01 Desember (2019)
Nur Jannah
1 Institut Agama Islam Al-Falah As-Sunniyah Kencong
penyebaran Islam yang merupakan hasil Depan Pesantren Agenda yang belum
perpaduan antara doktrin formal Islam dan Terselesaikan. (Jakarta: Taj Publishing. 2008),
kultus para wali yang sama dengan tradisi 79
pemujaan orang-orang suci dalam agama hindu. 5 Lihat Sulthon Masyhud. Manajemen
Lihat Abdurrahman Wahid. Bunga Rampai Pondok Pesantren (Jakarta: Diva Pustaka, 2003),
Pesantren. (Jakarta: Dharma Bhakti, 1984), 17. 1-2
3 Sebagai lembaga pendidikan Islam 6 Mobilisasi dipahami sebagai peng-
KARSA Jurnal Ilmiah, Vol XV no. 1 April 2009,, 9 Lihat Azyumardi Azra. Pesantren:
63-64. Kointinuitas...h. 95-110
7 Azyumardi Azra. Pesantren: Kontinuitas 10 Lihat M. Amin Abdullah, Pengajaran
dan Perubahan, dalam Nurcholish Madjid, Bilik- Kalam dan Teologi di Era Kemajemukan: Sebuah
bilik...h. xii Tinjauan Materi dan Metode Pendidikan Agama,
8 Dalam hal ini para eksponen pesantren dalam Tashwirul Afkar, Edisi no. 11 tahun 2001,
cenderung mempertahankan kebijakan 14. Bandingkan dengan Abdurrahman Mas’ud,
lembaganya secara hati-hati. Lihat Ali Riyadi. Format Baru Pola Pendidikan Keagamaan pada
Politik Pendidikan ...199-204. Lihat juga Masyarakat Multikultural dalam Perspektif
Kementerian Agama RI. 2010. Pedoman Sisdiknas, dalam Muammar Ramadhan dan Hesti
Pesantren Muadalah, 3 bandingkan dengan Hardinah (ed), Antologi Studi Agama dan
Affandi Mochtar dan Kusmana, Model Baru Pendidikan (Semarang: Aneka Ilmu, 2004), 87-
Pendidikan: Melanjutkan Modernisasi 88, bandingkan dengan Kuntowijoyo, Muslim
Pendidikan Islam di Indonesia, dalam Kusmana Tanpa Masjid (Bandung: Mizan), 2001, 27
dan JM. Muslimin, Paradigma Baru Pendidikan 11 Faisal Ismail, Percikan Pemikiran Islam,
Retrospeksi dan Proyeksi Modernisasi (Yogyakarta : Bina Usaha, 1984), 69. Lihat
Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: IISEP, Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan
2008), 20-24. Bandingkan juga dengan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi. Indonesia (Jakarta: Kencana, 2003), 129-133,
Esai-esai Pesantren (Yogyakarta: LkiS, 2001), 35. bandingkan dengan Moh Yamin, Menggugat
Lihat Mujammil Qomar, Pesantren Dari Pendidikan Indonesia (Yogyakarta: Ar Ruzz
Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Media, 2009), 99-103
Institusi, (Jakarta: Erlangga, 2006), 80-81
25 165
yang ada di masyarakat dari kelas yang serta melalui hubungan antara konsep dan
berkuasa, serta turut aktif dalam pernyataan.
pembentukan masyarakat yang Menurut Gramsci faktor
diinginkan. terpenting sebagai pendorong
e. Ideologi terjadinya hegemoni adalah faktor
Supremasi kelompok muncul ideologi dan politik (yang biasa
dalam dua cara, yaitu dominasi diciptakan oleh penguasa) dalam
(coersion) dan kepemiminan intelektual mempengaruhi, mengarahkan, dan
moral (hegemony). Kontrol sosial membentuk pola pikir masyarakat.
dilaksanakan dalam dua bentuk, Faktor lainnya adalah: 1) paksaan,
mempengaruhi secara eksternal sanksi yang diterapkan penguasa,
(dengan hukuman dan ganjaran), juga hukuman yang menakutkan melalui
secara internal dengan membentuk peraturan-peraturan, 2) kebiasaan
keyakinan-keyakinan ideologis dalam masyarakat dalam mengikuti suatu hal
norma yang berlaku.30 yang baru, seperti budaya baru, dan 3)
Istilah ideologi seringkali kesadaran dan persetujuan dengan
diartikan sebagai sebuah sistem ide. unsur-unsur yang ada dalam
Bagi Gramsci ideologi lebih dari sekedar masyarakat 34 seperti indoktrinasi
sistem ide. Ia membedakan antara melalui lembaga pendidikan, agama dan
sistem yang berubah-rubah (arbitrary lainnya.
systems) yang dikemukakan oleh Menurut Gramsci ada tiga fase
intelektual dan filosof tertentu, dan perkembangan kesadaran ideologis:
ideologi organik yang bersifat historis 1. Fase awal (disebut fase ekonomi
(historically organic ideologies), yaitu korporasi), terjadi ketika
ideologi yang diperlukan dalam kondisi seorang pedagang merasa perlu
berdiri sejajar dengan pedagang
sosial tertentu.31 Ideologi ‘mengatur’
lain, seorang pengusaha dengan
manusia, dan memberikan tempat bagi
pengusaha lain, dan sebagainya;
manusia untuk bergerak, mendapatkan namun pedagang belum
kesadaran akan posisi mereka, merasakan timbulnya solidaritas
perjuangan mereka dan sebagainya.32 dari pengusaha, sementara
Ideologi bukanlah suatu yang pengusaha belum menyadari
berada di awang-awang, tetapi ada di dalam kebutuhan untuk bergabung
aktifitas politik dan praktis manusia. Ia dengan kelompok lain dalam
memberikan aturan bagi tindakan praktis masalah yang sama.
dan perilaku moral manusia, yang 2. Fase kedua, fase di mana telah
ekuivalen dengan agama.33 Oleh karena itu tumbuh kesadaran akan
ideologi memiliki eksistensi material yang kepentingan bersama semua
diartikan bahwa ideologi menjelma dalam kelas, namun masih dalam
praktik-praktik sosial setiap orang atau bidang tertentu, seperti hak
lembaga maupun organisasi. Tetapi ia tidak memperoleh persamaan politik
bisa direduksi hanya sebatas memiliki dan hukum dengan kelompok
eksistensi material saja, tetapi ia juga ada yang berkuasa, hak ikut serta
dalam –dan terbentuk melalui- ide-ide, dalam penetapan undang-
Gramsci, and Early Frankfurt School (London: Gramsci,dalam Tim Redaksi Driyarkara,
Routledge & Kegan Paul, 1979), 109-173 Diskursus Kemasyarakatan dan Kemanusiaan
31 Simon Roger...Gramsci’s Political ...h. 38 (Jakarta: Gramedia Pustaka, 1993), 73
Selection From Prison Notebook. (Ed & Terj) 39 John Gray, Kekuasaan Politik, Teori
Quintin Hoare dan Geoffrey Nowell Smith Sosial dan Pertaruhan Nilai-nilai. Dalam
Fakhruddin R. Lubis, dkk (terj) Politik dalam Charles Tilly, Dynamics of Contention,
Perspektif Pemikiran, Filsafat dan Teori (Jakarta: (Cambridge: Cambridge University Press, 2001),
Rajawali, 1986), 124 14, Jackie Smith, Ron Pagnucco & Charles
40 Antonio Gramsci, Selection From,.., 494 Chatfield, Social Movements and World Politics: A
41 Gerakan sosial adalah salah satu Theoritical Framework, dalam Transnational
bentuk dari perilaku kolektif. Secara formal Social Movements and Global Politics Solidarity
gerakan sosial didefinisikan sebagai suatu Beyond The State, (ed) Jackie Smith, Ron
gerakan kolektif dengan kadar kesinambungan Pagnucco & Charles Chatfield, (New York:
tertentu untuk menunjang atau menolak Syracuse University, 1997), 66
perubahan yang terjadi dalam masyarakat atau 44 Peter Eisinger, American Political
kelompok tertentu. Paul B. Horton dan Chester Science Review, dalam Abdul Wahib Situmorang,
L. Hunt. Sosiology, Syxth Edition. (Ter) Gerakan Sosial Studi Kasus Beberapa
Aminuddin Ram. (Jakarta: Erlanngga, 1984) 195 Perlawanan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007,
42 Margareth M. Poloma, Sosiologi 4
Kontemporer. (Ter) Tim Yasogama, (Jakarta: 45 Anne Showstack Sassoon, Gramsci and
pendidikan di Indonesia yang dimulai sejak pondok pesantren yang disetarakan dengan
pemerintahan orde lama pun justru tidak SMA / MA. Lihat Asrori S. Karni. Etos Studi Kaum
memberikan ruang pada pendidikan pesantren Santri, Wajah Baru Pendidikan Islam, Jakarta:
yang termarjinalkan. Lihat Muhammad Sirozi. Mizan, 2009, 188.. Lihat juga Kementerian
Politik Kebijakan Pendidikan di Indonesia: Peran Agama RI. 2010. Pedoman Pesantren...h. 3,
Tokoh-tokoh Islam dalam penyusunan UU n. bandingkan dengan Umar Bukhory, Status
2/1989, Jakarta: INIS, 2004, 39-46. Bandingkan Pesantren Muadalah; Antara Pembebasan dan
dengan Florian Pohl. Islamic Education And The Pengebirian Jati Diri Pendidikan Pesantren,
Public Sphere Today’s Pesantren in Indonesia. dalam KARSA Jurnal Ilmiah vol IXI no. 1 April
Munster: Waxman Verlag GmbH, 2009, 85-87 2011, 57
tahun 2012 yang direvisi dengan PMA dan para pimpinan pondok pesantren
No. 31 tahun 2013 serta direvisi terkait dengan penerbitan PMA. Silang
kembali dengan PMA No. 18 tahun 2014 pendapat pro dan kontra begitu hangat
Tentang Satuan Pendidikan Muadalah muncul dalam setiap
pada Pondok Pesantren, Guru-guru dari diskusi/pertemuan yang membahas hal
pesantren mu`adalah mendapatkan hak tersebut. Semua pihak menyadari
yang sama seperti guru-guru dari sepenuhnya tentang betapa pentingnya
sekolah swasta, seperti dapat mengikuti sebuah PMA dan skenario baru
sertifikasi guru, impassing dan tersebut, tetapi para pimpinan pondok
lainnya.49 pesantren tidak menghendaki ada
Munculnya kebijakan pemerintah pesantren yang dikorbankan atau
yang bersikap fleksibel dalam rekognisi pembiasan sistem pendidikan
formal sistem pendidikan pesantren pesantren. Para kiai pimpinan
secara formal tidak dapat dilepaskan pesantren tidak ingin terpecah
dari upaya elit pesantren muadalah konsentrasinya dengan kesibukan
dalam memperjuangkan kebijakan yang mencari pengakuan legal formal untuk
memihak sejak tahun 1998 yang para santrinya dengan mendirikan
diinisiasi Pondok Modern Gontor sekolah umum/formal yang terkadang,
bersama pesantren lainnya. Mereka tanpa disadari, justru akan
kemudian membentuk forum membelokkan arah pesantren dari
komunikasi yang dikenal dengan Forum semangat tafaqquh fiddin.
Komunikasi Pesantren Mu’adalah Kekhawatiran tersebut bukan tanpa
(FKPM) yang diketuai oleh Dr. K.H. Amal alasan karena bukti faktual di lapangan
Fathullah Zarkasyi, M.A. menunjukkan kalau belakangan ini
Melalui forum tersebut pesantren muncul fenomena yang patut disikapi
mu’adalah terus memberikan masukan- dengan cermat dan kritis, yaitu
masukan bagi pemerintah dalam hal ramainya pendirian sekolah-sekolah
kebijakan-kebijakan strategis terkait umum keagamaan di lingkungan
dengan pengembangan dan pesantren maupun diluarnya.
perkembangan pesantren ke depannya. Untuk itu FKPM telah memberikan
Salah satu polemik yang sempat koreksian atau masukan terhadap draf
didiskusikan secara cukup alot adalah Rancangan Peraturan Menteri Agama
upaya pemerintah dalam (RPMA) karena ditemukan indikasi
menskenariokan pesantren untuk materi peraturan yang lebih rendah
dimasukkan ke dalam wilayah bertentangan dengan materi peraturan
pendidikan formal hingga terbitnya yang lebih tinggi. Adapun hal yang
Peraturan Menteri Agama (PMA) no. 3 diajukan FKPM tersebut sesuai dengan
tahun 2012 yang memang sejak awal UU No. 20 Tahun 2003 tentang
atas usulan FKPM. Sisdiknas, pada pasal 30 ayat 4 yang
Sudah sejak awal tahun 2008 secara tegas menyatakan adanya
rancangan PMA tersebut dikaji dan pemisahan antara pendidikan
didiskusikan diberbagai pertemuan. pesantren dan pendidikan diniyah.
Diskusi yang terjadi dikalangan pejabat Selain itu, dalam Peraturan Pemerintah
Kementerian Agama Pusat, anggota (PP) No. 55 Tahun 2007 tentang
DPR, para akademisi, tokoh masyarakat, Pendidikan Agama dan Pendidikan
49 Lihat Keputusan Direktur Jendral
Pendidikan Islam nomor Dj.I/885/2010.
jati dirinya yang asli, hanyut dalam diatur dalam Peraturan Menteri Agama
sistem baru yang belum tentu lebih baik. RI no 18 tahun 2014 ditujukan demi
Hasil diskusi panjang yang kepentingan dan kebaikan pesantren itu
melibatkan berbagai macam kalangan sendiri. Namun kita juga perlu
hingga hearing dengan anggota DPR menyadari bahwa sejarah memberikan
pada akhirnya melahirkan PMA No. 18 fakta bahwa sistem pendidikan di negeri
tahun 2014 hingga saat ini muncul Draft kita sejak awal menganut sistem
Rancangan Undang Undang Pendidikan pendidikan dikotomis antara warisan
Keagamaan Islam yang akan segera kolonial yang dinilai lebih modern
disahkan oleh pemerintah. dengan sistem yang distandarisasi.
Deskripsi proses perjuangan Berbeda dengan sistem pendidikan
pesantren mu’adalah dalam pesantren yang tidak memiliki standar –
mendapatkan pengakuan pemerintah di dan memang sangat sulit menentukan
atas merupakan bagian dari dinamika standar pendidikan pesantren jika
perkembangan pesantren di tanah air dilihat dari beragam tipologi pesantren
yang tidak bisa diremehkan. Perjuangan yang tersebut di seluruh negeri ini.
tersebut adalah bagian dari Implikasi logis dari hal itu membawa
mempertahankan ciri, memantapkan dampak pada kemarjinalan posisi
watak dan prinsip kepesantrenan pesantren dalam sistem pendidikan
sebagai bentuk dari pelestarian keaslian nasional.
atas kekuatan budaya bangsa dengan Oleh karena itu PMA No. 18 tahun
nilai-nilai luhur keagamaan54 atau 2014 serta UU Pesantren selayaknya
dengan kata lain apa yang disebut tidak telah terlalu jauh mengintervensi
Gramsci dengan counter culture atau sistem pendidikan pesantren dengan
counter hegemony terhadap hegemoni55 keanekaragamannya sekaligus status
pemerintah dalam masalah pendidikan, indgenousity-nya. Kita perlu memahami
maupun kehidupan umum masyarakat bahwa masing-masing pesantren
Indonesia yang sedang dilanda krisis memiliki kekhususan tipikal yang
moral,56 atau juga sebuah upaya berbeda satu sama lain. Ada pesantren
mempertahankan hegemoni pesantren yang hanya mengkhususkan
mengenai ide dasar sistem pendidikan pembelajaran Nahwu-Sharraf, Tafsir,
pesantren yang khas, dengan kata lain Fiqih, kitab kuning, kajian Al-Qur’an dan
perjuangan itu adalah perang posisi sebagainya. Banyaknya tipe-tipe
ideologi mengenai sistem dan pelaksana pesantren semacam itu menjadikan
sistem pendidikan itu sendiri. seorang santri tidaklah dipandang
lengkap ilmunya serta kurang
Penutup mendapatkan pengakuan sosial (social
Pada dasarnya keputusan recognition), jika hanya belajar di
mengenai pendidikan pesantren yang pesantren tertentu, atau pada kiyai
54 H.A.R Tilaar. Membenahi Pendidikan gagasan Politik Gramsci, (terj) oleh Kamdani dan
Nasional. Jakarta: Rineka Cipta, 2002,, 77-78 Imam Baihaqi, Yogyakarta: Insist. 2004, 19-32
55 Istilah hegemoni dan counter 56 Lihat, Azyumardi Azra, Esei-esei
hegemoni dari Gramsci bermakna dominasi oleh Intelektual Muslim Pendidikan & Islam. Jakarta:
satu kelompok terhadap kelompok lainnya, Logos, 1999, 87. Lihat juga Syahrul A’dam.
dengan atau tanpa ancaman kekerasan, Pesantren: Kiai dan Tarekat (Satu Potret Sejarah
sehingga ide-ide yang didiktekan oleh kelompok Sosial Pendidikan Islam Indonesia) dalam Suwito
dominan terhadap kelompok yang didominasi (ed) Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta:
diterima sebagai sesuatu yang wajar Kencana, cet. Ke 2 2008, 17
(commonsense). Lihat Roger Simon. Gagasan-