Anda di halaman 1dari 5

1. Apa yang dimaksud cetak langsung pada metode pembuatan tablet?

Tuliskan
contohnya!
Metode kempa langsung merupakan metode pembuatan tablet tanpa proses granulasi dan
memerlukan bahan tambahan yang sesuai sehingga dapat dikempa secara langsung
(Lannie and Achmad, 2013). Metode kempa langsung digunakan untuk granul dengan
sifat alir yang baik dan juga sifat-sifat kohesifnya yang memungkinkan untuk langsung
dikompresi dalam mesin tablet (Ansel,2005)
2. Apa yang dimaksud dengan granulasi basah pada pembuatan tablet ? tuliskan
contohnya!
Metode granulasi basah merupakan metode yang dilakukan dengan cara membasahi
massa tablet menggunakan larutan pengikat sampai diperoleh tingkat kebasahan tertentu.
Metode ini mempunyai beberapa keuntungan, antara lain mencegah terjadinya segregasi
campuran serbuk, memperbaiki sifat alir serbuk dan memperbaiki kompaktibilitas serbuk.
Sedangkan kekurangan dari metode granulasi basah yaitu memerlukan peralatan dalam
jumlah banyak, memerlukan ruang produksi yang luas dan prosedur kerja yang kompleks
(Lannie and Achmad, 2013).
Contoh :
3. Apa yang dimaksud dengan granulasi kering pada pembuatan tablet? Tiliskan
contohnya!
Granulasi kering adalah metode yang dilakukan dengan cara membuat granul secara
mekanis tanpa bantuan bahan pengikat. Metode ini mempunyai beberapa keuntungan,
antara lain peralatan yang digunakan lebih sedikit, sesuai untuk bahan aktif yang tidak
tahan terhadap panas dan lembap serta mempercepat waktu hancur tablet. Sedangkan
kekurangan metode granulasi kering yaitu, memerlukan mesin tablet khusus untuk
membuat slug, tidak dapat mendistribusikan zat warna dengan seragam serta proses
pembuatan banyak menghasilkan debu (Lannie and Achmad, 2013).
4. Tuliskan evaluasi tablet apa saja, dan masing masing tujuannya untuk apa?
a. Keseragaman ukuran
Uji keseragaman ukuran dilakukan untuk mengetahui diameter dan tebal pada tablet.
Pengujian ini dilakukan pada sepuluh tablet menggunakan alat jangka sorong. Harus
ditekankan disini bahwa tekanan yang diberikan bukan saja mempengaruhi
ketebalaan tetapi juga kekerasan tablet. Maka berbeda- bedanya ketebalan tablet lebih
dipengaruhi oleh tekanan yang diberikan (Ansel,2005).
b. Keseragaman bobot
Pengujian dilakukan menggunakan alat timbangan neraca analitik. Penggunaan
neraca analitik dalam uji keseragaman bobot ini digunakan karena merupakan alat
yang kemungkinan kesalahanya sangat kecil dibandingkan dengan timbangan
manual. Disamping itu angka dari bobot tablet yang dihasilkan akan muncul secara
otomatis, dengan itu dapat meminimalisir kesalahan dalam melihat angka. Ditimbang
20 tablet, kemudian dihitung bobot rata-rata tiap tablet. Jika ditimbang satu persatu,
tidak lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-
ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan dikolom A dan tidak boleh 1 tablet
yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata yang ditetapkan dikolom B. Jika
perlu, dapat digunakan 10 tablet dan tidak 1 tablet yang bobotnya menyimpang lebih
besar dari bobot rata-rata yang ditetapkan kolom A dan B (Depkes RI,1979:7).
c. Keseragaman bobot
Pengujian dilakukan menggunakan alat timbangan neraca analitik. Penggunaan
neraca analitik dalam uji keseragaman bobot ini digunakan karena merupakan alat
yang kemungkinan kesalahanya sangat kecil dibandingkan dengan timbangan
manual. Disamping itu angka dari bobot tablet yang dihasilkan akan muncul secara
otomatis, dengan itu dapat meminimalisir kesalahan dalam melihat angka. Ditimbang
20 tablet, kemudian dihitung bobot rata-rata tiap tablet. Jika ditimbang satu persatu,
tidak lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-
ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan dikolom A dan tidak boleh 1 tablet
yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata yang ditetapkan dikolom B. Jika
perlu, dapat digunakan 10 tablet dan tidak 1 tablet yang bobotnya menyimpang lebih
besar dari bobot rata-rata yang ditetapkan kolom A dan B (Depkes RI,1979:7).
d. Kerapuhan tablet
Untuk mengetahui keutuhan tablet karena tablet mengalami benturan dengan dinding
wadahnya. Tablet yang mudah menjadi bubuk, menyerpih dan pecah- pecah pada
penanganannya, akan kehilangan keelokannya serta konsumen enggan menerimanya,
dan dapat menimbulkan pengotoran pada tempat pengangkutan dan pengepakan, juga
dapat menimbulkan variasi pada berat dan keseragaman isi tablet (Lachman, dkk.,
2008).
e. Waktu hancur
Menurut Lachman dkk. (2008), jika dikaitkan dengan disolusi maka waktu hancur
merupakan faktor penentu dalam pelarutan obat. Sebelum obat larut dalam media
pelarut maka tablet terlebih dahulu pecah menjadi partikel- partikel kecil sehingga
daerah permukaan partikel menjadi lebih luas. Namun uji ini tidak memberi jaminan
bahwa partikel-partikel akan melepaskan bahan obat dalam larutan dengan kecepatan
yang seharusnya, karena uji waktu hancur hanya menyatakan waktu yang diperlukan
tablet untuk hancur di bawah kondisi yang ditetapkan, dan lewatnya seluruh partikel
melalui saringan berukuran mesh-10.
f. Disolusi
Disolusi adalah proses melarutnya obat (Ansel, 2005). Dua sasaran dalam
mengembangkan uji disolusi in vitro yaitu untuk menunjukkan pelepasan obat dari
tablet kalau dapat mendekati 100% dan laju pelepasan obat seragam pada tiap batch
dan harus sama dengan laju pelepasan dari batch yang telah dibuktikan mempunyai
bioavaibilitas dan efektif secara klinis (Lachman, dkk., 2008).
g. Penetapan kadar
Penetapan kadar zat aktif perlu dilakukan untuk memastikan bahwa tiap tablet
mengandung zat aktif sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam Farmakope
Indonesia. Setiap tablet memiliki persyaratan masing-masing kadar zat aktif yang
dikandungnya. (Lachman, dkk., 2008)
5. Tuliskan komposisi bahan-bahan untuk formula suatu tablet dengan masing-
masing keguanaannya
Komposisi umum dari tablet adalah zat berkhasiat, bahan pengisi, bahan pengikat atau
perekat, bahan pengembang dan bahan pelicin. Kadang-kadang dapat ditambahkan bahan
pewangi (flavoring agent), bahan pewarna (coloring agent) dan bahan-bahan lainnya
(Kemenkes, RI 2014: 58).
a. Zat berkhasiat
Zat berkhasiat atau zat aktif jarang diberikan dalam keadaan murni, tetapi harus
dikombinasikan terlebih dahulu dengan zat-zat yang bukan obat yang mempunyai
fungsi khusus agar dapat dibentuk menjadi sediaan tablet (Anief, 1994:93).
b. Bahan pengisi
Untuk mendapatkan berat yang diinginkan, terutama apabila bahan obat dalam
jumlah yang kecil. Bahan pengisi haruslah bersifat inert. Bahan-bahan yang umum
digunakan sebagai bahan pengisi antara lain laktosa, sukrosa, manitol, sorbitol,
avicel, bolus alba, dan kalsium sulfat (Lachman, dkk., 2008:698-701).
c. Bahan pengikat
Agar tablet tidak pecah atau retak dan dapat merekat. Zat pengikat lebih efektif jika
ditambahkan dalam larutan dibandingkan dalam bentuk kering. Bahan pengikat yang
umum meliputi Gom Akasia, gelatin, sukrosa, povidon, metilselulosa,
karboksimetilselulosa dan pasta pati terhidrolisis. Bahan pengikat kering yang paling
efektif adalah selulose mikrokristal, yang umumnya digunakan dalam membuat tablet
kempa langsung. (Kemenkes, 2014:58)
d. Bahan pengembang
Zat penghancur yang membantu hancurnya tablet setelah ditelan. Bahan penghancur
yang paling banyak digunakan adalah pati, pati dan seulosa yang dimodifikasi secara
kimia, asam alginat, selulosa mikrokristal, dan povidone sambung-silang (Syamsuni,
2006: 172).
e. Bahan pelican
Untuk mengurangi gesekan selama proses pengempaan tablet dan juga berguna untuk
mencegah massa tablet melekat pada cetakan. Biasanya yang digunakan adalah
senyawa asam stearat dengan logam, asam stearat, minyak nabati terhidrogenasi dan
talk (Kemenkes, 2014 : 58).
f. Bahan Pewarna
Bahan pewarna dan lak yang diizinkan sering ditambahkan pada formulasi tablet
berfungsi meningkatkan nilai estetika atau untuk identitas produk. Misalnya zat
pewarna dari tumbuhan (Depkes RI, 1995:5).
PUSTAKA
Ansel, H. C., 2005, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Ibrahim, F.,
Edisi IV, 605-619, Jakarta, UI Press.
Lannie H. and Achmad F., 2013, Sediaan Solida., Pustaka Belajar, Yogyakarta
Departemen Kesehatan RI, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, 378, 535, 612.
Jakarta.
Lachman L., Herbert, A. L. & Joseph, L. K., 2008, Teori dan Praktek Industri Farmasi
Edisi III, 1119-1120, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai