METODOLOGI
Kurva IDF
Keterangan :
∆ : Persen perbedaan curah hujan antara stasiun pembanding
dan stasiun yang kehilangan data
Ri : Nilai rata-rata curah hujan selama pengamatan tiap stasiun
R : rata-rata curah hujan dari n jumlah stasiun pengamat
Jika nilai ∆ > 10% , maka yang digunakan adalah metode
perbandingan normal dan didapat rerata curah hujan untuk setiap
stasiun adalah sebagai berikut.
3.2 Uji Konsistensi
Pengamatan curah hujan dapat mengalami perubahan yang diakibatkan
beberapa hal seperti perubahan lokasi pengukuran, pemaparan, dll. 15% dari data
yang tersedia menunjukan inconsistency, sehingga diperlukan tes konsistensi Tes
dilakukan dengan membandingkan nilai akumulasi hujan tahunan pada pos yang
bersangkutan dengan nilai akumulasi hujan rata-rata tahunan suatu kumpulan
stasiun di sekitarnya. Lakukan tes konsistensi secara terpisah untuk semua stasiun
(Sebaiknya tes konsistensi untuk stasiun berbeda dilakukan di sheet berbeda).
Untuk masing-masing stasiun buat tabel dengan kolom judul :
1. nama stasiun (stasiun yang akan diuji)
2. stasiun pembanding (berisi rata-rata curah hujan stasiun pembanding pada
tahun yang sama)
3. akumulasi stasiun utama
4. akumulasi stasiun pembanding
5. tan alfa nol
6. tan alfa
7. faktor koreksi (fk)
8. CHHM (Curah Hujan Harian Maksimum)
Setelah itu, buat grafik scatter dengan sb-x adalah nilai akumulasi
pembanding dan sb-y adalah nilai akumulasi stasiun utama. Kemudian regresikan.
Isi nilai tan alfa nol dengan nilai gradien hasil regresi. Nilai tan alfa nol tiap tahun
di stasiun yang diuji akan selalu sama
Lihat titik-titik scatter pada grafik. Jika ada minimal 5 titik berurutan yang
keluar dari garis linear, maka data menyimpang dan perlu dikoresi. Sehingga perlu
dibuat garis linear baru yang menghubungkan titik-titik tersebut dengan nilai tan
alfa adalah nilai gradien persamaan linear baru.
Jika ada titik yang keluar garis linear namun kurang dari 5 dan tidak
berurutan, maka data tersebut dikatakan tidak menyimpang sehingga nilai tan alfa
akan sama dengan tan alfa nol. Fk merupakan faktor koreksi (fk) yang merupakan
hasil bagi antara tan alfa dengan tan alfa nol.
tan ∅
fk= ( tan ∅0 )
Kemudian isi sel CHMM dengan nilai curah hujan yang baru, yaitu hasil
perkalian antara nilai curah hujan lama dengan faktor koreksi
3.3 Uji Homogenitas
Uji homogenitas biasa dilakukan apabila data-data pokok untuk
perencanaan yang diperoleh lebih dari 10 stasiun pengamat hujan. (Moduto.
Drainase Perkotaan. 1998) Maka, untuk menyempurnakan perhitungan, uji
homogenitas ini dilakukan pada perhitungan. Uji homogenitas dilakukan pada
kurva uji homogenitas dengan memplotkan data curah hujan yang terpilih.
Apabila titik perpotongan terdapat pada daerah di dalam corong kurva atau dalam
daerah homogen, maka data tersebut bersifat homogen. Apabila hasil dari data
tersebut tidak homogen, maka dilakukan pemilihan sebagian data dan dihitung
kembali kehomogenitasannya.
R=
∑ CHHM
n
Setelah itu, cari standar deviasi dari data curah hujan yang telah dikoreksi
pada uji konsistensi dengan persamaan berikut.
∑ ( CHMM −R )2
Keterangan:
σ R=
√ n−1
Proses ini disebut evaporasi (evaporasi dan transpirasi). Dari air yang naik
ke atmosfer, sebagian besar 296.000 kubik langsung jatuh kembali ke samudera.
Sebanyak 38.000 kilometer kubik lainnya jatuh ket tanah, tetapi mengalir ke
sungai besar dan kecil dan dikembalikan lagi ke samudera. Sisanya yang sebanyak
62.000 km3 meresap ke dalam tanah dan tersedia untuk ikut ambil bagian dalam
proses kehidupan tetumbuhan dan binatang (Seyhan, 1990).
Air hujan yang terjadi memiliki beberapa tipe yaitu siklonal, zenithal,
orogratis, frontal dan muson. . Hujan yang terjadi antar daerah yang satu dengan
daerah lainnya berbeda-beda, inilah yang disebut hujan wilayah. Penyusunan suatu
rancangan pemanfaatan data hujan di perlukan data rerata curah hujan di daerah
tersebut. Sebaran hujan dalam suatu wilayah tergantung pada tipe hujan dan
kondisi lahan.
Oleh karena itu pemasangan penakar hujan pada suatu wilayah harus
memperhatikan hujan dan kondisi wilayah. Data yang didapat dari penakar hujan
kemudian akan dianalisis hujan wilayah. Data yang diperoleh dari setiap stasiun
hujan dapat digunakan untuk mewakili daerah disekitarnya. Untuk menentukan
curah hujan wilayah dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu metode polygon
rerata aritmatik, garis Isohyet dan polygon Thiessen. Namun, metode yang
digunakan kali ini untuk menentukan curah hujan wilayah adalah rerata aritmatik
dan metode polygon Theissen.
3.4.1 Metode Rerata Aritmatia
Metode ini merupakan metode paling sederhana dalam perhitungan
curah hujan daerah. Metode ini cocok untuk kawasan dengan topografi rata
atau datar, alat penakar tersebar merata / hampir merata, dan cocok untuk
kawasan dengan topografi rata atau datar, dan harga individual curah hujan
tidak terlalu jauh dari harga rata-ratanya. Curah hujan daerah diperoleh dari
persamaan berikut.
P=
∑ Pi
n
Keterangan :
P : curah hujan wilayah (mm/tahun)
Pi : data curah hujan semua stasiun untuk 1 tahun
(mm/tahun)
n : jumlah stasiun (10 stasiun)
3.4.2 Metode Garis-garis Isohyet
Metode ini memperhitungkan secara aktual pengaruh tiap-tiap pos
penakar hujan. Metode ini cocok untuk daerah berbukit dan tidak teratur
dengan luas lebih dari 5000 km2. Hujan rerata daerah dihitung dengan
persamaan berikut.
P1 + P2 )
P=
( [
∑ A (( 2 ) ])
∑A
P=
∑ Pi A i
∑ Ai
Keterangan :
Pi : curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan
Ai : luas polygon
e.
Gambar 3.3 Contoh hasil penentuan lokasi stasiun pengukuran hujan dengan metode Polygon
Thiessen
3.4.4. Menggambar pada milimeter block
Tr
(
Y Tr=−ln l n (( Tr−1 )))
n 0.5
S= ( ∑ ( Ri−R )2
n=1
n−1
)
Y Tr −Y n )
X Tr =X + S (( Sn )
Keterangan : YTr = reduced variable
Yn = reduced mean
S = standar deviasi
Sn = reduce standar deviation
n = jumlah data
Tr = periode ulang
Nilai Reduce Mean (Yn) dan Reduce Standar Deviation (Sn) dapat dilihat
di tabel berikut.
X T −X
KT=
S
X T = X+ K T S
Keterangan : XT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi
dengan periode ulang T
X = nilai rata-rata hitung
varian S = standar deviasi varian
KT =faktor frekuensi
Faktor frekuensi merupakan fungsi dan peluang atau periode ulang dan tipe
model matematik ditribusi peluang yang digunakan untuk analisis peluang.
Tabel 3.4 Nilai Varibel Reduksi Gauss
Keterangan :
I T =Intensitas Hujan pada PUH T tahun
RT =Tinggi hujan pada PUH T tahu n
3.6.2. Metode Bell Tanimoto
Dengan variasi periode ulang hujan dan durasi, dilakukan
perhitungan dengan menggunakan metode Bell Tanimoto
sebagai berikut.
Rt =X T
( X 1218
T
r +54
( 1−t ) +1272t )
Keterangan :
t : Durasi curah hujan dalam satuan jam
XT : Curah hujan maksimum yang terpilih
R
I=
t
Untuk 1≤ t ≤ 24 jam
11300 r X
R=
√ [ ]
t +3.12 100
Untuk 10≤ t ≤ 1 jam
11300 R
R=
√ [ ]
t+ 3.12 100
3.7 Uji Kecocokan
Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter X2 yang
dapat dihitung degan cara sebagai berikut.
1. Urutkan data pengamatan dari paling tinggi hingga paling rendah
2. Kelompokkan data menjadi G subgrup yang masing-
masing beranggotakan minimal 4 data pengamatan
caranya : (1+1,33*ln(N))
3. Jumlahkan data pengamatan sebesar Oi tiap-tiap subgrup
4. Nilai Ei didapatkan dari = N/sub grup yang dibuat
Tabel 3.6 Nilai Kritis untuk Distribusi Chi Kuadrat
5. Dengan menggunakan dk =2, a=0.05, maka diperoleh
batas penerimaan <5.991