Anda di halaman 1dari 5

Farmakokinetik dan Farmakodinamik Obat Antihipertensi dan

Antidiabetes sesuai Skenario

1. ACE-inhibitor
Farmakodinamik: Secara umum, ACE-inhibitor dibedakan atas dua
kelompok, yaitu (1) Yang bekerja langsung, contohnya kaptopril dan linsinopril,
(2) Prodrug, contohnya enalapril, kuinapril, perindopril, ramipril, silazapril,
benazepril, dan fosinoprilat. ACE-inhobitor menghambat perubahan AI menjadi
AII, sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Selain itu,
degradasi bradikinin juga dihambat, sehingga kadar bradikinin menigkat dalam
darah dan berperan dalam efek vasodilatasi ACE-inhibitor. Vasodilatasi secara
langsung akan menurunkan tekanan darah. Sedangkan berkurangnya aldosteron
akan menyebabkan ekskresi air dan natrium, serta retensi kalium.1
Farmakokinetik: Kaptopril diabsorpsi dengan baik pada pemberian oral
dengan bioavailabilitas 70-75%. pemberian bersama makanan akan mengurangi
absorpsi sekitar 30%, sehingga obat ini harus diberikan setelah makan.Sebagian
besar ACE-inhibitor dimetabolisme di hati, kecuali lisinopril yang tidak
dimetabolisme. Eliminasi umumnya melalui ginjal, kecuali fosinopril yang
mengalami eliminasi di ginjal dan bilier.1

Gambar: Beberapa sediaan ACE inibitor dan farmakokinetiknya


Sumber: Departemen Farmakologi dan Terapeutik. Gunawan SG [editor]. Farmaologi dan terapi.
Edisi ke 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI. 2016.
2. Ca2+ Channel Blocker
Farmakodinamik: Antagonis kalsium (Ca2+ Channel blocker) menghambat
influks kalsium pada otot polos pembuluh darah dan miokard. Di pembuluh
darah, Ca2+ Channel blocker terutama menimbulkan ralaksasi arteriol, sedangkan
vena kurang dipengaruhi. Penurunan resistensi perifer ini diikuti oleh refleks
takikardi dan vasokonsriksi, terutama bila menggunakan golongan dihidropiridi
kerja pendek (nifedipin). Sedangkan diltiazem dan verapamil tidak menimbulkan
takikardi karena efek kronotropik negatif langsung pada jantung. Golongan
dihidropirin (DHP, yakni nifedipin, nikardipin, isradipin, felodipin dan
amlodipin) bersifat vaskuloselektif yang berefek langsung pada nodus AV dan
SA serta menurunkan resistensi perifer tanpa penurunan fungsi jantung yang
berarti.1
Farmakokinetik: Bioavailabilitas oral lebih rendah karena eliminasi
presistemik (metabolisme lintas pertama) yang tinggi di hati. Amlodipin memiliki
bioavailabilitas yang relatif tinggi dibanding Ca2+ Channel blocker yang lain.
Kebanyakan Ca2+ Channel blocker mencapai kadar puncak dengan cepat,
sehingga tekanan darah turun dengan cepat, dan dapat mencetuskan iskemia
miokard atau serebral. Sedangkan absorpsi amlodipin dan sediaan lambat lainnya
terjadi secara lamabt, sehingga dapat mencegah penurunan tekanan darah yang
mendadak. Waktu paruh umumnya pendek/sedang, sehingga harus diberikan 2-3
kali sehari. Semua Ca2+ Channel blocker dimetabolisme di hati, dan hanya sedikit
sekali yang diekskresi dalam bentuk utuh lewat ginjal.1
3. β-Blocker
Farmakodinamik: β blocker menghambat secara kompetitif efek obat
adrenergik, baik NE dan Epi endogen maupun obat adrenergik eksogen pada
adenoreseptor β. Obat ini bersifat kardioselektif yang relatif yakni mempunyai
afinitas yang lebih tinggi terhadap reseptor β1 daripada reseptor β2, tetapi juga
memblok reseptor β2 pada dosis yang lebih tinggi.1
Farmakokinetik: Berdasarkan sifat-sifat farmakokinetiknya, β blocker dibagi
atas 3 golongan, yaitu:1
a) β blocker yang mudah larut dalam lemak, yakni propranolol, alprenolol,
labetalol, kalvedilol, oksprenolol, dan metoprolol, semuanya diabsorpsi
dengan baik (>90%) dari saluran cerna. Tetapi bioavailabilitasnya rendah
(<50%) karena mengalami metabolisme lintas pertama yang ekstensif di hati.
Eleiminasinya melalui metabolisme di hati sangat ekstensif, sehingga obat
utuh yang diekskresi melalui ginjal sangat sedikit(<10%). kelompok ini
mempunyai paruh waku pendek sekitar 3-8 jam, kecuali karvedilol dapat
mencapai 10 jam.1
b) β blocker yang mudah larut dalam air, yakni sotalol, nadolol dan atenolol.
Satolol diabsorpsi baik dari saluran cerna, dan tidak mengalami metabolisme
lintas pertama yang berarti, sehingga diperoleh bioavailabilitas yang tinggi.
Nadolol dan atenolol kurang baik absorpsinya dari saluran cerna, sehingga
bioavailabilitasnya rendah. Obat-obet ini praktis tidak mengalami
metabolisme, sehingga seluruhnya diekskresi secara utuh melalui ginjal.
Paruh waktu ketiga obat ini panjang, yakni ≥12 jam, kecuali atenolol 6-7
jam.1
c) β blocker yang kelarutannya terletak diantara golongan 1 dan 2, yakni
timolol, bisoprolol, betaksolol, asebutolol, pindolol dan karteolol. Obat-obat
ini diabsorpsi dengan baik di saluran cerna, tetapi mengalami metabolisme
lintas pertama yang berbeda derajatnya, ekstensif untuk asebutolol, sedang
untuk timolol dan hanya 10% untuk bisoprolol dan betaksolol seta tidak
dialami oleh pindolol dan karteolol. Eliminasinya melalui ginjal dan hati
sama banyak atau hampir sama banyak, kecuali untuk timolol hanya 15-20%
melalui ginjal. Waktu paruh eliminasinya termasuk pendak untuk pindolol
dan timolol, tetapi panjang untuk betaksolol dan bisoprolol. Sebagian besar
aktivitas asebutolol ditimbulkan oleh metabolit aktifnya diasetolol yang larut
dalam atr dan kemudian diekskresi dalam urin.1
Tabel: Berbagai β blocker dengan sifat-sifat farmakodinamiknya.
Sumber: Departemen Farmakologi dan Terapeutik. Gunawan SG [editor]. Farmaologi dan terapi.
Edisi ke 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI. 2016.

Tabel: Sifat-sifat farmakokinetik berbagai β blocker


Sumber: Departemen Farmakologi dan Terapeutik. Gunawan SG [editor]. Farmaologi dan terapi.
Edisi ke 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI. 2016.
4. Biguanid
Farmakodinamik: Biguanid merupakan antihiperglikemikyang umumnya
tidak menyebabkan hipoglikemia. Metformin menurnkan produksi gula di hepar
dan meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan jaringan adiposa terhadap insulin.
Efek ini terjadi karena adanya aktivasi protein kinase di sel.1
Farmakokinetik: Metformin oral akan mengalami absorpsi di intesin dan
dalam darah idak terikat protein plasma. Ekskresinya melalui urin dalam keadaan
utuh. Masa paruhnya sekitar 2 jam.1

Referensi:
1. Departemen Farmakologi dan Terapeutik. Gunawan SG [editor]. Farmaologi
dan terapi. Edisi ke 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI. 2016.

Anda mungkin juga menyukai