Anda di halaman 1dari 13

PENGARUH FILSAFAT REKONSTRUKSIONISME DALAM PROSES

PERKEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN DI INDONESIA SAAT INI

Hesti Ulia Sari

Institut Agama Islam Negeri Kerinci

Email : hestiuliasari@gmail.com

Abstrak: Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Karena
tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa, maka
kurikulum yang dikembangkan juga harus mencerminkan falsafah atau pandangan hidup yang
dianut oleh bangsa tersebut. Oleh karena itu, terdapat hubungan yang sangat erat antara
kurikulum pendidikan di suatu negara dengan falsafah negara yang dianutnya. Pengembangan
kurikulum membutuhkan filsafat sebagai acuan atau landasan berpikir. Kurikulum dalam
perspektif rekonstruksionisme, bahwa model pengembangan kurikulum dengan berdasarkan
pada filsafat rekonstruksionisme adalah model yang biasanya digunakan dalam banyak proses
pengembangan kurikulum. Dalam model ini kurikulum lebih banyak mengambil posisi pertama
yaitu sebagai rencana dan kegiatan. Ide yang dikembangkan pada langkah awal lebih banyak
berfokus pada kualitas apa yang harus dimiliki dalam belajar suatu disiplin ilmu, teknologi,
agama, seni, dan sebagainya.

Kata kunci: Filsafat, Rekonstruksionisme, Kurikulum, Pendidikan.

PENDAHULUAN

Rekonstruksionisme merupakan salah satu aliran filsafat yang merupakan kelanjutan


yang logis dari cara berpikir progresifisme dalam pendidikan, rekonstruksionisme berasal
dari bahasa inggris yaitu "Reconstruct" yang artinya adalah membangun kembali, aliran ini
bertujuan untuk merombak kembali susunan lama dan mengubahnya ke tatanan hidup yang
baru dan bercorak modern, aliran ini dianggap lebih baik karena menyatakan jika tidak
cukup jika seorang siswa atau individu hanya berfokus pada pengalaman kemasyarakatan di
sekolah, namun juga mempelopori ke arah masyarakat baru yang diinginkan sesuai
perkembangan hidup dan kehidupan sebagai konsekuensi perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan juga seni.

Kurikulum merupakan inti dalam bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap
seluruh kegiatan pendidikan. Pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan
manusia, maka penyusunan kurikulum harus disusun secara sistematis. Penyusunan
kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil
pemikiran dan penelitian yang mendalam.

Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat
berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan. Dengan sendirinya, akan berakibat pula
terhadap kegagalan proses pengembangan manusia. Penyusunan kurikulum juga harus
mempertimbangkan hakikat pendidikan sebagai upaya mengembangkan potensi-potensi
manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi
itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah
cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam
keseimbangan, kesatuan organis, harmonis, dan dinamis guna mencapai tujuan hidup
kemanusiaan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai
masalah-masalah pendidikan termasuk dalam penyusunan kurikulum.

Kurikulum Pendidikan Nasional Indonesia adalah suatu sistem yang memuat teori
dan praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat
bangsa guna diabdikan kepada bangsa untuk merealisasikan cita-cita nasional. Pendidikan
nasional Indonesia adalah suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan praktek
pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh flisafat bangsa
Indonesia yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia guna
memperlancar mencapai citacita nasional Indonesia.

Sedangkan filsafat pendidikan nasional Indonesia adalah suatu sistem yang mengatur dan
menentukan teori dan praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai
oleh filsafat hidup bangsa "Pancasila" yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara
Indonesia dalam usaha merealisasikan cita-cita bangsa dan negara Indonesia. Dalam rangka
memberi kontribusi terhadap filsafat hidup pancasila sebagai pedoman dasar bangsa Indonesia,
penyusunan kurikulum pendidikan nasional dapat mengakomodir salah satu pemikiran filsafat
pendidikan yaitu filsafat rekonstruksionisme.

PEMBAHASAN

Rekonstruksionisme berasal dari kata reconstruct yang berarti menyusun kembali.


istilah tersebut telah lazim digunakan dalam percakapan sehari-hari, namun dalam konteks
filsafat pendidikan, rekonstruksionisme ialah suatu paham kritik sosial dalam pendidikan,
yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan
yang bercorak modern. Filsafat Pendidikan Rekonstruksi dikenal pula dengan social
reconstructionisme, yang merupakan suatu aliran filsafat pendidikan yang dipengaruhi oleh
ide-ide Pragmatisme dan Marxisme. Berdasarkan kedua kedua model aliran itulah filsafat
pendidikan rekonstruksi mengembangkan ide-ide pemikirannya. Rekonstruksionisme
mempercayai bahwa realitas sosial itu selalu berubah, sebagai konsekuensinya mereka
memandang sekolah sebagai lembaga sosial, tempat untuk mengembangkan daya kritis
peserta didik untuk melihat berbagai persoalan sosial di sekitarnya. Kemunculan
Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930.

Rekonstruksionisme seringkali diartikan sebagai rekonstruksi social merupakan


perkembangan dari filsafat pendidikan progresivisme. Rekonstruksionisme menganggap
progresivisme belum cukup jauh berusaha memperbaiki masyarakat. Progresivisme hanya
memperhatikan masyarakat pada saat itu saja, padahal yang diperlukan pada abad kemajuan
teknologi yang pesat ini adalah rekonstruksi masyarakat dan penciptaan tatanan dunia baru
secara menyeluruh.

Rekonstruksionisme menghendaki tujuan pendidikan untuk meningkatkan kesadaran


siswa mengenai problematika sosial, politik dan ekonomi yang dihadapi oleh manusia secara
global, dan untuk membina serta membekali mereka dengan kemampuan-kemampuan dasar
agar bias menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut. Kurikulum dan metode pendidikan
bermuatan materi sosial, politik dan ekonomi yang sedang dihadapi oleh masyarakat.
Termasuk juga masalah-masalah pribadi yang dihadapi oleh siswanya. Kurikulumnya
menggunakan disiplin ilmu-ilmu sosial dan metode ilmiah.

Filsafat rekonstruksianisme menaruh perhatian terhadap pendidikan dalam kaitannya


dengan masyarakat. Pendukung rekonstruksianisme mengambil posisi bahwa pendidikan
adalah institusi sosial dan sekolah merupakan bagian dari masyarakat(Imam Barnadib,1996).
Kata rekonstruksianisme dalam bahasa Inggris reconstruct yang berarti menyusun kembali.
Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran rekonstruksianisme adalah suatu aliran yang
berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang
bercorak modern. Aliran rekonstruksianisme, pada prinsipnya, sepaham dengan aliran
perenialisme, yaitu hendak menyatakan krisis kebudayaan modern. Kedua aliran tersebut,
aliran rekonstruksianisme dan perenialisme, memandang bahwa keadaan sekarang
merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran,
kebingungan, dan kesimpangsiuran.

Pandangan aliran filsafat pendidikan rekonstruksionisme terhadap pendidikan adalah


kita harus mengetahui pengertian filsafat. Yang mana filsafat merupakan induk dari segala
ilmu yang mencakup ilmu-ilmu khusus. Filsafat bagi pendidikan adalah teori umum
sehingga dapat menjadi pilar bagi bangunan dunia pendidikan yang berusaha
memberdayakan setiap pribadi warga negara untuk mengisi format kebudayaan bangsa yang
diinginkan dan diwariskan. Aliran rekonstruksionisme adalah sepaham dengan aliran
perenialisme dalam tindakan mengatasi krisis kehidupan modern.

Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Karena
tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa, maka
kurikulum yang dikembangkan juga harus mencerminkan falsafah atau pandangan hidup
yang dianut oleh bangsa tersebut. Oleh karena itu, terdapat hubungan yang sangat erat antara
kurikulum pendidikan di suatu negara dengan falsafah negara yang dianutnya. Sebagai
contoh pada waktu Bangsa Indonesia dijajah oleh Belanda, maka kurikulum pada masa itu
sangat berorientasi pada kepentingan politik Belanda. Demikian pula pada saat negara kita
dijajah Jepang, maka orientasi kurikulumnya disesuaikan dengan kepentingan dan sistem
nilai yang dianut negara Matahari menggunakan Pancasila sebagai dasar dan falsafah hidup
dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, maka kurikulum pendidikan pun
disesuaikan dengan nilai-nilai Pancasila. Perumusan tujuan pendidikan, penyusunan program
pendidikan, pemilihan dan penggunaan pendekatan atau strategi pendidikan, peranan yang
harus dilakukan pendidik/peserta didik senantiasa harus sesuai dengan falsafah hidup bangsa
Indonesia, yaitu Pancasila.

Keberadaan aliran-aliran filsafat lainnya dalam pengembangan kurikulum di


Indonesia dapat digunakan sebagai acuan, akan tetapi hendaknya dipertimbangkan dan dikaji
kesesuaiannya dengan nilai-nilai falsafah hidup bangsa Indonesia, karena tidak semua
konsep aliran filsafat dapat diadopsi dan diterapkan dalam sistem pendidikan kita.

Rekonstruksionisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada


rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping
menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme
lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini
akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan
sesuatu? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses. filsafat
rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan Model Kurikulum Interaksional.
Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh
karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung
dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai
kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian saat ini, pada beberapa
negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan dalam
pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan pada filsafat
rekonstruktivisme.

Kurikulum berisi mata-mata pelajaran yang berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan


masyarakat masa depan.Kurikulum banyak berisi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan
sains politik, antropologi, sosiologi dan psikologi yang dihadapi umat manusi, yang
termasuk di dalamnya masalah-masalah pribadi para peserta didik sendiri; dan program-
program perbaikan yang ditentukan secara ilmiah untuk aksi kolektif. Struktur organisasi
kurikulum terbentuk dari cabang-cabang ilmu sosial dan proses-proses penyelidikan ilmiah
sebagai metode pemecahan masalah. Kurukulum menurut filosofis tentunya adalah segala
hal yang bisa mengembangkan akal, yaitu berupa ilmu pengetahuan yang dikebangkan.
Dampak positifnya dalam kehidupan masyarakat/manusia, adalah berkembangnya
bermacam-macam ilmu pengetahuan ilmiah yang menunjangn kehidupan material umat
manusia. Akibatnya negatifnya (kalau dianggap sebagai negatif) adalah timbulnya kehidupan
materialistis, yang mengabaikan kehidupan batin.

Pengembangan kurikulum membutuhkan filsafat sebagai acuan atau landasan


berpikir. Kajian-kajian filosofis tentang kurikulum akan berupaya menjawab permasalahan-
permasalahan sekitar: (1) bagaimana seharusnya tujuan pendididikan itu dirumuskan, (2) isi
atau materi pendidikan yang bagaimana yang seharusnya disajikan kepada siswa, (3) metode
pendidikan apa yang seharusnya digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan, dan (4)
bagaimana peranan yang seharusnya dilakukan pendidik dan peserta didik. Jawaban atas
permasalahan tersebut akan sangat bergantung pada landasan filsafat mana yang digunakan
sebagai asumsi atau sebagai titik tolak pengembangan kurikulum. Landasan filsafat tertentu
beserta konsep-konsepnya yang meliputi konsep metafisika, epistemologi, logika dan
aksiologi berimplikasi terhadap konsep-konsep pendidikan yang meliputi rumusan tujuan
pendidikan, isi pendidikan, metode pendidikan, peranan pendidik dan peserta didik. Konsep
metafisika berimplikasi terhadap perumusan tujuan pendidikan terutama tujuan umum
pendidikan yang rumusannya ideal dan umum; konsep hakikat manusia berimplikasi
khususnya terhadap peranan pendidik dan peserta didik; konsep tentang hakikat pengetahuan
berimplikasi terhadap isi dan metode pendidikan; dan konsep aksiologi berimplikasi
terutama terhadap perumusan tujuan umum pendidikan.

Kurikulum diartikan dari pandangan kependidikan yang menempatkan ilmu atau


disiplin ilmu di atas segalanya (perennialism atau pun essentialism). Jacobs dalam Ulyah
Sadullah (2004) menggunakan istilah liberal theory untuk kedua pandangan ini. Sedangkan
istilah perenialisme dan essentialism banyak digunakan oleh para ahli lainnya seperti
Schubert, Longstreet dan Shane, Print, Olivia. Banyak kecaman terhadap pengertian
kurikulum yang dikembangkan dari pandangan filosofis ini walaupun dalam kenyataannya
masih banyak orang dan pengambil kebijakan yang menganut pandangan
rekonstruksionisme. Kurikulum di Indonesia masih didominasi oleh pandangan ini. Konten
kurikulum dalam pandangan ini adalah materi yang dikembangkan dari disiplin ilmu; tujuan
adalah penguasaan konsep, teori, atau hal yang terkait dengan disiplin ilmu.

Secara mendasar, ada kekhawatiran bahwa kurikulum hanya memikirkan kerusakan


atau persoalan sosial yang ada dan meninggalkan sama sekali apa yang sudah dihasilkan.
Kontinuitas kehidupan dan perkembangan masyarakat dikhawatirkan akan terganggu. Secara
singkat, posisi kurikulum dapat disimpulkan menjadi tiga. Posisi pertama adalah kurikulum
adalah "construct" yang dibangun untuk mentransfer apa yang sudah terjadi di masa lalu
kepada generasi berikutnya untuk dilestarikan, diteruskan atau dikembangkan. Pengertian
kurikulum berdasarkan pandangan filosofis perenialisme dan esensialisme sangat
mendukung posisi pertama kurikulum ini. Kedua, adalah kurikulum berposisi sebagai
jawaban untuk menyelesaikan berbagai masalah sosial yang berkenaan dengan pendidikan.
Posisi ini dicerminkan oleh pengertian kurikulum yang didasarkan pada pandangan filosofi
progresivisme. Posisi ketiga adalah kurikulum untuk membangun kehidupan masa depan
dimana kehidupan masa lalu, masa sekarang, dan berbagai rencana pengembangan dan
pembangunan bangsa dijadikan dasar untuk mengembangkan kehidupan masa depan. Posisi
ketiga tentang kurikulum di atas adalah konsep kurikulum menurut rekonstruksionisme yang
lebih komprehensif dan totalitas memandang pendidikan.
Kurikulum dalam perspektif rekonstruksionisme, bahwa model pengembangan
kurikulum dengan berdasarkan pada filsafat rekonstruksionisme adalah model yang biasanya
digunakan dalam banyak proses pengembangan kurikulum. Dalam model ini kurikulum
lebih banyak mengambil posisi pertama yaitu sebagai rencana dan kegiatan. Ide yang
dikembangkan pada langkah awal lebih banyak berfokus pada kualitas apa yang harus
dimiliki dalam belajar suatu disiplin ilmu, teknologi, agama, seni, dan sebagainya. Hakikat
tujuan kurikulum pendidikan menurut rekonstruksionisme adalah: (1) mengubah masyarakat
sesuai dengan kebutuhan ekonomi,(2) mengubah masyarakat sesuai dengan nilai-nilai
tertentu. Implementasi kurikulum menurut filsafat rekonstruksionisme, secara ringkas
gagasan rekonstruksionisme mengenai implementasi kurikulum terkait dengan pengetahuan
dirangkum sebagai berikut:

a. Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka,


tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.
b. Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang
perlu untuk pengetahuan.
c. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur
konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dalam
berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.

Model pengembangan kurikulum dengan berdasarkan pada filsafat


rekonstruksionisme adalah model yang biasanya digunakan dalam banyak proses
pengembangan kurikulum. Dalam model ini kurikulum lebih banyak mengambil posisi
pertama yaitu sebagai rencana dan kegiatan. Ide yang dikembangkan pada langkah awal
lebih banyak berfokus pada kualitas apa yang harus dimiliki dalam belajar suatu disiplin
ilmu, teknologi, agama, seni, dan sebagainya. Pada fase pengembangan ide, permasalahan
pendidikan hanya terbatas pada permasalahan transfer dan transmisi. Masalah yang muncul
di masyarakat atau ide tentang masyarakat masa depan menjadi kepedulian kurikulum jika
paradigma filsafat rekonstruksionisme digunakan. Kegiatan evaluasi diarahkan untuk
menemukan kelemahan kurikulum yang ada, model yang tersedia dan dianggap sesuai untuk
suatu kurikulum baru, dan diakhiri dengan melihat hasil kurikulum berdasarkan tujuan yang
terbatas.

Sejarah kurikulum di Indonesia sudah melalui perjalanan panjang, sejarah mencatat


perubahan tersebut mulai tahun 1947, 1952, 1964,1975,1984,1994, 2004, 2006, 2013,
kurikulum darurat (2019), kurikulum Prototipe (2020) dan kurikulum merdeka (2022).
Dengan demikian, agar tidak memiliki nasib yang sama, untuk itu pemerintah harus
mengusahakan secara optimal agar para pelaksanaka kurikulum di lapangan terutama para
guru bisa memahami ide-ide yang terkandung dalam kurikulum dengan baik dan benar.
Jangan sampai kurikulum berubah, tapi pola pikir tetap belum berubah, masih tetap seperti
sedia kala. Pemerintah harus melibatkan guru secara aktif dalam kajian, uji coba, dan
penilaian berbagai aspek kurikuler.
Selanjutnya memberdayakan guru secara berkesinambungan dalam peningkatan
profesional mereka sebagai nara sumber kurikulum. Di samping itu, tidak memposisikan
kurikulum sebagai strategi reformasi baru yang lebih penting dari guru, yang menjadikan
guru semata-mata sebagai unsur pelaksana kurikulum. Di sisi lain, perlu perubahan pada
tingkat perumus kurikulum, kurikulum harus sepenuhnya di rumuskan dengan
memperhitungkan landasan filosofis, pedagogis, sosiologis, sosial, budaya, teknis dan politis
sebagai basis kurikulum, serta memperhitungkan kondisi yang nyata dalam masyarakat dan
dunia pendidikan.

Dalam perjalanan sejarah sebelum kemerdekaan, kurikulum sering di jadikan alat


politik oleh pemerintah. Misalnya, ketika Indonesia masih di bawah penjajahan Belanda dan
Jepang, kurikulum harus di sesuaikan dengan kepentingan politik kedua negara tersebut.
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, kurikulum sekolah di ubah dan di sesuaikan
dengan kepentingan politik bangsa Indonesia yang di landasi oleh nilai-nilai luhur bangsa
sebagai cerminan masyarakat Indonesia. Pasca kemerdekaan, kurikulum pendidikan nasional
telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994,
2004, 2006, 2013, dan 2020, 2022. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari
terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat
berbangsa dan bernegara.

Selama 70 tahun Indonesia merdeka, telah mengalami 13 kali perubahan kurikulum.


Rinciannya adalah pada zaman Orde Lama (Orla) atau zaman Presiden Soekarno berkuasa,
pernah terjadi 3 kali perubahan kurikulum, yaitu (Kurikulum) Rencana Pelajaran tahun 1947,
(Kurikulum) Rencana Pendidikan Sekolah dasar tahun 1964 dan Kurikulum Sekolah Dasar
tahun 1968. Pada zaman Orde Baru (Orba) atau zaman kekuasaan Presiden Soeharto, terjadi
6 kali pergantian kurikulum, yaitu Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP)
tahun 1973, Kurikulum SD tahun 1975, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994,
dan Revisi Kurikulum 1994 pada tahun 1997. Usai zaman Orde baru berakhir atau di
mulainya masa reformasi terjadi 3 kali perubahan kurikulum, yaitu Rintisan Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) tahun 2004, Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran (KTSP) tahun
2006, dan Kurikulum 2013.

Pengembangan kurikulum sekolah dilandasi oleh filsafat rekonstruksionisme sosial


dan teori Gestalt. Rekonstruksionisme sosial menjadi landasan filosofisteoretis dalam
rekonstruksi organisasi konten/isi, bahan belajar, dan mata pelajaran; dan teori Gestalt
menjadi landasan teoretis dalam rekonstruksi organisasi pembelajaran. Dalam konteks
kKrikulum 2013, filsafat rekonstruksionisme mengubah secara mendasar fungsi kurikulum.
Kurikulum rekonstruksionis bersifat visioner, antisipatif, prepatoris, dan berorientasi pada
masa depan; menyediakan ruang terbuka bagi peserta didik untuk mengkaji masalah-masalah
sosial dan isu-isu kontroversi dari tangan pertama; dan memfasilitasi peserta didik
membangun pengetahuan, sikap, dan kesadaran peserta didik bahwa masalah-masalah sosial
dan isu-isu kontroversi dalam realitas kehidupan masyarakat merupakan bagi mereka untuk
meningkatkan kualitas dirinya sebagai warga negara yang demokratis aktif-partisipatif dalam
konteks lokal, nasional, dan dunia. Teori rekonstruksi sosial memberikan dasar pemikiran
bahwa nama organisasi kurikulum dan isi atau konten kurikulum tidak terikat pada nama, isi
atau konten disiplin ilmu apapun. Sementara itu, teori Gestalt memberikan dasar pemikiran
bahwa pengalaman belajar di dalam Kurikulum 2013 harus integratif, terpadu, utuh dan
tidak terpisah-pisah berdasarkan disiplin-disiplin ilmu tertentu. Integrasi konten menurut
teori ini sangat penting, karena tingkat perkembangan peserta didik tidak cukup abstrak
untuk memahami konten mata pelajaran secara terpisah-pisah.

Muhaimin dan Abdul Mujib menyatakan, bahwa terdapat tujuh pengertian kurikulum
menurut fungsinya, yaitu:

Pertama, kurikulum sebagai program studi yakni: Seperangkat mata pelajaran yang
mampu dipelajari oleh peserta didik di sekolah atau di instansi pendidikan lainnya. Kedua,
kurikulum sebagai konten yakni: data atau informasi yang tertera dalam buku-buku kelas
tanpa dilengkapi dengan data atau informasi lainnya yang memungkinkan timbulnya belajar.
Ketiga, kurikulum sebagai kegiatan yang berencana yakni: kegiatan yang direncanakan
tentang hal-hal yang akan diajarkan, dan bagaimana hal itu dapat diajarkan dengan hasil
yang baik.

Keempat, kurikulum sebagai hasil belajar yakni: seperangkat tujuan yang utuh untuk
memperoleh suatu hasil tertentu tanpa menspesifikasikan cara-cara yang dituju untuk
memperoleh hasil-hasil itu, atau seperangkat hasil belajar yang direncanakan dan diinginkan.
Kelima, kurikulum sebagai reproduksi kultural yakni: transfer dan refleksi butir-butir
kebudayaan masyarakat, agar memiliki dan dipahami anak-anak generasi muda masyarakat
tersebut.

Keenam, kurikulum sebagai pengalaman belajar yakni: keseluruhan pengalaman


belajar yang direncanakan di bawah pimpinan sekolah. Ketujuh, Kurikulum sebagai produksi
yakni: seperangkat tugas yang harus dilakukan untuk mencapai hasil yang ditetapkan
terlebih dahulu.

Kurikulum dengan demikian adalah seperangkat rencana pembelajaran yang terdiri


dari isi dan materi materi pelajaran yang terstruktur, terprogram dan terencana dengan baik
yang berkaitan dengan berbagai kegiatan dan interaksi sosial di lingkungan dalam
menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar dengan tujuan mencapai tujuan pendidikan.

Pengembangan kurikulum yang baik didasarkkan pada sejumlah landasan, yakni


landasan filosofis, sosiologis, psikologis, konseptual-teoretis, historis, dan yuridis. Landasan
filosofis dalam pengembangan kurikulum menentukan mutu capaian pembelajaran, sumber
dan isi dari kurikulum, proses pembelajaran, posisi peserta didik, penilaian proses dan hasil
belajar, hubungan peserta didik dengan masyarakat dan lingkungan, dan mutu lulusan.
Landasan filosofis yang dipilih diharapkan dapat memberikan dasar bagi pengembangan
seluruh potensi peserta didik menjadi manusia Indonesia unggul sebagaimana tercantum
dalam tujuan pendidikan nasional. Filsafat pendidikan rekonstruksionisme merupakan
gelombang penolakan atas krisis kemanusiaan di era modern. Filsafat rekonstruksionalisme
berusaha membangun peradaban secara dinamis tanpa terhenti oleh kemapanan, di samping
mengembalikan arti kebebasan manusia sesuai dengan fitrahnya. Pengembangan kurikulum
juga harus memperhatikan kebutuhan pendidikan yang dapat memberi kesempatan dan
pengalaman kepada peserta didik mengembangkan segenap potensi diri yang dimiiknya agan
menjadi capaian orestasi yang unggul. Proses pendidikan harus memperhatikan tingkat
perkembangan berpikir, minbat, motivasi, dan segenap karakteristik yang dimiliki peserta
didik. Pendidikan harus mampu memfasilitasi bertumbuhkembangnya kecerdasan spiritual,
social, emosional, dan intelektual secara berimbang.

Merdeka Belajar adalah program kebijakan baru Kementerian Pendidikan dan


Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) yang dicanangkan oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI Kabinet Indonesia Maju, Esensi kemerdekaan berpikir,
menurut Nadiem, harus didahului oleh para guru sebelum mereka mengajarkannya pada
siswasiswi (Mastiah dkk., 2022). Nadiem menyebut, dalam kompetensi guru di level apa
pun, tanpa ada proses penerjemahan dari kompetensi dasar dan kurikulum yang ada, maka
tidak akan pernah ada pembelajaran yang terjadi (Marlia dkk., 2022). Pada tahun mendatang,
system pengajaran juga akan berubah dari yang awalnya bernuansa di dalam kelas menjadi
di luar kelas (Nugroho, 2022). Nuansa pembelajaran akan lebih nyaman, karena murid dapat
berdiskusi lebih dengan guru, belajar dengan outing class, dan tidak hanya mendengarkan
penjelasan guru, tetapi lebih membentuk karakter peserta didik yang berani, mandiri, cerdik
dalam bergaul, beradab, sopan, berkompetensi, dan tidak hanya mengandalkan sistem
ranking yang menurut beberapa survei hanya meresahkan anak dan orang tua saja, karena
sebenarnya setiap anak memiliki bakat dan kecerdasannya dalam bidang masing-masing.
Nantinya, akan terbentuk para pelajar yang siap kerja dan kompeten, serta berbudi luhur di
lingkungan masyarakat. Konsep Merdeka Belajar ala Nadiem Makarim terdorong karena
keinginannya menciptakan suasana belajar yang bahagia tanpa dibebani dengan pencapaian
skor atau nilai tertentu.

Tujuan adanya perubahan kurikulum bahwa perubahan kurikulum pada dasarnya


harus bisa menjawab berbagai tantangan dimasa depan dalam menguasai ilmu
pengetahuan,sikap,serta keterampilan untuk bisa dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan
yang selalu mengalami perubahan. Dalam undang-undang sistem pendidikan nasional (UU
Sidiknas) No.20 tahun 2003 pasal 26 dapat dikatakan bahwa perubahan kurikulum dilakukan
dengan adanya mengacu pada standar nasional pendidikan dalam mewjudkan tujuan
pendidikan nasional. Kurikulum 2013 dipakai sejak tahun ajaran 2013 dalam Sistem
Pendidikan Indonesia (Amiruddin, 2021). Implementasi kurikulum 2013 terdapat kendala
teknis dalam proses kegiatan pembelajaran dengan permasalahan berkaitan terhadap
perkembangan teori pembelajaran. Cara upaya penerapan strategi yang dilakukan secara
saintifik serta penerapan strategi penilaian yang dialami oleh guru mata pelajaran.
Kebijakan pendidikan nasional juga ada sekolah yang belum mampu mengembangkan
proses pembelajaran dengan memanfaatkan informasi teknologi dalam mendapatkan hasil
belajar siswa yang baik,dikarenakan kompetensi guru terbatas beserta terbatasnya sarana dan
prasarana.

Hal yang melatarbelakangi kurikulum 2013 ke kurukukum merdeka belajar yaitu


kondisi zaman karena dari waktu ke waktu perkembangan zaman akan berubah dan
teknologi akan semakin meningkat tentu cara belajar dan berfikir siswa akan berubah dan
harus menyesuaikan dengan keadaan kodrat alam dan kodrat zaman.

Perbedaan Dasar Kurikulum Merdeka Dengan Kurikulum 2013 sebagai berikut:


1. Kurikulum 2013 dibuat berdasarkan tujuan sistem pendidikan nasional dan standar
nasional pendidikan, sedangkan kurikulum merdeka menambahkan pengembangan
profil pelajar pancasila.
2. Pada kurikulum 2013 waktu yang dibutuhkan pada jam pelajaran (jp) diatur per
minggu, sedangkan pada kurikulum merdeka dilakukan jp per tahun.
3. Waktu pembelajaran yang dibutuhkan pada kurikulum merdeka lebih fleksibel
dibandingkan kurikulum 2013 melakukan proses pembelajaran yang rutin dilakukan
perminggu dan mengutamakan kegiatan di kelas.
4. Pada kurikulum 2013 memiliki beberapa aspek penilaian, yaitu pengetahuan,
keterampilan, sikap, dam perilaku, pada kurikulum merdeka diutamakan projek
penguatan profil pelajar pancasila, kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler.

Kelebihan dan kekurangan kurikulum 2013 dan kurikulum merdeka belajar


pembelajaran kurikulum 2013 umumnya hanya terfokus pada intrakurikuler (tatap muka),
sementara pembelajaran kurikulum merdeka menggunakan paduan pembelajaran
intrakurikuler (70-80% dari jp) dan kokurikuler (20-30% jp) melalui proyek penguatan profil
pelajar pancasila dan materinya lebih aplikatif karena lebih banyak ke penerapan dan ada
kaitannya dengan kehidupan sehari" siswa,jadi ketika siswa belajar dia akan mengerti
kegunaannya untuk apa serta mudah mengetahui cita"nya dan sudah tergambar. Jadi
perubahan positif yang tampak nyata dari murid selama menerapkan kurikulum merdeka
belajar mereka bisa mengetahui kalau belajar suatu tema atau materi mereka paham dalam
penggunaanny,dimana tidak hanya sebatas materi lebih banyak ke aplikatif dan
implementasi.. Kurikulum merdeka belajar ini untuk bisa terus dilanjutkan atau
dipertahankan dapat dilakukan dengan cara setelah adanya fase e bisa dialnjutkan ke fase
f,perubahan mindset dari guru dan siswa harus dilakukan secara rutin dan dilakukan dengan
konsisten.jadi kalau sudah dilaksanakan secara konsisten pasti akan ada perubahan yang
lebih baik.

Pelaksanaan kurikulum untuk menunjang keberhasilan sebuah lembaga pendidikan


harus ditunjang hal-hal sebagai berikut. Pertama, Adanya tenaga yang berkompeten. Kedua,
Adanya fasilitas yang memadai. Ketiga, Adanya fasilitas bantu sebagai pendukung.
Keempat, Adanya tenaga penunjang pendidikan seperti tenaga administrasi, pem-bimbing,
pustakawan, laboratorium. Kelima, Adanya dana yang memadai, keenam, Adanya
menejemen yang baik. Ketujuh, Terpeliharanya budaya menunjang; religius, moral,
kebangsaan dan lainlain, kedelapan, Kepemimpinan yang visioner transparan dan akuntabel.

Saat ini pendidik rekonstruksionis menjadi lebih sensitive terhadap isu-isu global,
dimana mereka menganalisa bagian dari tatanan sosial yang lebih besar. Dalam sejarah, Amerika
Serikat telah mengambil posisi relative sebagai isolasionis, tetapi ketergantungan antara Negara-
negara tidak lagi mengizinkan orang amerika untuk terus mengabaikan perkembangan dari
Negara lain. Pendidik saat ini merasakan kebutuhan yang menekankan pada saling pengertiang
antara Negara dan budaya yang berbeda.

Berbagai istilah seperti “masyarakat global”, “ketergantungan global”, “penyempitan


dunia”, dan “efek rumah hijau” merefleksikan perhatian global saat ini. Sekelompok pakar
kurikulum masih mencari komponen internasional dari kurikulum, di Amerika Serikat. Siswa
akan mendapatkan pengetahuan dan kemampuan penting untuk perdamaian dan kerjasama
global. joel spring mengadvokasi bermacam komponen kurikulum internasional. Dia
mengkondisikan siswa harus mendapatkan kesadaran tentang peristiwa-peristiwa global dan
pemahaman tentang “sistem dunia”. Sistem ini termasuk tentang sosial, politik, ekonomi, fisik,
budaya, komunikasi, dan sejarah. Kurikulum yang baru ini akan berfokus pada ekosistem bumi
dan permasalahan dunia. Pada awalnya mungkin yang akan dituju adalah mengenai Imperialisme
Barat, Nasionalisme Arab, dan dampak dari pertumbuhan ekonomi China dan India.

Pada prinsipnya filsafat rekonstruksionisme berupaya mencari kesepakatan antara


sesama manusia agar dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan dan
seluruh lingkungannya, maka pendidikan perlu merombak tata susunan lama dan
membangun tata susunan hidup kebudayaan yang baru, sehingga perlu kerjasama antar umat
manusia. Para tokoh pendidikan Islam telah banyak membahas, tentang pondasi pendidikan
dalam Islam terutama filsafat sebagai konsep dasar maju mundurnya suatu pendidikan. Telah
menjadi mafhum bersama bahwa keadaan masyarakat Islam di berbagai tempat dan negeri
mengalami berbagai masalah budaya, ekonomi, sosial dan politik, Hal ini disebabkan karena
kaum muslimin tidak melaksanakan dengan sempurna ajaran-ajaran dan hukum-hukum
agama dalam segala urusan kehidupannya. Begitu juga sebab keterbelakangan pemikirannya,
melupakan pendidikan, dan mengikuti orang lain dalam segala hal. filsafat
rekonstruksianisme juga memandang kurikulum sebagai media untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi. Tujuan sistem pendidikan harus diimplementasikan dalam kurikulum untuk
menciptakan tenaga kerja yang memiliki keterampilan atau sifat yang dibutuhkan oleh industri
atau di lapangan kerja lainnya.

Kesimpulan

Pengembangan kurikulum membutuhkan filsafat sebagai acuan atau landasan


berpikir. Kurikulum dalam perspektif rekonstruksionisme, bahwa model pengembangan
kurikulum dengan berdasarkan pada filsafat rekonstruksionisme adalah model yang biasanya
digunakan dalam banyak proses pengembangan kurikulum. Dalam model ini kurikulum
lebih banyak mengambil posisi pertama yaitu sebagai rencana dan kegiatan. Pengembangan
kurikulum sekolah dilandasi oleh filsafat rekonstruksionisme sosial dan teori Gestalt.
Rekonstruksionisme sosial menjadi landasan filosofisteoretis dalam rekonstruksi organisasi
konten/isi, bahan belajar, dan mata pelajaran; dan teori Gestalt menjadi landasan teoretis
dalam rekonstruksi organisasi pembelajaran. Tujuan adanya perubahan kurikulum bahwa
perubahan kurikulum pada dasarnya harus bisa menjawab berbagai tantangan dimasa depan
dalam menguasai ilmu pengetahuan,sikap,serta keterampilan untuk bisa dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungan yang selalu mengalami perubahan. Hal yang melatarbelakangi
kurikulum 2013 ke kurukukum merdeka belajar yaitu kondisi zaman karena dari waktu ke
waktu perkembangan zaman akan berubah dan teknologi akan semakin meningkat tentu cara
belajar dan berfikir siswa akan berubah dan harus menyesuaikan dengan keadaan kodrat
alam dan kodrat zaman.

Daftar pustaka

Rohmat, Kurikulum Dalam Tinjauan Filsafat Rekonstruksionisme, Institut Agama Islam


Negeri (IAIN) Purwokerto, 2019

Mohammad Imam Farisi, Kurikulum Rekonstruksionis dan Implikasinya Terhadap Ilmu


Pengetahuan Sosial: Analisis Dokumen Kurikulum 2013, FKIP Universitas Terbuka
Surabaya, 2013

Ali Muttaqin, Implikasi Aliran Filsafat Pendidikan Dalam Pengembangan Kurikulum


Pendidikan Islam, UIN Sunan Ampel Surabaya DPK STAI Bahrul Ulum Jombang, 2016

Syamsul Bahri, Pengembangan Kurikulum Dasar dan Tujuannya, IAIN Ar-Raniry, Banda
Aceh, 2011

Sarwiji Suwandi, Pengembangan Kurikulum Program Studi Pendidikan Bahasa (dan Sastra)
Indonesia yang Responsif terhadap Kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka dan
Kebutuhan Pembelajaran Abad ke-21, Universitas Sebelas Maret, 2020

Putri Rahmadhani, Dampak Transisi Kurikulum 2013 Ke Kurikulum Merdeka Belajar


Terhadap Minat Belajar Siswa, Universitas Mahaputra Muhammad Yamin, 2022
Iin Purnamasari, Rekonstruksionisme-Futuristik Dalam Pendidikan di Indonesia, Jurnal
Ilmiah CIVIS, 2015

Ade Ahmad Mubarok, Landasan Pengembangan Kurikulum Pendidikan di Indonesia,


Univeristas Islam Bandung, 2021

Desy Aulia, Penerapan Kurikulum Merdeka di SMP, Universitas Lambung Mangkurat


Banjarmasin, 2022

Listyanto Aji Nugroho, Reconstructionism Phyloshophy Perspective In Developing


Curriculum Program Studi S2 Pendidikan Sejarah, FKIP, Universitas Sebelas Maret. 2020

Nurul Qomariah, Pendidikan Islam Dan Aliran Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme,


STAI Al-Falah Banjarbaru, 2017

Muhammad Nasikin, Rekonstruksi Pendidikan Islam Di Era Society 5.0 Mahasiswa Program
Doktor Pendidikan Agama Islam,Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris
Samarinda, 2021

Anda mungkin juga menyukai