A. Lafal
Lafal adalah suatu cara sesorang atau sekelompok orang dalam mengucapkan
bahasa. Bunyi bahasa meliputi vocal, konsonan, diftog, gambungan konsonan. Dalam
tuntunan bahasa, ada sejumlah fonem yang dilafalkan tidak sesuai dengan lafal yang tepat
Lafal adalah cara seseorang atau sekelompok orang dalam suatu masyarakat
bahasa mengucapkan bunyi bahasa. Suatu kata dapat diucapkan secara berbeda-beda oleh
beberapa orang atau sekelompok orang, tergantung dari latar belakang mereka, tempat
tinggal mereka, pendidikan mereka, dan lain-lain. Setiap suku kata dilafalkan berdasarkan
lafal yang lazim atau baku dan yang tidak lazim. Untuk itu perlu memahami lafaldalam
komunikasi lisan pelafalan haras jelas dan tepat, melafalkan huruf harus sesuai dengan
huruf tersebut, misalnya/v/ dilafalkan /pe/akan timbul salah pengertian cara menilai lafal
Tekanan sudah mendekati standart, tidak ada pengaruh bahasa asing dan bahasa
daerah.
Contoh:
Fungsi lafal baku bahasa Indonesia lafal merupakan perwujudan kata-kata dalam
bentuk untaian-untaian bunyi. Lafal merupakan aspek utama penggunaan bahasa secara
lisan. Dalam hubungan itu, lafal baku dapat dipandang sebagai perwujudan ragam bahasa
baku dalam bentuk untaian bunyi ketika berlangsung komunikasi verbal secara lisan yang
menuntut penggunaan ragam baku. Persoalannya adalah peristiwa komunikasi lisan apa
saja yang menuntut penggunaan ragam baku. Kridalaksana (1975) mencatat empat fungsi
bahasa yang menuntut penggunaan ragam baku, yaitu (1) komunikasi resmi, (2) wacana
teknis, (3) pembicaraan di depan umum, dan (4) pembicaraan dengan orang yang
dihormati. Dari empat fungsi bahasa yang menuntut ragam baku itu, hanya dua yang
terakhir yang langsung berkaitan dengan komunikasi verbal secara lisan. Dengan kata
lain, lafal baku perlu digunakan dalam pembicaraan di depan umum, seperti kuliah,
ceramah, khotbah, pidato, dsb. Atau dalam pembicaraan dengan orang yang dihormati
seperti pembicaraan dengan atasan, dengan guru, dengan orang yang baru dikenal dsb.
mempunyai fungsi sosial sebagai (1) pemersatu, (2) penanda kepribadian, (3) penanda
bahasa telah ada atau sedang digarap.Namun, timbul pertanyaan sudah adakah lafal
suprasegmental) yang dijadikan model ketetapan pemakai bahasa? Secara resmi lafal
standar bahasa Indonesia memang belum ada. Tetapi dalam komunikasi resmi,
Bahasa Indonesia (1968); Seminar Bahasa Nasional (1975), dan beberapa karangan,
secara tidak langsung tampak kecenderungan mengakui kehadiran lafal yang dapat
dijadikan lafal standar bahasa Indonesia. Lafal yang demikian itu dirumuskan sebagai
beberapa pertanyaan, mengingat jumlah bahasa daerah yang cukup banyak. Jika
pendengar tidak mengenal bahasa daerah atau asal pembicara, mungkin dianggap
menggunakan lafal standar. Tentu pendengar tidak mengenal semua lafal daerah.
Sebaliknya lafal standar ini dirumuskan dengan ciri-ciri yang dimiliki bersama oleh
Lafal yang dianggap pantas dicontoh, dapat diberikan dan dinyatakan dengan
tentang lafal standar ini. Soenarjati Djajanegara mengemukakan emapat pilihan, yaitu
a) Memilih salah satu lafal bahasa daerah berdasarkan pertimbangan historis, politik,
dan social.
c) Memilih lafal pejabat tinggi pemerintah dan kaum cendikiawan sebagai teladan.
d) Memilih lafal resmi yang paling sedikit pengaruh lafal daerahnya. Dalam hal ini
Soenarjati memilih langkah yang keempat. Lukman Hakim juga mengemukakan
pilihan-pilihannya, yaitu :
Penuturan bahasa Indonesia yang bahasa ibunya bukan bahasa daerah dan
Penutur yang berasal dari bahasa daerah tetapi pengaruh bahasa daerah itu
Penyiar TVRI.
penyiar TVRI mengingat luasnya jangkauan siaran TVRI, Penstandaran lafal dalam
bahasa Indonesia memang agak sulit, apalagi mengingat banyaknya jumlah bahasa
ketidakpuasan pada sebagaian pembicara tetap ada. Namun patut dicatat bahwa usaha
Pengembangan Bahasa.
komunikasi teknis, dan penghonnatan. Banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan
a. Komunikasi akan lebih efektif, karena gangguan yang mungkin timbul karena
lafal yang berbeda-beda dapat dihindari. Perhatian para peserta komunikasi akan
memperkecil perbedaan.
Kita menyadari banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan menguasai lafal
standar, walaupun secara resmi lafal standar bahasa Indonesia itu belum ada. Namun,
penguasaan perangakat lafal standar itu bukannya suatu yang mustahil, terutama bagi
generasi muda dan generasi yang akan datang. Apalagi dengan adanya kemajuan
terpencil sekalipun.
B. Nada
Nada atau pitch berkenaan dengan tinggi rendahnya suatu bunyi. Bila suatu bunyi
segmental diucapkan dengan frekuensi getaran tinggi, tentu akan disertai dengan nada
tinggi. Sebaliknya, kalau diucapkan dengan frekuensi getaran rendah, tentu akan disertai
Nada Kadang gunakan nada tinggi, kadang rendah, dan tentu saja semua nada
menengah. Ucapkan kalimat berikut dengan keras: pukul berapa di australia sekarang?
Apakah kamu mau ikut saya besok, popi?Hampir tidak mungkin untuk mengucapkan
Nada adalah tinggi rendahnya pengucapan suatu kata.Dalam hal ini nada
berfungsi untuk member tekanan khusus pada kata - kata tertentu. Contoh: Dodi sedang
jatuh cinta.
Suara adalah getaran udara ketika melewati pita suara.Bunyi adalah getaran udara
yang timbul akibat sentuhan atau pergeseran dua benda atau lebih. Nada adalah tinggi
rendahnya suara. Nada dasar adalah nada yang digunakan sebagai dasar atau basis bagi
2. Suara dari bunyi huruf mati (konsonan/consonant) yaitu bunyi c=ce, d=de, g=ge,j=je,
b=be, dsb.
Dalam bahasa Tonal seperti bahasa Thai dan bahasa Vietnam, nada bersifat
fonemis, artinya dapat membedakan makna kata. Dalam bahasa Tonal, biasanya dikenal
a) Nada naik atau meninggi yang biasanya diberi tanda garis ke atas (/)
b) Nada datar yang biasanya diberi tanda garis lurus mendatar (-)
c) Nada turun atau merendah yang biasanya diberi tanda garis menurun (\)
d) Nada turun naik yakni nada yang merendah lalu meninggi, biasanya diberi tanda garis
sebagai ()
e) Nada naik turun yaitu nada yang meninggi lalu merendah, biasanya diberi tanda garis
( )
contoh :
Cara berbicara yang baik menyiratkan kejelasan, variasi nada, dan kelancaran.
Usahakanlah untuk memasukkan unsur-unsur yang dikehendaki ini ke dalam cara Anda
berbicara.
Kejelasan timbul apabila Anda mengucapkan vokal dan konsonan dengan benar
dan memadai, dan sebagian besar merapakan masalah pengendalian bibir dan lidah ini
Variasi adalah persyaratan berikutnya untuk cara berbicara yang baik. Cara
1. Nada. Kadang gunakan nada tinggi, kadang rendah, dan tentu saja semua nada
sekarang? Apakah kamu mau ikut saya besok, Popi? Hampir tidak mungkin untuk
variasi yang menyenangkan dan berirama ini ke dalam percakapan Anda sehari-hari.
2. Kecepatan. Variasikan kecepatan berbicara Anda. Ada orang yang selalu berbicara
lambat, yang lain sangat cepat. Usahakan berbicara dengan kecepatan sedang.
Membaca puisi dengan keras adalah cara yang bagus sekali untuk melatih variasi
kecepatan.
3. Tekanan. Manfaatkanlah alat yang sederhana ini untuk memperjelas cara berbicara
Anda, Tekanan juga akan membantu Anda memikat perhatian dan menanamkan
suatu maksud. Kedua hal ini mutlak perlu untuk pembicaraan yang efektif balk
dalam percakapan atau pidato. Pembacaan drama juga berguna dalam melatih
4. Volume. Variasi dalam volume atau keras-lembutnya suara Anda juga diharapkan,
dan ini hams selalu dilakukan dengan tepat. Apa yang Anda katakan mungkin penuh
gairah, tetapi hal itu akan hilang apabila tidak terdengar. Pastikan Anda tidak
5. Sikap. Usahakan untuk memasukkan nilai emosi ke dalam suara Anda. Kalimat yang
sama dapat dikatakan dengan sedih, marah, bimbang, riang dan sebagainya.
Kembangkan, untuk sebagian besar, suara yang riang penuh harapan dan yang
Faktor ketiga dalam cara berbicara yang baik adalah kelancaran. Ini bisa
diperoleh dengan suplai gagasan dalam jumlah besar dan kosakata yang
memadai.Suplai gagasan dan kosakata ini menimbulkan kepercayaan diri yang pada
harus dipelihara. Membaca keras selama sepuluh menit beberapa kali seminggu akan
menjamin hal ini, segera organ-organ ini berada dalam kondisi yang baik.