Anda di halaman 1dari 22

Journal of Islamic Education Research | Vol 1 No.

01 Desember (2019)

Realitas Pesantren dan Kebijakan Pendidikan Islam


dalam Perspektif Hegemoni Antonio Gramsci

Nur Jannah
1 Institut Agama Islam Al-Falah As-Sunniyah Kencong

Abstract: The significance of this paper seeks to conceptualize the


hegemony process in the establishment of Islamic boarding school
education policies in Indonesia and the elites role within (organic
_________
Keywords:
intellectuals) as a counter-hegemonic group for those who have any
Pesantren, interest in government. This paper was raised to contribute
Hegemony, Antonio Gramsci thoughts related to the concept of the politics of Islamic education
policy, hegemony and counter hegemony in Islamic education policy
Kata Kunci: so that it can be investigated and developed in a more
Pesantren, comprehensive and holistic direction. Antonio Gramsci's perspective
Hegemoni, Antonio Gramsci of hegemony is used to analyze what happens in the process of policy
emergence. Using a descriptive qualitative method with the main
instrument of documentation, the authors identify a series of
compromising hegemony and counter hegemony between the
________________________ government and Islamic education institution. Although this
*Correspondence Address: compromise model is not considered to be a new way in determining
nurjannah@inaifas.ac.id policy, the compromise model adopted is more radical because the
government gives broad freedom to the forms and models of the
islamic educational system.

Abstrak: Sigfinifikansi tulisan ini berupaya untuk


mengkonseptualisasi proses hegemoni dalam penetapan
kebijakan pendidikan pesantren di Indonesia dan peran elit
pesantren (intelektual organik) sebagai suatu kelompok yang
kontra hegemonik terhadap kelompok kepentingan dalam tubuh
pemerintahan. Tulisan ini diangkat untuk memberikan
sumbangan pemikiran terkait konsep mengenai politik kebijakan
pendidikan Islam, hegemoni dan kontra hegemoni dalam
kebijakan pendidikan Islam agar dapat dikaji dan dikembangkan
ke arah yang lebih komprehensif dan holisitik. Perspektif
Hegemoni dari Antonio Gramsci dipakai untuk menganalisis apa
ayang terjadi dalam proses munculnya kebijakan. Menggunakan
metode kualitatif deskriptif dengan instrumen utama
dokumentasi, penulis melihat telah terjadi rangkaian hegemoni
dan kontra hegemoni yang kompromistik antara pemerintah dan
pesantren. Meskipun model kompromistik ini bukan hal baru
dalam penetapan kebijakan, namun model kompromi yang dianut
lebih cenderung radikal karena pemerintah memberikan
kebebasan yang luas terhadap bentuk maupun model sistem
pendidikan pesantren.

Pendahuluan bahwa pesantren adalah bagian dari


Secara historis sebelum datangnya hasil penyerapan akulturasi
Islam ke Indonesia lembaga serupa kebudayaan Hindu-Budha dan
pesantren sudah ada. Umat Islam kebudayaan Islam itu sendiri. Tidak
kemudian meneruskan, melestarikan heran bila pesantren sangat identik
dan mengislamkannya. Bisa dikatakan dengan makna keislaman tetapi juga

© 2019 Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan


Institut Agama Islam Negeri Jember
Realitas Pesantren dan Kebijakan Pendidikan Islam dalam Perspektif Hegemoni Antonio Gramsci | Nur Jannah

mengandung makna keaslian pesat secara khas di tengah-tengah


(indigenous) Indonesia.1 Sejarah masyarakat pedalaman5 sekaligus
pesantren unik karena terkait dengan menjadikannya terisolasi dari persoalan
nilai-nilai sosial yang amat tua dan politik serta kurang diperhatikan
model-modelnya terhadap respon eksistensinya secara nasional.
sosial masyarakat pribumi terhadap Untuk itu pada mulanya fokus
budaya lain.2 pesantren bergerak di bidang dakwah
Pada masa kerajaan-kerajaan dan pendidikan, independen dari
Islam Nusantara, pesantren3 berdiri di atmosfir politik. Namun karena gesekan
pusat-pusat kekuasaan dan menjadi serta intervensi politik menjangkau
satu-satunya sistem pendidikan yang segenap jalur kehidupan sosial
berfungsi sebagai lembaga kaderisasi masyarakat, tidak terkecuali ulama
bagi para putera pembesar kerajaan.4 dengan Islam politiknya dan pesantren
Namun sejak masa kolonial, melalui dengan kekuatan massanya, kekuasaan
stigmatisasi negatif dan propaganda pemerintah secara hegemonis memaksa
penguasa kolonial, pesantren menjauh orientasi pesantren berubah. Sebagian
dari pusat kekuasaan. Sejarah mencatat ulama terjun ke dalam politik praktis.
bahwa sikap non-kooperatif dan silent Pesantren menjadi termobilisasi dalam
opposition ulama terhadap kebijakan rangka menarik massa demi
“politik etis” pemerintah kolonial kepentingan penguasa agar berada
Belanda pada akhir abad ke 19 dalam spektrum kebijakan dan
menjadikan pesantren berkembang kekuasaan pemerintah.6
1 Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren: Steenbrink. Madrasah, Pesantren, Sekolah:
Sebuah Potret Perjalanan, Cet. 1 (Jakarta : Pendidikan Islam dalam Kurun Modern. (Jakarta:
Paramadina, 1997), 3. Lihat Akhtim Wahyuni. LP3ES. 1986), 20-23 Lihat juga Abdurrahman
Peran Sosial Pesantren dalam Pemberdayaan Mas’ud, Sejarah dan Budaya Pesantren. Dalam
masyarakat. Jurnal Ilmiah Kreatif Vol. VI no. 1 Ismail SM (ed) Dinamika Pesantren dan
Januari (2009): 27 Madrasah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 2002,
2 Salah satu gambaran sisa pengaruh 18-19
asimilasi tersebut tampak pada proses 4 Mohammad Tidjani Djauhari. Masa

penyebaran Islam yang merupakan hasil Depan Pesantren Agenda yang belum
perpaduan antara doktrin formal Islam dan Terselesaikan. (Jakarta: Taj Publishing. 2008),
kultus para wali yang sama dengan tradisi 79
pemujaan orang-orang suci dalam agama hindu. 5 Lihat Sulthon Masyhud. Manajemen

Lihat Abdurrahman Wahid. Bunga Rampai Pondok Pesantren (Jakarta: Diva Pustaka, 2003),
Pesantren. (Jakarta: Dharma Bhakti, 1984), 17. 1-2
3 Sebagai lembaga pendidikan Islam 6 Mobilisasi dipahami sebagai peng-

tertua di Indonesia Pesantren tumbuh akomodasian kepentingan pesantren demi men-


bersamaan dengan masa penyebaran Agama dukung rekayasa pembangunan pemerintah. Ali
Islam di nusantara, yang kuat diduga Riyadi. Politik Pendidikan, Menggugat Birokrasi
penyebaran itu dimulai sejak abad ke-7 Masehi Pendidikan Nasional. Cet. 1 (Yogyakarta: Ar
oleh para musafir dan pedagang Muslim, melalui Ruzz. 2006), 193-195. Lihat Sudirman Tebba,
jalur perdagangan dari teluk persia dan Dilema Pesantren: Belenggu Politik dan
Tiongkok. Mengenai kapan, di mana dan oleh Pembaruan Sosial, dalam Dawam Raharjo (ed),
siapa pesantren pertama kali didirikan sulit Pergulatan Dunia Pesantren: Membangun dari
dilacak karena keterbatasan bukti sejarah Bawah (Jakarta: P3M, 1985), 277. Baca juga
maupun literatur mengenai hal itu. Lihat Muhammad Asfar, Pergeseran Otoritas
Mastuhu. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren Kepemimpinan Politik Kiai, dalam Prisma, 5 Mei
(Jakarta: INIS, 1994) 19-20, bandingkan dengan 1995), 31, Fathol Halik, Pendidikan Pesantren di
Martin Van Bruinessen. Kitab Kuning, Pesantren Tengah Politisasi dan Globalisasi: Pesantren
dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di Indonesia. Madura Setelah Keruntuhan Orde Baru, dalam
(Jakarta: Mizan. 1995), 20-26, dan Kareel A.

2 | Journal of Islamic Education Research Vol 1 No. 01 Desember (2019)


Realitas Pesantren dan Kebijakan Pendidikan Islam dalam Perspektif Hegemoni Antonio Gramsci | Nur Jannah

Pada masa pemerintahan orde baik sekaligus mengadopsi yang baru


baru hegemoni dalam kebijakan yang lebih baik).9 Namun terkadang ada
pendidikan keagamaan dilakukan juga pesantren yang terjebak ke dalam
dengan rekayasa politik melalui praktik pendidikan yang ekslusif dan
penataan sistem pendidikan atas dasar dogmatik, kurang menyentuh atau
narasi modernisasi pendidikan ala menyalahi aturan moralitas serta
Barat.7 Hal tersebut secara langsung mementingkan kelompok sendiri.10
maupun tidak berimplikasi terhadap Terlepas dari hal itu, dalam
rekognisi output pondok pesantren perkembangannya pesantren memiliki
secara formal di lembaga-lembaga banyak wajah (multifaces), selain
pemerintah dengan tidak berlakunya sebagai penyelenggara pendidikan, ia
ijazah pesantren. Sebagai reaksi atas juga berperan dalam masalah-masalah
kebijakan tersebut beberapa pesantren sosial lainnya. Pada masa pra
lambat laun mulai beradaptasi terhadap kemerdekaan Pesantren telah berperan
kebijakan pemerintah. Ada pesantren besar dalam melahirkan pejuang-
yang merevisi kurikulum dan pejuang yang tangguh dalam
menyesuaikan sistem belajar mengajar memperjuangkan kemerdekaan.
sesuai kebijakan pemerintah serta Setelah kemerdekaan Pondok
membuka kelembagaan dan fasilitas Pesantren terus berperan dalam
kependidikan umum.8 Tetapi sebagian mencerdaskan kehidupan bangsa dan
yang lain tetap bertahan dalam sistem memberikan pelayanan sosial dalam
pendidikan khas pesantren, sambil menyiapkan tenaga-tenaga yang
berbenah melakukan transformaasi menguasai ilmu-ilmu keislaman sebagai
atas dasar rasionalitas dan kemajuan, kader ulama, muballigh atau Guru
tanpa meninggalkan prinsip Agama yang sangat dibutuhkan oleh
trasionalnya “al muhâfadhah ála al masyarakat, sekaligus turut pula
qadîmis shâlih wa al akhdz bi al jadîdi al mengimplementasikan “character
ashlah,” (melestarikan yang lama tapi building” bangsa Indonesia. 11

KARSA Jurnal Ilmiah, Vol XV no. 1 April 2009,, 9 Lihat Azyumardi Azra. Pesantren:
63-64. Kointinuitas...h. 95-110
7 Azyumardi Azra. Pesantren: Kontinuitas 10 Lihat M. Amin Abdullah, Pengajaran

dan Perubahan, dalam Nurcholish Madjid, Bilik- Kalam dan Teologi di Era Kemajemukan: Sebuah
bilik...h. xii Tinjauan Materi dan Metode Pendidikan Agama,
8 Dalam hal ini para eksponen pesantren dalam Tashwirul Afkar, Edisi no. 11 tahun 2001,
cenderung mempertahankan kebijakan 14. Bandingkan dengan Abdurrahman Mas’ud,
lembaganya secara hati-hati. Lihat Ali Riyadi. Format Baru Pola Pendidikan Keagamaan pada
Politik Pendidikan ...199-204. Lihat juga Masyarakat Multikultural dalam Perspektif
Kementerian Agama RI. 2010. Pedoman Sisdiknas, dalam Muammar Ramadhan dan Hesti
Pesantren Muadalah, 3 bandingkan dengan Hardinah (ed), Antologi Studi Agama dan
Affandi Mochtar dan Kusmana, Model Baru Pendidikan (Semarang: Aneka Ilmu, 2004), 87-
Pendidikan: Melanjutkan Modernisasi 88, bandingkan dengan Kuntowijoyo, Muslim
Pendidikan Islam di Indonesia, dalam Kusmana Tanpa Masjid (Bandung: Mizan), 2001, 27
dan JM. Muslimin, Paradigma Baru Pendidikan 11 Faisal Ismail, Percikan Pemikiran Islam,

Retrospeksi dan Proyeksi Modernisasi (Yogyakarta : Bina Usaha, 1984), 69. Lihat
Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: IISEP, Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan
2008), 20-24. Bandingkan juga dengan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi. Indonesia (Jakarta: Kencana, 2003), 129-133,
Esai-esai Pesantren (Yogyakarta: LkiS, 2001), 35. bandingkan dengan Moh Yamin, Menggugat
Lihat Mujammil Qomar, Pesantren Dari Pendidikan Indonesia (Yogyakarta: Ar Ruzz
Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Media, 2009), 99-103
Institusi, (Jakarta: Erlangga, 2006), 80-81

Journal of Islamic Education Research Vol 1 No. 01 Desember (2019) | 3


Realitas Pesantren dan Kebijakan Pendidikan Islam dalam Perspektif Hegemoni Antonio Gramsci | Nur Jannah

Realitas di atas menunjukkan memberikan sumbangsih pemikiran


bahwa negara telah melakukan pada bidang kajian politik pendidikan
berbagai upaya dalam menghegemoni yang masih jarang dibahas.
masyarakat hingga menyentuh nilai- Secara praktis, kajian ini penting
nilai dalam pendidikan keagamaan diangkat agar konsep-konsep mengenai
Islam yang sejatinya memiliki akar kuat politik kebijakan pendidikan, hegemoni
di masyarakat. Hegemoni pemerintah dan kontra hegemoni mengenai
dalam bidang kebijakan pendidikan kebijakn sistem pendidikan dapat dikaji
keagamaan sebenarnya tidak menjadi dan dikembangkan oleh kelompok-
masalah, kecuali jika kebijakan yang kelompok praksis pendidikan, segenap
diambil dianggap mampu mengubah stakeholder pendidikan, maupun
struktur maupun tatanan nilai luhur pemerintah dalam rangka
yang dibangun lembaga pendidikan mengembangkan ide, kritik dan
kegamaan Islam. Oleh karenanya masukan lainnya terkait dengan
gerakan kontra hegemoni berperan kebijakan pendidikan yang menyangkut
penting dalam mengkounter hegemoni kepentingan berbagai macam golongan.
yang salah arah demi kepentingan Apalagi bangsa ini adalah bangsa
bersama. dengan identitas multikultural,
Dalam perspektif Antonio sehingga dengan kebijakan yang
Gramsci, kontra hegemoni lahir dari seimbang mengenai pendidikan,
kelompok-kelompok ataupun individu utamanya pendidikan pesantren, maka
(intelektual organik) yang bertugas bisa dipastikan tidak ada lagi lembaga-
menyadarkan kembali akan eksistensi lembaga pendidikan di negeri ini yang
nilai luhur yang perlu dipertahankan dirugikan, dikucilkan, dan di ‘anak tiri’
maupun diubah demi kepentingan kan apalagi hanya tinggal namanya saja.
bersama. Dalam konteks tersebut lahir
intelektual-intelektual organik dari Tinjauan Hegemoni dan Kontra
pesantren yang menyadari bahwa Hegemoni Gramsci
kebijakan pendidikan keagamaan Islam a. Konteks Lahirnya Teori Hegemoni
di Indonesia belum mengakomodir Melihat permasalahan yang akan
kepentingan, nilai, ideologi dan tujuan di bahas, seperti yang telah dijelaskan di
pesantren itu sendiri. Salah satu poin atas, maka dalam studi ini digunakan
yang menjadi problematika kebijakan teori hegemoni dan kontra hegemoni
pendidikan keagamaan Islam terkait menurut perspektif Gramsci.
pesantren adalah pengakuan formal Gagasannya tentang hegemoni tersebar
ijazah yang mereka keluarkan. dalam karyanya berbahasa Italia,
Sigfinifikansi tulisan ini Quaderni, yang kemudian diterbitkan
berupaya mengkonseptualisasi proses dalam bahasa Inggris Selections From
hegemoni dan kontra hegemoni dalam Prison Notebooks (disingkat SPN), yang
penetapan kebijakan pendidikan dianggap sebagai karya yang bersifat
keagamaan Islam di Indonesia dan sentral dalam kemunculan bentuk baru
peran elit pesantren (intelektual teori marxism, terutama di Italia
organik) sebagai suatu kelompok yang sesudah perang dunia ke II.
kontra terhadap kelompok kepentingan Teori hegemoni Gramsci
dalam tubuh pemerintahan terkait merupakan kritik terhadap konsep
penetapan kebijakan pendidikan determinisme ekonomi dan dialektika
sejarah Karl Max. Dalam kehidupan
keagamaan. Konseptualisasi ini penting
masyarakat, Marxisme meyakini bahwa
dikemukakan dalam rangka basic (ekonomi) menentukan

4 | Journal of Islamic Education Research Vol 1 No. 01 Desember (2019)


Realitas Pesantren dan Kebijakan Pendidikan Islam dalam Perspektif Hegemoni Antonio Gramsci | Nur Jannah

superstructure (ideologi, politik, untuk menunjukkan perlunya kelas


pendidikan, budaya dan sebagainya). Lebih pekerja untuk membangun aliansi
lanjut menurut dialektika sejarah Karl dengan petani dengan tujuaan
Marx, sistem kapitalisme akan meruntuhkan gerakan Tsarisme.13
menghasilkan kelas buruh dalam jumlah
Istilah hegemoni itu sendiri berasal dari
yang besar dan terjadi resesi ekonomi. Pada
bahasa Yunani, egemonia, yang berarti
akhirnya, akan terjadi revolusi kaum buruh
(proletar) yang akan melahirkan sistem penguasaan satu bangsa terhadap
sosialisme. Namun, revolusi itu tidak bangsa lain.14 Tetapi Gramsci memaknai
pernah terjadi, dan hal itu tidak dapat hegemoni secara berbeda. Hegemoni
dijelaskan marxisme. bukan dominasi dalam arti represif,
Selain itu Gramsci mendasarkan kekerasan, dan tekanan, tetapi ia adalah
hegemoni pada ide Marx mengenai kepemimpinan moral, intelektual dan
kesadaran palsu, suatu keadaan di mana budaya berdasar konsensus. Menurut
individu-individu menjadi tidak sadar Gramsci, “hegemony is a relation, not of
mengenai dominasi yang terjadi di domination by means of force, but of
dalam kehidupan mereka. Gramsci consent by means of political and
berpendapat bahwa khalayak dapat ideological leadership. It is the
dieksploitasi oleh sistem sosial berupa organisation of consent.”15 (Hegemoni
ideologi yang diterima yang juga bukanlah hubungan dominasi dengan
mereka dukung, mulai dari budaya menggunakan kekuasaan, melainkan
popular; lagu-lagu pop, tarian atau hubungan persetujuan dengan
dance, makanan, pendidikan, 12 hingga menggunakan kepemimipinan politik
agama. dan ideologis. Ini tentang
Menurut Gramsci, ideologi itulah pengorganisasian konsensus).
sebenarnya sebagai basic yang Lebih lanjut Strinati menjelaskan,
menentukan superstructure, sehingga “…Dominant groups in society, including
ketika revolusi kaum buruh (seperti fundamentally but not exclusively the
anggapan Marxisme) tidak pernah ruling class, maintain their dominance by
terjadi, hal itu tidak bisa dijelaskan securing the ‘spontaneous consent’ of
melalui konsep determinisme ekonomi subordinate groups, including the
Karl Max. Justru Gramsci berpendapat working class, through the negotiated
tidak adanya revolusi disebabkan oleh construction of a political and ideological
ideologi, nilai, kesadaran diri, dan consensus which incorporates both
organisasi kaum buruh tenggelam oleh dominant and dominated groups.”16
hegemoni kaum penguasa. Dari sinilah Secara sederhana, hegemoni
kemudian Gramsci mengembangkan merupakan dominasi oleh satu kelompok
idenya mengenai hegemoni. terhadap kelompok lainnya dengan
menggunakan kesadaran ideologis, dengan
Istilah hegemoni pertama kali
atau tanpa ancaman kekerasan, sehingga
dipakai oleh Plekanov dan pengikut ide-ide yang didiktekan oleh kelompok
marxis Rusia lainnya pada tahun 1880 dominan terhadap kelompok yang

12 Pendidikan dijadikan sebagai salah 14 Roger Simon. Gramsci’s Political


satu alat indoktrinasi ideologi, bagi Gramsci Thought, an Introduction (London: Lawrence &
pendidikan adalah alat fundamental dalam Wishart, 1982), 24, bandingkan dengan Dominic
proses hegemoni. Carmel Borg, et.all. (ed) Strinati, An Introduction to Theories of Popular
Gramsci and Education. Boston (Rowman & Culture, (London: Routledge, 1995), 124
Litlefield Publishers, 2002),8 15 Roger Simon, Gramsci’s Political...h.24..
13 Roger Simon. Gramsci’s Political...h.24- 16 Dominic Strinati, An Introduction...h.

25 165

Journal of Islamic Education Research Vol 1 No. 01 Desember (2019) | 5


Realitas Pesantren dan Kebijakan Pendidikan Islam dalam Perspektif Hegemoni Antonio Gramsci | Nur Jannah

didominasi diterima sebagai sesuatu yang dominasi, hegemoni, dan kooptasi.


wajar yang bersifat moral, intelektual serta Dominasi dicirikan oleh adanya pihak
budaya. Hegemoni bisa terjadi bukan hanya yang didominasi dan yang
antara negara dengan negara lainnya, atau mendominasi. Hegemoni adalah
negara terhadap msayarakat, tetapi juga
hubungan dengan basis intelektual dan
sebaliknya dan antar kelompok masyarakat
moral yang dapat diterima oleh rakyat
itu sendiri.17
Hegemoni di tangan Gramsci, yang diperintah. Sementara itu,
tidak semata dimaknai sebagai sebuah kooptasi merupakan suatu proses
instrumen atau strategi dalam peneriman unsur-unsur baru dalam
menjalankan revolusi, dan terutama kepemimpinan atau praktek politik,
dengan menjadikan negara sebagai titik sebagai salah satu cara untuk
akhirnya, melainkan “...sarana untuk menghindari terjadinya kegoncangan
memahami masyarakat dengan tujuan dalam stabilitas organisasi yang
untuk mengubahnya.” 18 Yang menjadi bersangkutan.19
tema sentral dan yang sekaligus Meski dominasi dan hegemoni
dibangun dalam hegemoni tidak melulu berbeda, kadang dominasi diperlukan
produksi kekuasaan, melainkan aliansi oleh negara untuk mempertahankan
sosial-politik yang dipertemukan baik hegemoninya, bahkan ia menjadi
dengan menggunakan perjuangan prasyarat suatu hegemoni. Menurut
politik maupun ideologis —bagaimana Gramsci semua kelas sosial di
memperoleh persetujuan yang lahir masyarakat memiliki kecenderungan
secara sukarela, mandiri, rasional, dan untuk menghegemoni, ketika memiliki
partisipatif dari kelas-kelas lainnya. kemampuan untuk mendominasi.
Tanpa menutup kemungkinan bahwa Dalam hal ini hegemoni bekerja dengan
dalam setiap proses realisasinya dua tahap yaitu tahap dominasi dan
sendiri, bentuk konsensus yang terjadi tahap direction atau pengarahan
kerap kali diterapkan dengan (hegemony). Siklus tersebut akan terus
mengedepankan tindak kekerasan. berlanjut. Jika sudah melalui tahapan
Inilah yang diartikulasikan oleh Gramsci dominasi maka tahap berikutnya yaitu
sebagai metode persuasif (hegemoni) tinggal diarahkan dan tunduk pada
dan metode koersif (dominasi). kepemimpinan oleh kelompok yang
Hegemoni dengan demikian mendominasi. Siapa yang mencoba
berbeda dengan dominasi. Hegemoni melawan hegemoni dianggap orang
lebih melekat pada istilah konsensus yang tidak paham dan tidak taat
sementara dominasi lebih cenderung ke terhadap moral serta dianggap
arah makna kekerasan, pemaksaan, melanggar norma di masyarakat. Meski
koersif, tekanan, sehingga dalam bahkan adakalanya diredam dengan
prakteknya dominasi dilakukan dengan kekerasan.
b. Nasional Kerakyatan
segala cara bahkan bersifat fisik seperti
Terkait dengan hegemoni,
penggunaan kekuatan militer.
Gramsci juga mengemukakan konsep
Menurut Foucult, secara teoretis
tentang nasional kerakyatan. Suatu
dikenal ada tiga bentuk hubungan, yaitu
kelompok tidak bisa meraih
17 Robert Gilpin, A Realist Perspective on Culture and Society. Revised Edition, (New
International Governance, dalam David Held, York: Oxford University Press, 1985), 144
Anthony McGrew (ed), Governing Globalization 18 Roger Simon, Gramsci’s Political...h. 99

(Cambridge: Polity Press, 2004), 237 - 248, 19 Michel Foucult. Power/Knowledge.

Raymond Williams, Keywords: A Vocabulary of (Yogyakarta: Bentang Budaya, 2003), 3

6 | Journal of Islamic Education Research Vol 1 No. 01 Desember (2019)


Realitas Pesantren dan Kebijakan Pendidikan Islam dalam Perspektif Hegemoni Antonio Gramsci | Nur Jannah

kepemimpinan, dan menjadi hubungan tuan-majikan berlangsung


hegemonik, jika kelompok itu hanya (baca: pabrik, atau bentuk lapangan
membatasi pada kepentingan mereka kerja lainnya). Hegemoni tidak hanya
sendiri; mereka harus memperhatikan terjadi di lingkup mikro.
tuntutan dan perjuangan rakyat yang Masyarakat sipil dalam
tidak mempunyai karakter kelas yang pandangan Gramsci terdiri dari jaringan
bersifat murni, karena menjadi yang kompleks berbagai hubungan
hegemonik dipahami dan dilihat kekuatan sosial yang didominasi oleh
sebagai upaya membangun aliansi konflik.22 Untuk itu ia membedakan
secara menyeluruh, juga demi antara masyarakat sipil dan masyarkat
kepentingan perkembangan semua politik. Masyarakat politik adalah
potensi nasional,20 sekaligus, tentu negara ditambah masyarakat sipil,23
mengupayakan agar tuntutan rakyat yang menjalankan hegemoni dan
tersebut bertemu dengan kepentingan dilindungi oleh tameng koersif.
mereka sendiri. “Hegemoni Sementara masyarakat sipil adalah
memerlukan penyatuan berbagai sebuah hubungan sosial yang mencakup
kekuatan sosial yang berbeda ke dalam pribadi maupun organisasi-organisasi
sebuah aliansi yang luas yang swasta, atau kelompok-kelompok
mengungkapkan kehendak kolektif masyarakat, yang berbeda dengan
semua rakyat.”21 Dengan demikan aparat negara.
karena hegemoni dibentuk melalui Hubungan sosial yang membentuk
kehendak kolektif masyarakat, ia masyarakat sipil berbeda dengan
dikatakan memiliki dimensi nasional- hubungan produksi, dan hubungan
kerakyatan, di samping dimensi dalam masyarakat sipil berbeda dengan
kelompok. aparat-aparat yang membentuk
c. Masyarakat Sipil (Civil Society) Negara. 24 Masyarakat sipil adalah
dan Kekuasaan wadah perjuangan kelas dan
Penggunaan istilah civil society, perjuangan demokrasi kerakyatan. Jadi
ditujukan oleh Gramsci sebagai revisi masyarakat sipil adalah wadah yang di
terhadap kebuntuan pandangan- situ kelompok sosial yang dominan
pandangan politik Marx dalam melihat mengatur konsensus dan hegemoni.
perubahan struktur kelas yang Masyarakat sipil juga merupakan suatu
terdapat di masyarakat dan menempati wadah di mana kelompok-kelompok
peran penting dalam melihat arah sosial yang lebih rendah (subordinate)
perubahan sosial ke depannya. dapat menyusun perlawanan mereka
Menurut Gramsci, tafsiran Marx tentang dan membangun sebuah hegemoni
pertentangan kelas tidak sebatas alternatif – hegemoni tandingan
terjelmakan dalam wilayah di mana (counter hegemony).25
20 Antonio Gramsci. Selections from...h. Magnis Suseno, Etika Politik : Prinsip-Prinsip
408 Dasar Kenegaraan Modern. Jakarta : Gramedia.
21 Simon Roger, Gramsci’s Political...h. 24 1988, dan Stehanie Lawson, Some Conseptual
22 William K. Carrol, Studies In Social and Empirical issues in the Study of Regime
Justice, Volume 1, issue 1 Winter 2007, 39 Change (Canberra : Departement of Political and
23 Isitilah ‘masyarakat politik’ tidak Social Change, The Australian National
dimaksudkan untuk mengganti istilah ‘negara’, University, 1991), 100
namun istilah ini hanya menunjuk pada 24 Antonio Gramsci, Selections from...h.

hubungan-hubungan koersif yang terdapa pada 445-449


aparat negara. Roger Simon, Gramsci’s 25 Roger Simon. Gramsci’s Political...h. 27-

Political...h. 105. Bandingkan dengan Franz 28

Journal of Islamic Education Research Vol 1 No. 01 Desember (2019) | 7


Realitas Pesantren dan Kebijakan Pendidikan Islam dalam Perspektif Hegemoni Antonio Gramsci | Nur Jannah

Hubungan sosial dalam intelektual maupun filosof, tetapi tidak


masyarakat sipil dalam pandangan semua orang menjalankan fungsi
Gramsci dipahami sebagai salah satu intelektualnya di masyarakat. Mereka
bentuk ataupun watak kekuasaan. yang tidak bisa dan tidak mampu
Dalam hal ini kekuasaan itu adalah menjalankan fungsi tersebut disebut
merata pada seluruh masyarakat sipil, dengan commonsense. Pemikiran orang
bukan hanya milik aparat negara yang awam adalah tempat ditanamkan
bersifat koersif. Ia menegaskan hal ideologi hegemonik,27 sekaligus tempat
tersebut karena negara memiliki watak perlawanan terhadap ideologi itu
kekuasan yang ia sebut dengan sendiri, yang dilakukan secara tidak
hegemoni yang dilapisi dominasi sadar karena pengaruh ekstrinsik
kekuasaan. Secara sederhana pendapat maupun intrinsik.
tersebut ingin menjelaskan bahwa Bagi mereka yang mampu dan
kekuasaan itu tidak selalu dianggap memiliki ciri berfikir instrinsik serta
menguasai negara dan masyarakat sipil, menjalankan fungsinya di masyarakat ia
tetapi kekuasaan itu bisa dianggap sebut dengan intelektual organik. Kata
sebagai kepemimpinan suatu kelompok Gramsci: “All men are potentially
atas kelompok-kelompok lainnya dalam intellectuals in the sense of having an
masyarakat sipil, bahkan intellect and using it, but not all are
kepemimpinan di dalam berbagai intellectuals by social function.”28
bidang lainnya. Menurutnya intelektual adalah mereka
d. Commonsense dan Intelektual yang memiliki fungsi sebagai
Organik organisator dalam semua lapisan
Dalam beberapa catatannya yang masyarakat, politik, kebudayaan dan
tersebar dalam Selection from Prison sebagainya.
Notebook, Gramsci memakai istilah Dari sini dia kemudian
commonsense (pemikiran orang awam) membedakan dua tipe intelektual yang
sebagai salah satu pelengkap teori ada dalam masyarakat. Yang pertama
hegemoni. Commonsense adalah orang yaitu Intelektual Tradisional dimana
yang tidak kritis dan tidak sadar dalam intelektual ini terlihat independen,
memahami dunia, cara mereka otonom, serta menjauhkan diri dari
mempersepsi dunia, cara berfikir kehidupan masyarakat. Mereka hanya
mereka seringkali rancu dan mengamati serta mempelajari
bertentangan, karena pemikiran kehidupan masyarakat dari kejauhan
mereka berasal dari berbagai sumber dan seringkali bersifat konservatif (anti
dan dari kejadian masa lalu, yang terhadap perubahan). Contoh dari
cenderung membuat mereka menerima Intelektual Tradisional ini adalah para
ketidak adilan dan penindasan sebagai penulis sejarah, filsuf dan para profesor.
hal yang alamiah dan tidak dapat Sedangkan yang kedua adalah
diubah.26 Intelektual Organik, 29 mereka adalah
Ia tidak menafikan bahwa setiap yang sebenarnya menanamkan ide,
orang sebenarnya adalah seorang menjadi bagian dari penyebaran ide-ide
26 Simon Roger, Gramsci’s Political...h. 27 29 Masyarakat muslim sipil dengan ciri-
27 Djohansyah Marzoeki, Budaya Ilmiah ciri intelektual organik inilah yang disebut
dan Filsafat Ilmu (Jakarta: Grsindo, 2000), 43, Muslim Abdurrahman dengan Muslim Civil
Yasraf Amir Piliang, Sebuah Dunia yang Dilipat Society Muslim Abdurrahman. Islam Sebagai
(Jakarta: Mizan, 1998), 29 Kritik Sosial (Jakarta: Paramadina, 2003),19-37
28 Antonio Gramsci, Selection from.., 131

8 | Journal of Islamic Education Research Vol 1 No. 01 Desember (2019)


Realitas Pesantren dan Kebijakan Pendidikan Islam dalam Perspektif Hegemoni Antonio Gramsci | Nur Jannah

yang ada di masyarakat dari kelas yang serta melalui hubungan antara konsep dan
berkuasa, serta turut aktif dalam pernyataan.
pembentukan masyarakat yang Menurut Gramsci faktor
diinginkan. terpenting sebagai pendorong
e. Ideologi terjadinya hegemoni adalah faktor
Supremasi kelompok muncul ideologi dan politik (yang biasa
dalam dua cara, yaitu dominasi diciptakan oleh penguasa) dalam
(coersion) dan kepemiminan intelektual mempengaruhi, mengarahkan, dan
moral (hegemony). Kontrol sosial membentuk pola pikir masyarakat.
dilaksanakan dalam dua bentuk, Faktor lainnya adalah: 1) paksaan,
mempengaruhi secara eksternal sanksi yang diterapkan penguasa,
(dengan hukuman dan ganjaran), juga hukuman yang menakutkan melalui
secara internal dengan membentuk peraturan-peraturan, 2) kebiasaan
keyakinan-keyakinan ideologis dalam masyarakat dalam mengikuti suatu hal
norma yang berlaku.30 yang baru, seperti budaya baru, dan 3)
Istilah ideologi seringkali kesadaran dan persetujuan dengan
diartikan sebagai sebuah sistem ide. unsur-unsur yang ada dalam
Bagi Gramsci ideologi lebih dari sekedar masyarakat 34 seperti indoktrinasi
sistem ide. Ia membedakan antara melalui lembaga pendidikan, agama dan
sistem yang berubah-rubah (arbitrary lainnya.
systems) yang dikemukakan oleh Menurut Gramsci ada tiga fase
intelektual dan filosof tertentu, dan perkembangan kesadaran ideologis:
ideologi organik yang bersifat historis 1. Fase awal (disebut fase ekonomi
(historically organic ideologies), yaitu korporasi), terjadi ketika
ideologi yang diperlukan dalam kondisi seorang pedagang merasa perlu
berdiri sejajar dengan pedagang
sosial tertentu.31 Ideologi ‘mengatur’
lain, seorang pengusaha dengan
manusia, dan memberikan tempat bagi
pengusaha lain, dan sebagainya;
manusia untuk bergerak, mendapatkan namun pedagang belum
kesadaran akan posisi mereka, merasakan timbulnya solidaritas
perjuangan mereka dan sebagainya.32 dari pengusaha, sementara
Ideologi bukanlah suatu yang pengusaha belum menyadari
berada di awang-awang, tetapi ada di dalam kebutuhan untuk bergabung
aktifitas politik dan praktis manusia. Ia dengan kelompok lain dalam
memberikan aturan bagi tindakan praktis masalah yang sama.
dan perilaku moral manusia, yang 2. Fase kedua, fase di mana telah
ekuivalen dengan agama.33 Oleh karena itu tumbuh kesadaran akan
ideologi memiliki eksistensi material yang kepentingan bersama semua
diartikan bahwa ideologi menjelma dalam kelas, namun masih dalam
praktik-praktik sosial setiap orang atau bidang tertentu, seperti hak
lembaga maupun organisasi. Tetapi ia tidak memperoleh persamaan politik
bisa direduksi hanya sebatas memiliki dan hukum dengan kelompok
eksistensi material saja, tetapi ia juga ada yang berkuasa, hak ikut serta
dalam –dan terbentuk melalui- ide-ide, dalam penetapan undang-

30 Hendarto, Mengenal Konsep...h. 74-75, 32 Antonio Gramsci.


Selection from...h. 367
bandingkan dengan R. Kilminster, Praxis and 33 Ibid...h. 326
Method: A Sosiological dialog with Lukacs, 34 Hendarto, Mengenal Konsep Hegemoni

Gramsci, and Early Frankfurt School (London: Gramsci,dalam Tim Redaksi Driyarkara,
Routledge & Kegan Paul, 1979), 109-173 Diskursus Kemasyarakatan dan Kemanusiaan
31 Simon Roger...Gramsci’s Political ...h. 38 (Jakarta: Gramedia Pustaka, 1993), 73

Journal of Islamic Education Research Vol 1 No. 01 Desember (2019) | 9


Realitas Pesantren dan Kebijakan Pendidikan Islam dalam Perspektif Hegemoni Antonio Gramsci | Nur Jannah

undang, namun tetap dalam kembali unsur-unsur yang paling kuat


struktur yang ada. menjadi sistem baru.
3. Fase ketiga adalah fase Salah satu watak material ideologi
hegemoni, di mana orang adalah bahwa praktik ideologi
menjadi sadar bahwa mempunyai agen-agen intelektualnya
kepentingan kelasnya, sendiri, yang bertugas menjabarkan
melampaui batas-batas bidang
ideologi-ideologi organik dan
tertentu, yang melampaui
mengemban tugas melaksanakan
kepentingan kelompok lainnya
yang sekelas atau yang lebih reformasi moral dan intelektual. Oleh
rendah. Ini adalah tahap murni karena watak masyarakat yang
politik. Ini adalah fase di mana cenderung lebih menerima ide-ide yang
ideologi-ideologi yang sebelum- baik dan moralitas, maka kontinuitas
nya terpecah-pecah sekarang ideologi pada dasarnya tergantung
bersaing sampai salah satunya, pada upaya mencari nilai positif.
atau gabungan dari ideologi- Dengan demikian hegemoni tidak
ideologi itu, menang dan berupaya membersihkan semua
menyatukan tujuan-tujuan ideologi yang berbeda, tetapi
bersama, serta mampu
melakukan transformasi terhadap
menghadapi semua persoalan.35
ideologi-ideologi yang ada dengan tetap
Gramsci memberikan tekanan mempertahankan dan menyusun
pada peran perjuangan ideologis –pada kembali unsur-unsur yang paling kuat
reformasi intelektual moral- dalam menjadi sistem baru.
mengubah pandangan semua
kelompok, kerena ideologi berperan f. Kontra Hegemoni/Hegemoni
sebagai ‘semen’ atau kekuatan perekat Tandingan (Counter Hegemony)
(cohesive force) yang mengikat berbagai Ideologi dalam teori hegemoni
kelas/kelompok dan strata yang menjadi hal yang sentral karena ia
berbeda-beda. merupakan instrumen utama dalam
Lebih dari itu Gramsci berpendapat proses hegemoni. Oleh karena itu tugas
bahwa ideologi, dalam hegemoni, tidak bisa
menciptakan hegemoni baru (kontra
dinilai dari apakah ia benar atau salah,
hegemoni) hanya dapat diraih dengan
tetapi harus dinilai dari ‘kemanjurannya’
dalam mengikat berbagai macam kelompok mengubah kesadaran, pola berfikir, dan
yang berbeda ke dalam satu wadah, karena pemahaman masyarakat, konsepsi
fungsinya memang sebagai agen proses mereka tentang dunia, serta norma
penyatuan sosial, pondasi atau kekuatan perilaku moral mereka. Indoktrinasi
perekat hegemoni itu sendiri. ideologi dalam hal ini sangat penting
Oleh karena watak masyarakat yang demi mempertahankan dominasi dan
cenderung lebih menerima ide-ide yang hegemoni oleh negara.
baik dan moralitas, maka kontinuitas Civil society merupakan wilayah
ideologi pada dasarnya tergantung pada yang tidak dapat dengan begitu saja
upaya mencari nilai positif. Dengan
diinternalisasi oleh keberadaan atau
demikian hegemoni tidak berupaya
pun campur tangan kekuatan maupun
membersihkan semua ideologi yang
berbeda, tetapi melakukan transformasi ideologi yang berskala lebih besar
terhadap ideologi-ideologi yang ada dengan darinya (baca: negara). Civil society
tetap mempertahankan dan menyusun memuat dua kepentingan sosio-politis

35 Roger Simon. Gramsci’s Political...h. 34-


35

10 | Journal of Islamic Education Research Vol 1 No. 01 Desember (2019)


Realitas Pesantren dan Kebijakan Pendidikan Islam dalam Perspektif Hegemoni Antonio Gramsci | Nur Jannah

yang terbedakan melalui basis maupun penggunaan kekerasan, ancaman dan


kontrol yang dibangun atasnya. Di satu lain sebagainya. Inilah yang disebut
sisi, dengan menjejakan kekuataannya Gramsci sebagai hegemoni tandingan
dalam civil society, negara dapat atau kontra hegemoni (counter
dengan mudah mengatur arah hegemony).
pergerakan kekuasaan yang sekiranya Hegemoni tandingan
prospektif. Namun demikian, penguatan memungkinkan, baik bagi setiap individu
civil society, yang seringkali terpisah dan atau pun kelompok yang terepresi, untuk
mengambil jarak spasial dengan mencipta dan memperbaharui sejarah
serta arah pertumbuhan sosial sebagai
sendirinya dari kebijakan dan
kepentingan maupun keperluan yang
percaturan politik yang digelar melalui
sifatnya komunal, selain menyertakan
kekuasaan negara, telah melahirkan ruang kebebasan atau subjektivitas
arus perlawanan yang bergerak ke individu ke
arah yang oposan. Ini terutama dalam kesepakatan atau rumusan
didukung dengan penambahan peran politiknya. Re-organisasi ide dan tujuan
intelektual organik oleh Gramsci pada bersama ini merupakan hal pokok
konsep civil society. dalam menjalankan program-program
Masyarakat sipil, meski dengan perbaikan tersebut. Apa yang
watak awamnya, tidaklah selalu tertipu selebihnya di tata ulang adalah
untuk selalu menerima dan penempatan budaya serta nilai-nilai
mempercayai apa pun yang diberikan kemasyarakatan suatu kelompok
oleh kekuatan yang dominan. Terdapat masyarakat yang selama ini tersebar di
contradictory consciousness36 beberapa wilayah sosial namun tak
(kesadaran berlawanan) dari mendapatkan tempat yang
masyarakat yang lebih menyadari akan seharusnnya.
kondisi hegemoni yang, sebenarnya, Sementara itu, pada sisi lain,
tidak mereka inginkan. Mereka mulai hegemoni negara tidak selamanya
menolak indoktrinasi, menolak ide, bertahan, ia sekali-kali akan goyah,
mencoba membuat dan ide yang lebih mengalami krisis37 dan ketidak stabilan
baik, serta membangun aliansi ketika ide-ide kebijakan pemerintah
konsensus yang berskala luas. tidak sejalan dengan kehendak
Terkadang khalayak juga menggunakan masyarakat, di mana kehidupan negara
sumber daya dan strategi yang sama merupakan “suatu proses pembentukan
seperti yang digunakan oleh dan penggantian yang terus
kelompok sosial yang dominan. Hingga berlangsung akan keseimbangan yang
batasan tertentu, individu-individu tidak stabil.”38 Dengan kata lain
akan menggunakan praktik-praktik kehidupan negara memiliki otonomi
dominasi hegemonis yang sama relatif39 karena ia adalah hasil dari
menentang dominasi yang ada,
36 Antonio Gramsci. The Selections...h. 641 (London: Lawrence & Wishart. 1971), 181-182
37 Istilah Gramsci krisis organik, yaitu dan 400. Lihat juga Roger Simon. Gramsci’s
krisis yang parah, yang permanen, yang telah Political ..., 42 dan 110-111, Xavier Bonal, The
terjadi selama beberapa puluh tahun yang Neoliberal Educational Agenda and The
kadang menuntut pembentukan ideologi- Legitimation Crisis: Old and New State
ideologi baru, sebagai bentuk dari upaya Strategies, dalam British Journal of Sociology of
menciptakan keseimbangan baru dari krisis Education, Vol. 24, no. 2, 2003, 162
yang parah tersebut. . Lihat Antonio Gramsci, 38 Roger Simon. Gramsci’s Political...h.100

Selection From Prison Notebook. (Ed & Terj) 39 John Gray, Kekuasaan Politik, Teori

Quintin Hoare dan Geoffrey Nowell Smith Sosial dan Pertaruhan Nilai-nilai. Dalam

Journal of Islamic Education Research Vol 1 No. 01 Desember (2019) | 11


Realitas Pesantren dan Kebijakan Pendidikan Islam dalam Perspektif Hegemoni Antonio Gramsci | Nur Jannah

keseimbangan berbagai kekuatan, yang praktik dominasi hegemonis yang sama


menjadikannya hegemonik. Kata menentang dominasi yang ada. Inilah
Gramsci: “In the East the State was yang disebut Gramsci sebagai hegemoni
everything, civil society was primordial tandingan (counter-hegemony).
and gelatinous; in the West, there was a Gerakan sosial semacam itu
proper relation between State and civil biasanya muncul dalam mekanisme
society, and when the State trembled a Political Opportunity Structure (POS)43
sturdy structure of civil society was at seperti yang disampaikan Peter
once revealed.” (Di Timur, negara adalah Eisinger, yaitu: pertama, gerakan sosial
segalanya, masyarakat sipil adalah muncul ketika tingkat akses terhadap
primordial dan lemah; di Barat, terdapat lembaga-lembaga politik mengalami
hubungan yang serasi antara negara keterbukaan; kedua, ketika
dan masyarakat sipil, dan ketika negara keseimbangan politik baru belum
mengalami kegoncangan maka struktur terbentuk; ketiga, ketika para elite
masyarkat sipil segera politik mengalami konflik besar dan
menggantikannya)40 konflik ini dipergunakan oleh para
Ketidakseimbangan hegemoni pelaku perubahan sebagai kesempatan;
politik pada waktunya melahirkaan keempat, ketika para pelaku perubahan
orang-orang yang memiliki kesadaran digandeng oleh para elite yanng berada
intelektual organik, dan bergerak ke di dalam siste untuk melakukan
arah gerakan sosial41 politis maupun perubahan.44
non politis.. Gerakan sosial tersebut lahir Oleh karena itu ketika akan
sebagai reaksi suatu kelompok atas melakukan Counter Hegemoni para
ketidakpuasan mengenai keadaan pelaku perubahan (kaum intelektual
tertentu, yang dilihat, disadari dan organik) haruslah berangkat dari
dipahami oleh para intelektual, yang kenyataan yang ada di masyarakat,45
kadang menciptakan organisasi mereka haruslah orang
permanen, serta berkehendak untuk yang berpartisipasi aktif dalam
memperkuat kembali batas-batas kehidupan masyarakat, menanamkan
hegemoni maupun kontra hegemoni.42 kesadaran baru yang menyingkap
Hingga batasan tertentu, individu- kebobrokan sistem lama dan dapat
individu akan menggunakan praktik- mengorganisir masyarakat, dengan

Fakhruddin R. Lubis, dkk (terj) Politik dalam Charles Tilly, Dynamics of Contention,
Perspektif Pemikiran, Filsafat dan Teori (Jakarta: (Cambridge: Cambridge University Press, 2001),
Rajawali, 1986), 124 14, Jackie Smith, Ron Pagnucco & Charles
40 Antonio Gramsci, Selection From,.., 494 Chatfield, Social Movements and World Politics: A
41 Gerakan sosial adalah salah satu Theoritical Framework, dalam Transnational
bentuk dari perilaku kolektif. Secara formal Social Movements and Global Politics Solidarity
gerakan sosial didefinisikan sebagai suatu Beyond The State, (ed) Jackie Smith, Ron
gerakan kolektif dengan kadar kesinambungan Pagnucco & Charles Chatfield, (New York:
tertentu untuk menunjang atau menolak Syracuse University, 1997), 66
perubahan yang terjadi dalam masyarakat atau 44 Peter Eisinger, American Political

kelompok tertentu. Paul B. Horton dan Chester Science Review, dalam Abdul Wahib Situmorang,
L. Hunt. Sosiology, Syxth Edition. (Ter) Gerakan Sosial Studi Kasus Beberapa
Aminuddin Ram. (Jakarta: Erlanngga, 1984) 195 Perlawanan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007,
42 Margareth M. Poloma, Sosiologi 4
Kontemporer. (Ter) Tim Yasogama, (Jakarta: 45 Anne Showstack Sassoon, Gramsci and

2007), 107 The Comtemporary Politic, Beyond Pessimism of


43 Diskusi mengenai hal POS ini dapat The Intelect, (London: Routledge, 2000), 79
dibaca dalam Doug McAdam, Sydney Tarrow &

12 | Journal of Islamic Education Research Vol 1 No. 01 Desember (2019)


Realitas Pesantren dan Kebijakan Pendidikan Islam dalam Perspektif Hegemoni Antonio Gramsci | Nur Jannah

begitu ide tentang pemberontakan serta anggota khalayak dapat menerima


merta dapat diterima oleh masyarakat ideologi dominan tetapi akan bekerja
hingga tercapainya apa yang biasa dengan beberapa pengecualian
disebut revolusi. terhadap aturan budaya. Dalam hal ini,
Hegemoni tandingan menjadi anggota khalayak selalu memiliki hak
bagian penting dalam pemikiran kajian untuk menerapkan kondisi lokal kepada
budaya karena hal ini menunjukkan bahwa peristiwa sekala besar. Dalam posisi ini,
khalayak tidak selamanya akan menurut. khalayak memaknai pesan dengan
Dengan kata lain, kita sebagai khalayak
menegosiasikan pada konteks-konteks
tidak selamanya bodoh dan pasif. Pesan-
tertentu, apakah menerima atau
pesan hegemoni tandingan, ironisnya,
sering muncul juga di dalam program- menolak pesannya.
program televisi yang sifatnya mengkritisi Cara terakhir yang digunakan
atau pelencengan makna pesan yang khalayak untuk melakukan
sebenarnya, seperti program acara televisi pendekodean terhadap pesan adalah
‘Democrazy”, “Sentilan-Sentilun”, dan dengan telibat di dalam posisi
lainnya . oposisional. Posisi oposisional terjadi
Tidak ada pesan hegemoni atau ketika anggota khalayak
hegemoni tandingan yang dapat mensubstitusikan kode alternatif bagi
muncul tanpa kemampuan khalayak kode yang disediakan oleh media. Oleh
untuk menerima pesan dan karena itu, pada kasus ini konsumen
membandingkannya dengan makna yang kritis akan menolak makna sebuah
yang telah tersimpan di dalam benak pesan yang dipilih dan ditentukan oleh
mereka. Hal ini disebut pengkodean media dan menggantikannya dengan
(decoding). Ketika kita menerima pesan pemikirannya sendiri mengenai subjek
dari orang lain, kita mendekodekan tertentu.
pesan-pesan tersebut berdasarkan Agar kaum buruh dapat
persepsi, pemikiran, dan pengalaman menciptakan hegemoninya, Gramsci
masa lalu kita. Selain itu perbedaan memberikan 2 cara46, yaitu melalui ‘war
dalam pendekodean terhadap pesan- of position’ (perang posisi) dan ‘war of
pesan dari kelas yang berkuasa juga movement’ (perang pergerakan). Perang
disebabkan oleh ketidakmerataan posisi dilakukan dengan cara
hubungan sosial antara atasan dan memperoleh dukungan melalui
bawahan, antara aparat negara dengan propaganda media massa, membangun
masyarakat sipil. aliansi strategis dengan barisan sakit
Masyarakat melakukan hati, pendidikan pembebasan melalui
pendekodean terhadap pesan melalui sekolah-sekolah yang meningkatkan
tiga sudut pandang atau posisi: kesadaran diri dan sosial.
dominan-hegemonis, ternegosiasi, dan Karakteristiknya:
oposisi. Ketika setiap individu bekerja di a. Perjuangan panjang
dalam sebuah kode yang mendominasi b. Mengutamakan perjuangan
dan menjalankan kekuasaan yang lebih dalam system
besar daripada yang lainnya, c. Perjuangan diarahkan kepada
masyarakat cenderung menerima pesan dominasi budaya dan ideology
secara pasif, menerima apa adanya. Perang pergerakan juga bisa
Posisi kedua adalah posisi ternegosiasi; dilakukan dengan serangan langsung
(frontal), tentunya dengan dukungan
46Antonio Gramsci, The Selections.., 495, Introduction to ...h. 124, dan Roger Simon,
bandingkan dengan Dominic Strinati, An Gramsci’s Political...h. 110

Journal of Islamic Education Research Vol 1 No. 01 Desember (2019) | 13


Realitas Pesantren dan Kebijakan Pendidikan Islam dalam Perspektif Hegemoni Antonio Gramsci | Nur Jannah

massa. Perang pergerakan bisa sektor formal. Sementara itu,


dilakukan setelah perang posisi masyarakat telah memberikan
dilakukan, bisa juga tidak. pengakuan terhadap kualitas lulusan
Pesantren, dan bahkan sebagian dari
Metode lembaga pendidikan di luar negeri pun
Berdasar pada tipe pembahasan telah memberikan pengakuan
tulisan ini, maka metode yang kesetaraan (mu’adalah) terhadap
digunakan adalah library research pendidikan di pondok pesantren.
karena mencoba memahami konsep- Kondisi tersebut kemudian
konsep realitas menggunakan literatur memunculkan beberapa tokoh
(kepustakaan), baik berupa buku, jurnal pesantren sebagai intelektual organik
maupun laporan. yang mendesak pemerintah untuk
Sementara analisisnya memberikan pengakuan kesetaraan
menggunakan analisis kritis yang (mu’adalah)48 bagi mereka yang sistem
fleksibel. Teori Hegemoni Gramsci maupun kurikulum pendidikannya
secara keseluruhan digunakan untuk tidak mengikuti aturan departemen
membedah pesantren dalam bayangan pendidikan nasional ataupun
hegemoni sekaligus kontra hegemi kementerian agama, tetapi dikelola
terutama dalam konteks kebijakan dengan kualitas pendidikan yang baik
pendidikan keagamaan Islam di sesuai dengan nilai-nilai agama maupun
Indonesia. nilai budaya lokal-nasional.
Dalam melanggengkan hegemoni
Hegemoni dan Kontra Hegemoni ideologisnya, pemerintah berupaya
dalam Kebijakan Pendidikan memberikan pengakuan penyetaraan
Keagamaan Islam (Kasus Pesantren (mu’adalah) sejak tahun 1998, di mana
Mu’adalah) pesantren diberi akses untuk
Selama beberapa dekade memperoleh fasilitas yang sama seperti
perhatian dan pengakuan (recognition) institusi-institusi pendidikan lainnya
pemerintah terhadap institusi manakala mengikuti regulasi-regulasi
pesantren khususnya yang tidak yang telah ditetapkan pemerintah.
menyelenggarakan pendidikan Kemudian berdasarkan pada Undang-
Madrasah/Sekolah formal masih sangat Undang Sisdiknas nomor 20 tahun 2003
minim,47 bahkan tamatan Persantren pasal 30 ayat 3,dan 4 serta Peraturan
yang belum mendapat pengakuan Pemerintah (PP) tentang Standar
mu’adalah/kesetaraan sering menemui Nasional Pendidikan (SNP) nomor 19
kesulitan untuk melanjutkan belajar ke tahun 2005 pasal 93, yang dilanjutkan
jenjang pendidikan yang lebih tinggi dengan lahirnya PP 55 Tahun 2007,
maupun untuk melamar pekerjaan pada Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 2
47 Standar ganda dalam sistem 48 Pondok Pesantren Mu`adalah adalah

pendidikan di Indonesia yang dimulai sejak pondok pesantren yang disetarakan dengan
pemerintahan orde lama pun justru tidak SMA / MA. Lihat Asrori S. Karni. Etos Studi Kaum
memberikan ruang pada pendidikan pesantren Santri, Wajah Baru Pendidikan Islam, Jakarta:
yang termarjinalkan. Lihat Muhammad Sirozi. Mizan, 2009, 188.. Lihat juga Kementerian
Politik Kebijakan Pendidikan di Indonesia: Peran Agama RI. 2010. Pedoman Pesantren...h. 3,
Tokoh-tokoh Islam dalam penyusunan UU n. bandingkan dengan Umar Bukhory, Status
2/1989, Jakarta: INIS, 2004, 39-46. Bandingkan Pesantren Muadalah; Antara Pembebasan dan
dengan Florian Pohl. Islamic Education And The Pengebirian Jati Diri Pendidikan Pesantren,
Public Sphere Today’s Pesantren in Indonesia. dalam KARSA Jurnal Ilmiah vol IXI no. 1 April
Munster: Waxman Verlag GmbH, 2009, 85-87 2011, 57

14 | Journal of Islamic Education Research Vol 1 No. 01 Desember (2019)


Realitas Pesantren dan Kebijakan Pendidikan Islam dalam Perspektif Hegemoni Antonio Gramsci | Nur Jannah

tahun 2012 yang direvisi dengan PMA dan para pimpinan pondok pesantren
No. 31 tahun 2013 serta direvisi terkait dengan penerbitan PMA. Silang
kembali dengan PMA No. 18 tahun 2014 pendapat pro dan kontra begitu hangat
Tentang Satuan Pendidikan Muadalah muncul dalam setiap
pada Pondok Pesantren, Guru-guru dari diskusi/pertemuan yang membahas hal
pesantren mu`adalah mendapatkan hak tersebut. Semua pihak menyadari
yang sama seperti guru-guru dari sepenuhnya tentang betapa pentingnya
sekolah swasta, seperti dapat mengikuti sebuah PMA dan skenario baru
sertifikasi guru, impassing dan tersebut, tetapi para pimpinan pondok
lainnya.49 pesantren tidak menghendaki ada
Munculnya kebijakan pemerintah pesantren yang dikorbankan atau
yang bersikap fleksibel dalam rekognisi pembiasan sistem pendidikan
formal sistem pendidikan pesantren pesantren. Para kiai pimpinan
secara formal tidak dapat dilepaskan pesantren tidak ingin terpecah
dari upaya elit pesantren muadalah konsentrasinya dengan kesibukan
dalam memperjuangkan kebijakan yang mencari pengakuan legal formal untuk
memihak sejak tahun 1998 yang para santrinya dengan mendirikan
diinisiasi Pondok Modern Gontor sekolah umum/formal yang terkadang,
bersama pesantren lainnya. Mereka tanpa disadari, justru akan
kemudian membentuk forum membelokkan arah pesantren dari
komunikasi yang dikenal dengan Forum semangat tafaqquh fiddin.
Komunikasi Pesantren Mu’adalah Kekhawatiran tersebut bukan tanpa
(FKPM) yang diketuai oleh Dr. K.H. Amal alasan karena bukti faktual di lapangan
Fathullah Zarkasyi, M.A. menunjukkan kalau belakangan ini
Melalui forum tersebut pesantren muncul fenomena yang patut disikapi
mu’adalah terus memberikan masukan- dengan cermat dan kritis, yaitu
masukan bagi pemerintah dalam hal ramainya pendirian sekolah-sekolah
kebijakan-kebijakan strategis terkait umum keagamaan di lingkungan
dengan pengembangan dan pesantren maupun diluarnya.
perkembangan pesantren ke depannya. Untuk itu FKPM telah memberikan
Salah satu polemik yang sempat koreksian atau masukan terhadap draf
didiskusikan secara cukup alot adalah Rancangan Peraturan Menteri Agama
upaya pemerintah dalam (RPMA) karena ditemukan indikasi
menskenariokan pesantren untuk materi peraturan yang lebih rendah
dimasukkan ke dalam wilayah bertentangan dengan materi peraturan
pendidikan formal hingga terbitnya yang lebih tinggi. Adapun hal yang
Peraturan Menteri Agama (PMA) no. 3 diajukan FKPM tersebut sesuai dengan
tahun 2012 yang memang sejak awal UU No. 20 Tahun 2003 tentang
atas usulan FKPM. Sisdiknas, pada pasal 30 ayat 4 yang
Sudah sejak awal tahun 2008 secara tegas menyatakan adanya
rancangan PMA tersebut dikaji dan pemisahan antara pendidikan
didiskusikan diberbagai pertemuan. pesantren dan pendidikan diniyah.
Diskusi yang terjadi dikalangan pejabat Selain itu, dalam Peraturan Pemerintah
Kementerian Agama Pusat, anggota (PP) No. 55 Tahun 2007 tentang
DPR, para akademisi, tokoh masyarakat, Pendidikan Agama dan Pendidikan
49 Lihat Keputusan Direktur Jendral
Pendidikan Islam nomor Dj.I/885/2010.

Journal of Islamic Education Research Vol 1 No. 01 Desember (2019) | 15


Realitas Pesantren dan Kebijakan Pendidikan Islam dalam Perspektif Hegemoni Antonio Gramsci | Nur Jannah

Keagamaan serta PP No. 19 Tahun 2005 mengharuskan UN,50 walaupun


tentang Standar Nasional Pendidikan demikian pesantren mu’adalah tetap
juga menyatakan hal yang sama. Dengan mendapatkan pengakuan dari
hadirnya peraturan tersebut pesantren pemerintah atas dasar rekomendasi
berharap akan bisa lebih fokus lagi dari Badan Standar Nasional Pendidkan
dalam mengembangkan pendidikan (BSNP) yang telah didapatkan
pesantren di masa mendatang, dapat pesantren mu’adalah tersebut. 51
diakui oleh pemerintah secara formal, Terkait Peraturan Menteri Agama
dibantu baik secara finansial maupun (PMA) no 03 tahun 2012 tentang
lainnya, diakomodasi segala keperluan Pendidikan Keagamaan Islam, yang
dan kepentingan nilai-nilai baiknya menurut beberapa anggota FKPM
sehingga mampu melahirkan generasi tergesa-gesa disyahkan, beberapa
ulama intelek, yang menguasai ilmu- usulan telah dicantumkan, namun salah
ilmu keagamaan sekaligus ilmu sosial satu hal yang tetap menjadi polemik
dan alam dengan cara maupun sistem adalah FKPM menolak ketentuan dalam
yang khas pesantren. bab V pasal 43 tentang ketentuan
Selain itu terkait dengan adanya peralihan yang menyatakan bahwa “
keputusan sepihak dari sejumlah pesantren yang telah mendapatkan
perguruan tinggi negeri yang tidak penyetaraan (muadalah) sebelum
menerima alumni pesantren mu’adalah peraturan ini berlaku dinyatakan
untuk mengikuti Seleksi Nasional sebagai pendidikan diniyah formal
Masuk Perguruan Tinggi Negeri berdasarkan peraturan ini” yang sudah
(SNMPTN) disebabkan tidak adanya tentu menggiring pesantren ke arah
hasil Ujian Nasional (UN) pada nilai formalisasi pendidikan, kewajibannya
kelulusan mereka. Maka, FKPM sepakat untuk mengikuti Ujian Nasioanal dan
menyampaikan usulan kepada Menteri merasa dipaksa untuk menjalankan
Agama RI bahwa dalam penyusunan sistem pendidikan yang tidak sejalan
Permen tentang Pendidikan Pesantren dengan sistem pendidikan asli
agar tidak dimasukkan UN sejalan (indegenousity) pesantren itu sendiri.52
dengan PP 19 Tahun 2005 tentang SNP, Sebagai konsekuensi logis dari hal itu
pasal 93 ayat 1 dan 2 yang intinya tidak ditakutkan pesantren tidak akan dapat
mengacu kepada SNP yang berkembang secara wajar,53 kehilangan
50 Isi klausul yang ada, yaitu: 1) Muhammad Rifai, Politik Pendidikan Nasional.
Penyelenggaraan satuan pendidikan yang tidak Yogyakarta: Ar Ruzz, 2011, 194
mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan 52 Jika pesantren dipaksa untuk
ini dapat memperoleh pengakuan dari menjalankan sistem lain, suatu saat pesantren
Pemerintah atas dasar rekomendasi dari BSNP. hanya akan tinggal nama seperti Taman Siswa,
2) Rekomendasi dari BSNP sebagaimana lihat Mohammad Idris Jauhari, Berharap Payung
dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada Hukum Muadalah dalam Ikhlas Beramal no. 57
penilaian khusus. 3) Pengakuan dari Tahun XII Juni 2009, 50. Lihat juga Umar
Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat Bukhory, Status Pesantren Muadala..h. 56-57.
(1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Lihat Bandingkan dengan Makmuri Sukarno.
PP no. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Perguruan Taman Siswa: Kasus Pendidikan
Pendidikan pasal 93 Berbasis Masyarakat Menghadapi Negara, dalam
51 Keberatan pesantren muadalah Masyarakat Indonesia, Majalah Ilmu-ilmu Sosial
terhadap UN bisa jadi karena standar penilaian Indonesia, LIPI, Jilid XXX1V no. 2 2008,, 95-120
UN tidak menjadikan kecerdasan lainnya 53 Moh. Hefni. Runtuhnya Hegemoni

sebagai penentu kelulusan seseorang, di mana Negara dalam Menentukan Kurikulum


pesantren dalam hal ini menjadikan nilai Pesantren. dalam KARSA, Jurnal Ilmiyah. Vol. IXI
moralitas sebagai salah satunya. Lihat no. 1 April 2011, 62

16 | Journal of Islamic Education Research Vol 1 No. 01 Desember (2019)


Realitas Pesantren dan Kebijakan Pendidikan Islam dalam Perspektif Hegemoni Antonio Gramsci | Nur Jannah

jati dirinya yang asli, hanyut dalam diatur dalam Peraturan Menteri Agama
sistem baru yang belum tentu lebih baik. RI no 18 tahun 2014 ditujukan demi
Hasil diskusi panjang yang kepentingan dan kebaikan pesantren itu
melibatkan berbagai macam kalangan sendiri. Namun kita juga perlu
hingga hearing dengan anggota DPR menyadari bahwa sejarah memberikan
pada akhirnya melahirkan PMA No. 18 fakta bahwa sistem pendidikan di negeri
tahun 2014 hingga saat ini muncul Draft kita sejak awal menganut sistem
Rancangan Undang Undang Pendidikan pendidikan dikotomis antara warisan
Keagamaan Islam yang akan segera kolonial yang dinilai lebih modern
disahkan oleh pemerintah. dengan sistem yang distandarisasi.
Deskripsi proses perjuangan Berbeda dengan sistem pendidikan
pesantren mu’adalah dalam pesantren yang tidak memiliki standar –
mendapatkan pengakuan pemerintah di dan memang sangat sulit menentukan
atas merupakan bagian dari dinamika standar pendidikan pesantren jika
perkembangan pesantren di tanah air dilihat dari beragam tipologi pesantren
yang tidak bisa diremehkan. Perjuangan yang tersebut di seluruh negeri ini.
tersebut adalah bagian dari Implikasi logis dari hal itu membawa
mempertahankan ciri, memantapkan dampak pada kemarjinalan posisi
watak dan prinsip kepesantrenan pesantren dalam sistem pendidikan
sebagai bentuk dari pelestarian keaslian nasional.
atas kekuatan budaya bangsa dengan Oleh karena itu PMA No. 18 tahun
nilai-nilai luhur keagamaan54 atau 2014 serta UU Pesantren selayaknya
dengan kata lain apa yang disebut tidak telah terlalu jauh mengintervensi
Gramsci dengan counter culture atau sistem pendidikan pesantren dengan
counter hegemony terhadap hegemoni55 keanekaragamannya sekaligus status
pemerintah dalam masalah pendidikan, indgenousity-nya. Kita perlu memahami
maupun kehidupan umum masyarakat bahwa masing-masing pesantren
Indonesia yang sedang dilanda krisis memiliki kekhususan tipikal yang
moral,56 atau juga sebuah upaya berbeda satu sama lain. Ada pesantren
mempertahankan hegemoni pesantren yang hanya mengkhususkan
mengenai ide dasar sistem pendidikan pembelajaran Nahwu-Sharraf, Tafsir,
pesantren yang khas, dengan kata lain Fiqih, kitab kuning, kajian Al-Qur’an dan
perjuangan itu adalah perang posisi sebagainya. Banyaknya tipe-tipe
ideologi mengenai sistem dan pelaksana pesantren semacam itu menjadikan
sistem pendidikan itu sendiri. seorang santri tidaklah dipandang
lengkap ilmunya serta kurang
Penutup mendapatkan pengakuan sosial (social
Pada dasarnya keputusan recognition), jika hanya belajar di
mengenai pendidikan pesantren yang pesantren tertentu, atau pada kiyai
54 H.A.R Tilaar. Membenahi Pendidikan gagasan Politik Gramsci, (terj) oleh Kamdani dan
Nasional. Jakarta: Rineka Cipta, 2002,, 77-78 Imam Baihaqi, Yogyakarta: Insist. 2004, 19-32
55 Istilah hegemoni dan counter 56 Lihat, Azyumardi Azra, Esei-esei
hegemoni dari Gramsci bermakna dominasi oleh Intelektual Muslim Pendidikan & Islam. Jakarta:
satu kelompok terhadap kelompok lainnya, Logos, 1999, 87. Lihat juga Syahrul A’dam.
dengan atau tanpa ancaman kekerasan, Pesantren: Kiai dan Tarekat (Satu Potret Sejarah
sehingga ide-ide yang didiktekan oleh kelompok Sosial Pendidikan Islam Indonesia) dalam Suwito
dominan terhadap kelompok yang didominasi (ed) Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta:
diterima sebagai sesuatu yang wajar Kencana, cet. Ke 2 2008, 17
(commonsense). Lihat Roger Simon. Gagasan-

Journal of Islamic Education Research Vol 1 No. 01 Desember (2019) | 17


Realitas Pesantren dan Kebijakan Pendidikan Islam dalam Perspektif Hegemoni Antonio Gramsci | Nur Jannah

tertentu. Faktor tersebut mendorong Abdullah, M. Amin, Pengajaran Kalam


santri untuk melakukan perjalanan dan Teologi di Era Kemajemukan:
keilmuan (rihlah ‘ilmiyyah) yang Sebuah Tinjauan Materi dan
berguna tidak hanya untuk Metode Pendidikan Agama,
memperkaya ilmunya sendiri, namun dalam Tashwirul Afkar, Edisi no.
juga pengalaman hidupnya, bahkan 11 tahun, 2001.
membuka ruang terjadinya pertukaran Abdurrahman, Muslim, Islam Sebagai
ilmu, di mana pada gilirannya, akan Kritik Sosial. Jakarta:
mendorong terjadinya pengayaan dunia Paramadina, 2003
keilmuan di lingkungan pesantren Asfar, Muhammad, Pergeseran Otoritas
secara keseluruhan. Kepemimpinan Politik Kiai,
Kalangan pesantren menyadari dalam Prisma, 5 Mei, 1995
hal itu sebagai sebuah upaya yang Azra, Azyumardi, Esei-esei Intelektual
mengancam eksistensi pesantren Muslim Pendidikan & Islam.
dengan segala keunikannya. Upaya- Jakarta: Logos, 1999.
upaya pemerintah dalam Bonal, Xavier. The Neoliberal
menghegemoni sistem pendidikan Educational Agenda and The
nasional tampaknya masih akan terus Legitimation Crisis: Old and New
mendapatkan pertentangan. Dari State Strategies, dalam British
perspektif teori hegemoni dan kontra Journal of Sociology of Education,
hegemoni yang diutarakan oleh Antonio Vol. 24, no. 2, 2003.
Gramsci kita mencoba melihat dan Borg, Carmel, et.all. (ed) Gramsci and
memahami sisi lain dari kompleksitas Education. Boston: Rowman &
politik dalam menghegemoni sistem Litlefield Publishers, 2002
pendidikan nasional melalui ide-ide Bruinessen, Martin Van, Kitab Kuning,
dalam bentuk peraturan-peraturannya Pesantren dan Tarekat: Tradisi-
tersebut. tradisi Islam di Indonesia. Jakarta:
Dengan catatan sejarah yang Mizan, 1995
panjang, pesantren merasa layak untuk Bukhory, Umar. Status Pesantren
memiliki sistem pendidikan yang sesuai Muadalah; Antara Pembebasan
dengan kekhasan dan keunikannya dan Pengebirian Jati Diri
masing-masing. Kekhawatiran kalangan Pendidikan Pesantren, dalam
pesantren muadalah adalah bahwa KARSA Jurnal Ilmiah vol IXI no. 1
kenyataan yang ada saat ini banyak April, 2011.
pesantren lain yang menyelenggarakan Carrol, William K. Studies In Social
sistem pendidikan modern, tetapi Justice, Volume 1, issue 1 Winter,
pesantren itu sebenarnya adalah jenis 2007
tersendiri. Jika pesantren dipaksa untuk Djauhari, Mohammad Tidjani. 2008,
menjalankan sistem lain, suatu saat Masa Depan Pesantren Agenda
pesantren hanya akan tinggal nama. yang belum Terselesaikan.
Jakarta: Taj Publishing.
Referensi Eisinger, Peter. American Political
A’dam, Syahrul. Pesantren: Kiai dan Science Review, dalam Abdul
Tarekat (Satu Potret Sejarah Wahib Situmorang, Gerakan
Sosial Pendidikan Islam Sosial Studi Kasus Beberapa
Indonesia) dalam Suwito (ed) Perlawanan, Yogyakarta:
Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Pustaka Pelajar, 2007
Jakarta: Kencana, cet. Ke 2, 2008

18 | Journal of Islamic Education Research Vol 1 No. 01 Desember (2019)


Realitas Pesantren dan Kebijakan Pendidikan Islam dalam Perspektif Hegemoni Antonio Gramsci | Nur Jannah

Foucult, Michel. Power/Knowledge. Karni, Asrori S. Etos Studi Kaum Santri,


Yogyakarta: Bentang Budaya, Wajah Baru Pendidikan Islam,
2003, Jakarta: Mizan, 2009
Gilpin, Robert. A Realist Perspective on Kementerian Agama RI. Pedoman
International Governance, dalam Pesantren Muadalah. 2010
David Held, Anthony McGrew Keputusan Direktur Jendral Pendidikan
(ed), Governing Globalization, Islam nomor Dj.I/885/2010.
Cambridge: Polity Press, 2004 Kilminster, R. Praxis and Method: A
Gramsci, Antonio. Selection From Prison Sosiological dialog with Lukacs,
Notebook. (Ed & Terj) Quintin Gramsci, and Early Frankfurt
Hoare dan Geoffrey Nowell School, London: Routledge &
Smith. London: Lawrence & Kegan Paul, 1979,
Wishart, 1971 Kuntowijoyo, Muslim Tanpa Masjid,
Gray, John. Kekuasaan Politik, Teori Bandung: Mizan, 2001,
Sosial dan Pertaruhan Nilai-nilai. Kusmana dan JM. Muslimin, Paradigma
dalam Fakhruddin R. Lubis, dkk Baru Pendidikan Retrospeksi dan
(terj) Politik dalam Perspektif Proyeksi Modernisasi Pendidikan
Pemikiran, Filsafat dan Teori, Islam di Indonesia, Jakarta: IISEP,
Jakarta: Rajawali, 1986 2008
Halik, Fathol. Pendidikan Pesantren di Lawson, Stehanie. Some Conseptual and
Tengah Politisasi dan Globalisasi: Empirical issues in the Study of
Pesantren Madura Setelah Regime Change. Canberra :
Keruntuhan Orde Baru. Dalam Departement of Political and
KARSA Jurnal Ilmiah, Vol XV no. 1 Social Change, The Australian
April, 2009 National University, 1991
Hefni, Moh. Runtuhnya Hegemoni Madjid, Nurcholish. Bilik-Bilik
Negara dalam Menentukan Pesantren: Sebuah Potret
Kurikulum Pesantren, dalam Perjalanan, Cet. 1 Jakarta :
KARSA, Jurnal Ilmiyah. Vol. IXI no. Paramadina, 1997
1 April, 2011, Marzoeki, Djohansyah, Budaya Ilmiah
Hendarto, Mengenal Konsep Hegemoni dan Filsafat Ilmu, Jakarta:
Gramsci,dalam Tim Redaksi Grasindo, 2000
Driyarkara, Diskursus Mas’ud, Abdurrahman. Sejarah dan
Kemasyarakatan dan Budaya Pesantren. Dalam Ismail
Kemanusiaan. Jakarta: Gramedia SM (ed) Dinamika Pesantren dan
Pustaka, 1993. Madrasah. Yogyakarta: Pustaka
Horton, Paul B. dan Chester L. Hunt. Pelajar, 2002
Sosiology, Syxth Edition. (Ter) Mas’ud, Abdurrahman. Format Baru
Aminuddin Ram. Jakarta: Pola Pendidikan Keagamaan
Erlanngga, 1984, pada Masyarakat Multikultural
Ismail, Faisal. Percikan Pemikiran Islam, dalam Perspektif Sisdiknas, dalam
Yogyakarta : Bina Usaha, 1984 Muammar Ramadhan dan Hesti
Jauhari, Mohammad Idris. Berharap Hardinah (ed), Antologi Studi
Payung Hukum Muadalah dalam Agama dan Pendidikan,
Ikhlas Beramal no. 57 Tahun XII Semarang: Aneka Ilmu, 2004
Juni, 2009 Mastuhu. Dinamika Sistem Pendidikan
Pesantren. Jakarta: INIS, 1994,

Journal of Islamic Education Research Vol 1 No. 01 Desember (2019) | 19


Realitas Pesantren dan Kebijakan Pendidikan Islam dalam Perspektif Hegemoni Antonio Gramsci | Nur Jannah

Masyhud, Sulthon. Manajemen Pondok Tokoh-tokoh Islam dalam


Pesantren. Jakarta: Diva Pustaka, penyusunan UU n. 2/1989,
2003, Jakarta: INIS, 2004.
McAdam, Doug, Sydney Tarrow & Smith, Jackie, Ron Pagnucco & Charles
Charles Tilly, Dynamics of Chatfield. Social Movements and
Contention, Cambridge: World Politics: A Theoritical
Cambridge University Press, Framework, dalam Transnational
2001 Social Movements and Global
Nata, Abuddin. Manajemen Pendidikan Politics Solidarity Beyond The
Mengatasi Kelemahan State, (ed) Jackie Smith, Ron
Pendidikan Islam di Indonesia. Pagnucco & Charles Chatfield,
Jakarta: Kencana, 2003, New York: Syracuse University,
Peraturan Pemerintah no. 19 tahun 1997.
2005 tentang Standar Nasional Steenbrink, Kareel A. Madrasah,
Pendidikan Pesantren, Sekolah: Pendidikan
Piliang, Yasraf Amir. 1998, Sebuah Dunia Islam dalam Kurun Modern.
yang Dilipat, Jakarta: Mizan Jakarta: LP3ES. 1986,
Pohl, Florian. Islamic Education And The Strinati, Dominic. An Introduction to
Public Sphere Today’s Pesantren Theories of Popular Culture,
in Indonesia. Munster: Waxman London: Routledge, 1995,
Verlag GmbH, 2009, Sukarno, Makmuri. Perguruan Taman
Poloma, Margareth M. 2007, Sosiologi Siswa: Kasus Pendidikan Berbasis
Kontemporer. (Ter) Tim Masyarakat Menghadapi Negara,
Yasogama, Jakarta: dalam Masyarakat Indonesia,
Qomar, Mujammil, Pesantren Dari Majalah Ilmu-ilmu Sosial
Transformasi Metodologi Menuju Indonesia, LIPI, Jilid XXX1V no. 2,
Demokrasi Institusi. Jakarta: 2008
Erlangga, 2006 Suseno, Franz Magnis. Etika Politik :
Rifai, Muhammad. Politik Pendidikan Prinsip-Prinsip Dasar
Nasional. Yogyakarta: Ar Ruzz, Kenegaraan Modern. Jakarta :
2011 Gramedia. 1988
Riyadi, Ali. Politik Pendidikan, Tebba, Sudirman. Dilema Pesantren:
Menggugat Birokrasi Pendidikan Belenggu Politik dan Pembaruan
Nasional. Cet. 1 Yogyakarta: Ar Sosial, dalam Dawam Raharjo
Ruzz. 2006 (ed), Pergulatan Dunia
Sassoon, Anne Showstack. Gramsci and Pesantren: Membangun dari
The Comtemporary Politic, Bawah, Jakarta: P3M, 1985
Beyond Pessimism of The Intelect, Tilaar, H.A.R. Membenahi Pendidikan
London: Routledge, 2000. Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.
Simon, Roger. Gagasan-gagasan Politik 2002
Gramsci, (terj) oleh Kamdani dan Wahid, Abdurrahman, 2001,
Imam Baihaqi, Yogyakarta: Menggerakkan Tradisi. Esai-esai
Insist. 2004. Pesantren. Yogyakarta: LkiS
..................... Gramsci’s Political Thought, ...................................., Bunga Rampai
an Introduction. London: Pesantren. Jakarta: Dharma
Lawrence & Wishart, 1982. Bhakti, 1984
Sirozi, Muhammad. Politik Kebijakan Wahyuni, Akhtim. Peran Sosial
Pendidikan di Indonesia: Peran Pesantren dalam Pemberdayaan

20 | Journal of Islamic Education Research Vol 1 No. 01 Desember (2019)


Realitas Pesantren dan Kebijakan Pendidikan Islam dalam Perspektif Hegemoni Antonio Gramsci | Nur Jannah

masyarakat. Jurnal Ilmiah


Kreatif, Vol. VI no. 1 Januari,
2009.
Williams, Raymond. Keywords: A
Vocabulary of Culture and Society.
Revised Edition, New York:
Oxford University Press, 1985
Yamin, Moh. Menggugat Pendidikan
Indonesia, Yogyakarta: Ar Ruzz
Media, 2009.

Journal of Islamic Education Research Vol 1 No. 01 Desember (2019) | 21


Realitas Pesantren dan Kebijakan Pendidikan Islam dalam Perspektif Hegemoni Antonio Gramsci | Nur Jannah

22 | Journal of Islamic Education Research Vol 1 No. 01 Desember (2019)

Anda mungkin juga menyukai