Anda di halaman 1dari 8

BAB 10

LAFAL DAN NADA DALAM BERBICARA

A. Lafal

Lafal adalah suatu cara sesorang atau sekelompok orang dalam mengucapkan

bahasa. Bunyi bahasa meliputi vocal, konsonan, diftog, gambungan konsonan. Dalam

tuntunan bahasa, ada sejumlah fonem yang dilafalkan tidak sesuai dengan lafal yang tepat

sehingga lafal tidak baku.

Lafal adalah cara seseorang atau sekelompok orang dalam suatu masyarakat

bahasa mengucapkan bunyi bahasa. Suatu kata dapat diucapkan secara berbeda-beda oleh

beberapa orang atau sekelompok orang, tergantung dari latar belakang mereka, tempat

tinggal mereka, pendidikan mereka, dan lain-lain. Setiap suku kata dilafalkan berdasarkan

suatu suara (fon).

Terkadang dalam komunikasi sering terjadi kesalahan karena belum memahami

lafal yang lazim atau baku dan yang tidak lazim. Untuk itu perlu memahami lafaldalam

komunikasi lisan pelafalan haras jelas dan tepat, melafalkan huruf harus sesuai dengan

huruf tersebut, misalnya/v/ dilafalkan /pe/akan timbul salah pengertian cara menilai lafal

kata dengan artikulasi yang tepat dapat dilihat dari segi:

 Tekanan sudah mendekati standart, tidak ada pengaruh bahasa asing dan bahasa

daerah.

 Ucapan mudah di pahami

 Sekali-sekali timbul kesukaran memahami

 Benar-benar tidak dapat difahami

Contoh:

Pelafalan Tidak Baku Pelafalan Baku


Ijin Izin
Repisi Refisi
Pitnah Fitnah

Fungsi lafal baku bahasa Indonesia lafal merupakan perwujudan kata-kata dalam

bentuk untaian-untaian bunyi. Lafal merupakan aspek utama penggunaan bahasa secara

lisan. Dalam hubungan itu, lafal baku dapat dipandang sebagai perwujudan ragam bahasa

baku dalam bentuk untaian bunyi ketika berlangsung komunikasi verbal secara lisan yang

menuntut penggunaan ragam baku. Persoalannya adalah peristiwa komunikasi lisan apa

saja yang menuntut penggunaan ragam baku. Kridalaksana (1975) mencatat empat fungsi

bahasa yang menuntut penggunaan ragam baku, yaitu (1) komunikasi resmi, (2) wacana

teknis, (3) pembicaraan di depan umum, dan (4) pembicaraan dengan orang yang

dihormati. Dari empat fungsi bahasa yang menuntut ragam baku itu, hanya dua yang

terakhir yang langsung berkaitan dengan komunikasi verbal secara lisan. Dengan kata

lain, lafal baku perlu digunakan dalam pembicaraan di depan umum, seperti kuliah,

ceramah, khotbah, pidato, dsb. Atau dalam pembicaraan dengan orang yang dihormati

seperti pembicaraan dengan atasan, dengan guru, dengan orang yang baru dikenal dsb.

Dengan demikian, lafal baku--sebagai perwujudan bahasa baku secara fonetis--

mempunyai fungsi sosial sebagai (1) pemersatu, (2) penanda kepribadian, (3) penanda

wibawa, dan (4) sebagai kerangka acuan.

1. Masalah Lafal Standar

Pembukaan dalam bidang kebahasaan, seperti ejaan, peristilahan, dan tata

bahasa telah ada atau sedang digarap.Namun, timbul pertanyaan sudah adakah lafal

standar dalam pengertian pengucapan bunyi ujaran (segmental maupun

suprasegmental) yang dijadikan model ketetapan pemakai bahasa? Secara resmi lafal
standar bahasa Indonesia memang belum ada. Tetapi dalam komunikasi resmi,

kehadiran lafal standar itu kadang-kadang sangat diperlukan.

Di kalangan pengamat bahasa, setidaknya yang tercermin dalam Seminar

Bahasa Indonesia (1968); Seminar Bahasa Nasional (1975), dan beberapa karangan,

secara tidak langsung tampak kecenderungan mengakui kehadiran lafal yang dapat

dijadikan lafal standar bahasa Indonesia. Lafal yang demikian itu dirumuskan sebagai

lafal yang tidak memperlihatkan ciri-ciri lafal bahasa daerah.

Ukuran tidak bercirikan lafal bahasa daerah, kelihatannya dijadikan ukuran

lafal standar.Ukuran ini kelihatannya sederhana, mudah diterapkan, tetapi memancing

beberapa pertanyaan, mengingat jumlah bahasa daerah yang cukup banyak. Jika

pendengar tidak mengenal bahasa daerah atau asal pembicara, mungkin dianggap

pembicara tersebut sudah menggunakan lafal standar. Sebaliknya, jika pendengar

mengenal bahasa daerah pembicara, mungkin dianggap pembicara belum

menggunakan lafal standar. Tentu pendengar tidak mengenal semua lafal daerah.

Sebaliknya lafal standar ini dirumuskan dengan ciri-ciri yang dimiliki bersama oleh

kebanyakan dialek bahasa Indonesia.

Lafal yang dianggap pantas dicontoh, dapat diberikan dan dinyatakan dengan

resmi sebagai lafal standar bahasa Indonesia.Beberapa pendapat pernah dikemukakan

tentang lafal standar ini. Soenarjati Djajanegara mengemukakan emapat pilihan, yaitu

a) Memilih salah satu lafal bahasa daerah berdasarkan pertimbangan historis, politik,

dan social.

b) Mengambil lafal Melayu sebagai asal bahasa Indonesia, sebagai dasar.

c) Memilih lafal pejabat tinggi pemerintah dan kaum cendikiawan sebagai teladan.

d) Memilih lafal resmi yang paling sedikit pengaruh lafal daerahnya. Dalam hal ini
Soenarjati memilih langkah yang keempat. Lukman Hakim juga mengemukakan

pilihan-pilihannya, yaitu :

 Mencontoh penutur yang mempunyai kesadaran berbahasa yang tinggi.

 Penuturan bahasa Indonesia yang bahasa ibunya bukan bahasa daerah dan

bukan pula dialek bahasa daerah.

 Penutur yang berasal dari bahasa daerah tetapi pengaruh bahasa daerah itu

tidak tampak lagi.

 Penyiar TVRI.

Lukman Hakim mengemukakan kemungkinan yang menjadi model adalah

penyiar TVRI mengingat luasnya jangkauan siaran TVRI, Penstandaran lafal dalam

bahasa Indonesia memang agak sulit, apalagi mengingat banyaknya jumlah bahasa

daerah. Pilihan langkah manapun yang diambil, kemungkinan timbulnya

ketidakpuasan pada sebagaian pembicara tetap ada. Namun patut dicatat bahwa usaha

menujulafal baku bahasa Indonesiatelah dimulai oleh Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa.

Salah satu tujuan perstandaran lafal bahas Indonesia ialah pemakaiannya

secara merata di kalangan pemakai bahasa Indonesiadalam situasi-situasi yang

menghendaki penggunaan lafal standar tersebut, misalnya dalam komunikasi resmi,

komunikasi teknis, dan penghonnatan. Banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan

menguasai lafal standar ini, anatara lain:

a. Komunikasi akan lebih efektif, karena gangguan yang mungkin timbul karena

lafal yang berbeda-beda dapat dihindari. Perhatian para peserta komunikasi akan

lebih terpusat pada amanat komunikasi.

b. Pendengar tidak bersikap positif terhadap pembicara yang menggunakan lafal


nonstandard, terutama dalam komunikasi yang tidak bertatap muka. Mungkin

timbul asosiasi negative terhadap pembicara.

c. Dapat memperkokoh persatuan karena dengan adanya lafal standar dapat

memperkecil perbedaan.

d. Dapat menumbuhkan kesadaran berbahasa atau kebanggan berbahasa karena

kemampuan menghasilkan yang baik dan benar.

e. Dapat memupuk kedisiplinan berbahasa karena kebiasaan untuk setia

menggunakan bahasa standar.

Kita menyadari banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan menguasai lafal

standar, walaupun secara resmi lafal standar bahasa Indonesia itu belum ada. Namun,

penguasaan perangakat lafal standar itu bukannya suatu yang mustahil, terutama bagi

generasi muda dan generasi yang akan datang. Apalagi dengan adanya kemajuan

teknologi, misalnya radio dan televise yang sudah menjangkau daerah-daerah

terpencil sekalipun.

B. Nada

Nada atau pitch berkenaan dengan tinggi rendahnya suatu bunyi. Bila suatu bunyi

segmental diucapkan dengan frekuensi getaran tinggi, tentu akan disertai dengan nada

tinggi. Sebaliknya, kalau diucapkan dengan frekuensi getaran rendah, tentu akan disertai

juga dengan nada rendah.

Nada Kadang gunakan nada tinggi, kadang rendah, dan tentu saja semua nada

menengah. Ucapkan kalimat berikut dengan keras: pukul berapa di australia sekarang?

Apakah kamu mau ikut saya besok, popi?Hampir tidak mungkin untuk mengucapkan

kalimat seperti ini secara monoton.usahakan untuk memasukkan variasi yang


menyenangkan dan berirama ini ke dalam percakapan anda sehari-hari.

Nada adalah tinggi rendahnya pengucapan suatu kata.Dalam hal ini nada

berfungsi untuk member tekanan khusus pada kata - kata tertentu. Contoh: Dodi sedang

jatuh cinta.

Suara adalah getaran udara ketika melewati pita suara.Bunyi adalah getaran udara

yang timbul akibat sentuhan atau pergeseran dua benda atau lebih. Nada adalah tinggi

rendahnya suara. Nada dasar adalah nada yang digunakan sebagai dasar atau basis bagi

seseorang yang akan diproyeksika suaranya.

1. Suara dari bunyi huruf hidup (vokal/vowel), yaitu a, i, u, e, o.

2. Suara dari bunyi huruf mati (konsonan/consonant) yaitu bunyi c=ce, d=de, g=ge,j=je,

b=be, dsb.

Dalam bahasa Tonal seperti bahasa Thai dan bahasa Vietnam, nada bersifat

fonemis, artinya dapat membedakan makna kata. Dalam bahasa Tonal, biasanya dikenal

adanya lima macam nada yaitu :

a) Nada naik atau meninggi yang biasanya diberi tanda garis ke atas (/)

b) Nada datar yang biasanya diberi tanda garis lurus mendatar (-)

c) Nada turun atau merendah yang biasanya diberi tanda garis menurun (\)

d) Nada turun naik yakni nada yang merendah lalu meninggi, biasanya diberi tanda garis

sebagai ()

e) Nada naik turun yaitu nada yang meninggi lalu merendah, biasanya diberi tanda garis

( )

contoh :

nada naik : Rina ambil buku itu !

nada datar: Apa kamu baik-baik saja

nada turun : Jangan seperti itu kamu pasti bisa.


Nada turun naik : kapan kita pergi ? Besok ea ?

C. Cara Berbicara yang Baik

Cara berbicara yang baik menyiratkan kejelasan, variasi nada, dan kelancaran.

Usahakanlah untuk memasukkan unsur-unsur yang dikehendaki ini ke dalam cara Anda

berbicara.

Kejelasan timbul apabila Anda mengucapkan vokal dan konsonan dengan benar

dan memadai, dan sebagian besar merapakan masalah pengendalian bibir dan lidah ini

hanya bisa didapatkan melalui latihan.

Variasi adalah persyaratan berikutnya untuk cara berbicara yang baik. Cara

berbicara yang monoton sangat membosankan.Variasi membuatnya menarik. Variasikan

nada, kecepatan, tekanan, volume dan cara.

1. Nada. Kadang gunakan nada tinggi, kadang rendah, dan tentu saja semua nada

menengah. Ucapkan kalimat berikut dengan keras: Pukul berapa di Australia

sekarang? Apakah kamu mau ikut saya besok, Popi? Hampir tidak mungkin untuk

mengucapkan kalimat seperti ini secara monoton.Usahakan untuk memasukkan

variasi yang menyenangkan dan berirama ini ke dalam percakapan Anda sehari-hari.

2. Kecepatan. Variasikan kecepatan berbicara Anda. Ada orang yang selalu berbicara

lambat, yang lain sangat cepat. Usahakan berbicara dengan kecepatan sedang.

Membaca puisi dengan keras adalah cara yang bagus sekali untuk melatih variasi

kecepatan.

3. Tekanan. Manfaatkanlah alat yang sederhana ini untuk memperjelas cara berbicara

Anda, Tekanan juga akan membantu Anda memikat perhatian dan menanamkan
suatu maksud. Kedua hal ini mutlak perlu untuk pembicaraan yang efektif balk

dalam percakapan atau pidato. Pembacaan drama juga berguna dalam melatih

tekanan suara ini.

4. Volume. Variasi dalam volume atau keras-lembutnya suara Anda juga diharapkan,

dan ini hams selalu dilakukan dengan tepat. Apa yang Anda katakan mungkin penuh

gairah, tetapi hal itu akan hilang apabila tidak terdengar. Pastikan Anda tidak

mengecilkan suara Anda pada akhir kalimat.

5. Sikap. Usahakan untuk memasukkan nilai emosi ke dalam suara Anda. Kalimat yang

sama dapat dikatakan dengan sedih, marah, bimbang, riang dan sebagainya.

Kembangkan, untuk sebagian besar, suara yang riang penuh harapan dan yang

menyingkapkan keramahan, ketulusan dan simpati.

Faktor ketiga dalam cara berbicara yang baik adalah kelancaran. Ini bisa

diperoleh dengan suplai gagasan dalam jumlah besar dan kosakata yang

memadai.Suplai gagasan dan kosakata ini menimbulkan kepercayaan diri yang pada

gilirannya rneniingkatkan kelancaran berbicaraJelas bahwa organ untuk berbicara

harus dipelihara. Membaca keras selama sepuluh menit beberapa kali seminggu akan

menjamin hal ini, segera organ-organ ini berada dalam kondisi yang baik.

Anda mungkin juga menyukai