudah
berusaha yang terbaik dengan memberikan pesangon di tengah kondisi keuangan perusahaan
yang juga sedang tidak sehat ini.” Timpal pimpinan perusahaan.

Setelah pimpinan selesai memberikan pengarahan, para pemandu mengantri untuk


mengambil uang pesangon yang menjadi hak mereka. Mereka semua keluar dengan tatapan
sendu karena kecewa dan khawatir. “Wah, mbaknya masih muda enak ya masih punya waktu
beban juga ga banyak jadi gampang jadinya kalau mau nyari kerja.” Celetuk seorang ibu ibu
yang tiba tiba muncul di samping Indah. “Hehe, kondisi kaya gini semuanya susah bu nyari
kerja, malah banyak perusahaan yang PHK karyawan.” Jawab Indah dengan santai. “Ahh, iya
juga ya, semoga bisa cepet dapet kerja lagi deh ya mba.”Ujar ibu tadi. “Aamiin, iya bu, semoga
ibu juga cepet dapet kerjaan lagi.”Ucap Indah pada ibu tadi yang sudah mendahuluinya.

Indah berencana untuk sarapan dahulu sebelum menaiki angkot untuk pulang menuju
kostnya. Sepanjang perjalanan Indah memutar otak bagaimana caranya untuk mendapatkan
uang guna memenuhi kebutuhannya. Sempat terbesit di pikirannya untuk kembali pulang ke
kampung halamannya. Namun, ia berpikir itu pasti akan memberatkan orang tuanya. Ia juga
berpikir untuk memulai usaha baru seperti kebanyakan temannya lakukan, namun ia takut
usaha tersebut tidak akan berjalan lancar dan hanya akan membuang uangnya saja.
Ia berjalan kaki ke salah satu pujasera terdekat di daerah itu. Suasana jalanan yang
biasanya ramai pedagang dan kendaraan wisatawan saat ini sangat sepi. Begitupun di pujasera
yang Indah datangi, hanya ada beberapa lapak penjual yang buka.

  Mata Indah langsung tertuju ke gerobak penjual bubur ayam yang ada di pujasera
tersebut. Ia melihat bahwa ternyata penjualnya adalah seorang pria tua yang sudah berusia
sekitar enam puluh tahunan. Tatapan ramah dan hangat menyambut Indah begitu masuk ke
dalam tenda tersebut.

“Mau pesan bubur neng?” Sambut kakek penjual bubur tersebut. “Iya pak, makan disini
komplit ya pak.” Pesan Indah. “Siap neng, tunggu ya.” Timpal sang penjual. “mau kemana nih
neng, jam segini? Kerja ya?” Tanya sang penjual mencoba mencairkan suasana. “nggak pak,
ini malah saya habis pertemuan diumumin kalo ga bakal ada

panggilan kerja dua bulan nanti. Sekarang bingung saya ini uang dari mana buat bayar kost
sama kebutuhan sehari hari.” Jelas Indah. “Oalah, eneng pemandu wisata ya? Iya ni neng sejak
pandemi gini orang yang dateng jadi makin dikit biasanya jualan saya sebelum jam dua belas
udah habis, hari gini mesti sampe sore itu pun pasti ada sisanya” Cerita sang penjual sembari
menyiapkan bubur pesanan Indah. “Iya pak, omong omong, bapak sudah jualan berapa lama?
Masih kuat to pak nyiapin dagangan sampai sore?” Tanya Indah.

“Ya mau gimana  lagi neng, kalo  ga dagang nanti mau makan apa saya sama istri? mau
ga mau ya harus  usaha sendiri neng.” Terang  sang penjual sambil  menghidangkan bubur
ayam pesanan Indah ke meja. “Kemarin istri saya aja baru mulai bikin  masker gitu  buat
nambah nambah penghasilan neng.”Cerita  sang penjual sembari merapikan gerobaknya.

“Ohh, istri bapak jualan maskernya dimana pak?” Tanya Indah sembari menikmati
bubur ayamnya. “Istri saya mah, keliling neng, kadang bisa sampe sore baru pulang lagi.”
Jawab sang penjual. “Apa nggak capek pak? Seusia bapak harusnya udah bisa istirahat di
rumah, dapat nafkah dari anak.” Tanya Indah. “Saya nggak mau ngebebanin anak saya neng,
dia udah susah hidup di rantau. Saya mah asal masih punya tenaga buat dagang ya saya
jalanin. Kadang iri sama yang masih muda kaya eneng gini masih kuat tenaganya bisa nyoba
segala macem kerjaan, apalagi sekarang ada yang namanya itu…, internet” Terang bapak
penjual tersebut.

Mendengar itu, Indah tersadar bahwa dirinya yang masih muda seharusnya masih
mempunyai banyak kesempatan untuk berusaha. Ia seharusnya tidak takut gagal karena akan
lebih luas kesempatannya mencoba lagi.
Indah telah menghabiskan bubur ayamnya, ia kemudian bangkit untuk membayar
pesanannya. “Semuanya jadi berapa pak?” Tanya Indah. “Sepuluh ribu neng” Timpal bapak
penjual tersebut. Indah mengeluarkan satu lembar uang dua puluh ribu rupiah dari dompetnya.
Ia lalu memberikan uang tersebut kepada sang penjual untuk membayar pesanannya tadi.

“Ini pak, kembaliannya buat bapak aja.” Ucap Indah. “Ehh ga usah neng, ini saya ada
kembaliannya kok.” Sahut penjual sembari menyodorkan uang sepuluh ribu sebagai
kembalian. “Nggak apa apa pak, ini juga saya terima kasih bapak sudah menginspirasi saya
supaya tetap semangat.” Sanggah Indah.  “Wahh terima kasih banyak nengg, semoga
dilancarkan rejekinya, cepet bisa dapet penghasilan lagi ya.” Jawab penjual dengan tulus dan 
penuh syukur. Indah mengaminkan perkataan sang penjual tadi dan membalas dengan
senyuman tulus.

Indah mengubah tujuan kepergiannya. Ia menaiki angkot yang akan membawanya


menuju pasar kota. Ia mencoba mencari peluang usaha yang dapat ia jalankan dengan modal
pribadi. Ia sadar bahwa diluar sana banyak orang yang lebih menderita dan kesulitan daripada
dirinya. Tapi mereka tidak pasrah begitu saja pada keadaan. Mereka berusaha dengan
kemampuan mereka untuk dapat bertahan melewati masa sulit ini. Tidak seharusnya ia yang
masih penuh energi dan ide menyerah begitu saja. Kita semua harus berjuang dan tetap
berpikir optimis agar kita dapat melewati tempaan dan cobaan di masa sulit ini.

⸎TAMAT⸎

Anda mungkin juga menyukai