Anda di halaman 1dari 25

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/328230942

PENGETAHUAN DAN MANAJEMEN BENCANA

Research · March 2014


DOI: 10.13140/RG.2.2.28196.94089

CITATION READS

1 47,408

1 author:

Nandian Mareta
Indonesian Institute of Sciences
25 PUBLICATIONS   2 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

hidrogeologi View project

Enviromental Geology, Geomorphology, Statistika View project

All content following this page was uploaded by Nandian Mareta on 12 October 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan daerah pertemuan tiga lempeng, yaitu Eurasia, Hindia-Australia dan
Pasifik. Ketiga lempeng ini saling bergerak satu sama lain sehingga di beberapa tempat
terjadi pertemuan antara lempeng-lempeng ini. Pertemuan lempeng ini dikenal dengan
subduksi. Lempeng Eurasia yang merupakan tempat sebagian besar daratan Indonesia
bergerak relatif ke arah selatan dan bertumbukan dengan lempeng Hindia-Australia yang
bergerak relatif ke arah utara. Di bagian timur Indonesia, lempeng Pasifik bergerak ke arah
barat dan bertumbukan dengan lempeng Eurasia. Proses pergerakan dan tumbukan tiga
lempeng ini selain menyebabkan terbentuknya palung juga merupakan distribusi paling
besar dari adanya gempa bumi dan pembentukan gunungapi. Pergerakan lempeng-lempeng
itu berkisar antar 5,4 cm/th (lempeng Eurasia), 7,5 cm/th (lempeng Hindia-Australia) dan
10,5 cm/th (lempeng Pasifik) (Press dan Siever, 1998).

Gambar 1.1 Arah dan kecepatan pergerakan lempeng-lempeng, Press dan Siever, 1998)

Pulau Jawa merupakan bagian dari lempeng Eurasia. Zona subduksi terdapat di sebelah
selatan Jawa yaitu pada samudera Hindia. Sepanjang selatan pantai Jawa mulai dari Banten
hingga Jawa Timur merupakan zona subduksi antara lempeng Eurasia dengan lempeng
Hindia-Australia. Lempeng Hindia-Australia menunjam ke bawah lempeng Eurasia. Zona di

Pengetahuan & Manajemen Bencana 1


NMST
sepanjang tumbukan ini merupakan daerah-daerah yang sering menjadi titik gempabumi di
Jawa. Seringkali magnitude gempabuminya lebih dari 5 SR sehingga berpotensi besar untuk
terjadinya Tsunami.

Gambar 1.2 Sebaran kegempaan dengan magnitude > 5 Skala Richter tahun 1986 – 2007
(Sumber Kegempaan : USGS)

Posisi geologi Indonesia dan khususnya Jawa yang berada pada zona subduksi lempeng-
lempeng bumi ibarat dua sisi mata uang, sisi yang satu potensi sumberdaya alam dan sisi
yang lainnya potensi bencana. Modul ini lebih menitikberatkan pada pembahasan
kebencanaannya.

Pengetahuan & Manajemen Bencana 2


NMST
1.2. Maksud dan Tujuan

Modul ini disusun dengan maksud untuk memberikan referensi tentang bencana dan
manajemen bencana terutama bencana geologi. Tujuannya adalah untuk memberikan
pengetahuan dan kemudahan bagi para pihak terutama guru SMA dalam menyusun materi
tentang Kebencanaan.

1.3. Ruang Lingkup

Modul pengetahuan dan manajemen kebencanaan ini berisi tentang jenis-jenis ancaman
bencana geologi terutama di Jawa, keterjadiannya, dan upaya penanggulangannya.

Pengetahuan & Manajemen Bencana 3


NMST
BAB II
PANDANGAN TENTANG BENCANA

2.1. Apa Itu Bencana


Bencana menurut UU 24/2007 adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.
Sedangkan menurut ISDR tahun 2004 (International Strategy for Disaster Reduction)
lembaga dibawah PBB arti bencana adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian
suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia
dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat
yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri.

Alam

Bencana Non-alam

Sosial

Gambar 2.1 Bagan Jenis-jenis bencana


a. Bencana Alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa alam antara lain;
 Gempabumi
 Gunung meletus
 Banjir
 Kekeringan

Pengetahuan & Manajemen Bencana 4


NMST
 Tsunami
 Tanah longsor
 Angin topan
b. Bencana Non-alam adalah bencana yang diakibatkan oleh pristiwa non alam antara lain;
 Gagal teknologi
 Gagal modernisasi
 Epidemik
 Wabah penyakit
c. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa sosial antara lain;
 Konflik sosial antar kelompok
 Konflik sosial antar komunitas
 teror
2.2. Dampak dari Bencana
Setiap bencana yang terjadi baik oleh alam, non-alam maupun manusia akan menyebabkan
dampak sebagai berikut:
 Korban meninggal dunia
 Korban luka-luka
 Kerusakan properti dan harta benda
 Kerusakan lahan, hewan dan tanaman
 Hilangnya produksi
 Hilangnya penghidupan/mata pencaharian
 Hilangnya pelayanan publik
 Kerusakan prasarana dan infrastruktur
 Kerugian ekonomi
 Dampak sosial dan psikososial

2.3. Komponen Bencana

Sebelum bencana terjadi ada beberapa komponen yang perlu diperhatikan oleh kita.
Komponen-komponen itu meliputi;

1. Ancaman bahaya (hazard) contohnya:

Pengetahuan & Manajemen Bencana 5


NMST
 Gempabumi
 Tsunami
 Letusan gunungapi
 Banjir
 Tanah longsor
 Kebakaran hutan dan lahan
 Kekeringan
 Epidemi dan wabah penyakit
 Kebakaran gedung dan pemukiman
 Kegagalan teknologi
2. Kerentanan (susceptibility) contohnya:
 Kerentanan fisik
 Kerentanan ekonomi
 Kerentanan sosial
 Kerentanan lingkungan
3. Resiko bencana
4. Pemicu

Pemicu

Ancaman
Bahaya
Resiko
Bencana
Bencana

Kerentanan

Gambar 2.2 Proses terjadinya suatu bencana

Pengetahuan & Manajemen Bencana 6


NMST
 ALAM
JENIS
 NON ALAM
 ULAH MANUSIA

 PERLAHAN (SLOW
TERJADI ONSET)
 MENDADAK (SUDDEN
ONSET)

 GEOLOGI
ASPEK  HIDROCLIMATOLOGI
PENYEBAB  BIOLOGI
 TEKNOLOGI
 LINGKUNGAN

Gambar 2.3 Bagan alir bencana

Gambar 2.4 Contoh bencana yang disebabkan oleh faktor geologi; Rumah yang roboh
akibat gempabumi yang terjadi pada 26 April 2011 di Cilacap dengan magnitude 6.3 SR,
pada tahun 2011

Pengetahuan & Manajemen Bencana 7


NMST
Risiko itu apa sih? Risiko bisa dirumuskan secara matematik sebagai perkalian antara
ancaman dengan kerentanan. Semakin besar ancaman dan kerentanannya maka semakin
besar pula risiko bencana yang terjadinya.

Modul ini hanya akan membahas tentang pengetahuan ancaman bahaya geologi sehingga
aspek-aspek penyebab bencana yang lainnya tidak akan ditemukan di sini.

Pengetahuan & Manajemen Bencana 8


NMST
BAB III
BENCANA GEOLOGI

3.1. Gempabumi dan Tsunami

Goncangan yang keras bahkan sampai robohnya bangunan dan retaknya jalan sering kita
rasakan dan lihat akibat dari gempabumi yang terjadi di suatu tempat. Goncangan adalah
hal yang paling kita rasakan pada saat terjadi gempabumi. Dari mana dan kenapa adalah
pertanyaan yang sering muncul. Sebenarnya apa gempabumi itu?

Gempabumi adalah peristiwa pelepasan energi secara tiba-tiba pada zona penunjaman dan
pada patahan aktif yang menyebabkan getaran partikel tanah dan batuan serta
menimbulkan goncangan. Berdasarkan penyebabnya gempabumi dibagi menjadi :

a. gempabumi vulkanik
b. gempabumi tektonik
c. gempabumi runtuhan

Tabel 3.1 Hubungan kekuatan gempabumi dan frekwensi kejadiannya di dunia (sumber;
USGS, 2005)

Penamaan Skala Richter Dampak Gempabumi Jumlah Kejadian

Mikro <2 Gempabumi mikro, tak terasa 8000 per hari


Sangat 2-2,9 Umumnya tak terasa tp tercatat oleh 7000 per hari
Minor peralatan
Minor 3-3,9 Umumnya terasa, jarang mengalami 49.000 per tahun
kerusakan
Lemah 4-4,9 Teramati di dalam rumah, ada suara 6.200 per tahun
berderik, tidak ada kerusakan

Sedang 5-5,9 Kerusakan pada bangunan dengan 800 per tahun


konstruksi buruk pada daerah yang tidak
luas. Bangunan dengan konstruksi baik,

Pengetahuan & Manajemen Bencana 9


NMST
rusak sedikit

Kuat 6-6,9 Dapat mengakibatkan kerusakan pada 120 per tahun


daerah padat penduduk sepanjang 150 km2

Sangat 7-7,9 Kerusakan pada daerah lebih dari 150 km 18 per tahun
Kuat
Besar 8-8,9 Kerusakan pada daerah lebih dari beberapa 1 per tahun
ratus km

Besar dan >9 1 per 20 tahun


Langka

Kekuatan gempabumi adalah cerminan besar kecilnya energi gempa sebanding dengan
panjang, lebar dan perpindahan rata-rata sesar yang teraktifkan. Kekuatan gempabumi yang
dikenal secara umum dinyatakan dalam Skala Richter (dikenal dengan sebutan magnitude gempa),
diperkenalkan oleh Charles F. Richter, pada tahun 1934. Dimana setiap kenaikan 1 SR itu kekuatan
gempabuminya 10 kali lebih kuat. Artinya 2 SR lebih kuat goncangannya 10 kali lipat dari 1 SR.

Berdasarkan hiposenternya, gempabumi dibagi menjadi:

a. gempa dangkal < 30 km


b. gempa menengah 30-90 km
c. gempa dalam > 90 km

Tsunami adalah naiknya gelombang laut akibat adanya perubahan pada kolom air laut. Tsunami bisa
disebabkan oleh gempabumi (tsunami-genic earthquake). Gempabumi yang berpotensi untuk
terjadinya tsunami harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. gempa terjadi di laut


b. gempa bermagnitude kuat  > 6,5 SR
c. Hiposenter dangkal  < 30 km
d. Pematahan batuan vertikal.

Pengetahuan & Manajemen Bencana 10


NMST
Gambar 3.1 Pemodelan Patahan/sesar yang menyebabkan terjadinya tsunami

Selain oleh gempabumi, tsunami bisa juga disebabkan oleh letusan gunungapi bawah laut
atau oleh jatuhnya meteor yang berukuran besar. Kecepatan tsunami bisa mencapai 900
km/jam. Kalau jarak gempabumi pada zona subduksi sekitar 200 km dari garis pantai maka
waktu yang diperlukan oleh gelombang tsunami untuk menyapu pantai kurang dari 15
menit. Rata-rata hanya butuh sekitar 10 menit saja. Itulah diperlukan kesadaran dan
kewaspadaan terutama bagi masyarakat yang tinggal di sekitar pantai.

Tanda-tanda terjadinya tsunami akibat gempabumi :

a. ada gempabumi besar


b. adanya suara gemuruh dari arah laut
c. air laut tiba-tiba surut dari garis pantai
d. ikan bergelimpangan karena air lautnya surut

3.2. Erupsi Gunungapi dan Aliran Lahar

Jawa merupakan daerah yang banyak memiliki gunungapi. Terutama di bagian tengah dan
selatannya. Hal ini tidak terlepas dari posisi geologi Jawa yang merupakan bagian lempeng
Eurasia yang ditumbuk oleh lempeng Hindia-Australia. Gunungapi yang ada di Indonesia
berjumlah 129. Angka itu merupakan 13% dari jumlah gunungapi aktif dunia.

Gunungapi-gunungapi besar yang berpotensi untuk terjadinya letusan (erupsi) di Jawa


adalah sebagai berikut :

Pengetahuan & Manajemen Bencana 11


NMST
a. Jawa bagian barat  Gagak, Salak, Gede, Papandayan, Galunggung dan Ciremai
b. Jawa bagian tengah  Merapi, Sundoro dan Dieng
c. Jawa bagian timur  Ijen, Raung dan Semeru

Gambar 3.2 Gunungapi besar di Indonesia yang meletus sejak tahun 1900 (sumber;
USGS/CVO, 2001)

Bahaya gunungapi bisa dibagi menjadi dua. Bahaya primer, saat terjadi letusan dan bahaya
sekunder, setelah letusan. Bahaya primer antara lain; gempa, aliran lava, hujan bomb, blok,
hujan abu dll. Sedangkan bahaya sekunder antara lain; banjir lahar (aliran lahar).

Tanda-tanda akan meletusnya gunungapi antara lain;

a. Naiknya aktivitas gempa di sekitar gunungapi


b. Terdengar suara gemuruh dari dalam tanah
c. Temperature tanah naik
d. Mata air biasa menjadi panas, mungkin juga kering. Mata air panas menjadi lebih
panas

Pengetahuan & Manajemen Bencana 12


NMST
e. Tumbuh-tumbuhan sekitar kawah mati
f. Hewan-hewan mulai bergerak ke daerah yang lebih rendah

3.3. Gerakan Tanah (Longsor)

Lereng yang curam atau terjal ditambah dengan pelapukan yang intensif dan curah hujan
tinggi akan menjadi faktor pendorong untuk terjadinya gerakan tanah. Gerakan tanah
(longsor) dapat diartikan sebagai perpindahan material batuan atau tanah pembentuk
lereng bergerak ke bawah atau keluar dari lereng tersebut.

Ada 6 jenis gerakan tanah yaitu :

a. Translasi; bergeraknya massa tanah/batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau
menggelombang landai.

b. Rotasi; bergeraknya massa tanah/batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung.

Pengetahuan & Manajemen Bencana 13


NMST
Lereng Asli

Massa
Tanah yg
bergerak

Gerakan tanah Rotasi

c. Pergerakan blok/aliran batu; perpindahan batuan pada bidang gelincir berbentuk


rata. Longsoran ini disebut juga translasi blok batu.

d. Rayapan tanah; jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa
butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah
waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang
telepon, listrik, pohon dan rumah miring ke bawah.

Pengetahuan & Manajemen Bencana 14


NMST
Rayapan tanah
e. Runtuhan batu; terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain bergerak ke
bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga
menggantung terutama di daerah pantai. Batu-batu yang besar dapat menyebabkan
kerusakan parah.

f. Aliran bahan rombakan; terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air.
Kecepatan aliran tergantung kepada kemiringan lereng, volume dan tekanan air dan
jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai
ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa mencapai ribuan meter seperti di
DAS di sekitar gunungapi. Aliran ini bisa menelan korban cukup banyak.

Pengetahuan & Manajemen Bencana 15


NMST
Aliran Bahan Rombakan
Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran

yang paling banyak memakan korban jiwa adalah aliran bahan rombakan. Gejala umum

terjadinya longsor antara lain;

a. Munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing.

b. Biasanya terjadi setelah hujan.

c. Munculnya mata air baru secara tiba-tiba.

d. Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan.

3.4. Banjir

Dalam cakupan pembicaraan yang luas, kita bisa melihat banjir sebagai suatu bagian dari
siklus hidrologi, yaitu pada bagian air di permukaan Bumi yang bergerak ke laut. Dalam
siklus hidrologi kita dapat melihat bahwa volume air yang mengalir di permukaan Bumi
dominan ditentukan oleh tingkat curah hujan, dan tingkat peresapan air ke dalam tanah.

Aliran Permukaan = Curah Hujan – (Resapan ke dalam tanah + Penguapan ke udara)

Air hujan sampai di permukaan Bumi dan mengalir di permukaan Bumi, bergerak menuju ke
laut dengan membentuk alur-alur sungai. Alur-alur sungai ini dimulai di daerah yang

Pengetahuan & Manajemen Bencana 16


NMST
tertinggi di suatu kawasan, bisa daerah pegunungan, gunung atau perbukitan dan berakhir
di tepi pantai ketika aliran air masuk ke laut.

Secara sederhana, segmen aliran sungai itu dapat kita bedakan menjadi daerah hulu, tengah
dan hilir.

1. Daerah hulu: terdapat di daerah pegunungan, gunung atau perbukitan. Lembah


sungai sempit dan potongan melintangnya berbentuk huruf “V”. Di dalam alur sungai
banyak batu yang berukuran besar (bongkah) dari runtuhan tebing, dan aliran air
sungai mengalir di sela-sela batu-batu tersebut. Air sungai relatif sedikit. Tebing
sungai sangat tinggi. Terjadi erosi pada arah vertikal yang dominan oleh aliran air
sungai.
2. Daerah tengah: umumnya merupakan daerah kaki pegunungan, kaki gunung atau
kaki bukit. Alur sungai melebar dan potongan melintangnya berbentuk huruf “U”.
Tebing sungai tinggi. Terjadi erosi pada arah horizontal, mengerosi batuan induk.
Dasar alur sungai melebar dan di dasar alur sungai terdapat endapan sungai yang
berukuran butir kasar. Bila debit air meningkat, aliran air dapat naik dan menutupi
endapan sungai yang di dalam alur, tetapi air sungai tidak melewati tebing sungai
dan keluar dari alur sungai.
3. Daerah hilir: umumnya merupakan daerah dataran. Alur sungai lebar dan bisa sangat
lebar dengan tebing sungai yang relatif sangat rendah dibandingkan lebar alur. Alur
sungai dapat berkelok-kelok seperti huruf “S” yang dikenal sebagai “meander”. Di
kiri dan kanan alur terdapat dataran yang secara teratur akan tergenang oleh air
sungai yang meluap, sehingga dikenal sebagai “dataran banjir”. Di segmen ini terjadi
pengendapan di kiri dan kanan alur sungai pada saat banjir yang menghasilkan
dataran banjir. Terjadi erosi horizontal yang mengerosi endapan sungai itu sendiri
yang diendapkan sebelumnya.

Dari karakter segmen-segmen aliran sungai itu, maka dapat dikatakan bahwa :

1. Banjir merupakan bagian proses pembentukan daratan oleh aliran sungai. Dengan
banjir, sedimen diendapkan di atas daratan. Bila muatan sedimen sangat banyak,

Pengetahuan & Manajemen Bencana 17


NMST
maka pembentukan daratan juga terjadi di laut di depan muara sungai yang dikenal
sebagai “delta sungai.”
2. Banjir yang meluas hanya terjadi di daerah hilir dari suatu aliran dan melanda
dataran di kiri dan kanan aliran sungai. Di daerah tengah, banjir hanya terjadi di
dalam alur sungai.

Untuk banjir yang secara langsung berkaitan dengan aliran sungai, secara sederhana dapat
kita katakan bahwa manusia dapat terkena banjir karena:

1. Tinggal di dataran banjir. Secara alamiah, dataran banjir memang tidak setiap saat
dilanda banjir. Ada banjir tahunan, 5 tahunan, 10 tahunan, 25 tahunan, 50 tahunan
atau bahkan 100 tahunan. Interval tersebut tidak mesti sama untuk setiap sungai,
dan hanya dapat diketahui bila dilakukan pengamatan jangka panjang. Hal ini yang
kadang tidak disadari oleh manusia ketika memilih lokasi pemukiman. Apalagi bila
pendatang yang tidak mengenal karakter suatu daerah di sekitar aliran sungai
tertentu.
2. Tinggal di dalam alur sungai di segmen tengah. Karena banjir kadang-kadang terjadi,
maka kesalahan ini juga sering tidak disadari.

Pengetahuan & Manajemen Bencana 18


NMST
BAB IV
MANAJEMEN BENCANA

4.1. Arti Manajemen Bencana

Kata manajemen diambil dari kata bahasa inggris yaitu “manage” yang berarti mengurus,
mengelola, mengendalikan, mengusahakan, memimpin. Tujuan dari manajemen itu sendiri
adalah agar suatu kegiatan atau pekerjaan dapat berhasil dengan baik dan teratur sesuai
dengan sasaran yang ingin dicapai. Kata kunci dari manajemen yang dirangkum dari
pendapat berbagai ahli antara lain Dalton E.M.C. Farland (1990) dan George R. Ferry (1990),
yaitu; (1) Perencanaan (Planning), (b) Pengorganisasian (Organizing), (c) Pengawasan
(Controlling), (d) Pelaksanaan (Aktivating), (e) Pengarahan (Directing).

Manajemen bencana bisa diartikan sebagai upaya-upaya untuk merencanakan,


mengorganisasikan, mengawasi, melaksanakan dan mengarahkan segala sumberdaya jika
terjadi bencana (disaster) pada suatu daerah. Manajemen bencana bisa digambarkan
sebagai suatu siklus yang berlangsung secara terus menerus (kontinyu). Menurut Warfield,
manajemen bencana mempunyai tujuan: (1) mengurangi atau mencegah kerugian karena
bencana, (2) menjamin terlaksananya bantuan yang segera dan memadai terhadap korban
bencana dan (3) mencapai pemulihan yang cepat dan efektif.

Dengan demikian siklus manajemen bencana memberikan gambaran bagaimana rencana


dibuat untuk mengurangi atau mencegah kerugian bencana, bagaimana reaksi dilakukan
selama dan segera setelah bencana berlangsung dan bagaimana langkah-langkah diambil
untuk pemulihan setelah bencana terjadi.

Dalam manajemen bencana dikenal 4 tahapan kerja penanggulangan bencana yaitu;

1. Fase Pencegahan dan Mitigasi; dilakukan pada situasi tidak terjadi bencana
tujuannya untuk memperkecil dampak negatif bencana.

Pengetahuan & Manajemen Bencana 19


NMST
2. Fase Kesiapsiagaan (Preparadness); dilakukan pada situasi terdapat potensi bencana
dengan merencanakan bagaimana menanggapi bencana.
3. Fase Tanggap Darurat (Emergency Response); dilakukan pada saat terjadi bencana
tujuannya untuk mengurangi dampak negatif pada saat bencana.
4. Fase Pemulihan (Recovery); dilakukan setelah terjadi bencana tujuannya untuk
mengembalikan masyarakat pada kondisi normal.

Setelah terjadi bencana Situasi tidak terjadi


bencana

Pemulihan Pencegahan dan


Mitigasi

Tanggap Darurat Kesiapsiagaan


Situasi terdapat potensi
bencana
Pada saat terjadi bencana
Bencana

Gambar 4.1 Tahapan penanggulangan bencana


Meskipun dari gambar 4.1 terdapat kuadran-kuadran yang merupakan tahapan-tahapan
dalam penanggulan bencana bukan berarti bahwa dalam praktek tiap-tiap kuadran
dilakukan secara berurutan. Tanggap darurat misalnya dapat dilakukan pada saat sebelum
terjadi bencana atau dikenal dengan istilah ‘’siaga darurat’’, ketika diprediksi bencana akan
segera terjadi. Meskipun saat kejadiaan bencana belum tiba, namun pada tahap siaga
darurat dapat dilaksanakan kegiatan tanggap darurat (evakuasi penduduk, pemenuhan
kebutuhan dasar berupa penampungan sementara, pemberian pangan dan non-pangan,
layanan kesehatan dll). Perlu dipahami bahwa meskipun telah dilakukan berbagai kegiatan
pada tahapan siaga darurat, terdapat dua kemungkinan situasi yaitu bencana benar-benar
terjadi atau bencana tidak terjadi.
Berdasarkan pasal 33 UU 24/2007 hanya disebutkan 3 tahapan manajemen bencana yaitu;
Pra bencana, saat tanggap darurat dan pasca bencana. Kuadran ‘’pencegahan dan mitigasi’’
serta ‘’kesiapsiagaan’’ adalah sama dengan ‘’pra bencana’’.

Pengetahuan & Manajemen Bencana 20


NMST
4.2. Profil Bencana di Daerah

Setiap daerah mempunyai lokasi geografi dan geologi yang berbeda. Ada yang berlokasi di
pegunungan, perbukitan, dataran tinggi maupun dataran rendah. Lokasi ini menjadikan jenis
ancaman bencana (disaster hazard) yang berbeda-beda. Jadi pembuatan profil bencana di
daerah adalah sesuatu yang paling diutamakan dalam manajemen bencana. Tujuannya
untuk memberikan gambaran singkat tentang jenis bahaya yang mengancam daerah kita
dan menjelaskan pola/historis kejadian-kejadian bencana yang pernah terjadi di daerah
tersebut.

Dari profil bencana ini kita akan mampu membuat suatu peta rawan bencana di daerah
tersebut. Contoh kuisioner yang diberikan;

a. Jenis-jenis bencana apa saja yang pernah terjadi di sini?


b. Kapan terjadinya bencana-bencana tersebut?
c. Berapa luas wilayah yang terkena?
d. Berapa korban yang meninggal?
e. Berapa korban luka-luka?
f. Berapa korban yang mengungsi?

Dari hasil kuisioner ini kita bisa mengetahui jenis bencana, polanya dan penyebarannya
sehingga semua informasi itu bisa dihimpun dalam satu peta.

4.3. Mekanisme manajemen bencana terdiri dari :

1. Mekanisme internal atau informal, yaitu unsur-unsur masyarakat di lokasi bencana


yang secara umum melaksanakan fungsi pertama dan utama dalam manajemen
bencana dan kerapkali disebut mekanisme manajemen bencana alamiah, terdiri dari
keluarga, organisasi sosial informal (pengajian, pelayanan kematian, kegiatan
kegotongroyongan, arisan dan sebagainya) serta masyarakat lokal.
2. Mekanisme eksternal atau formal, yaitu organisasi yang sengaja dibentuk untuk
tujuan manajemen bencana, contoh untuk Indonesia adalah BAKORNAS PB,
SATKORLAK PB, SATLAK PB, BNPB dan BPBD.

Pengetahuan & Manajemen Bencana 21


NMST
4.4. Bantuan Sosial adalah seluruh dukungan untuk :

1. Pemenuhan kebutuhan fisik, mental dan sosial korban bencana seoptimal mungkin
sesuai kondisi aktual setempat.
2. Peningkatan kemampuan, motivasi dan peranan korban bencana dalam berbagai
kegiatan restorasi, rehabilitasi dan rekonstruksi.
3. Pemecahan masalah-masalah psikososial korban bencana serta memulihkan dan
meningkatkan peranan-peranan sosialnya.
4. Pencegahan dan mitigasi berbagai kerugian yang dialami korban bencana dalam
kejadian bencana di masa datang.
5. Peningkatan dukungan semua unsur masyarakat secara berlanjut dalam penanganan
darurat, restorasi, rehabilitasi dan rekonstruksi.

Gambar 4.2 Contoh Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Merapi

4.5. Pembagian peran pada penanggulan bencana

Penanggulangan bencana dibagi menjadi 3 fase yaitu; Pra Bencana, Tanggap Darurat dan
Pasca Bencana. Contoh-contoh penanggulangan bencana pada tiap fase sebagai berikut:

Pengetahuan & Manajemen Bencana 22


NMST
a. Fase Pra Bencana; pada fase ini meliputi pencegahan (prevention) dan mitigasi dan
kesiapsiagaan (preparedness). Pencegahan (upaya yang dilakukan untuk mencegah
bencana jika mungkin dengan meniadakan bahaya). Misalnya; melarang pembakaran
hutan, melarang menambang batu di daerah yang curam, dll. Mitigasi (upaya yang
dilakukan untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana). Misalnya
membuat bendungan, dam, tanggul sungai, peraturan, tataruang, pelatihan dll.
Kesiapsiagaan (upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui
pengorganisasian langkah-langkah yang tepat, efektif dan siap siaga). Misalnya;
penyiapan sarkom, posko, lokasi pengungsian, peringatan dini yang cepat, tidak
membingungkan dan resmi.
b. Fase Tanggap Darurat; upaya yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana,
untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan
korban dan harta benda, evakuasi, pengungsian dan bantuan darurat berupa
pangan, sandang, tempat tinggal, sanitasi, kesehatan dan air bersih.
c. Fase Pasca Bencana; meliputi pemulihan baik sarana maupun prasarana masyarakat,
merehabilitasi dan merekontruksi kembali pemukiman, tempat ibadah, jalan, listrik
dll.
4.6. Pentingnya pemetaan bahaya dan sumberdaya

Sifat bencana yang cepat dan merusak memerlukan penanganan berbagai pemangku
kebijakan (stake holder). Bukan hanya pemerintah (pusat, propinsi, kota/kabupaten) tapi
juga LSM, Swasta, ketua adat dan masyarakat itu sendiri. Jika suatu bencana telah dipetakan
maka akan mempermudah koordinasi dalam penanggulangan setiap fasenya. Tapi jika
belum maka perlu ada upaya dari pemerintah daerah masing-masing untuk memetakan
potensi bencananya.

Selain adanya peta bahaya perlu juga dibuat peta sumberdaya. Pemetaan sumberdaya ini
meliputi segala sumberdaya baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat pada daerah
tersebut. Informasinya bisa berupa jumlah personil yang siap dikerahkan jika terjadi
bencana, jumlah obat-obatan, pangan dan sebagainya. Sehingga pada saat terjadi bencana
maka kepala daerah (walikota/bupati atau gubernur) dapat memobilisasi semua potensi
sumberdaya itu untuk penanggulangan bencana.

Pengetahuan & Manajemen Bencana 23


NMST
BAB V
PENUTUP

Alam permai Indonesia selama ratusan tahun telah menyajikan keindahan dan kekayaannya
untuk kita nikmati dan pergunakan. Namun dibalik keindahan tersebut tersimpan ancaman
dahsyat yang selalu mengintai. Entah itu berupa letusan gunungapi, gempa, tsunami, tanah
longsor, banjir atau bencana lain yang disebabkan oleh ulah manusia seperti kebakaran
hutan. Bahkan bencana sosial seperti kerusuhan juga berpotensi mengancam kesejahteraan
masyarakat Indonesia. Dengan kondisi seperti itu, cara tepat untuk bertahan hidup di negeri
ini adalah dengan mengelola ancaman bencana.

Manajemen bencana adalah upaya untuk meminimalisir dan atau mengurangi dampak
bencana yang timbul. Manajemen bencana merupakan suatu upaya yang lintas sektoral
sehingga perlu pemahaman dan kepedulian semua pihak untuk terjun langsung dalam
penanggulangan bencana.

Pengetahuan & Manajemen Bencana 24


NMST

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai