net/publication/328230942
CITATIONS READS
2 62,740
1 author:
Nandian Mareta
BRIN
26 PUBLICATIONS 3 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
HUBUNGAN KONDISI GEOLOGI LINGKUNGAN DAN LAPISAN PEMBAWA AIRTANAH DAERAH KEBAKALAN DAN SEKITARNYA View project
All content following this page was uploaded by Nandian Mareta on 12 October 2018.
Gambar 1.1 Arah dan kecepatan pergerakan lempeng-lempeng, Press dan Siever, 1998)
Pulau Jawa merupakan bagian dari lempeng Eurasia. Zona subduksi terdapat di sebelah
selatan Jawa yaitu pada samudera Hindia. Sepanjang selatan pantai Jawa mulai dari Banten
hingga Jawa Timur merupakan zona subduksi antara lempeng Eurasia dengan lempeng
Hindia-Australia. Lempeng Hindia-Australia menunjam ke bawah lempeng Eurasia. Zona di
Gambar 1.2 Sebaran kegempaan dengan magnitude > 5 Skala Richter tahun 1986 – 2007
(Sumber Kegempaan : USGS)
Posisi geologi Indonesia dan khususnya Jawa yang berada pada zona subduksi lempeng-
lempeng bumi ibarat dua sisi mata uang, sisi yang satu potensi sumberdaya alam dan sisi
yang lainnya potensi bencana. Modul ini lebih menitikberatkan pada pembahasan
kebencanaannya.
Modul ini disusun dengan maksud untuk memberikan referensi tentang bencana dan
manajemen bencana terutama bencana geologi. Tujuannya adalah untuk memberikan
pengetahuan dan kemudahan bagi para pihak terutama guru SMA dalam menyusun materi
tentang Kebencanaan.
Modul pengetahuan dan manajemen kebencanaan ini berisi tentang jenis-jenis ancaman
bencana geologi terutama di Jawa, keterjadiannya, dan upaya penanggulangannya.
Alam
Bencana Non-alam
Sosial
Sebelum bencana terjadi ada beberapa komponen yang perlu diperhatikan oleh kita.
Komponen-komponen itu meliputi;
Pemicu
Ancaman
Bahaya
Resiko
Bencana
Bencana
Kerentanan
PERLAHAN (SLOW
TERJADI ONSET)
MENDADAK (SUDDEN
ONSET)
GEOLOGI
ASPEK HIDROCLIMATOLOGI
PENYEBAB BIOLOGI
TEKNOLOGI
LINGKUNGAN
Gambar 2.4 Contoh bencana yang disebabkan oleh faktor geologi; Rumah yang roboh
akibat gempabumi yang terjadi pada 26 April 2011 di Cilacap dengan magnitude 6.3 SR,
pada tahun 2011
Modul ini hanya akan membahas tentang pengetahuan ancaman bahaya geologi sehingga
aspek-aspek penyebab bencana yang lainnya tidak akan ditemukan di sini.
Goncangan yang keras bahkan sampai robohnya bangunan dan retaknya jalan sering kita
rasakan dan lihat akibat dari gempabumi yang terjadi di suatu tempat. Goncangan adalah
hal yang paling kita rasakan pada saat terjadi gempabumi. Dari mana dan kenapa adalah
pertanyaan yang sering muncul. Sebenarnya apa gempabumi itu?
Gempabumi adalah peristiwa pelepasan energi secara tiba-tiba pada zona penunjaman dan
pada patahan aktif yang menyebabkan getaran partikel tanah dan batuan serta
menimbulkan goncangan. Berdasarkan penyebabnya gempabumi dibagi menjadi :
a. gempabumi vulkanik
b. gempabumi tektonik
c. gempabumi runtuhan
Tabel 3.1 Hubungan kekuatan gempabumi dan frekwensi kejadiannya di dunia (sumber;
USGS, 2005)
Sangat 7-7,9 Kerusakan pada daerah lebih dari 150 km 18 per tahun
Kuat
Besar 8-8,9 Kerusakan pada daerah lebih dari beberapa 1 per tahun
ratus km
Kekuatan gempabumi adalah cerminan besar kecilnya energi gempa sebanding dengan
panjang, lebar dan perpindahan rata-rata sesar yang teraktifkan. Kekuatan gempabumi yang
dikenal secara umum dinyatakan dalam Skala Richter (dikenal dengan sebutan magnitude gempa),
diperkenalkan oleh Charles F. Richter, pada tahun 1934. Dimana setiap kenaikan 1 SR itu kekuatan
gempabuminya 10 kali lebih kuat. Artinya 2 SR lebih kuat goncangannya 10 kali lipat dari 1 SR.
Tsunami adalah naiknya gelombang laut akibat adanya perubahan pada kolom air laut. Tsunami bisa
disebabkan oleh gempabumi (tsunami-genic earthquake). Gempabumi yang berpotensi untuk
terjadinya tsunami harus memenuhi syarat sebagai berikut:
Selain oleh gempabumi, tsunami bisa juga disebabkan oleh letusan gunungapi bawah laut
atau oleh jatuhnya meteor yang berukuran besar. Kecepatan tsunami bisa mencapai 900
km/jam. Kalau jarak gempabumi pada zona subduksi sekitar 200 km dari garis pantai maka
waktu yang diperlukan oleh gelombang tsunami untuk menyapu pantai kurang dari 15
menit. Rata-rata hanya butuh sekitar 10 menit saja. Itulah diperlukan kesadaran dan
kewaspadaan terutama bagi masyarakat yang tinggal di sekitar pantai.
Jawa merupakan daerah yang banyak memiliki gunungapi. Terutama di bagian tengah dan
selatannya. Hal ini tidak terlepas dari posisi geologi Jawa yang merupakan bagian lempeng
Eurasia yang ditumbuk oleh lempeng Hindia-Australia. Gunungapi yang ada di Indonesia
berjumlah 129. Angka itu merupakan 13% dari jumlah gunungapi aktif dunia.
Gambar 3.2 Gunungapi besar di Indonesia yang meletus sejak tahun 1900 (sumber;
USGS/CVO, 2001)
Bahaya gunungapi bisa dibagi menjadi dua. Bahaya primer, saat terjadi letusan dan bahaya
sekunder, setelah letusan. Bahaya primer antara lain; gempa, aliran lava, hujan bomb, blok,
hujan abu dll. Sedangkan bahaya sekunder antara lain; banjir lahar (aliran lahar).
Lereng yang curam atau terjal ditambah dengan pelapukan yang intensif dan curah hujan
tinggi akan menjadi faktor pendorong untuk terjadinya gerakan tanah. Gerakan tanah
(longsor) dapat diartikan sebagai perpindahan material batuan atau tanah pembentuk
lereng bergerak ke bawah atau keluar dari lereng tersebut.
a. Translasi; bergeraknya massa tanah/batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau
menggelombang landai.
Massa
Tanah yg
bergerak
d. Rayapan tanah; jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa
butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah
waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang
telepon, listrik, pohon dan rumah miring ke bawah.
f. Aliran bahan rombakan; terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air.
Kecepatan aliran tergantung kepada kemiringan lereng, volume dan tekanan air dan
jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai
ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa mencapai ribuan meter seperti di
DAS di sekitar gunungapi. Aliran ini bisa menelan korban cukup banyak.
yang paling banyak memakan korban jiwa adalah aliran bahan rombakan. Gejala umum
3.4. Banjir
Dalam cakupan pembicaraan yang luas, kita bisa melihat banjir sebagai suatu bagian dari
siklus hidrologi, yaitu pada bagian air di permukaan Bumi yang bergerak ke laut. Dalam
siklus hidrologi kita dapat melihat bahwa volume air yang mengalir di permukaan Bumi
dominan ditentukan oleh tingkat curah hujan, dan tingkat peresapan air ke dalam tanah.
Air hujan sampai di permukaan Bumi dan mengalir di permukaan Bumi, bergerak menuju ke
laut dengan membentuk alur-alur sungai. Alur-alur sungai ini dimulai di daerah yang
Secara sederhana, segmen aliran sungai itu dapat kita bedakan menjadi daerah hulu, tengah
dan hilir.
Dari karakter segmen-segmen aliran sungai itu, maka dapat dikatakan bahwa :
1. Banjir merupakan bagian proses pembentukan daratan oleh aliran sungai. Dengan
banjir, sedimen diendapkan di atas daratan. Bila muatan sedimen sangat banyak,
Untuk banjir yang secara langsung berkaitan dengan aliran sungai, secara sederhana dapat
kita katakan bahwa manusia dapat terkena banjir karena:
1. Tinggal di dataran banjir. Secara alamiah, dataran banjir memang tidak setiap saat
dilanda banjir. Ada banjir tahunan, 5 tahunan, 10 tahunan, 25 tahunan, 50 tahunan
atau bahkan 100 tahunan. Interval tersebut tidak mesti sama untuk setiap sungai,
dan hanya dapat diketahui bila dilakukan pengamatan jangka panjang. Hal ini yang
kadang tidak disadari oleh manusia ketika memilih lokasi pemukiman. Apalagi bila
pendatang yang tidak mengenal karakter suatu daerah di sekitar aliran sungai
tertentu.
2. Tinggal di dalam alur sungai di segmen tengah. Karena banjir kadang-kadang terjadi,
maka kesalahan ini juga sering tidak disadari.
Kata manajemen diambil dari kata bahasa inggris yaitu “manage” yang berarti mengurus,
mengelola, mengendalikan, mengusahakan, memimpin. Tujuan dari manajemen itu sendiri
adalah agar suatu kegiatan atau pekerjaan dapat berhasil dengan baik dan teratur sesuai
dengan sasaran yang ingin dicapai. Kata kunci dari manajemen yang dirangkum dari
pendapat berbagai ahli antara lain Dalton E.M.C. Farland (1990) dan George R. Ferry (1990),
yaitu; (1) Perencanaan (Planning), (b) Pengorganisasian (Organizing), (c) Pengawasan
(Controlling), (d) Pelaksanaan (Aktivating), (e) Pengarahan (Directing).
1. Fase Pencegahan dan Mitigasi; dilakukan pada situasi tidak terjadi bencana
tujuannya untuk memperkecil dampak negatif bencana.
Setiap daerah mempunyai lokasi geografi dan geologi yang berbeda. Ada yang berlokasi di
pegunungan, perbukitan, dataran tinggi maupun dataran rendah. Lokasi ini menjadikan jenis
ancaman bencana (disaster hazard) yang berbeda-beda. Jadi pembuatan profil bencana di
daerah adalah sesuatu yang paling diutamakan dalam manajemen bencana. Tujuannya
untuk memberikan gambaran singkat tentang jenis bahaya yang mengancam daerah kita
dan menjelaskan pola/historis kejadian-kejadian bencana yang pernah terjadi di daerah
tersebut.
Dari profil bencana ini kita akan mampu membuat suatu peta rawan bencana di daerah
tersebut. Contoh kuisioner yang diberikan;
Dari hasil kuisioner ini kita bisa mengetahui jenis bencana, polanya dan penyebarannya
sehingga semua informasi itu bisa dihimpun dalam satu peta.
1. Pemenuhan kebutuhan fisik, mental dan sosial korban bencana seoptimal mungkin
sesuai kondisi aktual setempat.
2. Peningkatan kemampuan, motivasi dan peranan korban bencana dalam berbagai
kegiatan restorasi, rehabilitasi dan rekonstruksi.
3. Pemecahan masalah-masalah psikososial korban bencana serta memulihkan dan
meningkatkan peranan-peranan sosialnya.
4. Pencegahan dan mitigasi berbagai kerugian yang dialami korban bencana dalam
kejadian bencana di masa datang.
5. Peningkatan dukungan semua unsur masyarakat secara berlanjut dalam penanganan
darurat, restorasi, rehabilitasi dan rekonstruksi.
Penanggulangan bencana dibagi menjadi 3 fase yaitu; Pra Bencana, Tanggap Darurat dan
Pasca Bencana. Contoh-contoh penanggulangan bencana pada tiap fase sebagai berikut:
Sifat bencana yang cepat dan merusak memerlukan penanganan berbagai pemangku
kebijakan (stake holder). Bukan hanya pemerintah (pusat, propinsi, kota/kabupaten) tapi
juga LSM, Swasta, ketua adat dan masyarakat itu sendiri. Jika suatu bencana telah dipetakan
maka akan mempermudah koordinasi dalam penanggulangan setiap fasenya. Tapi jika
belum maka perlu ada upaya dari pemerintah daerah masing-masing untuk memetakan
potensi bencananya.
Selain adanya peta bahaya perlu juga dibuat peta sumberdaya. Pemetaan sumberdaya ini
meliputi segala sumberdaya baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat pada daerah
tersebut. Informasinya bisa berupa jumlah personil yang siap dikerahkan jika terjadi
bencana, jumlah obat-obatan, pangan dan sebagainya. Sehingga pada saat terjadi bencana
maka kepala daerah (walikota/bupati atau gubernur) dapat memobilisasi semua potensi
sumberdaya itu untuk penanggulangan bencana.
Alam permai Indonesia selama ratusan tahun telah menyajikan keindahan dan kekayaannya
untuk kita nikmati dan pergunakan. Namun dibalik keindahan tersebut tersimpan ancaman
dahsyat yang selalu mengintai. Entah itu berupa letusan gunungapi, gempa, tsunami, tanah
longsor, banjir atau bencana lain yang disebabkan oleh ulah manusia seperti kebakaran
hutan. Bahkan bencana sosial seperti kerusuhan juga berpotensi mengancam kesejahteraan
masyarakat Indonesia. Dengan kondisi seperti itu, cara tepat untuk bertahan hidup di negeri
ini adalah dengan mengelola ancaman bencana.
Manajemen bencana adalah upaya untuk meminimalisir dan atau mengurangi dampak
bencana yang timbul. Manajemen bencana merupakan suatu upaya yang lintas sektoral
sehingga perlu pemahaman dan kepedulian semua pihak untuk terjun langsung dalam
penanggulangan bencana.