Anda di halaman 1dari 5

PENGANTAR LINGKUNGAN BINAAN B

DW4201 (2 SKS)

TUGAS 1
ANALISA ISU TERKAIT TOPIK SEPUTAR SDGs

DISUSUN OLEH :

Regina Pingkan Sayyidhina Arif (5013201008)

Wahyu Putra Ardyansah (5013201012)

Dia Astutik (5013201020)

Finni Latifah Amir (5013201093)

SEMESTER GENAP 2020/2021


INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2020
Weaknesses :
Kelemahan dari isu ini adalah hampir mustahilnya memprediksi gempa. Gempa tak
seperti badai yang bisa diprediksi lengkap beserta posisinya. Menurut United States
Geological Survey (USGS) ada tiga faktor yang perlu diperhatikan sebelum merilis prediksi
gempa, yakni tanggal dan waktu, lokasi, dan besarannya. Namun, kenyataannya tiga hal ini
masih sulit dibaca menjelang gempa bumi.

Prediksi biasanya didasarkan pada rentetan gempa bumi kecil yang dianggap sebagai
pembuka tirai gempa bumi susulan yang lebih besar. Menurut USGS, metode prediksi seperti
itu pernah diterapkan di Cina beberapa dekade lalu. Namun sayangnya, gempa bumi besar
justru datang tanpa didahului rentetan gempa kecil.

Oleh karena itu banyak ilmuan yang mencoba melakukan penelitian berupaya agar
dapat menemukan metode memprediksi gempa. Namun pada metode yang mereka temukan
masih terdapat kelemahan-kelemahan yang menyebabkan hasil prediksi mereka kurang
akurat, salah satunya adalah tidak bisa untuk meramalkan kapan puncak magnitudo
maksimum gempa bakal tercapai. Berikut adalah metode-metodenya :

1. Menghitung Fluktuasi Gas Radon (oleh Sekelompok Peneliti yang Dipimpin Georges
Charpak, seorang fisikawan peraih Nobel)
Peningkatan konsentrasi gas radon di tanah dan air tanah dianggap bisa
menjadi tanda peringatan gempa bumi. Gas radon, yang terbentuk lewat peluruhan
radioaktif, diyakini dilepaskan dari rongga dan retakan ketika kerak bumi mulai
menegang menjelang gempa.
Sayangnya, para ilmuwan belum bisa menjelaskan hubungan antara
konsentrasi gas radon dengan gempa. Pasalnya, konsentrasi radon yang tinggi tak
semata dihasilkan dari peluruhan radioaktif, tapi juga oleh tanah longsor, bebatuan
yang hancur, atau reaksi kimia di dalam air tanah.

2. Mengulik Fenomena Perlambatan Periodik pada Kecepatan Rotasi Bumi (oleh ahli
geologi Roger Bilham dan rekannya Rebecca Bendick)
Mereka memulainya dari lapisan litosfer yang sebagian besar berupa besi dan
nikel cair. Dua elemen ini bergerak dinamis mengikuti pola yang bergejolak. Menurut
mereka, gerakan yang terjadi jauh di dalam bumi inilah yang sedikit mengubah laju
perputaran planet. Lalu hubungannya dengan gempa di permukaan bumi adalah
energi tekanan alamiah di dasar litosfer perlahan-lahan menyebar ke atas mencapai
bebatuan, lempeng, dan patahan. Butuh waktu lima sampai enam tahun bagi energi di
dasar litosfer untuk sampai ke lapisan atas dan berubah menjadi sebuah gempa bumi.
Namun, metode dari Bilham dan Bendick tetap tak bisa mendeteksi secara pasti
kemungkinan lokasi gempa bumi di masa depan.

Sepanjang sejarahnya, manusia perlahan-lahan mampu menghitung risiko bencana, mulai


dari kebakaran, banjir, hingga topan. Hanya gempa yang tak bisa diramal. Ditambah potensi
kerusakan yang besar yang angka kematian yang membludak, kemustahilan itulah yang
membuat gempa terus jadi momok. Persis seperti maut yang membuntutinya: tak bisa
ditebak.

Sumber : https://tirto.id/mengapa-gempa-bumi-sangat-sulit-diprediksi-cTN9

Opportunity :

Peluang dari isu ini adalah kami melihat keadaan sekitar di lingkungan Indonesia
yang sering terjadi bencana alam dan masih lambatnya upaya mitigasi serta tanggap darurat
bencana. Sampai sekarang ini masyarakat masih kurang paham dengan bencana. Hal ini
disebabkan oleh masih minimnya mitigasi bencana. Sistem peringatan dini hingga budaya
mitigasi belum menjangkau seluruh masyarakat, bahkan di lingkungan aparatur
pemerintahan.

Masih kurangnya mitigasi bencana dapat dilihat dari kurangnya upaya Pemerintah
mengurangi risiko bencana, baik pembangunan fisik maupun penyadaran masyarakat melalui
sosialisasi terus menerus dan berkelanjutan tentang bencana menyebabkan informasi
kebencanaan belum tertanam. Kurangnya upaya mitigasi bencana ini tidak dapat dibiarkan,
mengingat Indonesia berpotensi mengalami berbagai jenis bencana alam yang membawa
korban jiwa dan menyebabkan kerugian yang tidak sedikut seperti kerusakan unit-unit rumah
maupun fasilitas umum
Alasan lainnya adalah masih lemahnya koordinasi antar instansi terkait. Selama ini
penanggulangan bencana alam belum terintegrasi dengan baik. Hal ini menyebabkan
lambatnya penanganan bencana di Indonesia. Kurang sigapnya Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, dan masyarakat salah satunya disebabkan oleh lemahnya koordinasi antar lembaga
yang mendapat mandate penanggulangan bencana seperti Kementerian Sosial, Kementerian
Kesehatan, dan Kementerian Pekerjaan Umum, dan lain-lain terhadap penanggulangan
bencana.

Sumber : berkas.dpr.go.id › buletin-apbn-public-67


DAFTAR PUSTAKA

Tirto.id. (2018, 21 Agustus). Mengapa Gempa Bumi Sangat Sulit Diprediksi?. Diakses pada
21 April 2021, dari https://tirto.id/mengapa-gempa-bumi-sangat-sulit-diprediksi-
cTN9
Berkas.dpr.go.id. (2018. September). Kelemahan Kelemahan Penanggulangan Bencana Alam
di Indonesiay. Diakses pada 21 April 2021, dari https://berkas.dpr.go.id

Anda mungkin juga menyukai