PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Polusi udara merupakan suatu masalah besar bagi manusia. Banyak
polutan udara, seperti kabut asap di perkotaan dan senyawa beracun tetap berada
di lingkungan untuk jangka waktu yang lama. Jutaan orang tinggal di daerha di
mana asap perkotaan, partikel yang sangat kecil dan polutan beracun
menimbulkan masalah kesehatan yang serius. [ CITATION Uni15 \l 1057 ]
Polusi udara dapat digolongkan menjadi dua kelompok besar yaitu
outdoor air pollution (Polusi udara luar ruangan) dan indoor air pollution
(polusi udara dalam ruangan). Ketika orang-orang memikirkan polusi udara,
mereka berpikir tentang kabut asap dan emisi kendaraan. Ini adalah polusi udara
luar ruangan tetapi polusi udara tersebut lebih berbahaya ketika menjadi polusi
udara dalam ruangan. Beberapa tahun terakhir, semakin banyak bukti ilmiah
telah menunjukkan bahwa polusi udara di dalam rumah dan bangunan lainnya
dapat memiliki dampak yang lebih serius dan menakutkan daripada polusi udara
di luar gedung bahkan kota-kota terbesar dan paling maju. [ CITATION Kel14 \l
1057 ]
Salah satu sumber dari polusi udara dalam ruangan berasal dari pewangi
ruangan. Ada banyak kekhawatiran pada penggunaan pewangi ruangan
komersial tetapi masalah utama terletak pada jenis bahan kimia yang digunakan.
Zat berbahaya dari bahan kimia ini adalah phthalates. Phthalates adalah bahan
kimia berbahaya diketahui menyebabkan kanker, kelainan hormonal, cacat lahir,
dan masalah reproduksi. Sebuah studi yang dilakukan oleh NRDC menemukan
bahwa 12 dari 14 penyegar udara rumah tangga biasa yang terkandung
phthalates dan bahwa tidak satupun dari mereka yang mendaftar phthalates
sebagai bahan. kimia dalam penyegar udara adalah terpene, yang bila terkena
udara menciptakan formaldehida. Formaldehida diklasifikasikan sebagai
karsinogen manusia oleh Badan Internasional untuk Penelitian Kanker. Paparan
bahan kimia berbahaya memiliki efek kumulatif dan risiko kesehatan meningkat
dengan paparan setiap zat ini.[ CITATION Gil09 \l 1057 ]
Keberadaan polusi udara dalam ruangan dapat menimbulkan risiko
terhadap kesehatan yang besar bagi orang-orang yang berda di dalam ruangan
tersebut. Penelitian menunjukkan bahwa orang menghabiskan sekitar 90 persen
dari waktu mereka di dalam ruangan. Dengan demikian, risiko terhadap
kesehatan mungkin lebih besar karena paparan polusi udara dalam ruangan dari
luar ruangan. [ CITATION Kel14 \l 1057 ]. Beberapa penyakit yang dapat timbul
dari berbagai sumber polusi udara dalam ruangan di antaranya infeksi saluran
napas bawah terutama pada anak-anak yang berusia di bawah lima tahun,
penyakit paru obstruktif kronis, kanker paru-paru, katarak, keracunan, iritasi
pada mata, tenggorokan dan hidung, reaksi alergi, pusing, serta berbagai
penyakit lainnya. [ CITATION Cal13 \l 1057 ]
Berdasarkan paparan mengenai bahaya dari polusi udara dalam ruangan
tersebut maka diperlukan upaya-upaya untuk mengurangi efek negatif yang
ditimbulkan terutama pada kesehatan. Upaya-upaya yang telah coba dilakukan
tersebut antara lain penggunaan bahan alami seperti tanaman bunga sebagai
pengganti pewangi ruangan sintetis, penggunaan pembersih udara elektronik,
mengurangi penggunaan bahan-bahan kimiawi, ventilasi udara yang adekuat.
[ CITATION EPA15 \l 1057 ]
Selain hal-hal yang telah disebutkan di atas upaya yang dapat dilakukan
untuk mengurangi efek dari polusi udara dalam ruangan yaitu dengan
menggunakan karbon aktif. Karbon aktif merupakan bahan yang dihasilkan dari
bahan-bahan sumber karbon, seperti batu bara, kelapa, gambut, kayu, dan lignit.
Bahan baku yang digunakan untuk karbon aktif adalah bahan organik dengan
kandungan karbon tinggi. Bahan berbasis karbon diubah menjadi karbon aktif
melalui modifikasi fisik dan dekomposisi termal dalam tungku, di bawah
suasana dan suhu yang terkendali. [ CITATION She15 \l 1057 ] Karbon aktif
umumnya digunakan untuk menyerap senyawa organik alami, rasa dan bau
senyawa, dan bahan kimia organik sintetis dalam pengolahan air minum. Selain
itu, karbon aktif juga digunakan sebagai penyaring udara dan senyawa organik
yang mudah menguap seperti benzena, toluena dan formaldehida, jenis-jenis
polutan yang banyak ditemukan pada banyak produk rumah tangga dan bahan
bangunan. [ CITATION Sid11 \l 1057 ] Seperti telah disebutkan bahwa karbon aktif
memiliki salah satu fungsi untuk menyerap udara dan sebagai penyaring senywa
organik oleh karea itu, penulis bermaksud meneliti efektivitas penggunaan arbon
aktif terhadap gambaran histologik sel organ kornea, paru-paru, trachea serta
hepar tikus putih (Rattus novegicus) yang telah didedahkan pada indoor
pollution.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan umum:
Mengetahui efektivitas karbon terhadap histologi organ tikus putih
(Rattus norvegicus) yang telah didedahkan pada pewangi ruangan.
1.3.2 Tujuan khusus:
a. Meneliti seberapa besar efektivtas karbon terhadap histologi organ tikus
putih (Rattus norvegicus) yang telah didedahkan pada pewangi ruangan.
b. Membandingkan histologi organ tikus putih pada tiap kelompok
perlakuan.
c. Mengetahui efektivtas karbon terhadap histologi organ tikus putih
(Rattus norvegicus) yang telah didedahkan pada pewangi ruangan
1.4 MANFAAT
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu untuk:
a. Mengetahui pengaruh efektivitas penggunaan karbon terhadap histologi
organ tikus putih (Rattus norvegicus) yang telah didedahkan pada pewangi
ruangan.
b. Mengetahui pengaruh histologis pewangi ruangan terhadap organ tubuh.
1.5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. INDOOR POLLUTION & INDOOR AIR QUALITY
Kualitas udara dalam ruangan (Indoor Air Quality) mengacu kepada kualitas
udara di dalam dan di sekitar ruangan, terutama yang berkaitan dengan kesehatan
dan kenyamanan penghuni bangunan. [CITATION Cen14 \l 1057 ] Kualitas udara
merupakan suatu faktor penting yang mempengaruhi kesehatan manusia. Kualitas
udara dalam suatu ruangan dicirikan dengan beberapa faktor tertentu seperti
parameter fisik, paparan bahan kimia serta kontaminasi biologis. [ CITATION Sle12 \l
1057 ]
Beberapa hal dapat menjadi sumber utama pencemaran udara di dalam ruangan
yaitu :
a. Pencemaran udara yang bersumber dari penghuni ruangan seperti asap rokok,
pembersih ruangan, pewangi ruangan.
b. Pencemaran dari luar ruangan seperti asap kendaraan bermotor.
c. Pencemaran dari mikroba
d. Pencemaran dari bahan bangunan ruangan seperti formaldehid, asbestos dan
sebagainya.
e. Kurangnya udara segar akibat pengaturan ventilasi ruangan yang buruk.
[ CITATION Can13 \l 1057 ]
2.5 HEPAR
2.5.1. Anatomi Hepar
Hepar dan Vesica biliaris terletak di intraperitoneal pada Epigastrium
kanan. Lobus hepatis sinister terletak pada Epigastrium kiri (sampai Linea
medioclavicularis sinistra) di anterior Gaster. Posisi hepar bervariasi, sesuai
respirasi (lebih rendah saat inspirasi, lebih tinggi saat ekspirasi) karena area
nuda-nya menempel pada diaphragm. Oleh sebab itu, posisinya bergantung pasa
posisi paru. Karena diaphragm berbentuk kubah, sisi anterior dan posterior hepar
sebagian ditutupi oleh cavitas pleuralis. Sampai linea medioclavicularis, tepi
anterior hepar biasanya terletak sama seperti arcus costalis kanan sehingga hepar
tidak dapat diraba. Pada pembesaran paru, pada emfisema paru pada seorang
perokok, hepar dapat diraba tanpa terjadinya pembesaran.
Hepar merupakan kelenjar paling besar (1200-1800 g) dan organ
metabolic utama pada tubuh. Facies diaphragmatica berdekatan dengan
Diaphragm dan Facies visceralis dengan tepi bawah anterior (Margo anterior)
mengarah ke organ-organ dalam abdomen. Facies diaphragmatica menempel
pada sebagian diaphragma dan tidak memiliki lapisan peritoneal di area tersebut
(Area nuda). hepar dibagi menjadi lobus kanan yang lebih besar dan kiri yang
lebih kecil (Lobus dexter dan Lobus sinister) yang dipisahkan oleh Lig.
falciforme di sebelah ventral. Lig. falciforme berlanjut sebagai Lig. coranarium
yang kemudian menjadi Lig. triangular dextrum dan sinistrum yang
menghubungkan Diaphragma. Hepar tidak ditutupi peritoneum di empat area
yang lebih besar yaitu : Area nuda, Porta hepatis, bantalan Vesica biliaris, dan
Sulcus venae cava inferior.
Hepar didarahi oleh A. hepatica propia yang berasal dari A. hepatica
communis, suatu cabang arterial langsung dari Truncus coeliacus. Setelah
bercabang menjadi A. gastric dextra, A. hepatica propia berjalan dalam Lig.
hepatoduedenale bersama dengan V. porta hepatis dan Ductus Choledochus ke
Hilum hepatis. Di sini, arteri tersebut terbagi menjadi R. dexter dan sinister ke
lobus-lobus hepaar. R. dexter memberi cabang berupa A. cystic ke vesica
biliaris.
Hepar memiliki sistem vena masuk dan keluar. V. portae hepatis
mengumpulkan darah yang kaya nutrisi dari organ-organ Abdomen yang tidak
berpasangan (Gaster, usus, Pancreas, limpa/spleen) dan mengalirkan bersama
dengan darah arterial dari A. hepatica communis, ke dalam sinusoid Lobulus
hepaticus.
Hepar memiliki dua sistem pembulu limfe yaitu sistem subperitoneal
pada permukaan Hepar dan sistem intraparenkim di sepanjang struktur pada trias
porta ke Hilum hepatis. Mengacu pada kelenjar getah bening regional, terdapat
dua rute drainase limfe mayor yaitu: pada arah kaudal ke Hilum hepatis dan
pada arah cranial yang melewati Diaphragma. [ CITATION FPa12 \l 1033 ]
e. Bronkiolus terminal.
Gambar ini menunjukkan bronchiole Terminal (TB dalam diagram).
Catatan bahwa ini adalah pada perbesaran rendah dari tiga gambar
above.This adalah bagian terakhir dari bagian budidaya sistem pernapasan,
dan memiliki diameter terkecil dari semua (kurang dari 1mm).
Tidak ada tulang rawan, atau kelenjar, beberapa otot polos masih ada,
tidak ada sel goblet. Epitelelnya merupakan kolumnar atau kuboid. Cabang-
cabang akhir dari bronkiolus disebut bronchioles terminal. Ini memiliki
lapisan otot polos yang mengelilingi lumen.
Stimulasi saraf vagus (parasimpatis) menyebabkan otot polos
berkontraksi, dan mengurangi diameter bronkiolus terminal. Kantung kecil
yang ditemukan membentang dari dinding terminal bronchii disebut
bronkiolus (R), yang dilapisi oleh epitel kuboid bersilia, dan beberapa sel
non-bersilia yang disebut sel clara. The bronchii pernafasan memiliki
beberapa alveoli tunggal dari dinding mereka.
http://www.histology.leeds.ac.uk/respiratory/conducting.php
2.7 HIPOTESIS
Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah
H0 : Tidak ada pengaruh pewangi ruangan terhadap perubahan histologis pada
kornea, hepar, dan paru – paru.
H1 : Terdapat pengaruh pewangi ruangan terhadap perubahan histologis pada
kornea, hepar, dan paru – paru.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 BAHAN DAN ALAT
3.1.1 ALAT
- Minor set
- Mikro pipet
- Pipet tetes
- Set gelas
- Kandang
- Timbangan
- Hand scoon
- Masker
3.1.2 BAHAN
- Tikus putih 40 ekor
- Carbon
- Pewangi ruangan
- Kloroform
- Formalin buffer 10%
- NaCl fisiologis
- Aquades
3.2 VARIABEL
3.2.1 VARIABEL BEBAS
Pemberian carbon terhadap 10 ekor tikus putih, pemberian pewangi
terhadap 10 ekor tikus putih, pemberian carbon dan pewangi terhadap 10
ekor tikus putih, dan 10 ekor tikus yang tidak diberikan karbon dan
pewangi.
3.2.2 VARIABEL TERGANTUNG
Gambaran histologik sel pada organ mata, trakea-bronkus, dan hepar pada
tikus putih.
3.2.3 VARIABEL TERKENDALI
Pemberian makan dan minum.
Karbon Pewangi
Kelompok Kontrol - -
Kelompok Karbon √ -
Kelompok Pewangi - √
Kelompok Pewangi + Karbon √ √
Tabel .Perlakuan terhadap kelompok
Setelah itu dilakukan pembedahan pada hewan uji untuk mengambil organ
yang akan diuji yaitu mata, testis, hepar, trakhea-pulmo. Organ tersebut kemudian
disimpan dalam larutan formalin supaya tidak cepat rusak. Kemudian organ yang
sudah disimpan tadi dibuat preparat untuk diamati secara histologis.
DAFTAR PUSTAKA
References
California Environmental Protection Agency, 2013. Health Effects of Indoor Pollutants. [Online]
Available at: http://www.arb.ca.gov/research/indoor/healtheffects1table1.htm
[Accessed 1 Januari 2016].
Candrasari, C. R. & Mukono, J., 2013. Hubungan Kualitas Udara dalam Ruang dengan Keluhan
Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Kesehatan
Lingkungan, 1 Juli, pp. 21-25.
Central Polution Control Board (CPCB), 2014. Indoor Air Pollution (monitoring Guideline), Delhi:
Central Polution Control Board Ministry of Environment & Forest, Govt. of India.
Connecticut Department of Public Health, 2013. Fact Sheet Air Freshener What You Need To
Know, Connecticut: Connecticut Department of Public Health.
Eroschenko, V. P., 2010. diFiore. Atlas Histologi dengan Korelasi Fungsional. Bagian II. Organ.
BAB 14. Sistem Pencernaan: Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas. Edisi 11. Halaman 325-
326.. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Eroschenko, V. P., 2012. Kornea Potongan Transversal. In: D. Dharmawan & N. Yesdelita, eds.
Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional. Jakarta: EGC, pp. 510-511.
Friedrich Paulsen, J. W., 2012. Sobotta. Atlas Anatomi Manusia. Organ-Organ Dalam. Edisi 32.
Jilid 2. Halaman 102-113.. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kelbrat, T., 2014. The “People Power” Health Superbook: Book 23. Green Health Guide (People
Get Sick & Die from Chemicals & Pollution). s.l.:Lulu Press Inc.
Kim, S., Hong, S.-H., Bong, C.-K. & Cho, M.-H., 2015. Characterization of Air Freshener Emission:
The Pottential Health Effects. The Journal of Toxilogical Science, 40(5), pp. 535-550.
Sherbondy, J. & Mickler, J., 2015. Activated Carbon | What is Activated Carbon and How Does
It Work?. [Online]
Available at: http://www.tigg.com/what-is-activated-carbon.html
[Accessed 1 Januari 2016].
Sidheswaran, M. A. et al., 2011. Energy Efficient Indoor VOC Air Cleaning with Activated Carbon
Fber (ACF) Filters. Building and Environment Elsevier, pp. 1-11.
Slezakova, K., Morais, S., Pereira & Carmo, M. d., 2012. Indoor Air Pollutants: Relevant Aspects
and Health Impacts. Environmental Health - Emerging Issues and Practice, 3 Februari, pp. 125-
146.
Solomon, G., 2007. Protect Your Family from the Hidden Hazards in Air Freshener, s.l.: National
Resort Defense Council.
Steinamann, A., 2013. Toxic Chemicals in Air Fresheners and Health Effects, s.l.: s.n.